Kamis, 27 Maret 2014

KATEKESE POLITIK UMAT BASIS KEVIKEPAN SULBAR

Para Peserta dan Narasumber Pertemuan Katekese Politik Umat Basis Kevikepan Sulbar
Di penghujung tahun 2013, Kevikepan Sulbar yang dikomandoi oleh RD. Martinus Pasomba mengadakan sebuah pertemuan dengan mengundang para Caleg (Provinsi dan Kabupaten), para pastor dan seksi kerawam. Pertemuan ini disebut Katekese Politik Umat Basis. Kegiatan tersebut merupakan program Kevikepan dalam bidang politik sebagai salah satu output Sinode Diosesan KAMS 2012.

Katekese politik umat Basis terlaksana pada 16-17 Desember di Hotel Anugerah Mamuju. Kegiatan yang berlangsung dua hari ini hanya diikuti oleh 18 orang peserta, dimana panitia mengundang sebanyak 40 orang. Namun meski demikian tidak mengurangi semangat panitia dan peserta yang hadir dalam mengikuti acara demi acara.

Kegiatan dibuka dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh RD. Martinus Pasomba (Vikep Sulbar) dan RD. Paulus Tongli, (Sekretaris Keuskupan KAMS, dan tim 25 KAMS yang diundang sebagai Narasumber). Dalam kotbahnya, Vikep menekankan agar kita mampu semakin menjadi garam dan terang dalam masyarakat. Dikatakan bahwa para Caleg harus merapatkan barisan agar bisa berhasil dalam pemilihan nanti. Oleh karena itu kita harus memberi warna iman dalam setiap hal sekecil apapun itu. Menurutnya bahwa kehadiran orang yang baik, akan membawa wujud gereja di tengah masyarakat. “Jadi kalau terpilih nantinya tidak hanya membawa bendera partai tetapi bendera gereja. Itu yang pokok”, tegas Vikep.

Berikut akan kami sampaikan kembali pertanyaan umat yang dijawab oleh imam. Tahun ini kita akan mengadakan lagi pemilihan presiden dan wakil presiden dan pemilihan anggota badan legislatif. Kini orang sudah mulai ramai berbicara tentang politik. Bagaimana sebenarnya pandangan gereja tentang dunia politik? Bolehkah orang Katolik ikut berpolitik? Bolehkah seorang imam ikut berpolitik?

Pertama-tama kita perlu meluruskan dulu masalah istilah. Setiap pembicaraan, keputusan dan tindakan yang menyangkut orang banyak dalam arti luas dapat disebut sebagai pembicaraan, keputusan dan tindakan politik. Itu kalau kita mendasarkan istilah itu pada asal usul munculnya kata itu dalam bahasa Yunani. Di dalam perkembangannya, memang istilah politik cenderung digunakan dalam arti sempit. Jadi politik itu bukan masalah lima tahunan, atau masalah pemilihan presiden dan para anggota badan legislatif saja, melainkan masalah sehari-hari. Dalam arti itu politik merupakan panggilan dan kewajiban setiap warga Negara.

Gereja Katolik lewat Konsili Vatikan II dalam Dekrit tentang Kerasulan Awam (Apostolicam Actuositatem) art. 14 menyatakan: “Terdorong oleh cinta akan bangsanya dan oleh rasa tanggung jawab akan tugas-tugas sebagai warga negara, orang Katolik harus merasa dirinya bertanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan bersama dalam arti kata yang sebenarnya. Mereka berusaha memperbesar pengaruh mereka, supaya perundang-undangan sejalan dengan hukum-hukum kesusilaan dan dengan kesejahteraan bersama. ….”Hendaknya orang-orang Katolik, yang mahir dalam bidang politik, dan sebagaimana wajarnya berdiri teguh dalam iman serta ajaran kristiani, jangan menolak untuk menjalankan urusan-urusan umum ”.

Dalam pernyataan ini tampak dengan jelas pandangan Gereja Katolik tentang politik. Keterlibatan dalam bidang politik berpangkal dari rasa nasionalisme warga Negara. Politik adalah wujud tanggung jawab setiap warga Negara akan bangsa dan negaranya, agar bangsa dan Negara tetap berjalan dalam alur yang benar untuk mencapai cita-cita bersama: masyarakat yang adil dan makmur. Dari pandangan ini tampaklah bahwa orang Katolik baik kaum awam maupun para imam, biarawan/wati bukan hanya boleh ikut terlibat dalam dunia politik, tetapi merupakan suatu keharusan. Inilah yang mendiang Mgr Sugijapranata utarakan dalam seruannya yang sangat terkenal: 100% Indonesia – 100% Katolik. Penghayatan iman yang benar akan semakin memperkokoh nasionalisme. Kekatolikan sejati akan mewujud nyata di dalam tanggung jawab untuk mewujudkan hidup bersama yang lebih baik.

 Berbicara tentang wujud keterlibatan dalam bidang politik, ajaran Sosial Gereja Octogesima Adveniens nomor 48 mengungkapkan dengan jelas: “Hirarki mengemban tugas untuk mengajar dan menafsirkan secara otentik norma moralitas. Setiap umat awam mengemban tanggungjawab pribadi yang berdasarkan iman dan pengharapan, untuk meresapi tata-dunia dengan semangat kristiani”. Memang ada pembatasan keterlibatan para anggota hirarki dalam dunia politik praktis. Mengingat saratnya dunia politik praktis dengan berbagai macam kepentingan partai, kelompok bahkan pribadi, maka para uskup dan imam hendaknya tidak terlibat langsung dalam dunia politik praktis dalam arti mencalonkan diri dalam pemilihan anggota legislatif maupun eksekutif. Ada pembagian tanggung jawab. Para imam bertanggung jawab memberikan pedoman yang dijabarkan dari norma moralitas, kaum awam bertanggung jawab untuk mewujudkannya dalam keterlibatan nyata.

Dalam paparan materinya selanjutnya, RD. Paulus memberikan dasar-dasar etik dan tanggung jawab awam Katolik dengan berpedoman pada ASG. Dalam “Octogesima Adveniens” dikatakan Hirarki mengemban tugas untuk mengajar dan menafsirkan secara otentik norma moralitas. Setiap umat awam mengemban tanggungjawab pribadi yang berdasarkan iman dan pengharapan, untuk meresapi tata-dunia dengan semangat kristiani (# 48). Orang kristiani harus membuat suatu pilihan bijaksana sesuai imannya dan menghindari bahaya keakuan kelompok dan totalitarianisme yang menindas (# 49). Orang-orang kristiani mengemban tugas untuk memberikan inspirasi dan membantu membenahi struktur agar menemukan kebutuhan yang nyata dewasa ini (# 50).

RD. Paulus juga menjelaskan bagaimana menjadi minoritas kreatif yakni kita harus tahu dimana kita berada sekarang ini, itu artinya kita sadar akan lingkungan, kita harus tahu ke mana tujuan kita artinya kita sadar akan visi dan sasaran yang ingin digapai, kita harus tahu bagaimana mencapai tujuan itu berarti menyadari akan potensi yang kita miliki.

Dalam hal peran awam katolik, RD Paulus mengutip Apostolicam Actuositatem, 14, “Hendaknya orang-orang Katolik, yang mahir dalam bidang politik, dan sebagaimana wajarnya berdiri teguh dalam iman serta ajaran kristiani, jangan menolak untuk menjalankan urusan-urusan umum”. “Hendaknya secara intensif diusahakan pembinaan kewarganegaraan dan politik, yang sekarang ini perlu sekali bagi masyarakat dan terutama bagi generasi muda, supaya semua warga negara mampu memainkan peranannya dalam hidup bernegara” (Gaudium et Spes, 75). “Mereka yang cakap atau berbakat hendaknya menyiapkan diri untuk mencapai keahlian politik, yang sukar sekaligus amat luhur, dan berusaha mengamalkannya tanpa memperhitungkan kepentingan pribadi atau keuntungan materiil” (Gaudium et Spes, 75 ).

Itulah beberapa petunjuk yang mendasari mengapa kita harus berpartisipasi aktif dalam dunia politik. Karena sejatinya politik itu sendiri berarti bagaimana mengatur sesuatu agar bisa berguna bagi banyak orang menuju kesejahteraan bersama (bonum commune).

Niko Fahik, anggota tim 25 dari Kevikepan Sulbar yang tampil sebagai pembicara kedua mensharingkan pengalamannya seputar perpolitikan di Paroki Baras, Mamuju Utara. Dikatakan bahwa terpilihnya salah satu umat menjadi anggota legislatif di Mamuju Utara karena umat merapatkan barisan mendukungnya. Saverius Saver yang terpilih itu memang orang yang dekat dan aktif dengan kehidupan menggereja sehingga rekam jejaknya tidak diragukan lagi sehingga tidak salah bila pemimpin umat di situ juga memberi dukungan yang sama.

Pada akhir pertemuan ini, Forum menyepakati 4 hal yakni: memastikan daftar para pemilih tetap (sampai akhir Desember 2013); membentuk tim relawan yang mengawal hasil pemilu, yang melingkupi seluruh wilayah dapil; pendidikan/katekese politik kepada seluruh umat; caleg bersedia menandatangani Pakta Integritas. *** Penulis: Anton Ranteallo

Tidak ada komentar: