Senin, 30 Juni 2008

Perjumpaan Injil dan Budaya: Inkulturasi Iman


Redaksi KOINONIA kita meminta saya mengisi rubrik “Dari Meja Uskup Agung” kali ini dengan judul di atas. Ini, demikian alasan yang dikemukakan, dimaksudkan untuk ‘mengantar’ para imam dan umat memasuki Munas IX UNIO Indonesia. Munas IX paguyuban yang mempersatukan dalam persaudaraan para imam diosesan seluruh Indonesia ini adalah Munas pertama yang diadakan di luar Jawa-Bali. Keuskupan Agung Makassar mendapat kehormatan terpilih sebagai tempat penyelenggaraan, dan akan berlangsung di Makassar dan Tana Toraja, 4-10 Agustus 2008 y.a.d. Tema yang dipilih ialah “Menemukan Benih-Benih Sabda di Tana Toraja”. Berdasarkan tugas perutusannya imam diosesan berada di garis depan, hidup dan berkarya di tengah umat dan masyarakat pada umumnya. Karena itu mereka harus dapat hidup dan berkarya dalam kebudayaan setempat. Demikianlah maka salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui Munas ini ialah “Merumuskan pengembangan misi imam diosesan dalam konteks budaya”. Dan konteks budaya Toraja dipilih sebagai sample. Ini menyangkut apa yang dewasa ini lazim disebut inkulturasi. Intinya adalah bagaimana menghayati dan mengungkapkan iman dalam budaya setempat, tentu saja dimaksudkan budaya yang hidup. Karena itu ada yang lebih suka menggunakan istilah kontekstualisasi (iman).

Mengenai tema inkulturasi itu, sesungguhnya Gereja lokal Keuskupan Agung kita telah pernah memiliki pedoman dasar. Pedoman Umun Pelayanan Keuskupan Agung Ujung Pandang (disingkat: PUP-KAUP), hasil Pertemuan Pleno Imam-Imam 1989, memuat antara lain visi dasar, tugas pokok (“misi”) yang disusun menurut urutan prioritas. Adapun visi Gereja lokal KAUP menurut PUP-KAUP ialah “terwujudnya Gereja lokal KAUP sebagai sakramen keselamatan total dalam Kristus”. Selanjutnya, terdapat 4 tugas pokok yang disusun menurut prioritas: (1) Membangun Gereja yang sungguh-sungguh lokal; (2) Berpartisipasi dalam membangun dunia/masyarakat yang lebih baik; (3) Penginjilan (dalam arti sempit); (4) Memajukan hubungan dengan umat Gereja/Agama lain. Bidang pelayanan prioritas pertama (Membangun Gereja yang sungguh-sungguh lokal) terdiri dari 5 bab, di mana bab ke-4 berjudul “Inkulturasi”. Setelah membaca kembali bab ke-4 itu, saya berpendapat apa yang dirumuskan di sana sangat memadai sebagai jawaban terhadap permintaan Redaksi KOINONIA tersebut di atas. Maka daripada menulis baru, di bawah ini saya akan menyajikan apa yang telah dirumuskan dalam PUP-KAUP itu, yang sebenarnya secara formal berlaku sampai 1 Januari 2000, ketika Ardas (arah dasar, red.) hasil Sinode Diosesan 1999 mulai resmi diberlakukan. (Sangat kebetulan pula bahwa pada pergantian tahun, 31 Desember 1999 ke 1 Januari 2000, ditandai dengan dikembalikannya nama “Makassar” menggantikan “Ujung Pandang”). Namun, sesuai dengan judul tulisan ini, hanya akan dikutip 8 nomor pertama dari 13 nomor dalam bab ke-4 tentang Inkulturasi itu. Lima nomor terakhir (no. 9-13) bicara mengenai langkah-langkah kongkrit yang perlu diambil.

Inkulturasi Iman Kristiani
Sebelum menyajikan apa yang dirumuskan dalam PUP-KAUP tentang inkulturasi, baiklah diberikan keterangan pengantar ini: Secara sangat singkat padat dalam no. 1 diberikan landasan teologis-doktriner (Magisterium), juga dengan merujuk pada dasar biblis, untuk inkulturasi. Apa itu inkulturasi? Pertanyaan ini dijawab dalam no. 2, yang memberikan pengertian inkulturasi secara komprehensif. Inkulturasi sesungguhnya adalah suatu proses integrasi pengalaman iman sebuah Gereja lokal ke dalam kebudayaan setempat, yang berujung pada terciptanya sebuah “Communio” baru, yang sekaligus memperkaya Gereja semesta. No. 3 kembali mempertegas landasan teologis-doktriner dalam no. 1, sambil menarik kesimpulan menyangkut pola hubungan hakiki antara tradisi budaya/keagamaan setempat dan Injil, berupa persiapan-pemenuhan. Selanjutnya, sebagai suatu proses, dalam inkulturasi dapat diperbedakan 3 tahap utama, yaitu: terjemahan, asimilasi dan transformasi. Inilah yang diterangkan dalam no. 4. Lalu no. 5 menggambarkan hasil akhir dari proses inkulturasi, yaitu terbentuknya sebuah komunitas Kristiani baru dalam pelbagai dimensi dasar kehidupan iman.

Dalam proses inkulturasi, tahap kedua (asimilasi) merupakan tahap yang kritis. Pada tahap ini Gereja semakin mengadaptasikan diri pada kebudayaan setempat. Banyak unsur dari kebudayaan setempat diambil alih ke dalam kehidupan Gereja. Di sini tertuntut sikap hati-hati, agar dicegah “semua bentuk sinkretisme dan partikularisme palsu” (AG, 22). Karena itu dibutuhkan suatu pedoman umum dan praktis. Itulah yang dikemukakan dalam no. 6. Pedoman praktis tersebut memprasyaratkan diadakannya studi antropologis dan sosiologis setempat (no. 7), yang dibarengi pula dengan penelaahan teologis (no. 8).

1. Sejak permulaan, Gereja secara resmi mengambil sikap positif terhadap masalah inkulturasi1). Konsili Vatikan II bahkan mengetengahkan tema inkulturasi sebagai suatu tugas bagi Gereja2). Dalam surat Ajakan Apostolik Evangelii Nuntiandi, Paus Paulus VI secara tegas kembali lagi menekankan mandat ini3).

2. Inkulturasi di sini dimengerti secara utuh sebagai pengintegrasian pengalaman Kristiani sebuah Gereja lokal ke dalam kebudayaan setempat, sedemikian rupa sehingga pengalaman tersebut tidak hanya mengungkapkan diri di dalam unsur-unsur kebudayaan bersangkutan, melainkan juga menjadi kekuatan yang menjiwai, mengarahkan, dan memperbaharui kebudayaan bersangkutan, dan dengan demikian menciptakan suatu kesatuan dan “communio” baru, tidak hanya di dalam kebudayaan tersebut, melainkan juga sebagai sesuatu yang memperkaya Gereja universal.

3. Usaha inkulturasi ini ditopang oleh ajaran bahwa “benih-benih sabda” telah ada dan bertumbuh dengan penuh misteri dalam nilai-nilai budaya dan keagamaan setempat4), dan yang benar-benar dapat melandaskan suatu “persiapan untuk Injil”5). Dengan demikian antara tradisi-tradisi budaya dan keagamaan setempat dengan Injil/Kekristenan, terdapat secara hakiki suatu pola hubungan persiapan-pemenuhan.

4. Kegiatan inkulturasi merupakan suatu proses menuju integrasi yang, sebagaimana nyata dari pengertian di atas (no. 2), terjadi pada dua segi, yaitu: integrasi iman dan hidup Kristiani ke dalam suatu kebudayaan tertentu, dan integrasi suatu ekspresi baru pengalaman Kristiani ke dalam hidup Gereja universal. Dalam proses menuju integrasi ini dapat diperbedakan tiga tahap utama, yaitu: tahap terjemahan, tahap asimilasi, dan tahap transformasi. Dengan tahap terjemahan dimaksudkan tahap permulaan, di mana Gereja berkontak dengan suatu kebudayaan baru sambil memperkenalkan pesan dan hidup Kristiani yang sudah terdapat dalam wujud kebudayaan lain. Pesan dan hidup Kristiani itu diterjemahkan ke dalam bahasa setempat, dengan adaptasi terbatas di sana-sini. Pada tahap selanjutnya berlangsunglah proses asimilasi. Di sini Gereja semakin mengasimilasikan diri pada kebudayaan setempat. Banyak unsur dari kebudayaan setempat diambil alih ke dalam kehidupan Gereja. Apabila proses ini berjalan baik, maka lama-kelamaan iman Kristiani tertanam dan mulai berfungsi normatif dalam memberi orientasi baru terhadap kebudayaan bersangkutan. Inilah tahap ketiga, tahap transformasi.

5. Pada tahap ketiga ini kita akan menemukan terbentuknya suatu Komunitas Kristiani baru; sebuah “communio” yang memiliki kekhasan dinamis, terus-menerus berkembang, tidak hanya pada bidang pengungkapan eksternal (seperti bentuk-bentuk liturgi atau ibadat), melainkan juga pada bidang refleksi iman (yi. teologi) serta pada bidang sikap dasar dan praksis iman (yi. spiritualitas).

6. Proses asimilasi dalam usaha inkulturasi menuju terbentuknya “communio” baru itu haruslah dijalankan sedemikian rupa, agar dicegah “semua bentuk sinkretisme dan partikularisme palsu” (AG a. 22)6). Untuk itu hendaklah diperhatikan pedoman umum dan praktis berikut: “Dalam mengambil alih manifestasi-manifestasi budaya dan keagamaan setempat (ritus, upacara atau pesta, simbol-simbol, dll) ke dalam penggunaan gerejawi, perlulah (a) pertama-tama diusahakan memurnikan manifestasi-manifestasi tersebut dari unsur-unsur takhyul dan magis; lalu (b) menerima yang baik atau yang sudah dimurnikan; dan dengan demikian (c) memberi makna baru kepadanya, dengan mengangkatnya ke dalam kepenuhan Kristiani”7).

7. Dalam rangka itulah maka perlu diadakan penelaahan antropologis dan sosiologis yang lebih mendalam, dalam kerja sama yang erat, khususnya dengan tokoh-tokoh adat setempat. Nilai-nilai pokok budaya setempat, seperti ritme hidup berazaskan musyawarah-mufakat-gotongroyong, hidup kemasyarakatan yang ditandai oleh semangat keagamaan, kesatuan kosmis dan kekeluargaan yang kuat, hendaknya menjadi obyek penelitian dalam Keuskupan. Hendaknya diteliti pula seberapa jauh nilai-nilai dasar asli itu masih menjiwai hidup masyarakat sekarang ini, dan bagaimana melestarikannya dan membuatnya tetap relevan di tengah-tengah arus perubahan dan perkembangan teknologis yang semakin cepat.

8. Penelaahan antropologis dan sosiologis tersebut perlu dibarengi dengan penelaahan teologis. Dalam terang tradisi Gereja universal, penelaahan teologis itu meneliti kembali kejadian dan perkataan yang diwahyukan Allah, serta direkam di dalam Kitab Suci dan diterangkan oleh “Wewenang Mengajar” (Magisterium). Dengan demikian akan lebih jelas dipahami lewat jalan-jalan mana iman dapat diinkarnasikan dalam filsafat dan kebijaksanaan masyarakat setempat, dan atas cara mana adat-kebiasaan, paham hidup serta tata masyarakat setempat dapat diserasikan dengan patokan yang ditunjukkan Wahyu Ilahi. Maka akan terbukalah jalan untuk penyesuaian yang lebih mendalam yang mencakup seluruh lingkup kehidupan Kristiani (Lih. AG a. 22).

Sekedar Contoh
Sebuah contoh klasik inkulturasi iman Kristiani ke dalam budaya religius Romawi ialah perayaan Natal pada 25 Desember. Secara historis tanggal kelahiran Yesus tidak diketahui. Kitab Suci, yang memang bukan buku sejarah melainkan buku iman, tidak mencatat hal itu. Lalu mengapa kelahiran Yesus dirayakan pada tanggal 25 Desember? Dalam tradisi religius Romawi tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari Mahadewa Terang, Dewa Matahari (Sol Invictus). Setelah agama Kristiani semakin berkembang dalam wilayah kekaisaran Romawi, orang Kristiani tidak mau mengakui Matahari sebagai Mahadewa Terang. Mereka tahu matahari itu ciptaan Tuhan. Maha Terang yang sesungguhnya adalah Yesus Kristus, Firman yang telah menjadi manusia (inkarnasi): “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh. 1:4-5). Maka melalui metode tiga langkah di atas hari besar 25 Desember diambil alih ke dalam penggunaan Gereja: merayakan peristiwa inkarnasi Sang Sabda, Terang dunia, yang kini disebut Natal. Pada langkah pertama, hari besar 25 Desember dibersihkan dari unsur takhyul (matahari ditolak sebagai Dewa Terang); lalu 25 Desember diterima (langkah kedua); dan diberi makna baru: peristiwa inkarnasi Terang dunia (langkah ketiga).

Dalam surat permintaannya untuk tulisan ini, Redaksi KOINONIA menyebut secara khusus studi sample “inkulturasi iman Kristiani dalam budaya Toraja”. Karena keterbatasan ruang, di sini saya hanya ingin menyebut dua tulisan saya berkaitan dengan usaha inkulturasi di bidang teologis dalam budaya Toraja. Yang pertama berjudul “Menurut Kamu, Siapakah Aku Ini? Menemukan Kembali Wajah-Wajah Asia Yesus”, yang mengisi rubrik “Dari Meja Uskup Agung”, KOINONIA, vol. 1 no. 3, Juni-Agustus 2006. Yang kedua berjudul “Manusia dan Lingkungannya dalam Falsafah Religius Toraja”. Artikel ini dimuat dalam buku Komisi Teologi KWI tentang ekologi yang sedang dalam percetakan. Studi lebih mendalam dan lebih luas yang membawa ke sejumlah perspektif praktis inkulturasi dalam budaya Toraja terdapat dalam disertasi saya TOWARDS A SPIRITUALITY OF SOLIDARITY; a Study of Sa’dan-Torajan Solidarity in the Light of ‘Gaudium et Spes’, with a View to an Inculturated Authentic Christian Spirituality of Solidarity (Pontificia Universitas Gregoriana, Romae, 1986).

Makassar, akhir Mei 2008

+ John Liku-Ada’
_____________________
Catatan:
1 ) Bdk. Keputusan yang diambil rasul-rasul dan para penatua pada Konsili di Yerusalem (Kis. 15).
2) Lih. AG a. 22; juga LG a. 17; SC a. 37-40; AG a. 9.
3) EN a. 63
4) Lih. AG a. 11; EN a. 53; Bdk. LG a. 17; AG a. 9.
5) Eusebius dari Caesarea, Preparatio Evangelica, I, 1: PG 21, 26-28; LG a. 16; EN a. 53.
6) Sinkretisme ialah pencampuradukan macam-macam unsur paham dan kebiasaan sedangkan partikularisme ialah kecenderungan mempertahankan ciri khas secara picik dan berat sebelah.
7) Lih. AG a. 9; Annuario 1976 (1) dari S.C. de Prop. Fide (Roma, 1977) 1172; Bdk. LG a. 17.

Kaum Muda, Bangkit dan Bergeraklah!



"Youth! Rise Up for the Better World…" Itulah tema Perayaan Paskah Orang Muda Katolik se-Kevikepan Makassar, yang diadakan pada Sabtu, 5 April 2008 di Exhibition Hall Celebes Convention Center (CCC). Perayaan paskah ini dilaksanakan dalam rangka mewujudkan apa yang tema dari APP 2008 yaitu “Kesejatian Hidup Dalam Pemberdayaan Lingkungan”.

Gereja mengajak kaum muda untuk lebih terlibat dan peduli terhadap lingkungan. Diharapkan melalui keterlibatan dan kepedulian kaum muda terhadap lingkungan, masyarakat juga akan bergerak bersama-sama. Melalui perayaan ini, kaum muda diharapkan juga dapat berkumpul, berhimpun dan saling menguatkan satu sama lain, khususnya kaum muda se-Kevikepan Makassar.

Paskah Kaum Muda 2008 dijadikan juga momen dari Tim Kepemudaan Kevikepan Makassar yang baru terbentuk untuk melaksanakan kegiatan bersama. Sehingga diharapkan, akan muncul suasana kerjasama antara pendamping, pengurus mudika di Kevikepan Makassar. Pelaksana kegiatan ini sendiri adalah panitia yang dibentuk dan disahkan oleh Komisi Kepemudaan KAMS yang anggotanya terdiri dari: Volunteer Komisi Kepemudaan, Tim Kepemudaan Kevikepan Makassar dan Mudika Paroki se- Makassar, para pendamping dan kelompok kategorial kaum muda.

Agar lebih menarik kaum muda untuk mengikutinya, acara perayaan paskah ini dibingkai dalam tiga rangkaian acara yaitu worship, renungan Lingkungan Hidup, dan Perayaan Ekaristi.

Acara dibuka melalui sambutan Ketua Panitia David Resky Rappan yang langsung dilajutkan dengan parade bendera yang dibawakan oleh sekitar 40 pembawa bendera dari Paroki Sungguminasa. Parade bendera yang berwarna-warni ini menggambarkan ciri khas kaum muda yang beranekaragam dan lambaian bendera menandakan jiwa kaum yang senantiasa bergelora. Parade bendera semakin hidup dengan iringan musik dan lagu dibawakan oleh Tim dari Jakarta “Uni Voice Band” bersama Seno, Devin dan kawan-kawan. Lagu-lagu pujian terus dikumandangkan yang mengajak kaum muda untuk bangkit dan bergerak di bawah arahan Leader Seno didampingi para “singers” yang berasal dari paroki-paroki di Makassar.

Nyanyian pun semakin semarak dengan tampilnya “bintang tamu”, Sisi Idol (Finalis Indonesian Idol) yang membawakan beberapa lagu rohani. Bahkan Vikep bersama para pastor dan suster ikut dalam dinamika kaum muda yang hidup. Setelah dibuka dengan lagu-lagu rohani yang meriah, suasana pun pelan-pelan dibawa ke suasana yang lebih hening dan damai.

Acara disusul dengan renungan Lingkungan Hidup berupa pementasan teater yang dibawakan oleh teater PMKRI. Para pemain sebelumnya mengadakan rekaman suara di Studio RRI Makassar. Dalam pementasan ini diangkat mengenai masalah kerusakan lingkungan hidup. Tema pementasan yaitu keadaan alam yang dulunya indah namun dirusak oleh manusia demi pembangunan, yang akhirnya akibatnya membawa bencana bagi manusia. Pementasan ini juga menampilkan tujuh masalah kerusakan lingkungan mendesak saat ini. Kaummuda diajak untuk menyadari kerusakan lingkungan hidup dan mewujudkan kepedulian mulai dengan hal-hal sederhana, misalnya mengelola sampah dengan baik.
Sebagai puncak acara adalah perayaan ekaristi yang dipimpin Vikep Makassar didampingi oleh para pastor dari Kevikepan Makassar dan Moderator Kepemudaan kevikepan Toraja. Perarakan misa didahului dengan tarian “Paggellu” yang dibawakan mudika Paroki Asisi dan perarakan misdinar yang anggotanya berasal dari Paroki Katedral dan Paroki Andalas. Dalam kotbahnya Vikep Makassar mengajak kaum muda untuk mewujudkan kepedulian lingkungan. Vikep menantang kamu muda untuk melakukan penghijauan dengan menawarkan bibit pohon mangga.

Selanjutnya dalam doa permohonan, para wakil mudika yang berasal dari beberapa paroki tampil dengan mengenakan pakaian daerah Makassar, Jawa, Tionghoa, Toraja, dan menyampaikan doa permohonan dalam bahasa daerah masing-masing. Hal ini mau mengungkapkan kaum muda katolik adalah kaum muda yang terdiri dari latar belakang yang berbeda namun dalam kesatuan. Demikian pula nuansa itu dilanjutkan dalam bagian persembahan. Sekelompok penari yang berasal dari mudika Paroki Mariso dengan anggun membawakan “tarian pita” diiringi dengan lagu persembahan yang dibawakan secara solis oleh Sisi Idol, sebagai tanda persembahan diri kaum muda bagi Tuhan. Pada saat komuni, saat di mana kita mengalami persatuan yang mesra dengan Tuhan, kaum muda diantar dengan lagu yang tenang, “Sentuh Hatiku”, “Mari Semua” dan Give Thanks.

Menjelang penutupan Perayaan Ekaristi, pihak Komisi Kepemudaan mengucapkan ungkapan terimah kasih. Mendadak kaum muda yang berpaskah kedatangan tamu yaitu Walikota Makassar. Bahkan Walikota sempat memberikan ucapan selamat paskah untuk kaum muda katolik. Kehadirannya juga sangat berarti karena dukungannya gedung megah “Celebes Convention Center“ (yang merupakan milik pemda Sul-sel dan biaya sewa mencapai belasan juta) boleh digunakan oleh orang muda katolik. Pak Walikota juga sempat menyalami para pastor. Sebagai tanggapan balik, Ketua Panitia Munas Unio juga tampil memberi perkenalan tentang munas Unio di hadapan kaum muda dan walikota, yang selanjutnya disusul sumbangan lagu dari para pastor yang tergabung dalam “kelompok pengamen Unio”. yang juga telah berkeliling dari paroki-paroki di Makassar setiap bulan. Selanjutnya ditampilkan persembahan lagu dari trio kaum muda Paroki Mamajang. Acara pun segera berakhir setelah Berkat Penutup oleh Vikep sekaligus menutup serangkaian acara yang telah berlagsung sekitar 4 jam.

Kegiatan Paskah Kaum dihadiri kaum muda dengan jumlah mendekati 1000 orang yang berasal dari Kevikepan Makassar termasuk juga kaum muda dari Paroki Pare-Pare. Kegiatan ini dapat terlaksana berkat kerjasama dan kerja keras dari panitia yang terdiri dari kaum muda sendiri, yang telah mempersiapakan acara, mencari dana dan donatur. Kegiatan ini juga berjalan atas dukungan dari Pastor-pastor paroki dan depas di kevikepan Makassar yang telah memberikan dukungan dan dana. Dukungan dana juga berasal dari beberapa usahawan katolik serta para pihak sponsor al.: Indosat, Telkomsel, Tribun Timur, Makassar Terkini, Secret Spa, Coca-Cola dll.

Kegiatan perayaan paskah ini memang tidak mudah dilaksankanan dan tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun ternyata kaum muda dapat melaksanakan apa yang telah mereka sepakati dengan penuh ketekunan. Ini tentu merupakan pertanda bahwa kaum muda sendiri mempunyai potensi dan kemampuan untuk merencanakan, menyelenggarakan dan mempertanggungjawabkan kegiatan meraka. Mereka dapat mempersembahkan kegiatan yang menarik bagi rekan-rekannya.
Selamat Paskah.

Bangkit dan Bergeraklah kaum muda… *** Penulis: P. Yulius Malli (Ketua Komisi Kepemudaan KAMS)

Mengenal Legio Maria


Gereja melalui Konsili Vatikan mengajak semua umat awam Katolik untuk ikut serta memberikan kesaksian hidup suci, mati raga dan karya amal. Salah satu gerakan awam yang mempunyai niat untuk menjadikan iman sebagai inspirasi hidup untuk mencapai kesucian pribadi adalah Legio Maria.

Legio Maria adalah suatu perkumpulan umat Katolik yang, dengan restu Gereja dan bimbingan kuat Maria Tak Bernoda, Pengantar segala Rahmat (yang indah bagaikan bulan, terang bagaikan matahari dan dahsyat bagi setan dan kaki tangannya bagaikan bala tentara yang siap tempur). Sehingga bisa diartikan Legio Maria adalah Pasukan Maria . Kalau “Pasukan” biasanya mempunyai senjata, dan Legio Maria punya senjata yaitu doa. Doa menjadi kekuatan bagi setiap anggota Legio Maria dalam melaksanakan tugas kerasulannya.

Legio Maria didirikan pertama kali oleh Frank Duff, seorang awam Katolik yang lahir di Dublin, Irlandia. Bersama dengan sekelompok orang awam dan Pater Michael Toher (Uskup Agung Dublin) beliau membentuk Presidium Legio Maria yang pertama pada tanggal 07 September 1921 di Myra House, Dublin Irlandia, pada malam menjelang Pesta Kelahiran Maria. Pada hari itulah ditetapkan tanggal kelahiran Legio Maria.

Daya pikat yang paling utama dari Legio Maria adalah kekhasan spiritualitasnya, yakni, doa menjadi dasarnya. Kekhasan ini juga nampak dalam gerak dan langkah yang sama bagi seluruh kelompok Legio Maria di dunia. Mulai dari rumusan doa “Catena”, tata cara rapat, cara meletakkan veksilium, patung bunda Maria, lilin dan bunga. Kekhasan ini juga mencuat dalam kedisiplinan hidup para legioner. Baik dalam melaporkan hasil pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan maupun dalam mengadakan rapat dengan semangat disiplin dan kekeluargaan yang tinggi. Selain pertemuan rutin setiap minggu, setiap legioner membentuk kelompok kecil yang bertugas untuk menguduskan anggotanya. Caranya dengan memberikan tugas kepada para anggotanya. Bila ditugaskan, mereka malah merasa diberi kesempatan untuk menyucikan diri kembali. Hal lain yang menarik adalah corak pelayanannya yang sama. Yakni membantu kaum miskin, kaum marginal, dan melaksanakan tugas yang diberikan pastor parokinya, tanpa kelihatan, serta tak pernah melaksanakan tugas yang bersifat politis. Dalam Legio Maria tidak ada persaingan, pertentangan, yang ada hanyalah kedamaian,kelemah lembutan, ketulusan doa dan ketabahan.

Yang menjadi acuan hidup Legio Maria sederhana sekali, yakni “Perjamuan di Kana”, dimana bunda Maria tahu, bahwa di saat pesta itu tuan rumah kehabisan anggur. Tapi bunda Maria tidak melakukan pengadaan anggur. Ia mendekati Yesus, Anaknya dan menyampaikan permasalahannya. Yesuslah yang akhirnya berbuat. Dalam peristiwa itu bunda Maria tahu, kalau ada orang lain yang sungguh membutuhkan pertolongan, ia tidak berbuat langsung. Ia minta kepada Putranya yang mampu mengatasi persoalan. Pola hidup bunda Maria itulah yang kemudian menjadi pola hidup Legio Maria. Seluruh anggota Legio meneladan pola hidup bunda Maria dalam hidup sehari-hari.

Keanggotaan Legio Maria
Legio Maria terbuka bagi semua umat Katolik yang terpanggil untuk memenuhi peran mereka dalam kerasulan gereja. Mereka yang berniat menjadi anggota harus mendaftarkan diri pada suatu presidium dan harus melalui masa percobaan sekurang-kurangnya 3 bulan. Artinya, dalam tiga bulan itu, ia taat menghadiri rapat tiap minggu, mampu menunjukkan motivasi murni, pribadinya berkembang, disiplin tinggi, dan mampu melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Setelah lolos dari masa percobaan, ia baru boleh mengucapkan janji dan menjadi anggota aktif. Selain keanggotaan aktif umum, Legio mempunyai keanggotaan lain yaitu keanggotaan auxilier (anggota pendoa). Keanggotaan ini terbuka bagi para imam, biarawan/wati dan kaum awam, yang tidak dapat atau tidak ingin mengambil tugas-tugas dari keanggotaan aktif, tetapi ingin menyatukan diri dengan Legio dalam pelayanan doa demi kepentingan Legio.

Mengingat pentingnya devosi kepada Maria dalam sistem Legio, maka setiap tahun harus dilangsungkan upacara penyerahan diri legioner kepada bunda Maria. Penyerahan diri – yang meliputi penyerahan diri individual maupun kolektif – dilaksanakan pada tanggal 25 Maret atau pada tanggal beredekatan dan dikenal dengan nama Acies. Kata Latin ini yang berarti pasukan yang siap tempur, tepat digunakan untuk upacara dimana para legioner sebagai suatu badan berkumpul untuk memperbaharui janji kepada Maria, ratu Legio, dan untuk menerima kekuatan dan berkat dari Maria sebagai bekal untuk pertempuran selama satu tahun yang akan datang dalam melawan kekuasaan setan.

Tugas Legio Maria
Selain berdoa, hadir teratur dan tepat waktu dalam rapat mingguan Presidium adalah tugas utama seorang legioner. Di dalam rapat mingguan, legioner akan mendapat tugas untuk mengunjungi umat yang sakit baik di RS maupun di rumah, menghibur orang-orang jompo serta mengajak umat yang tidak aktif ke Gereja untuk kembali rajin ke Gereja. Disamping tugas rutin tersebut, Legio juga mengadakan ibadat di Lapas dan di Rutan setiap bulannya.

Manfaat Legio Maria bagi para anggotanya
Buah-buah dari kedisiplinan, ketekunan dan kesetiaan atau ketaatan yang diperoleh dari Legio Maria umumnya membawa hasil yang baik bagi perkembangan pribadi masing-masing anggotanya, terutama yang sungguh-sungguh menghayati spiritualitas Legio Maria. Karena nilai-nilai yang diperoleh itu sungguh menjadi kunci atau bekal utama dalam kehidupan para anggotanya dimanapun berada. Baik dalam keluarga maupun di kantor. Para legioner karena terlatih mereka menjadi terbiasa tekun, disiplin, dan bisa berbicara selama menjadi anggota Legio Maria. Sehingga dimanapun mereka berada, mereka menjadi orang yang bisa dipercaya.

Tantangan yang dialami oleh anggota Legio
Pertama-tama adalah kegiatan Legio yang rutin bisa menimbulkan rasa malas. Kedua, ketika menjalankan tugas, ada yang ditolak oleh orang yang mau dilayani. Ketiga, ada beberapa pastor paroki yang tidak mau tahu terhadap kehadiran Legio Maria. Keempat, dari umat Katolik sendiri masih ada sebagian yang tidak mau peduli terhadap kegiatan Legio.

Perkembangan Legio Maria
Legio Maria dikembangkan berdasarkan kekhasan dari masing-masing wilayah atau keuskupan. Pendekatan Legio Maria terhadap umat Katolik diwilayah Keuskupan Agung Makassar akan berbeda dengan dengan keuskupan diluar Makassar atau di Jawa. Memang diakui, Legio Maria itu tidak mengadakan propaganda yang besar. Di tingkat paroki, Legio Maria mencoba mengunjungi umat dan keluarga-keluarga tanpa memamerkan diri sebagai anggota Legio Maria. Yang penting adalah perbuatannya, atau kesaksian hidup para anggota legio sendiri. Sampai saat ini di Indonesia baru ada dua Senatus. Pertama, Senatus Jakarta (Senatus Bejana Rohani), meliputi Keuskupan-keuskupan di Indonesia bagian barat, ditambah beberapa Keuskupan di Kalimantan. Kedua, Senatus Malang (Senatus Sinar Bunda Karmel), yang membawahi keuskupan-keuskupan di indonesia kawasan timur. Dewan Senatus sering juga mengadakan kunjungan-kunjungan ke daerah-daerah, guna menjajagi perkembangan Legio Maria di daerah. Setiap tahun Legio Maria juga mengadakan konferensi nasional.

Legio Maria di KAMS
Di Keuskupan Agung Makassar, Legio Maria dimulai sekitar tahun 1953 oleh Pastor Jef Hauben, CICM. Rapat Presidium diadakan di jalan Besi (sekarang jalan Lamadukelleng) di Biara Rajawali. Laporan tahunan pada waktu itu langsung di kirim ke Dublin, Irlandia dan ditulis dalam bahasa Belanda. Sekarang ini laporan tahunan dikirim ke Senatus Malang. Selama beberapa puluh tahun, legio Maria di KAMS hilang. Entah tahun berapa, Legio Maria muncul lagi dan bertahan sampai sekarang. Di KAMS sekarang ada 1 Kuria, 19 Presidium dan 3 Pra Kuria yaitu :

Kuria : Kuria Ratu Rosario

Prakuria :
1. Pra Kuria Ratu Para Orang Kudus
2. Pra Kuria Ratu Pencinta Damai
3. Pra Kuria Ratu Para Saksi Iman

Presidium :
1. Presidium Maria Pembantu Abadi, Katedral
2. Presidium Maria Ratu Damai, Gotong-gotong
3. Presidium Maria Ratu Surga, Gotong-gotong
4. Presidium Maria Pengantara Segala Rahmat, Mariso.
5. Presidium Maria dari Lourdes, Mariso.
6. Presidium Maria Hati tak Bernoda, Andalas
7. Presidium Maria Ibu Semua Bangsa, Andalas (Pres. Mahasiswa)
8. Presidium Maria Bunga Mawar yang Gaib, Andalas (Yunior).
9. Presidium Maria Diangkat ke Surga, Mamajang.
10. Presidium Maria Bunda Berbelas Kasih, Assisi.
11. Presidium Maria Bunda Kristus yang Maharahim, Tello.
12. Presidium Maria Bunda Kita, Sungguminasa.
13. Presidium Maria Bunda Rahmat Ilahi, Kare
14. Presidium , Maria Bunda Kita, Kare
15. Presidium Maria Ratu Pencinta Damai, Palopo.
16. Presidium Maria Ratu para Martir, Padangsappa.
17. Presidium Maria Pintu Surga, Makale.
18. Presidium Maria Bunda Ekaristi, Mandai.
19. Presidium Bunga Mawar Yang Gaib, Pare-pare.

Kepengurusan Legio Maria Kuria Ratu Rosario KAMS 2008
Pembimbing Rohani: P. Simon Gausu Oscar, Pr
Sr. Benedicta YMY
Fr. Tarsicius
Ketua : Sdri. Theresia Wanti
Wakil : Sdri. Cecilia Djuwarno
Sekretaris: Sdri. Jacqueline.J.Santosa
Bendahara: Sdri. Beatrix Tanasal

Bila mengikuti Maria,
engkau tidak akan tersesat
Bila memanggil Maria,
engkau takkan putus asa
Bila memikirkan Maria,
engkau tidak akan keliru
Bila dibantu Maria, engkau tidak akan jatuh
Bila dilindungi Maria, engkau takkan takut
Bila dibimbing Maria, engkau takkan jemu
Bila dikaruniai Maria,
engkau mencapai tujuanmu.
***

Tahbisan Imam

Rencana Tahbisan Imam diadakan:
1. Jumat, 27 Juni 2008 pukul 16.00 wita di Gereja Kare, Makassar. Para calon tahbisan:
a. Calon Imam CICM: Fr. Thomas Claudius (berasal dari Ruteng, Manggarai dan besar di Paroki Mamajang) dan Fr. Sumaryani Dipati Yans (asal Paroki Pare-pare).
b. Calon Imam SX: Fr. Marselinus Rante Taruk (asal Paroki Rantepao)

2. Sabtu, 2 Agustus 2008 pukul 09.30 wita di Gereja Gotong-gotong, Makassar. Para calon tahbisan:
Fr. I Made Markus Suma (asal Paroki St. Clemens Kolaka) dan Fr. John Gratias Pakulayuk (asal Paroki St. Antonius, Rembon). Keduanya adalah calon imam diosesan Keuskupan Agung Makassar.

Mutasi Personalia KAMS

P. Agustinus Matasak, Pr
Diangkat menjadi Pastor Moderator Kepemudaan Kevikepan Sulbar.

P. Ruvinus Rampun, Pr
Diangkat menjadi Pastor Moderator Kepemudaan Kevikepan Luwu.

P. Bonnie Abbas, Pr
Perpanjangan tugas di Keuskupan Purwokerto.

P. Fransiskus Pontoh, MSC
Pelepasan dari tugas sebagai Pejabat Sementara Pastor Paroki “Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga” – Mamajang.

P. Johanes Rawung, MSC
Diangkat menjadi Pastor Paroki “Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga” – Mamajang.

P. Ariston Mbahi, MSC
Diangkat menjadi Pastor Bantu Paroki “Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga” – Mamajang.

Agenda Bapa Uskup Juni - Agustus 2008

Juni 2008
Tgl. Acara
01 Krisma di Mariso
03 Pelantikan Pengurus BPK PKK KAMS
09 Pertemuan dengan Asuransi Kesehatan
10 Hari Imam
11-13 Pelatihan Pembina Mhs Katolik se-Intim
17 Hari Imam
24 Hari Imam
26 Rapat Dewan Konsultor
27 Tahbisan Imam CICM dan SX
28 Kaul Kekal Frater HHK
29 Pertemuan dengan Frater TOP 2008/9

Juli 2008
Tgl. Acara
01 Hari Imam
07-09 Acara di Toraja
16 Tahbisan Uskup Bandung
22 Hari Imam
26 Seminar di Jakarta
29 Juli-1Agst. Rapat Komisi Teologi KWI

Agustus 2008
Tgl. Acara
01 Rapat Komisi Teologi KWI
02 Tahbisan Imam di Gotong-Gotong
03 Rapat Asosiasi Teolog Indonesia (ATI)
04 Pembukaan Munas IX UNIO INDO.
05-10 Munas UNIO
12 Hari Imam
20-22 Rapat Presidium KWI
26 Hari Imam

Lokakarya Pastoral Pemberdayaan Perempuan



Latarbelakang Situasi
Keprihatinan Gereja terhadap situasi yang mengancam martabat manusia dan ajakan para Waligereja Indonesia untuk membangun perilaku dan kesadaran baru, hendaknya dapat dipahami secara jelas dan mampu menggerakkan anggota Gereja untuk segera melaksanakannya.

Di tengah proses demokratisasi dan pembangunan bangsa secara holistik, Gereja tidak bisa berdiam diri atas kenyataan-kenyataan yang merusak martabat perempuan sebagai Citra Allah. Kenyataan ini disebabkan oleh struktur sosial dan perilaku patriarkis yang menyebabkan relasi antara laki-laki dan perempuan menjadi timpang, menyebabkan ketidakadilan bagi sebagian besar perempuan serta mengakibatkan pelecehan, penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Beberapa catatan menarik tentang perempuan dapat disebutkan, seperti:
- Masih banyak perempuan yang tidak mendapat kesempatan untuk berkarya sesuai dengan kharisma dan kemampuan mereka.
- Masih banyak kejadian baik dalam rumah tangga, masyarakat, bahkan tradisi keagamaan yang merendahkan martabat perempuan. Masih banyak praktek kekerasan dan penipuan, seperti kawin paksa, penganiayaan, pemerkosaan, aborsi, perdagangan perempuan dan anak untuk dijadikan budak seks, pengemis, pengedar narkoba. Di banyak negara Asia, termasuk Indonesia, perdagangan (trafficking) perempuan dan anak-anak baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sudah menjadi gejala umum. Praktek-praktek kekerasan tersebut menyebabkan perempuan semakin rentan tertular berbagai penyakit menular seksual, yang menghancurkan hidupnya terutama HIV/AIDS.
- Dalam sistem ekonomi saat ini, perempuan banyak diperlakukan seperti barang dagangan dan menjadi sasaran propaganda pola hidup konsumtif. Keterbatasan pengetahuan membuat mereka sulit memilah dan memilih informasi yang diperoleh dari media massa. Sementara itu, dalam sejumlah masyarakat adat atau suku tertentu terdapat unsur-unsur budaya yang membatasi kesempatan bagi perempuan untuk memperoleh pendidikan. Situasi ini semakin membuat perempuan terpinggirkan.
- Masih begitu banyak perempuan yang kurang memperoleh pelayanan kesehatan secara memadai. Mereka tidak dapat menjangkau sumberdaya ekonomi untuk meningkatkan penghasilan. Kalau mereka bekerja, upah dan jaminan kesejahteraan sosial yang diterima sering lebih rendah. Mereka juga lebih mudah menjadi korban pemutusan hubungan kerja, padahal mereka memikul tanggungjawab yang besar bagi keberlangsungan hidup keluarga.
- Di samping itu, terdapat banyak kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang tidak adil karena tidak memperhatikan kepentingan perempuan. Masih banyak pula aturan dan kebijakan yang diterapkan secara diskriminatif sehingga membatasi keterlibatan perempuan secara penuh dalam masyarakat dan Gereja.
- Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup telah berakibat langsung pada menurunnya kesehatan kaum perempuan dan anak. Pertikaian-pertikaian bersenjata yang terjadi di berbagai daerah telah menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan, lagi-lagi bagi perempuan dan anak-anak. (dikutip dari materi/risalah Lokakarya)

Untuk membangun perilaku dan kesadaran baru dalam berbagai hal ini perlu diupayakan guna mewujudkan tata kehidupan habitus baru yang berkesetaraan dan berkeadilan gender dan pemberdayaan perempuan.

Menanggapi situasi ini, Komisi PSE KAMS dan Komisi Keadilan dan Perdamaian KAMS menyelenggarakan ANIMASI – LOKAKARYA PASTORAL “Membangun Habitus Baru, KASIH dalam Kesemartabatan – Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan Sebagai Citra Allah“; bekerja sama dengan Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan KWI di Baruga Kare, 14-16 Mei 2008.

Kegiatan ini diikuti oleh 46 orang peserta. Para peserta merupakan utusan dari 5 kevikepan, Komisi-Komisi, Komunitas Biarawan-Biarawati, WKRI dan Karitas Makassar. Kevikepan Luwu dan Sulawesi Barat mengutus masing-masing 2 orang, Kevikepan Sulawesi Tenggara mengutus 3 orang dan Kevikepan Tana Toraja mengirim 6 orang. Kevikepan Makassar mengutus 9 orang dari Paroki-Paroki dalam Kota Makassar. Komunitas Suster JMJ mengutus 4 orang dari Komunitas Rajawali dan Stella Maris. Komunitas Suster CIJ mengirim 2 orang utusan dan Tarekat HHK mengutus 2 orang Fraternya. Sementara itu DPP WKRI mengutus 2 orang. Komisi Kerawam mengutus 1 orang dan Komisi Kepemudaan mengutus 3 orang. Sementara itu Karitas Makassar mengutus 3 orang perwakilan. Bapak Uskup dan Vikjen KAMS dalam sambutannya mengharapkan supaya para peserta selanjutnya bersedia menindaklanjuti program yang dirancang, bersedia menjadi penggerak perubahan baik bagi dirinya sendiri, keluarga, komunitas / lingkungan maupun organisasinya.

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut adalah membangun kesamaan persepsi dan semangat kebersamaan para peserta dari seluruh wilayah Keuskupan sebagai bagian dari Gereja universal, untuk saling tukar pemikiran untuk merancang rencana tindak lanjut serta bersinergi melakukan pemberdayaan perempuan, guna meningkatkan kualitas hidupnya di berbagai bidang kehidupan. Melalui pertemuan ini diharapkan :
- Para peserta mendapatkan kesamaan pandangan mengenai kesemartabatan & kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai Citra Allah.
- Terbangun pemahaman dan sikap kritis terhadap berbagai persoalan dalam hidup keluarga, masyarakat dan menggereja di kalangan umat Keuskupan Agung Makassar.
- Terbangun kepekaan dan kepedulian terhadap upaya meningkatkan pemajuan potensi dan kualitas hidup perempuan.
- Tersusunnya rencana program pastoral dan terbangunnya jejaring di tingkat Keuskupan Agung Makassar dan di tingkat nasional.

Proses Lokakarya
Lokakarya ini difasilitasi langsung oleh dua orang Fasilitator dari Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) KWI yakni Ibu MJL. Sri Murniati selaku Sekretaris Eksekutif dan Bapak Luita Aribowo selaku anggota pengurus SGPP. Pembiayaan untuk penyelenggaraan kegiatan ini juga diperoleh dari SGPP-KWI.

Misa Kudus pembukaan dipersembahkan oleh Bapak Uskup Agung Keuskupan Agung Makassar, Mgr. John Liku Ada’, Pr. Bapak Uskup menegaskan bahwa dasar iman kita yakni “kasih” harus menjadi pegangan utama untuk peduli terhadap masalah gender, pemberdayaan perempuan dan pembelaan terhadap anak-anak yang lemah dan tak berdaya. Bapak Uskup juga secara resmi membuka kegiatan dan memberikan sambutan Pembukaan.

Sesi Pembukaan diawali dengan perkenalan peserta dan pengakraban. Selanjutnya para peserta membuat tulisan tentang harapan dan kekuatiran, alur proses, kesepakatan, kondisi perempuan di Indonesia (fakta dan angka). Kemudian para peserta membuat identifikasi persoalan lokal seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, politik, dan lingkungan hidup yang berbasis gender di wilayah Keuskupan Agung Makassar.

Pada hari kedua, Ibu Murniati dan Bapak Luita menjelaskan konsep-konsep utama tentang masalah gender. Mereka membeberkan persoalan Gender dan akibatnya dalam kehidupan konkret di masyarakat Indonesia. Sore harinya, Pastor Hendrik Njiolah mengisi sesi “Kesetaraan gender dalam terang iman kristiani” (Ajaran Gereja dan Penafsiran teks Kitab Suci). Beliau mempresentasikan gagasan “Merintis Habitus Baru Kaum Perempuan”. Perubahan habitus ini harus seiring dengan perubahan ideologi yang dianut dan dihayati dalam hidup konkret. Beliau secara lugas dan sederhana menjelaskan teks-teks Kitab Suci yang bias Gender sekaligus menampilkan teks yang mendukung kesetaraan Gender. Paham-paham yang melatarbelakangi munculnya teks-teks tersebut dijelaskan dengan gamblang sehingga peserta dengan mudah dapat memahami, meskipun kadang-kadang terheran-heran mendengar latarbelakang beberapa teks yang bias gender. Pastor Hendrik juga mendorong supaya gagasan ini tidak hanya menjadi pembicaraan saja tetapi harus ditindaklanjuti dalam gerakan habitus baru di Paroki-Paroki. Beliau memberi contoh bagaimana memberi peran kepada perempuan dalam kepengurusan DEPAS dan wilayah serta rukun-rukun.

Sesi berikutnya, Fera Agricola dari ICMC menyampaikan informasi dan analisis perdagangan perempuan dan anak-anak di Makassar dan Pare-Pare. Ia menampilkan jalur perdagangannya dan informasi mengenai jumlah perempuan dan anak-anak yang menjadi korban. Secara langsung ia juga menyebut sejumlah wilayah asal dari mereka yang terlibat dalam “trafficking” di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Malam hari setelah sesi Menyikapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Perdagangan Perempuan & Anak diadakan pemutaran 2 Film yang menampilkan masalah-masalah KDRT dan perdangangan Perempuan dan Anak-Anak.

Pada hari terakhir, peserta diarahkan untuk melihat prioritas permasalahan yang dihadapi di setiap kevikepan. Dengan melihat persoalan-persoalan tersebut, peserta diajak untuk mendiskusikan langkah-langkah atau intervensi pastoral apa yang diperlukan guna ikut ambil bagian dalam gerakan “habitus baru” demi Kesemartabatan-Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan sebagai Citra Allah.

Sesi terakhir, “Merancang program pastoral dan Rekomendasi” dipandu oleh Pastor Fredy Rante Taruk, Pr sebagai Ketua Komisi PSE dan Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Makassar.

Beberapa rekomendasi dari Lokakarya ini adalah sebagai berikut :
1. Membentuk team Sosialisasi Gender dan Pemberdayaan Perempuan di setiap Kevikepan :
Kevikepan Makassar beranggotakan 9 orang
Kevikepan Luwu beranggotakan 3 orang
Kevikepan Sulawesi Tenggara beranggotakan 3 orang
Kevikepan Sulawesi Barat beranggotakan 2 orang
Kevikepan Tana Toraja beranggotakan 6 orang
2. Membentuk team Sosialisasi dan Pemberdayaan Perempuan Keuskupan Agung Makassar sebagai berikut :
Sr. Aloisima, CIJ
Sr. Laetitia, JMJ
Fr. Bonifasius Naru, HHK
Abigael P. Fernandez
Robin D. Zakharia
Bernadeth Tongli
Tarsi Rasu
Lusiana Lamba
Joana Manurip
Litha Limpo
3. Langkah-langkah selanjutnya :
- Setiap Kevikepan melaporkan hasil pertemuan/lokakarya ini kepada Vikep masing-masing.
- Diharapkan setiap Kevikepan melengkapi team Sosialisasi dan Pemberdayaan Perempuan.
- Konsolidasi team-team kevikepan dalam koordinasi dengan Vikep masing-masing.
- Mengadakan sosialisasi dan kegiatan pemberdayaan perempuan
- Komisi PSE dan KKP KAMS meningkatkan kapasitas team-team kevikepan dengan mengadakan TOT Fasilitator
- Menjalin kerjasama dengan pemerintah setempat dan LSM peduli perempuan dan anak.
- Membentuk jaringan kerja dan komunikasi melalui Contact Person, Konsultasi dan pelaporan terhadap kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak-anak.
- Memberdayakan Tim Sosialisasi dan Pemberdayaan Perempuan sebagai salah satu Devisi dari Komisi PSE KAMS.

Demikian sekilas mengenai kegiatan Lokakarya Pastoral Pemberdayaan Perempuan Keuskupan Agung Makassar. Semoga lokakarya ini dapat ditindaklanjuti oleh para peserta di wilayah masing-masing dan dapat mendorong semakin banyak orang untuk ikut serta mendukung gerakan ini.*** Penulis: P. Fredy Rante Taruk, Pr (Komisi PSE dan KKP KAMS)

Program Pembinaan Menyegarkan Imam-Imam Diosesan

Cisarua, Jawa Barat -- Seorang pastor sederhana. Seorang sahabat. Setia sampai akhir. Para imam menulis kata-kata itu serta ungkapan lain dalam sebuah program pembinaan imamat baru-baru ini untuk menunjukkan bagaimana mereka hendaknya dikenang setelah mereka meninggal.

Masing-masing dari 28 imam dari 25 keuskupan yang menghadiri program khusus 'bina lanjut' tanggal 5-9 Mei 2008 menulis “kata-kata kenangan" itu di batu nisan yang digambarkannya dengan spidol berwarna dengan iringan musik yang lembut.

Program kedua itu dilaksanakan oleh Unio Indonesia, paguyuban imam-imam diosesan, di Cisarua, 50 kilometer selatan Jakarta. Setelah para imam selesai menulis kata-kata kenangan, Ketua Unio Indonesia Pastor Stanislaus Ferry Sutrisna Wijaya meminta mereka untuk membawa pulang kertas itu dan melakukan refleksi tentang kata-kata yang ditulis mereka tersebut.

Selama lima hari program 'bina lanjut' itu, para imam belajar teologi dan spiritualitas, melakukan refleksi dan berbagi permasalahan yang mereka hadapi. Mereka melakukan rekreasi yang reflektif termasuk ke Dunia Fantasi, Ancol, dan berbagai kunjungan yang memperluas wawasan imamat termasuk ke kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Toko Buku Obor di Jakarta.

Unio Indonesia didirikan tahun 1983 di Jakarta dengan 350 anggota. Kini Unio memiliki lebih dari 1.500 anggota, karena sekitar 50 imam diosesan ditahbiskan setiap tahun.

"Banyak imam diosesan tidak memiliki kesempatan bina lanjut seperti itu," kata ketua Unio itu, seraya menambahkan bahwa Unio Indonesia bertujuan untuk memberikan pembinaan seperti itu.

Pastor Adefti Telaumbanua yang berkarya di sebuah daerah pelosok di Nias, Keuskupan Sibolga, berharap Unio akan terus membekali para imam dengan pengetahuan. Sekarang "umat paroki lebih pandai daripada para imam, khususnya tentang teknologi baru," sesuatu yang juga harus dikuasai para imam, lanjutnya. (UCAN)

Pemberkatan Rumah Biara San Damiano SFIC Sangalla’



Biara San Damiano diresmikan dan diberkati, tepatnya 5 Mei 2008 pukul 16.00 acara peresmian dimulai dengan Misa Kudus yang dipimpin oleh Pastor Kevikepan Tana Toraja bersama dengan P. Frans Nipa, Sekretaris Keuskupan Agung Makassar dan P. John Manta’, Pr. Pastor Paroki Kristus Imam Agung Sangalla. Perayaan Ekaristi dimeriahkan oleh Koor dari asrama Suster SFIC komunitas Fioreti Rantepao, bersama Frater-Frater HHK dari Bolu.

Usai perayaan puncak perayaan Ekaristi Pastor Vikep, Pastor Sekretaris, Pastor Paroki bersama para Misdinar diikuti umat semuanya beranjak dari gereja menuju ke rumah biara SFIC untuk pemberkatan. Prosesi pemberkatan meriah ditandai dengan pengguntingan pita, penyerahan kunci oleh Sr. Yuliana sebagai pemimpin rumah biara kepada P. Frans Nipa sebagai utusan dari Keuskupan, untuk membuka pintu sebagai pertanda rumah biara boleh dimasuki dan didiami oleh penghuninya (para Suster). Saat pemberkatan Umat sungguh antusias sekali menyaksikan serta mengikuti acara demi acara pemberkatan. Walau hujan mengguyur dengan derasnya, tetapi tidak mengurangi semangat umat yang ingin menyaksikan dari dekat pemberkatan itu. Selesai pemberkatan semua umat, pastor, suster diundang menuju aula paroki untuk mengikuti acara resepsi. Acara demi acara sangat meriah sekali. Kami sebagai anggota SFIC cukup puas dan senang sekali. Karena selama ini terus terang kami masih menumpang di rumah yang disediakan oleh Paroki.

Kami merasa penuh dengan kegembiraan dan syukur. Karena apa yang kami inginkan ±7 tahun yang lalu saat menginjakkan kaki di Tana Toraja untuk mengabdikan diri, kini telah mewujud. Dan salah satu bentuk pengabdian kami, yang mana tadinya kami hidup dan bergerak di dalam rumah yang yang disediakan paroki bagi kami, sekarang sudah boleh tinggal di rumah biara sendiri yang diberi nama rumah biara San Damiano.

Mudah-mudahan di dalam rumah San Damiano kami dapat tumbuh dan berkembeng sesuai dengan cita-cita pendiri kongregasi kami. Kami Suster-suster SFIC dipanggil untuk mengabdikan diri di tempat dan negara yang berlainan kebudayaan setempat, dan menemukan nilai-nilainya. Dengan demikian SFIC mampu berkomunikasi secara efektif dan menghayati suatu cara hidup yang memberi kesaksian Injili dan rasa solidaritas dengan umat manusia.

SFIC akan mendekatkan Allah dalam diri sesama manusia yang miskin, kecil dan tak berdaya. Melalui pelayanan seperti disebutkan di atas, SFIC mampu meluaskan kerajaan Allah, kerajaan perdamaian dan keadilan.

Dengan hati yang gembira dan tenang mereka hendaknya membagikan semuanya, karena yakin bahwa Tuhan memelihara mereka. Apa yang diperlukan oleh mereka akan diterima oleh mereka sebagai rahmat.
Dengan menerima keadaan manusiawi dan segala keterbatasannya, kami ingin membawa Yesus Kristus dalam hati dan tubuh serta menampakkan Dia dalam cara hidup SFIC.

Pada kesempatan ini pula kami tidak lupa berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada segenap umat di Tana Toraja khususnya umat Sangalla’. Mereka dengan antusias telah menerima kehadiran kami di antara mereka.*** Penulis: Sr. Yuliana SFIC

Pemilihan Koordinator Karismatik Katolik KAMS Periode 2008 – 2011


Minggu 27 April 2008 bertempat di hotel Yasmin Makassar, telah dilaksanakan Rapat Pleno Besar Pemilihan Koordinator BPK PKK KAMS untuk masa bakti 2008 – 2011, berhubung masa bakti BPK PKK KAMS 2005-2008 telah berakhir. Rapat Pleno dihadiri oleh seluruh anggota Pleno BPK PKK KAMS, termasuk utusan dari PD PKK Rantepao dan Pare-Pare (tidak hadir PD PKK Makale dan Palopo). Hak suara dalam pemilihan BPK PKK KAMS adalah lima orang masing-masing PD PKK dengan membawa surat tugas yang ditandatangani oleh masing-masing Koordinator PD PKK. Pada kesempatan ini jumlah yang berhak memberikan suaranya sebanyak 47 orang. Calon koordinator untuk dipilih sebagai Koordinator baru diusulkan dari masing-masing PD PKK, dan calon yang masuk adalah: Frida Susanti, Ade Bisono, Fidelis Tandiari, Anton Sedjie dan Hendra Kosman. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon koordinator harus hadir pada saat pelaksanaan pemilihan. Berhubung Bpk. Fidelis Tandiari tidak hadir pada saat pemilihan maka dengan sendirinya tidak berhak untuk dipilih, sehingga calon koordinator yang maju untuk pemilihan adalah Frida Susanti, Ade Bisono, Anton Sedjie dan Hendra Kosman. Pemilihan dilaksanakan dengan cara discernment sesuai anjuran dari International Catholic Charismatik Renewal Services (ICCRS) dengan memohon penegasan dari Roh Kudus, “Karena bukan kamu yang memilih Aku, melainkan Aku yang memilih kamu” (Yoh 15:16). Sebelum pemilihan dilaksanakan P. Fransiskus Pontoh, MSC, moderator BPK PKK KAMS memberi penjelasan tentang pemilihan dengan cara discernment dan memimpin doa. Pemilihan tahap pertama untuk mendapatkan tiga nama calon untuk masuk dalam proses pemilihan selanjutnya, dan yang masuk dalam proses pemilihan selanjutnya adalah Frida Susanti (28 suara), Hendra Kosman (9 suara), sedangkan Anton Sedjie memperoleh 4 suara (tidak masuk dalam proses selanjutnya).

Tahapan kedua adalah tahapan yang menentukan siapa yang terpilih sebagai koordinator BPK PKK KAMS untuk periode 2008 – 2011. Pada tahapan ini ketiga nama calon tersebut dimasukkan kedalam amplop tertutup kemudian diberi kode A, B dan C. Selanjutnya para pemilih dengan suasana doa dan memohon bimbingan Roh Kudus, para pemilih hanya menuliskan pada kertas suaranya kode A, B atau C tanpa mengetahui nama yang ada dalam amplop yang telah diberi kode tersebut.

Hasil pada tahapan kedua ini adalah amplop dengan kode A mendapat 27 suara, kode B mendapat 9 suara dan kode C mendapat 10 suara, satu suara dinyatakan batal karena menuliskan kode lain dari pada yang telah ditentukan. Kertas suara dengan kode tertinggi dinyatakan sebagai yang terpilih sebagai koordinator BPK PKK KAMS untuk periode 2008-2011, dan hasilnya adalah amplop dengan kode A (27 suara) atas nama Hendra Kosman, amplop dengan kode B, (9 suara) atas nama Ade Bisono, dan amplop dengan kode C (10 suara) atas nama Frida Susanti. Dengan hasil tersebut di atas maka yang terpilih sebagai koordinator BPK PKK KAMS untuk periode 2008-2011 adalah Hendra Kosman (Koordinator PD PKK Gotong-Gotong) dengan demikian Hendra Kosman harus dengan rela meletakkan jabatannya sebagai koordinator PD PKK Gotong-Gotong, karena dalam persyaratan koordinator BPK PKK KAMS tidak boleh merangkap sebagai koordinator PD PKK.

Untuk pemilihan ini dibentuk Panitia Pemilihan yang diberi nama Panitia Persiapan Pengurus Badan Pelayanan Keuskupan Agung Makassar (P4BPK PKK KAMS), dengan ketua Julius Yunus Tedja, wakil ketua Ade Bisono, sekretaris umum FX. Hendra Wijaya, sekretaris I Emiline Gosali, sekretaris II Anton Sedjie.*** Penulis: FX. Hendra Wijaya

Proficiat, Mgr. Piet Timang!



Pada hari Sabtu, 14 Juni 2008 tengah hari waktu Roma, Tahta Suci Vatikan resmi mengumumkan bahwa Bapa Suci Paus Benediktus XVI telah menerima Pengunduran diri Mgr. Fransiskus Xaverius Prajasuta MSF, dan mengangkat P. Petrus Timang Pr, Pastor Paroki Hati Yesus Katedral Makassar sebagai Uskup baru Keuskupan Banjarmasin.

P. Piet Timang lahir di Malakiri, Tana Toraja, 7 Juli 1947, menempuh pendidikan dasar di Malakiri, dan Seminari Menengah di Makassar. Studi Filsafat dan Teologi di Seminari Tinggi di Keuskupan Agung Semarang. Beliau ditahbiskan sebagai imam praja Keuskupan Agung Ujung Pandang pada 13 Januari 1974.

Beliau melanjutkan Pendidikan Doktorat Teologia di Roma (1982-1986), pernah menjabat sebagai Rektor Seminari Tinggi Anging Mammiri Yogyakarta dan Rektor Universitas Atma Jaya Makassar (1995-1999).

Setelah itu menjabat Pastor Paroki Bantaeng (1999-2001) dan Pastor Paroki Katedral Makassar sejak 2001.


Proficiat, Monsignor Piet Timang!

In Memoriam: P. Patricius Samperuru Galla’, Pr (1956-2008)


Nama : Pastor Patricius Samperuru Galla’, Pr
Nama Ayah : Paulus Pasang Galla’ (†)
Nama Ibu : Elisabeth (†)
Mendiang adalah anak ke-3 dari 6 bersaudara: Laki-laki 3 orang dan Perempuan 3 orang.
Tempat/Tgl. Lahir : Sangalla’, 7 Juli 1956
Tempat/Tgl. Baptis : Sangalla’, 24 Desember 1969
Tempat/Tgl. Krisma : Gereja St. Yakobus Mariso, 1970
Tempat/Tgl. Instalasi Lektor-Akolit: Kentungan-Yogyakarta, 20 Oktober 1982
Tempat/Tgl. Tahbisan Diakonat : Kentungan-Yogyakarta, 12 Oktober 1983
Tempat/Tgl. Tahbisan Imamat : Gereja St. Joseph Gotong-Gotong, 22 Januari 1984
Tempat/Tgl. Wafat : Yogyakarta, 11 Juni 2008 pukul 17.45 WIB

RIWAYAT PENDIDIKAN & TUGAS / KARYA
1964 - 1969 : SD Katolik Tumbang Datu
1970 – 1972 : SMP Seminari St. Petrus Claver Makassar
1973 - 1975 : SMA Seminari St. Petrus Claver Makassar
1976 - 1977 : Tahun Matrikulasi Seminari St. Petrus Claver Makassar
1977 - 1978 : Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta
1979 dan 1981-1984 : Seminarium Anging Mammiri Yogyakarta
1980 : Tahun Orientasi Pastoral di Paroki St. Fransiskus Xaverius,
Sadohoa, Kendari Sultra
1984 - 1986 : Melayani umat di Paroki Kendari, Kolaka dan sekitarnya
1986 - 1990 : Pastor Paroki St. Petrus Sanabo - Pangli
1988 - 1994 : Ketua Regio Tana Toraja
1990 - 1992 : Pastor Paroki Hati Tak Bernoda SP. Maria Makale
1992 - 1998 : Pastor Paroki Sta. Theresia Rantepao
1998 - 1999 : Kursus Mission Formation Programme di Filipina
1999 - 2001 : Pastor Paroki St. Yakobus Mariso
2001 - 2005 : Pastor Paroki St. Fransiskus Assisi Panakkukang
2007 - meninggal : Staf Seminarium Anging Mammiri Yogyakarta

Requiescat in Pace

Kronik Keuskupan Agung Makassar Maret - Mei 2008

2 Maret
Sekelompok imam diosesan bersama P. Kamelus Kamus cicm mengunjungi paroki-paroki di kodya Makassar. Mereka bernyanyi pada perayaan Misa Sabtu dan Minggu, dalam rangka pengumpulan dana untuk kegiatan Munas Unio yang akan digelar di Makassar dan Toraja pada Agustus 2008.

3 Maret
Setelah bertahun-tahun menderita diabetes, P. Arie Maitimo (54 tahun) menghembuskan nafas terakhir di RS Stella Maris pkl. 19.00. Mendiang adalah adik P. Alex Maitimo dan Sr. Louise Maitimo YMY. Semoga beristirahat dalam damai.

4 Maret
Pukul 18.00 misa tirakatan diadakan untuk mendiang P. Arie Maitimo, dihadiri Bapa Uskup dan ratusan umat. P. Rudy Kwary memimpin misa konselebrasi dengan mengangkat seruan Ayub: “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah namaNya”.

5 Maret
Panitia Munas Unio KAMS bersama Rm. Ferry dan Rm. Wanto (Pengurus Unio Indonesia) mengadakan pertemuan di Katedral dalam rangka persiapan Munas Unio di Makassar, Agustus 2008. Siang hari mereka bertemu Uskup KAMS yang juga salah satu Penasehat Pengurus Unio Indonesia.

Pukul 20.00 misa tirakatan dipimpin oleh P. Victor Patabang bersama 35 imam untuk mendiang P. Arie Maitimo. Dalam misa diadakan sharing pengalaman dari dua mantan murid (P. Bartho Sire’pen dan P. Fredy Rantetaruk), serta 2 dari 4 teman kelas mendiang: P. Stanis Dammen dan P. Lucas Paliling. P. Alex Maitimo mengakhiri sharing dengan refleksi kehidupan mendiang sebagai “pelayan Tuhan”. Pagi hari, Wakil Walikota Makassar Bpk Hery Iskandar datang melayat.

Malamnya, Uskup Agung menghadiri acara “Pengantar Tugas Kapolda Sulsel Lama dan Baru” di MGH.

6 Maret
Pukul 8 pagi disertai hujan deras, umat berkumpul di aula keuskupan di sekeliling jenasah P. Arie Maitimo. Upacara pelepasan dipimpin Vikjen P. Ernesto, kemudian jenasah diantar ke Katedral. Bapak Walikota menyempatkan diri mampir untuk memberikan penghormatan terakhir. Misa requiem dipimpin oleh Bapa Uskup, didampingi 70 imam konselebran. Dalam homilinya, Bapa Uskup mengingat kesetiaan dan kesediaan P. Arie dalam setiap tugas yang diberikan. Setelah misa, jenasah diantar ke Taman Pemakaman Rohaniwan-Rohaniwati Pakatto. Hujan telah reda, sehingga upacara pemakaman yang dipimpin Bapa Uskup dapat berjalan lancar.

8 Maret
Dalam semangat dialog antar-umat beragama, Forum Komunikasi antar Umat Beragama di Makassar mengunjungi pemimpin umat Hindu di kota ini, Bapak Nyoman. Turut serta dalam kunjungan ini: Bapa Uskup, Vikjen P. Ernesto, Sekretaris P. Frans Nipa, Wakil Sekretaris P. Marsel Lolo Tandung dan Bpk. Herman Senggeh.

Sore hari Uskup Agung diwawancarai oleh Herr Christian Selbherr dan Herr Fritz Stark, wartawan dan fotografer majalah Missio MĂĽnchen, Jerman. Materi wawancara sekitar budaya Toraja dan Kekristenan. Malam harinya mereka berangkat ke Toraja dan kembali ke Makassar 12 Maret.

9 Maret
Misa malam ke-7 P. Arie Maitimo digabungkan dengan Misa Sabtu malam pkl. 18.30 di gereja Katedral.

10 Maret
P. Fredy Rantetaruk, P. Stef Salenda dan P. Marsel Lolo Tandung berangkat ke Purwokerto untuk mengikuti kegiatan Pelatihan PCM (Project Cycle Management).
Pukul 11.30 diadakan Rapat Kuria KAMS.
Pukul 17.30 Uskup Agung bersama Ekonom KAMS melayat ke rumah mendiang Ibu Belly Linggi di Jl. G. Merapi, Makassar. Beliau meninggal sehari sebelumnya.

13 Maret
Perwakilan Missio mengunjungi Bapa Uskup, diikuti dengan Pertemuan Forum Komunikasi antar Umat Beragama. P. Paulus Tongli mengundang para pemuka agama untuk berdiskusi dengan tamu dari Misio.

15 Maret
P. Frans Nipa berangkat ke Timika, Papua untuk melayani selama Pekan Suci dan Paskah. P. Albert Arina berangkat ke Bone, dan P. Marsel Lolo Tandung melayani di Suppirang, Sulawesi Barat selama Pekan Suci.

Pukul 09.00 Bapa Uskup dikunjungi Fr. Gaby, Vice General CICM dari Roma, diantar oleh Vikjen KAMS. Beliau tiba di Makassar sehari sebelumnya dalam rangka mengunjungi rekan-rekan CICM dan tinggal sampai 18 Maret.

26 Maret
Pukul 08.45 Frater MSC yang selesai menjalankan TOP-nya di Saluampak diantar oleh Vikep Luwu datang berpamitan kepada Bapa Uskup untuk melanjutkan studi menuju imamat.
Pukul 19.30 Bapa Uskup menghadiri acara “Dharma Shanti Tahun Baru Saka 1930 PHDI” di Balai Manunggal Mini—Kodam VII/Wirabuana.

27 Maret
Pukul 11.00 P. Alex Lethe dan Bapak Victor Duma’ dari BP Yayasan Paulus bertemu Bapa Uskup untuk membicarakan beberapa hal.
Pukul 12.30 DPH baru Kongregasi Frater HHK bersilaturahmi dengan Bapa Uskup setelah terpilih dalam Kapitel Umum dan sekaligus membicarakan sejumlah hal.

30 Maret
Kelompok Marriage Encounter (ME) merayakan Paskah dengan Perayaan Ekaristi dan piknik di Pantai Tanjung Bayang. P. Paulus Tongli sebagai moderator ME ikut serta dalam kegiatan ini. Bapa Uskup juga menyempatkan diri hadir pada akhir acara.

31 Maret
Setelah lama terbaring sakit, Sr. Cansia Toar YMY menghembuskan nafas terakhir pada pukul 6.15 pagi di RS Stella Maris. Mendiang berusia 79 tahun. Jenasahnya dibaringkan di Kapel Stella Maris sebelum diberangkatkan ke peristirahatan terakhir.

Pukul 10.00 Uskup Agung bertemu Superior Daerah MSC dan membahas beberapa hal.
Pukul 11.15 Uskup Agung bertemu Pastor Paroki Kare P. Stef Tarigan CICM membicarakan masalah pengurusan IMB gereja Kare.

1 April
Bapa Uskup Mgr. John Liku-Ada’ memimpin Misa Requiem Sr. Cansia Toar YMY di Kapel RS Stella Maris. P. Jaak Catteuw sebagai pastor rumah sakit hadir sebagai konselebran. Setelah Misa, jenasah diberangkatkan ke pemakaman para suster YMY di Malino.

Malamnya Uskup Agung memenuhi undangan menghadiri resepsi pernikahan putera Bpk. H.A. Tjonneng Malombassang, mantan Sekda Propinsi Sulsel.

2 April
Dua bersaudara yang baru ditahbiskan sebagai imam MSC, P. Aris dan P. Edy MSC, merayakan misa pertama di paroki mereka di Labasa, Pulau Muna. Semua imam-imam di Kevikepan Sulawesi Tenggara turut hadir. Sementara ibunda kedua imam bersama kerabat tampak sangat gembira menyaksikan keduanya menjadi imam.

3 April
Dewan Keuangan KAMS yang dipimpin oleh P. Ernesto mengadakan pertemuan.
Uskup Agung menghadiri acara HUT ke-62 Persit Kartika Chandra Kirana di Makodam.

4 April
Acara HUT ke-70 P. Isidorus Rumpu Kaniu dan HUT ke-34 P. Jeri Doki di Seminari Petrus Claver.

5 April
Beberapa anggota PUKAT (Persekutuan Usahawan Katolik) Makassar berangkat mengikuti tour ke China, Vietnam, Kamboja, Macau. Turut mendampingi: Bapa Uskup dan moderator PUKAT, P. Hendrik Njiolah.

Komisi Kepemudaan KAMS yang dipimpin P. Yulius Mali, serta Pastor Mahasiswa P. Leo Sugiyono MSC, mengadakan Perayaan Paskah Kaum Muda sekevikepan Makassar di Celebes Convention Center, Tanjung Bunga, pukul 18.00.

8 April
Hari ini diadakan upacara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan terpilih, Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang. Upacara diadakan di lapangan Rumah Jabatan Gubernur dan dihadiri para pejabat pemerintahan, militer, pemuka agama dan masyarakat. Vikjen P. Ernesto mewakili Uskup hadir dalam acara ini. Tamu yang datang melebihi jumlah kapasitas kursi yang disediakan panitia. Di akhir acara, P. Ernesto bersalaman dengan Gubernur dan Wakil Gubernur dan menyampaikan ucapan selamat dari Bapa Uskup.
P. Leo Sugiyono dan P. Carolus Patampang bersama Ledi dari Mariso berangkat ke Surabaya menghadiri pertemuan nasional Komisi Kepemudaan.

11 April
Malam hari di Katedral diadakan Misa 40 hari meninggalnya P. Arie Maitimo. Pastor Paroki, P. Piet Timang bersama Vikjen P. Ernesto dan Sekjen P. Frans Nipa memimpin Perayaan Ekaristi. Umat yang datang antara lain para suster, frater, beberapa imam, juga saudara kandung mendiang, P. Alex Maitimo.
Badan Pembangunan Prasarana Pastoral (BP3) KAMS yang dipimpin P. Stefanus Tarigan mengadakan pertemuan untuk membahas beberapa proposal proyek yang belum terlaksana.

13 April
P. Yulius Mali, Ketua Komisi Kepemudaan KAMS berangkat ke Jakarta menghadiri Pertemuan Persiapan Pekan Pemuda Sedunia (World Youth Day) 2008 di Sydney.

18 April
Ketua Komisi Keluarga KAMS, P. Jos van Rooy berangkat ke Manado menghadiri Pertemuan tentang Keluarga.

20 April
Komunitas Sang Tunas mengadakan jamuan malam perpisahan dengan dosen Islamologi, Bpk. Yusuf dari UIN Makassar. Beliau memperoleh beasiswa untuk kuliah doktorat di luar negeri dan akan meninggalkan Makassar bersama keluarga. Bpk. Yusuf telah mengajar Islamologi kepada novis CICM selama 5 tahun dan dikenal sebagai orang yang bersahabat dan pengajar yang cerdas. Beliau menjalin pertemanan dengan komunitas, khususnya P. Kamelus Kamus dan P. Lasber Sinaga.

24 April
Dewan Konsultor periode 2008-2013 yang terdiri: Uskup, P. Ernesto Amigleo, P. Jos van Rooy, P. Mateus Bakolu, P. Christofel Sumarandak, P. Jimmy Sattu, P. Frans Arring, P. Willy Welle, P. Rudy Kwary, dan P. Frans Nipa (notulis) mengadakan rapat pertama di tahun 2008. Rapat pertama ini dibuka dengan pengambilan sumpah khususnya menyangkut rahasia jabatan. Rapat membahas antara lain program kerja masing-masing kevikepan.
Malam hari, Persekutuan Doa Karismatik Katolik Paroki Andalas merayakan 13 tahun berdirinya kelompok mereka. Pembicara dalam acara ini adalah Ibu Jovita dari Surabaya. Hadir bersamanya sang suami yang membagikan pengalaman Panggilan Kristus dalam hidupnya. Gereja Paroki Andalas dipenuhi sekitar 500 umat dari berbagai paroki.

25 April
Pertemuan Uskup Agung, Sekretaris KAMS dan Vikep Sulbar untuk membicarakan beberapa hal.

27 April
Para pengurus dan anggota Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK) KAMS mengadakan pemilihan Koordinator periode 2008-2013 di Hotel Yasmin pukul 10 pagi. Acara dibuka dengan pujian selama 30 menit, kemudian kata sambutan oleh Julius Tedja. Laporan pertanggungjawaban disampaikan Koordinator Pengurus PDKK KAMS Ade Bisono berisi kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan selama 3 tahun. Sesudah makan siang, pemilihan Koordinator baru diadakan dengan Metode Pembedaan Roh. Hasilnya adalah Hendra K dari Paroki Gotong-gotong terpilih sebagai Koordinator Periode 2008-2011. Turut hadir dalam acara ini: Moderator PDKK KAMS P. Fransiskus Pontoh, P. Hendrik Njiolah, P. Agus Tikupasang, dan Vikjen P. Ernesto.
Malam hari kelompok Jeduthun Salvation Ministry, kelompok karismatik kaum muda berkumpul mengadakan Pelayanan bersama drg. Hendi dari Surabaya yang membahas mengenai Kebangkitan Yesus Kristus. Lebih dari 50 anggota sel hadir bersama Moderator P. Ernesto.

29 April
Pagi hari, pertemuan Uskup Agung dan Panitia Pembangunan Rumah Ibadah (Gereja Paroki) Sudiang-Mandai.
Siang hari, Bapa Uskup menghadiri Misa RIP mendiang kakak Sr. Ines YMY di gereja St. Fransiskus Assisi Panakukkang.

30 April
Bapa Uskup menerima Panitia Tahbisan Imam dari Paroki Gotong-gotong (tahbisan direncanakan 2 Agustus 2008).

1 Mei
Setelah mengikuti kuliah Islamologi selama 1 semester, 7 novis CICM memulai kegiatan interaksi langsung bersama keluarga muslim di kota ini.
Bapa Uskup memberikan Sakramen Krisma kepada 44 kaum muda di Paroki Kristus Raja Andalas pada Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga hari ini.
Sore hari pukul 16.30 diadakan Rapat Kuria KAMS.

2-3 Mei
Pagi hari Pengurus Yayasan Sentosa Ibu berangkat ke Pare-pare untuk menghadiri Perayaan 54 tahun berdirinya RS Fatima dan juga mengadakan rapat tengah tahunan. Acara dimulai dengan Perayaan Misa dipimpin oleh Pastor Paroki Pare-pare P. Willem Tulak, dan Pastor Ernesto. Setelah jamuan siang, pengurus Yayasan memulai Rapat selama dua hari membahas anggaran dan rencana pengelolaan RS dan Akademi Perawat, serta mengevaluasi laporan keuangan dan program kerja tahun 2007.

Pertemuan gabungan dengan Panitia Pembangunan tiga gereja pusat paroki (Kare, Tello, dan Sudiang) dengan Pimpinan KAMS.

5 Mei
P. Maris Marannu, P. Marsel Lolo Tandung dan Vikjen P. Ernesto berangkat ke Tumpang, Malang untuk mengikuti Retret Para Imam gelombang kedua selama 5 hari. Retret dibawakan oleh Sr. Briege Mckenna OSC dan P. Kevin Scallon CM dari Amerika Serikat. Retret diadakan di Pertapaan Karmel yang dikelola oleh Suster-suster Puteri Karmel. Sejumlah 141 imam dari seluruh Indonesia mengikuti retret. Retret Imam diikuti oleh imam-imam dari KAMS: P. Piet Timang, P. Eltus Mali, P. Agustinus Sem, P. Yohanes Rante Galla. Sementara P. Samson Bureny, P. Patrick Galla, P. Victor Patabang dan P. Yoseph Padang telah mengikuti retret gelombang pertama pada 26-30 April 2008. Topik retret: Kehidupan Imam sebagai Sakramen Kasih.

Sekretaris P. Frans Nipa ke Toraja dalam rangka pemberkatan rumah baru biara Suster SFIC di Sangalla.

6 Mei
Sekolah Tinggi Teologia Intim mengadakan Semiloka Penanggulangan HIV-AIDS di Hotel Makassar Golden diteruskan dengan Pelatihan Aksi dan Pendampingan di Hotel Grand Wisata. Acara ini diikuti para pemimpin dan aktivis gereja-gereja Protestan dari berbagai wilayah di Indonesia Timur. Dari gereja Katolik hadir 4 peserta termasuk Vikep Makassar P. Jos van Rooy.

9 Mei
Uskup Agung menghadiri acara pengambilan sumpah Bpk. H. Moh. Roem SH, MSi sebagai Ketua DPRD Sulsel Pengganti Antar Waktu Masa Bakti 2004-2009 di gedung DPRD Prop. Sulsel. Untuk pertama kali dalam hidup Bapa Uskup harus pakai peci. Bagaimana rasanya, Mgr?

10 Mei
Uskup Agung bersama P. Stef Tarigan, ketua BP3 KAMS membicarakan beberapa hal al. rencana pemindahan jenasah Mgr. Theodorus Lumanauw dan P. Alex Paat dari Malino ke Taman Pemakaman Rohaniwan/wati Pakatto.

11 Mei
Hari ini Minggu Pentakosta. Sakramen Krisma diberikan oleh Bapa Uskup kepada 60 kaum muda di Paroki Katedral.

12 Mei
Di Paroki Gotong-gotong, Persekutuan Doa Karismatik Katolik mengadakan pemilihan koordinator yang dihadiri sekitar 60 anggota. Setelah berdoa, pemilihan dilakukan. Terpilih sebagai Koordinator Ibu Fony Pondaag.

13 Mei
Ketua Komisi HAK KAMS, P. Paulus Tongli berangkat ke Surabaya untuk mengikuti pertemuan para ketua Komisi HAK. Pertemuan ini diselenggarakan oleh Komisi HAK KWI.
Bersama Sekretaris KAMS, Bapa Uskup menerima Depas Paroki Mamajang membicarakan suatu hal. Setelah itu, Bapa Uskup bertemu dengan Rektor Seminari Petrus Claver.
Siang hari, Bapa Uskup menerima Sekretaris Jaringan Mitra Perempuan KWI yang datang ke Makassar dalam rangka Lokakarya Gender.

14 Mei
Vikep Makassar mengadakan pertemuan dua bulanan di ruangan aula KAMS. Rapat dipimpin oleh Vikep P. van Rooy.
Sore hari, Mgr. John Liku-Ada’ secara resmi membuka Lokakarya dan Animasi Gender di Baruga Kare. Lokakarya diselenggarakan atas kerjasama Jaringan Mitra Perempuan dari KWI dan KPSE bersama Komisi Keadilan dan Perdamaian KAMS. Acara ini diikuti oleh peserta dari lima kevikepan.

16 Mei
Rapat untuk rencana pemindahan jenasah Mgr. Lumanauw dan P. Alex Paat.

17 Mei
Uskup Agung ke Bantaeng dalam rangka kunjungan pastoral. Malam hari diadakan Tatap Muka dengan Pastor Paroki, Depas dan tokoh umat di Bantaeng.

18 Mei
Di Paroki Mamajang, pastor paroki baru P. Johanes Rawung MSC secara resmi dilantik oleh Vikep Makassar P. van Rooy dalam perayaan ekaristi yang dihadiri umat paroki. Pastor paroki ad-interim P. Fransiskus Pontoh MSC mendapa penugasan baru oleh Superior MSC di Manado.

Jeduthun Salvation Ministry mengadakan Seminar Hidup Baru dalam Roh selama tiga hari di sebuah hotel di Malino. Kegiatan ini diikuti sekitar 100 peserta dan didampingi moderator JSM P. Ernesto.

Di Paroki Bantaeng, Bapa Uskup memberkati Gereja Siti Fatima dan memberikan Sakramen Krisma dan Komuni Pertama.

19-20 Mei
Di Paroki Soppeng diadakan peziarahan tahunan dalam rangka Bulan Maria. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Vikep Makassar P. van Rooy serta Pastor Paroki dan para imam sebagai konselebran.

Bapa Uskup ke Jakarta mengikuti rapat Pembina Karina dan rapat Presidium KWI sampai tanggal 24 Mei.

20 Mei
Perayaan hari raya Waisak bertepatan hari Kebangkitan Nasional diadakan di Balai Prajurit M. Yusuf. Panitia menghadirkan Gede Prama, motivator kondang dari Jakarta sebagai pembawa renungan. Perayaan tersebut dihadiri para suster dari beberapa komunitas dan umat.

23 Mei
Pastor Provinsial CICM, P. Antonius Hestasusilo cicm tiba di Makassar untuk kunjungan selama dua hari.

26 Mei
Para suster YMY di Stella Maris mengadakan jamuan makan siang dalam rangka ulangtahun ke-72 Pastor Rumah Sakit Stella Maris, P. Jaak Catteeuw cicm.

Dalam peringatan satu tahun meninggalnya P. Frank Bahrun, kerangka jenasah Uskup Theodorus Lumanauw yang meninggal tahun 1981, serta mendiang Pastor Alex Paat yang meninggal tahun 2003 dan keduanya dimakamkan di Malino, hari ini dipindahkan ke Pemakaman Para Imam dan Rohaniwan KAMS di Pakatto, Gowa. Pukul 16.30 Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Bapa Uskup bersama konselebran Vikjen P. Ernesto dan Vikep Makassar P. van Rooy di kompleks pemakaman. Sekitar 200 orang yang terdiri imam, biarawan-biarawati dan umat awam menghadiri upacara ini.

27 Mei
Para Imam CICM di Makassar mengadakan rekoleksi yang dibimbing oleh P. Ernesto. Tema rekoleksi “Imam sebagai Sakramen Kasih” diambil dari Retret Para Imam di Malang.

30 Mei
Bertempat di Restoran Himalaya pada pukul 19.00 diadakan acara Bedah Buku “Pembinaan Generasi Muda dengan Proses Manajerial VOSRAM” yang ditulis oleh Drs. Phlips Tangdilintin MM. Sebagai pembedah buku: Ishak Ngeljaratan (kolumnis dan budayawan), P. Yulius Malli (Ketua Komisi Kepemudaan KAMS), dan Drs. Aris Pongpalilu MSi (aktivis GMKI dan KNPI). P. Dr. John Turing memberikan kata pengantar pada awal acara. Vikep P. Jos van Rooy yang turut hadir dalam acara ini menyambut hangat terlaksananya kegiatan ini.
Di akhir acara beberapa peserta memberikan sumbangan dalam upaya penyaluran buku ke daerah-daerah untuk pendampingan Orang Muda Katolik. ***

Rabu, 25 Juni 2008

Pemimpin Berperan sebagai Pelayan, Bukan Tuan


PUTERA daerah Sulsel, kembali mengukir sejarah. Dia adalah Pastor Petrus Timang Boddeng, Pr. Pada 14 Juni lalu, Paus Benediktus XVI yang bertahta di Vatikan Roma, menunjuk Imam Gereja Katolik Katedral di Makassar itu, sebagai Uskup di Banjarmasin, Ibukota Kalimantan Selatan.Dalam hirarki Gereja Katolik, Uskup adalah jabatan tertinggi setelah Sri Paus. Piet Timang sendiri adalah putera asal Tana Toraja yang kedua menduduki jabatan tertinggi ini.

Bagaimana sikap atas pengangkatannya sebagai Uskup, serta apa perannya sebagai imam yang memimpin jemaatnya untuk menyatu dalam kehidupan keberagaman? Berikut wawancara pastor yang penuh dengan pemikiran pembaharuan itu dengan wartawan Fajar, Anita Anggriany.

Selamat atas jabatan baru Anda sebagai Uskup di Banjarmasin. Bagaimana Anda menyikapi kepercayaan yang diberikan Paus tersebut?

Semula, saya sempat tak percaya mendapat kepercayaan ini, mengingat usia saya. Namun, tidak ada alasan saya untuk menolak perintah Vatikan dengan alasan itu. Sebab, Sri Paus sendiri dilantik pada usia 80 tahun.

Menerima jabatan Uskup berarti saya memimpin umat di satu wilayah. Karena kita hidup di suatu masyarakat yang sangat majemuk, maka keberadaan gereja harus bersinergi dengan komponen masyarakat yang lain.

Ke dalam kita memperdalam iman umat melalui para pastor, supaya mereka menjadi bagian yang bermutu bagi masyarakat. Karena keimanan itu bisa dirasakan oleh masyarakat yang tidak seiman dengan kita sebagai sesuatu unsur positif, sebagai Rahmatan Lil Alamin.

Menurut Anda, seberapa beratkah memimpin umat untuk satu wilayah?

Tugas sebagai uskup itu gampang-gampang sulit. Gampangnya, karena sebagai uskup kita tidak bekerja sendiri, seperti jabatan politis, gubernur memimpin provinsi, maka tugas uskup hanya membuat kebijakan yang tidak boleh bertentangan dengan kebijakan negara dan Vatikan.

Di sisi lain, kepemimpinan ini juga sangat bergantung dari kemampuan uskup, termasuk semangat umat setempat, apakah mereka mengurung diri atau membuka diri. Kalau kita mengurung diri karena merasa minoritas, lalu kita menjadi unsur yang tidak konstruktif bagi masyarakat.

Memang seperti pada agama lain, gereja tidak punya pretensi bagi kerja sosial seperti mengadakan pekerjaan bagi pengangguran, itu kan tugas negara.

Tetapi sebagai bagian dari masyarakat, kita mempunyai kewajiban untuk bekerja sama dengan komponen lain, termasuk pemerintah bagaimana kita mencari solusi. Paling tidak dari segi pemikiran dan spirit bersama. Sebab kita tidak punya dana dan wewenang untuk mengeksekusi pengurangan kemiskinan dan menyediakan lapangan pekerjaan. Itu bukan bidang kita.

Pada kondisi umat saat ini yang semakin disibukkan dengan urusan duniawi, apakah peran uskup sebagai pemimpin agama masih memiliki makna bagi umat?

Disini sulitnya tugas kepemimpinan agama di saat sekarang ini. Katakanlah ketika mal lebih menarik dari rumah-rumah ibadah, saya kira pada semua agama pun merasakan hal itu. Termasuk di Geraja Katolik. Ketika umat betah seharian di mal-mal, tetapi sudah gelisah berada di geraja, padahal baru setengah jam.

Orang gelisah ketika tidak memegang handphone baru sejam, dan bingung mau diapakan ketika baru lima menit memegang kitab suci dan buku doa. Ini fenomena yang kita hadapi.

Ini beratnya, bukan hanya uskup, tetapi semua pemimpin agama, yang serius mau memimpin umatnya. Bagaimana memotivasi dan menggerakkan umatnya, agar memilih jalan ke surga bukan hanya apa yang bisa dinikmati di dunia ini.

Kalau kita masyarakat agamis, hidup dari iman dan kepercayaan yang dihayati, maka barang-barang duniawi harus menjadi pelengkap bukan yang utama. Tak bisa dipungkiri, umat mati-matian membeli mobil, tanah, rumah, dan semua untuk pemenuhan duniawi semata, melupakan fungsinya sebagai hamba yang peduli dengan sesama, dan menjadi rahmat bagi yang lainnya.

Kenapa kondisi ini bisa terjadi?

Karena keluarga kehilangan "touch", sentuhan atas kehidupan berkeluarga. Kehidupan berkeluarga itu terlalu banyak dilepas pada kehidupan eksternal, televisi, hiburan. Anak-anak sejak kecil sudah diperhadapkan pada benda.

Mereka lebih banyak berinteraksi dengan material, benda mati betapapun cantiknya benda itu. Mestinya mereka tenggelam pada cinta kasih ayah ibu, kakak. Tetapi peran ini diganti mainan plastik, menatap langit-langit, karena orang tuanya sibuk.

Jadi susah untuk merekam dan menggeneralisir nilai-nilai rohani. Anak-anak tidak lagi disapih (disusui) sampai minimal 2 tahun bahkan tiga tahun, sehingga membuat daya tahan tubuh mereka kuat. Sekarang macam-macam penyakit menimpa anak-anak karena ibunya sudah diracuni dengan macam-macam makanan yang tidak baik untuk bayi.

Bagaimana orang bisa merasakan kebaikan Tuhan, kalau sejak kecil sudah bersentuhan dengan barang-barang mati, bukan cinta kasih. Bagaimana keluarga itu bisa membangun agama sebagai penunjang kehidupan. Ini yang kurang, atau hilang dalam agama apapun, mau itu Muslim, Katolik, Protestan, maupun Hindu.

Lalu, bagaimana mengembalikan nilai agamis ini kepada umat?

Kita harus kembali ke keluarga, sebagai institusi kecil. Orang bisa saja seperti tersihir ketika menonton pentas di lapangan. Atau makan yang enak-enak di luar. Tapi makanan sehari-hari yang kita makan di rumah, itu yang membuat kita sehat.

Jadi bagimana anak sejak di kandungan ibunya dilatih untuk memilih yang benar. Semua agama membicarakan surga dipersiapkan di dunia ini. Jangan berpikir surga, kalau hidup di dunia ini tidak sesuai dengan ajaran agama.

Kalau kita melihat gejala itu di masyarakat, kita baru menyadari betapa hancurnya sendi-sendi keluarga. Bahwa masyarakat itu dibangun di atas keluarga-keluarga yang rapuh. Nilai-nilai kemanusiaan yang universal yang bisa menciptakan kebahagiaan itu sudah hilang. Karena orang terlalu berorientasi pada materi. Uang banyak dan makan besar.

Padahal apakah hidup kita jadi rahmat bagi sesama tidak dipertanyakan lagi. Jangan hanya menikmati sendiri tidak mau berkorban. Agama itu harus diamalkan dan dihayati. Bukan hanya hubungan vertikal tetapi juga hubungan horizontal.

Lalu bagaimana peran Gereja Katolik?

Gereja harus memperhatikan keluarga-keluarga. Tidak cukup dengan fatwa-fatwa. Apalagi masyarakat kita mudah lupa. Gereja memahami ini dan menjadi pergumulan yang berat para uskup.

Gereja sendiri menawarkan solusi, mulai dari persiapan perkawinan, memberi bekal bagi calon pengantin, bagaimana mengatasi persoalan dalam keluarga. Juga belajar tentang ketertiban, menghormati orang di jalan.

Saya selalu yakin, kita tidak mungkin bisa memperbaiki kondisi masyarakat bila mereka tidak memahami aturan-aturan. Mulai di jalan-jalan. Telepon umum kita banyak rusak karena dijahili. Ini kan menzalimi masyarakat. Anak ini tidak salah, karena sebenarnya dia tidak cukup mendapat bekal dari rumah.

Ini harus diberikan motivasi iman, sehingga orang membuatnya penuh tanggung jawab, sukacita, dan penuh kasih. Ini bagian dari iman. Kita pelihara milik kita.

Gereja memberi contoh kepada masyarakat?

Ya, termasuk bagaimana memberi servis kepada masyarakat. Kita harus menjadi pelayan yang baik. Pemerintah pun harus menjadi pelayan yang baik kepada masyarakat, bukan sebaliknya. Karena seperti pemimpin pemerintahan, pemimpin umat sebenarnya adalah pelayan bagi masyarakat. Jangan di balik.

Lalu dimana peran pemerintah?

Pemerintah bukan mencampuri agama masing-masing, tetapi memberi suasana sejuk, sehingga semua warga negara memiliki tanggung jawab bersama. Jangan alasan politik, agama lalu seolah-olah menafikan yang lain.

Apakah gereja juga berperan untuk mengingatkan pemerintah terhadap hal-hal yang benar dan salah?
Dimana pun, menurut saya, gereja harus berani mengatakan ini yang salah, dan yang benar. Bagaimana caranya, harus disesuaikan dengan situasi setempat. Di Katolik punya prinsip "minus malum", bagaimana kita memilih sesuatu, dilihat mana yang keburukannya paling sedikit.

Jadi ada peranan moral, pencerahan. Apa yang baik hari ini, belum tentu baik pada masa depan. Tetapi prinsipnya bahwa kita selalu berpihak pada kepentingan orang banyak. Ini tidak boleh dimengerti sebagai plin-plan. Agama memang normatif, tetapi norma itu juga akan mengikuti kondisi zaman. Dalam arti agama itu juga berpolitik, memberikan pencerahan kepada masyarakat apa yang terbaik.

Selama hidup di Makassar Bagaimana Anda melihat kehidupan bermasyarakat di sini?

Saya merasa hubungan pemuka agama di Makassar sangat bagus. Kalau ada masalah, kita langsung kumpul tanpa ditutup-tutupi. Ini sebuah pencapaian yang luar biasa. Sebagai orang Katolik, saya menganggap ini sebagai karya Tuhan.

Sebenarnya ini hak semua pihak. Semua kita punya sejarah panjang tentang kerukunan hidup beragama. Ini adalah tanggung jawab semua pemimpin agama. Jadi, kalau kita diberi kepercayaan memimpin umat, maka saya yakin ada kehendak Tuhan yang akan membimbing kita menjalankan semua ini.

Kalau sudah bertugas di Banjarmasin apa masih bisa balik ke Makassar?

Sebenarnya saya sudah menyiapkan makam di Pakato, bersama pastur yang lain. Tetapi kalau meninggal di Banjarmasin, maka saya harus dimakamkan di sana, karena umat saya ada di sana.

Kecuali, kalau masih sampai usia 75 tahun saya pensiun, maka saya bisa pulang ke kampung. Kalau saya meninggal di Makassar, maka saya minta dimakamkan di Pakato. Tapi, ya tanah Tuhan ada dimana-mana. Kita ini milik Tuhan. (anita@fajar.co.id)