Latar Belakang
Tahun 2006, kira-kira di akhir tahun, kami mulai bertugas di Paroki Roh Kudus, Unaaha. Saat itu pula kami mulai banyak bergaul warga transmigrasi dari Bali, yang mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam khususnya bersawah. Menurut cerita orang banyak, warga Bali terkenal tekun dan ulet bertani termasuk kaum perempuannya. Dan itu memang banyak benarnya. Pagi hari mereka telah menyibukkan diri dengan hewan ternak mereka, khususnya babi dan sapi. Jam 5 subuh urusan ternak sudah mulai; Nampak saat dentingan lonceng sapi sudah mulai terdengar. Itu berarti sapi sudah mulai diantar ke padang penggembalaan. Jam 6 pagi, para petani – bapak dan ibu – sudah ada di persawahan. Perkampungan kembali ramai pada petang hari, jam 6 sore yaitu saat kembalinya –bapak dan ibu- dari persawahan.
Tahun 2008, Pastor Fredy Rante Taruk, Pr, menyodorkan kepada kami contoh proposal LM3, supaya kami mencoba membuatnya dan mengirimkannya kepada lembaga pemerintah yang mengelola program LM3. Kami tidak cepat menanggapinya karena selain agak sulit menurut kami, juga belum pernah membuat proposal kepada pemerintah. Namun kemudian kami berpikir, tidak salah kalau mulai belajar dan berani menghadapi tantangan. Tahun 2009 kami mulai mendata jumlah ternak sapi yang ada di pusat paroki, Sendang Mulyasari yang kebanyakan umatnya adalah warga Bali. Dari hasil survey kami mencatat ada 302 ekor sapi yang dipelihara oleh umat di 2 rukun di pusat paroki. Kesimpulan kami itu berarti umat sudah terbiasa dan terlatih serta senang dengn ternak sapi. Memang tidak sulit untuk mulai mengumpulkan beberapa warga untuk membentuk kelompok peternak sapi. Pada tahun 2009 kami mengirimkan proposal penggemukan sapi kepada pemerintah melalui program LM3.
Setahun berselang - tahun 2010 - proposal yang kami ajukan kepada LM3 dikabulkan. Proses pencairannya sungguh sangat menguras tenaga bagi kelompok ini. Namun kami sebagai pastor paroki bersama L.E Udjianto, Ketua Depas waktu itu berkomitmen mendampingi kelompok ini. Dari dana ini kami dapat membeli 18 ekor sapi, 15 ekor betina dan 3 ekor jantan.
Program LM3 Roh Kudus
Awalnya program penggemukan sapi. Sapi yang berumur minimal 1,3 tahun disalurkan kepada anggota LM3. Sapi tersebut dipelihara beberapa saat dan bila dihitung sudah menguntungkan dijual kembali lalu diberikan sapi baru lagi. Proses penggemukan ini memang menguntungkan tetapi tidak akan berkembang, artinya jumlah sapi tidak akan bertambah. Maka kelompok ini memikirkan dan menyepakati program pengembangbiakan. Aturannya jelas. Yakni, peternak penyetor anak pertama kepada PSE ; anak yang kedua menjadi milik peternak; anak yang ketiga disetor kepada PSE tetapi induknya menjadi milik peternak. Anak sapi yang disetor kepada PSE selanjutkan disalurkan lagi kepada peternak. Jadi peternak setelah tiga tahun akan mendapatkan indukan sapi dan satu ekor sapi sehingga tidak tertutup kemungkinan anakan ini akan beranak lagi. Semangat pemberdayaan yang diadopsi dari gerakan CU turut mendasari program LM3 ini.
Dampak dari program LM3
Pertama, dampak yang paling utama para peternak memiliki ternak sapi yang tentu saja diharapkan terus berkembang. Dari data yang dapatkan pada bulan Januari 2014, kelompok ini memiliki 29 ekor serta kas kelompok sebanyak Rp 31.031.000,-. Kedua, penerima sapi diandaikan mereka sudah menjadi anggota Credit Union. Sehingga dengan demikian penguatan modal usaha mereka secara bertahap nampak dalam kegiatan mereka menabung di CU. Ketiga, yang juga masuk dalam persyaratan keanggotaan LM3 adalah peternak harus memelihara sapinya di kandang dan bersedia menanam pakan ternak. Keempat, semakin terbangun sikap solidaritas baik sesama anggota LM3 maupun yang bukan anggota. Ini dibuktikan sikap saling membantu bila anggota mengalami kematian anak sapinya. Dan juga kelompok memiliki kesepakatan bersama untuk menyalurkan anak sapi kepada mereka yang memiki kemampuan ekonomi yang terbatas.
Program ke depan
Ke depan, anak-anak sapi yang lahir dari sapi LM3 terus digulirkan kepada umat atau masyarakat. Persyaratannya, mereka sudah anggota Credit Union, mampu menyiapkan pakannya serta sistem dikandangkan. Persyaratan ini dilatarbelakangi oleh penguatan modal mereka di CU, menghindari sapi-sapi berkeliaran di kampung yang akibatnya limbahnya mengotori lingkungan serta menghindari ternak sapi memakan tanaman masyarakat. Namun dengan sistem kandang sebenarnya ada program lain yang coba digagas oleh kelompok ini. Limbah-limbah ternak bisa diolah menjadi pupuk organik, sehingga ketergantungan pada pupuk kimia bisa terhindarkan. Selain dari pada itu limbah sapi bisa menjadi bahan pokok untuk pembuatan biogas. Dengan meningkatnya harga gas elpiji serta minyak tanah warga masyarakat bisa diajak untuk beralih ke biogas untuk urusan masak-memasak.
Penutup
Ada banyak program pemberdayaan yang dilakukan di Keuskupan Agung Makassar. Dan kami pikir itu sesuatu yang baik dan perlu terus dikembangkan di tengah umat. Gerakan Credit Union sudah semenjak 2007 diperkenalkan di tengah umat masyarakat. Hasilnya cukup signifikan walaupun belum semua umat menanggapinya dengan serius. Gerakan budidaya pangan lokal di Labasa oleh PSE masih dalam tahap sosialisasi. Gerakan pemberdayaan nelayan di Lolibu yang mulai dirintis oleh PSE juga sementara pada tahap sosialisasi. Kami menginginkan gerakan-gerakan pemberdayaan lain yang intinya memampukan umat dan masyarakat sampai pada tingkat kehidupan yang layak. *** Penulis: Pastor Linus Oge, Pr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar