Selasa, 18 September 2007

Memaknai Gejala-gejala Ajaib dalam Terang Iman


Bulan Juni lalu masyarakat Toraja, yang umumnya menganut Kekristenan (Protestan, Katolik, dan denominasi-denominasi Kristen lainnya), digemparkan oleh sebuah fenomena ajaib yang berlangsung di sebuah gereja stasi Katolik di Tikala: penampakan salib bercahaya. Menurut informasi gejala itu mulai muncul setelah ibadah hari Minggu Tritunggal Mahakudus, 3 Juni 2007. Hari-hari berikutnya tempat itu penuh sesak dengan orang-orang yang datang dari mana-mana, juga dari luar Tana Toraja. Mereka secara spontan menyanyikan puji-pujian/kidung rohani dari Meko. Dengan demikian fenomena Tikala tersambung dengan fenomena Meko, Poso: penyembuhan ajaib lewat doa seorang gadis kecil sederhana. Sejauh yang saya dengar, sebenarnya fenomena penampakan salib bersinar tidak hanya terjadi di gereja stasi Tikala. Di satu-dua gereja stasi lainnya di wilayah Tana Toraja terjadi pula gejala serupa. Tetapi sengaja dicegah oleh pimpinan Gereja setempat agar tidak tersebar luas, antara lain demi menghindari euforia massa yang berlebih-lebihan.


Sebagaimana biasanya, muncul pro-kontra. Ada yang percaya, ada yang tidak percaya. Ada yang mengaku melihat, ada yang tidak melihat apa-apa. Selaku Uskup Keuskupan Agung Makassar, saya mendapat banyak pertanyaan. Bahkan ada yang menulis surat, meminta saya segera menggunakan wewenang melarang kegiatan berkumpul di gereja stasi tersebut. Yang bersangkutan menyangsikan otentisitas fenomena tersebut dan khawatir akan munculnya dampak negatif bagi Gereja (Katolik). Yang lain bertanya mengenai sikap resmi Gereja terhadap gejala-gejala ajaib semacam itu. Kini euforia sekitar fenomena penampakan tersebut sudah menyusut, dan tempat itu semakin sepi dari pengunjung, dan lama-kelamaan mungkin akan terlupakan. Tetapi justru masa pasca-euforia ini cocok untuk mengadakan renungan lebih mendalam atas fenomena-fenomena ajaib semacam itu dalam terang iman kita.

Dalam bukunya Christian Mysticism; the Future of a Tradition, (New York, 1984): 303-338, Harvey D. Egan SJ, mendaftarkan sejumlah fenomena luar biasa dalam pengalaman mistik keagamaan, antara lain ekstase, penampakan, locutio, pewahyuan, stigmata, levitatio; dan fenomena-fenomena karismatis, seperti ramalan, glossolalia (bahasa roh), penafsiran bahasa roh, penyembuhan. Seseorang yang telah mencapai tingkat perkembangan rohani sedemikian rupa, karena kuatnya keterserapan dalam Allah, seringkali mengalami apa yang disebut ekstase: ia kehilangan kesadaran akan apa saja kecuali akan Allah. Salah satu contoh dari Kitab Suci dalam hal ini ialah Paulus. Santo Paulus sendiri bertemu dengan Kristus yang bangkit di jalan ke Damaskus (Kis. 9:1-9; Gal. 1:11-16) dan kemudian secara ekstasis diangkat ke “surga tingkat ketiga” (2 Kor. 12:2). Dari inti keberadaannya yang paling dalam, Paulus mengalami dan berpasrah pada kasih Allah dalam Kristus. Baginya Tuhan itu Roh (2 Kor. 3:17). Mistisisme Paulus berpusat pada Kristus: “hidup” baginya, “adalah Kristus” (Flp. 1:21). Bahkan, demikian ditegaskan olehnya, “aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:20).

Fenomena kedua ialah penampakan: orang melihat dengan mata inderawi sesuatu yang secara kodrati tidak dilihat oleh orang lain. Di Lourdes, misalnya, Bernadette mengalami penampakan Sta. Perawan Maria. Namun harus dicatat bahwa hanya sedikit para mistik yang mengalami penampakan fisik. Kebanyakan para mistik dan para penulis tentang mistisisme sependapat bahwa penampakan inderawi itu sangat mungkin palsu. Oleh karena itu secara tradisional Gereja mengambil sikap sangat berhati-hati terhadap fenomena penampakan. Oleh karena itu sepanjang abad ke-20, misalnya, dari sekian banyak penampakan yang diberitakan terjadi, Gereja baru mengakui tiga, yaitu: penampakan Bunda Maria di Fatima, Portugal (1917); Banneau, Belgia (1932); dan Beauraing, Belgia (1933).

Adapun fenomena suara/kata-kata mistik lebih sering disebut locutio atau auditio. Dapat terjadi, misalnya, seseorang mendengar dengan telinga inderawi pembicaraan atau kata-kata dari luar yang disampaikan dengan suatu cara oleh Allah. Sementara tertidur atau ketika terjaga, suatu pembicaraan, atau kata batin, keluar dengan kekuatan besar dari dalam diri seorang mistik. Akhirnya, dari keheningan paling mendalam seorang mistik, ia boleh jadi mendengar dengan telinga jiwanya pembicaraan-pembicaraan yang membawa efek. Misalnya, jika Allah pada hakekatnya bersabda kepada seseorang mistik, “Jangan takut”, seiring dengan itu ia menjadi orang yang tidak takut apapun. Inilah yang dimaksudkan Teresa dari Avila ketika ia menegaskan bahwa sabda Allah adalah tindakanNya. Dapat terjadi pula bahwa dalam pengalaman-pengalaman locutio musik lebih dominan daripada kata-kata. Para mistik penggemar musik, seperti Franciscus dari Assisi, Catharina dari Siena, Richard Rolle, dan Suso, kadangkala mengalami harmoni ilahi sebagai nyanyian surgawi.

Sedikit berbeda dari locutio, pewahyuan adalah pengelihatan atau pembicaraan yang menyingkap hal-hal tersembunyi di masa lampau, kini atau masa depan, entah demi kepentingan Gereja atau perorangan. Selanjutnya, hampir semua penulis mistik membedakan antara pewahyuan publik dan pewahyuan pribadi. Pewahyuan umum/publik berhenti dengan ditetapkannya kanon Kitab Suci pada akhir zaman para rasul; ini menetapkan depositum/dasar iman Kristen. Para penulis mistik mendefinisikan pewahyuan pasca-rasuli sebagai pewahyuan pribadi, juga jika itu demi kepentingan seluruh Gereja. Pewahyuan-pewahyuan pribadi ini tidak termasuk “harta” iman Kristen yang dipercayakan kepada Gereja untuk dipelihara dengan setia dan tidak dikategorikan sebagai yang tidak dapat sesat.

Fenomena stigmata adalah munculnya luka-luka Kristus pada tubuh seseorang. Orang Kristen pertama yang diketahui mendapatkan stigmata ialah St. Franciscus Assisi. Ia mendapatkan luka-luka Kristus pada tangan, kaki dan lambung dalam pengalaman ekstase di gunung Alvernia pada 17 September 1222. Walaupun ia berusaha menyembunyikan luka-luka ini dan sangat ingin mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dengan cara yang tidak terlalu menarik perhatian, luka-luka ini tetap menyertai dia sampai akhir hidupnya. Sejak itu sampai sekarang tercatat sekitar 325 orang yang telah mendapatkan stigmata, 62 di antaranya telah dikanonisasikan oleh Gereja.

Fenomena mistik lain yang erat berkaitan dengan ekstase ialah levitatio atau pengangkatan. Banyak orang kudus yang dalam ekstase mengalami tubuhnya terangkat ke udara, berlawanan dengan hukum gravitasi. Para mistik yang terangkat itu biasanya menampakkan tiadanya gerak pada anggota badan mereka dan tampak kaku seperti patung marmer. Orang pertama yang tercatat mengalami stigmata, St. Franciscus Assisi, adalah juga orang pertama yang dikonfirmasikan mengalami ekstase pengangkatan (levitatio). Bukti-bukti yang terdokumentasikan menunjukkan bahwa Sto. Paulus dari Salib, Philippus Neri, Joseph Cupertino, Peter Alcantara, Franciscus Xaverius, Petrus Claver, Agnes, dan lain-lain termasuk mereka yang mengalami levitatio.

Karena keterbatasan ruang, maka menyangkut fenomena-fenomena karismatis, di sini kita hanya ingin menyinggung sepintas lalu fenomena penyembuhan. Ketika Paulus mendaftarkan karunia penyembuhan di antara karunia-karunia Roh (lih. 1 Kor. 12:1-14:25; Rom. 12:1-8; Ef. 4:1-6) ia memberikan kesaksian langsung bahwa berbagai penyembuhan terjadi dalam komunitas-komunitas Kristen awal. Paulus jelas mengaitkan penyembuhan-penyembuhan ini dengan yang dilaksanakan oleh Yesus dan para rasul dan melihat di dalamnya tanda-tanda kekuatan menyelamatkan segala dari Allah. Namun, penting untuk dicatat bahwa karisma ini menunjuk pada penyembuhan-penyembuhan aktual, dan bukan pada kuasa penyembuhan yang mampu mendatangkan berbagai macam penyembuhan.

Ledakan jumlah penyembuhan yang terjadi di pelbagai penjuru dunia dewasa ini menjadi bukti yang tidak dapat disangkal tentang adanya karunia ini. Namun, walaupun kenyataan adanya penyembuhan-penyembuhan otentik tidak dapat diragukan, masih dibutuhkan usaha lebih keras untuk menemukan berapa banyak dari penyembuhan-penyembuhan tersebut yang bersifat tetap dan tidak sementara saja. Kecuali itu para anggota Gerakan Pembaharuan Karismatik juga harus diingatkan bahwa Allah pada umumnya bekerja (menyembuhkan) melalui sarana kodrati, misalnya obat-obat modern. Paulus misalnya menasehati Timotius untuk mempergunakan anggur dalam mengatasi persoalan kesehatannya (1 Tim. 5:23). Selain itu, ketidak-mampuan untuk menyembuhkan atau disembuhkan bukanlah tanda kurangnya iman atau adanya dosa yang tersembunyi, sebagaimana seringkali ditekankan oleh oknum-oknum karismatik tertentu. Berapa banyak orang kudus Gereja sendiri yang menderita berbagai penyakit selama hidup? Apakah orang-orang kudus ini menderita sakit karena kurang iman atau karena dosa tersembunyi?

Setelah secara sepintas lalu kita melihat sejumlah fenomena ajaib dalam hidup religius, baiklah kita ketahui bahwa para mistik dan penulis rohani memandang semua fenomena itu sebagai ciri sekunder dari pengalaman rohani yang lebih mendalam. Augustin Poulain, misalnya, menyebut dua ciri primer dari mistisisme Kristen sejati. Yang pertama ialah kehadiran Allah yang teralami, terasakan. Seseorang secara mutlak yakin bahwa Allah hadir, dan bukti subyektif kehadiran ini tidak terbantahkan. Ciri primer kedua berkaitan dengan cara yang di dalamnya seseorang merasakan kehadiran Allah. Para mistik berbicara mengenai tipe khusus sensasi (perasaan) spiritual. Mereka mengakui adanya ”indera rohani” analog dengan indera jasmani. Tradisi mistik Kristen menunjuk pada bentuk spiritual atau mistik meraba, mendengar, merasakan, mencium dan melihat Allah.

Yang sangat penting diperhatikan ialah bahwa pengalaman kehadiran Allah yang dirasakan melalui ”indera rohani” itu berlangsung selanjutnya dalam hidup seseorang dalam suatu proses dengan tiga langkah, yaitu: purifikasi (pemurnian), illuminasi (penerangan budi), dan transformasi (pembaharuan hidup). Sejauh saya dengar – mudah-mudahan benar adanya – mereka yang pulang dari Meko dan mengalami fenomena Tikala sesungguhnya mulai mengalami proses tiga tahap itu dalam hidup mereka: Mereka mengalami pembersihan atau pemurnian hati, memperoleh penerangan budi dan selanjutnya memperbaharui hidup (mereka yang dulunya peminum minuman keras sekarang berhenti minum minuman keras, mereka yang sebelumnya ketagihan berjudi kini berhenti berjudi, dst.). Ini tentu buah-buah positif dari pengalaman rohani autentik. Mudah-mudahan proses ini berkelanjutan dalam hidup seterusnya.

Kita percaya dewasa ini Allah terus aktif berkarya di tengah umat-Nya. Teolog besar abad ke-20 dan sekaligus penulis rohani terkenal, Karl Rahner SJ, pernah menulis: ”Orang Kristen masa depan atau akan menjadi manusia ’mistik’, seorang yang telah ’mengalami’ sesuatu, atau dia tidak akan menjadi apa-apa”. Bagi Rahner pribadi manusia pada hakekatnya adalah roh-dalam-dunia. Terlebih lagi, dunia memuat inkarnasi sebagai salah satu unsur konstitutifnya. Melalui inkarnasi, hidup, wafat dan kebangkitan, Yesus Kristus sungguh-sungguh masuk ke dalam kenyataan terdalam dunia. Karena dunia yang teresapi dan terlandasi Kristus ini, Rahner berpendapat bahwa semua orang berada dalam inkarnasi, hidup, wafat dan kebangkitan. Karena itu, lingkungan Kristik ini menjamin bahwa setiap tindakan manusia yang dibuat secara mendalam memuat sekurang-kurangnya pengalaman mistik implisit akan Kristus. Atas dasar ini Rahner tidak menekankan mistisisme batin melulu. Ia tanpa ragu-ragu berbicara mengenai dimensi mistik dari makan, minum, tidur, berjalan, duduk, dan hal-hal sehari-hari lainnya. Setiap segi eksistensi manusia memuat pengalaman implisit akan Allah Tritunggal dan Kristus yang tersalib dan bangkit. Demikianlah ’mistisisme hidup sehari-hari’ dari Karl Rahner adalah mistisisme kegembiraan dalam dunia, sebuah iman yang mencintai bumi.

Dari apa yang dikemukakan di atas, jelaslah Rahner berkeyakinan bahwa Allah itu hadir di dunia tidak hanya dalam dan melalui kejadian-kejadian luar biasa. Allah hadir setiap saat dalam segala segi kehidupan manusia, termasuk yang serba biasa sehari-hari. Persoalannya ialah, apakah manusia masih mempunyai kepekaan terhadap kehadiran tersebut? Barangkali di sinilah perlunya kejadian-kejadian ajaib itu bagi manusia modern, sebagai semacam ’shock therapy’ untuk kembali menyadari kehadiran Allah yang menuntut manusia kembali kepadaNya.

Patut dicatat bahwa Rahner tidak sendirian dalam pandangannya seperti di atas. Apa yang disebut Rahner ’mistisisme hidup sehari-hari’ serupa dengan apa yang dinamakan Thomas Merton ’kontemplasi tersamar/tersembunyi’. Bagi Merton, sebuah kehidupan aktif yang sungguh sibuk, yang diresapi dengan pendirian radikal iman, harapan dan kasih, dapat disebut kontemplatif dalam arti tersamar. Sikap dan motivasi pengosongan diri seseorang dalam aktivitasnya memberi ciri pada kontemplasinya yang tersembunyi. Sedangkan William Callahan SJ, memusatkan perhatiannya pada apa yang dia sebut ’kontemplasi bising’. Callahan berpendapat bahwa orang sungguh dapat mengalami Allah di tengah tekanan, ketegangan, kekacauan, kebisingan dan kekalutan hidup aktif dewasa ini. Seorang yang aktif harus mengembangkan kepekaan mendalam akan Allah dalam alam, dalam dirinya, dalam orang-orang lain yang dengannya dia bekerja dan hidup, dalam kejadian-kejadian hidupnya setiap hari, dan dalam peristiwa-peristiwa serta pertentangan masyarakat zaman sekarang. Cinta mendalam kepada Allah, diri sendiri, sesama, dan perhatian terhadap apa yang sedang terjadi di dunia merupakan sikap-sikap yang tertuntut untuk kontemplasi bising. Singkatnya, Callahan menghendaki orang Kristen dewasa ini menjadi seperti Yesus, menjadi seorang yang bergerak di tengah kebisingan dan ketegangan modern baik di dalam diri maupun di sekeliling kita, dan yang tetap memiliki kesadaran akan yang lain dalam ikatan kasih dan perhatian. Ini, demikian Callahan, akan membuat doa orang Kristen menjadi sederhana, berkelanjutan, mendalam, penuh kasih, dan memiliki kesadaran sosial.

Makassar, Medio September 2007

+ John Liku-Ada'

Vikep (Vikaris Episkopal): Siapa Mengerjakan Apa?

Pengantar
Per 17 September 2007, melalui SK Uskup KAMS No.: 0608/C-1.6/02/2007, Regio Tana Toraja secara resmi dikembangkan dan diberi status kanonis “kevikepan” dan menjadi KEVIKEPAN TANA TORAJA. Dengan demikian, ke-5 wilayah gerejawi dalam KAMS yang sebelumnya disebut “regio” kini semuanya menjadi “kevikepan”. Setiap kevikepan dipimpin oleh seorang vikaris episkopal (disingkat VIKEP).
Tulisan sederhana ini dimaksudkan memperkenalkan fungsionaris gerejawi “vikep”, dengan mengemukakan hal-hal pokok, yang kiranya untuk Gereja Lokal KAMS dapat dikatakan masih baru dan belum dikenal umat sampai ke tingkat stasi/rukun. Bahkan dengan vikjen (vikaris jenderal) - untuk tingkat keuskupan, sering muncul kerancuan: vikep disebut vikjen atau vikjen disapa vikep.

Wajib dan demi buon governo
Oleh dokumen-dokumen gerejawi, khususnya sejak Konsili Vatikan II, tema vikep dibahas secara bersama dan serentak dengan tema vikjen. Dekrit Christus Dominus art. 27 dan Motu Proprio Ecclesiae Sanctae art. 1, 14 § 1 menggaris-bawahi pentingnya fungsi vikjen; dalam kepemimpinan keuskupan, fungsi vikjen disebut “fungsi utama.” Di setiap keuskupan haruslah diangkat seorang vikjen (kewajiban !), yang diberi kuasa jabatan untuk membantu Uskup memimpin seluruh keuskupan (Kan. 475 § 1). Berdasarkan jabatan, vikjen memiliki di seluruh keuskupan kuasa eksekutif yang menurut hukum dimiliki Uskup, kecuali hal riservata dan kasus mandat khusus (Kan. 479 § 1).
Demi alasan buon governo, Uskup dapat mengangkat seorang atau beberapa vikep (Kan. 476 ), selain vikjen. Pengangkatan tsb dikaitkan dengan kebutuhan dan efektifitas pelayanan misalnya luasnya keuskupan, jumlahnya umat atau pertimbangan pastoral lain yang sungguh mendasar. Para vikep bekerja dengan kuasa jabatan yang persis sama dengan kuasa jabatan seorang vikjen namun diaplikasikan secara terbatas hanya untuk wilayah kevikepannya (Kan. 479 § 2).
Karena alasan tsb maka sejumlah kualifikasi dirumuskan dalam Kan. 478 § 1 : Vikaris jenderal atau Vikaris episkopal hendaknya imam-imam yang berusia tak kurang dari tiga puluh tahun, mempunyai gelar doktor atau lisensiat dalam hukum kanonik atau teologi atau sekurang-kurangnya sungguh ahli dalam ilmu-ilmu itu, layak karena ajaran yang sehat, peri kehidupan yang baik, kearifan dan pengalaman kerja.

Menjalankan kuasa eksekutif Uskup
Uskup memimpin Gereja Lokal yang dipercayakan kepadanya dengan kuasa legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kuasa legislatif dijalankan Uskup sendiri dan tidak pernah didelegasikan; sedangkan dua kuasa lainnya dijalankan baik oleh Uskup sendiri maupun lewat orang lain (Kan. 391). Berkenaan vikjen dan vikep, mereka menjalankan kuasa eksekutif dari Uskup; mereka termasuk dalam sebutan Ordinaris Wilayah (Kan. 134 § 2).
Kuasa eksekutif tsb meliputi semua tindakan administratif kecuali hal riservata dan kasus mandat khusus (bdk. MP ES 1, 14 § 2). Vikjen dan vikep juga mempunyai kewenangan-kewenangan habitual yang diberikan Tahta Apostolik kepada Uskup; demikian juga pelaksanaan reskrip (kemurahan). Dalam hal perkawinan kanonik, vikjen dan vikep memiliki kewenangan memberikan dispensasi atas halangan dan ijin menyangkut larangan. Begitu juga, Vikjen dan vikep memberikan sakramen krisma kepada umat beriman sesudah menerima penugasan khusus dari Uskup (bdk. Kan. 882).

Dialog teratur dengan Uskup
Dalam menjalankan kepemimpinan, hendaknya vikjen dan vikep bekerjasama sedemikian rupa dengan Uskup agar tidak terjadi kekacauan. MP.Ecclesiae Sanctae art. 1, 14 § 3 menggaris-bawahi perlunya vikjen dan vikep mengadakan dialog secara teratur dengan Uskup. Vikjen dan vikep perlu menyampaikan kepada Uskup segala urusan menyangkut kepemimpinan di dalam wilayahnya antara lain pelayanan parokial, pelayanan kategorial dan pelayanan administrasi (paroki). Khususnya berkenaan urusan-urusan kategori penting dan mendasar, baik yang akan dijalankan maupun yang sudah dilakukan, vikjen dan vikep berkewajiban melaporkannya kepada Uskup (Kan. 480).

Pengembangan secara terpadu (sinerjisitas) semua karya pastoral di dalam kevikepan
Sebagaimana fungsi pokok vikjen di tingkat keuskupan yang adalah moderator atau koordinator komisi-komisi (Kan. 473), demikian halnya koordinasi dari pengembangan semua karya pastoral di dalam kevikepan berada di bawah kendali dan di tangan vikep. Vikep di satu pihak berupaya sedemikian rupa memotivasi dan mendorong kreatifitas masing-masing unit karya namun di lain pihak semuanya dibingkai secara bersinergi/terpadu dalam sebuah strategi pastoral. Strategi tsb harus dijabarkan dan diterjemahkan dalam kebijakan-kebijakan lapangan yang menuntut komitmen bersama dari semua komponen yang ada di dalam kevikepan. Proses dan dinamika ini terus berjalan dan secara terprogram (berkala namun teratur) dievaluasi lalu dipertajam lagi implementasinya. Di dalam kevikepan, sinerjisitas dan keterpaduan mutlak perlu menyangkut dua bidang kategori pelayanan yakni ad intra dan ad extra. Bidang pelayanan ad intra khususnya pelayanan perkawinan dan kematian sedangkan ad extra khususnya gerakan dialog dan ekumenis merupakan bidang pelayanan yang sungguh strategis.

Job Vikep KAMS (lampiran dari SK Uskup KAMS No.: 0202/C-1.6/6/2002):
Ke dalam (ad intra) Gereja:
Mengambil langkah-langkah yang perlu dan mengkoordinir secara terpadu pengembangan karya pelayanan pastoral se-Kevikepan sesuai Ardas KAMS dan program KAMS baik jangka menengah maupun jangka pendek (bdk. KHK Kan. 555 § 1.1°).
Membina dan mengawasi agar upacara-upacara keagamaan dirayakan menurut ketentuan-ketentuan liturgi suci; agar perhiasan dan keindahan gereja-gereja dan perlengkapan suci, terutama dalam perayaan ekaristi dan penyimpanan Sakramen Mahakudus dipelihara dengan saksama; agar buku-buku paroki diisi dengan tepat dan disimpan semestinya, demikian pula pengarsipan surat-surat / dokumen-dokumen; agar harta benda gerejawi diurus dengan teliti; dan akhirnya, agar pastoran dipelihara dengan sepantasnya (bdk. KHK Kan. 555 § 1.3°).
Mengatur agar para klerus di wilayahnya menghayati hidup yang pantas bagi statusnya dan memenuhi kewajibannya dengan cermat; termasuk dalam hal ini khususnya pemeliharaan dan peningkatan hidup rohani melalui doa offisi yang teratur, rekoleksi berkala, dll. (bdk. KHK Kan. 555 § 1.2°).
Melayani permohonan dispensasi dalam kevikepan masing-masing, selaku Ordinaris Wilayah, dengan memperhatikan norma-norma dasar untuk dispensasi dalam KHK, Kan. 85-93 perihal Dispensasi dan Kan. 1078 perihal Dispensasi Perkawinan.
Memimpin upacara pemberkatan Gereja dalam wilayah kevikepannya, atau meminta Uskup untuk itu apabila dianggapnya perlu.
Melantik Pastor Paroki dan Pengurus Organisasi tingkat kevikepan di wilayah kevikepannya.
Dalam kasus khusus yakni:
Pastor Paroki (yang sekaligus menjabat Vikep) dilepaskan sebagai Pastor Paroki atau,
Pastor Vikep diberi penugasan baru sebagai Pastor Paroki atau,
Apabila Vikep Pelantik berhalangan,
maka serah terima / pelantikan itu hendaknya dilaksanakan oleh Uskup atau oleh yang dikuasakan Uskup.

Ke luar (ad extra) Gereja:
Membina dan mengembangkan kerja sama dengan pemerintah, instansi, lembaga, umat beragama lain dan masyarakat pada umumnya dalam kevikepannya.

Penutup
Demikianlah sedikit perkenalan dan informasi tentang siapa itu vikep dan apa cakupan tugasnya. Kita semua tanpa kecuali, siap bekerjasama dengan para Vikep; demi kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan manusia. ***
P. Frans Nipa, Pr

Panca Windu Imamat P. Isidorus Rumpu Kaniu’, Pr: Indah dalam Kesederhanaan


Sore itu, pada tanggal 13 Agustus 2007, Gereja Sto. Yakobus Mariso menjadi saksi sebuah peristiwa bersejarah dalam perjalanan Gereja Lokal Keuskupan Agung Makassar. Seorang imam diosesan KAMS, P. Isidorus Rumpu Kaniu, Pr., yang kerap disapa sebagai “OPA”, merayakan pesta pancawindu imamatnya. Perayaan ini menjadi istimewa karena 40 tahun yang silam, tepatnya tanggal 13 Agustus 1967, P. Isidorus menerima anugerah imamat juga di Gereja Sto. Yakobus Mariso juga. OPA sendiri mengakui bahwa jubah yang dikenakannya pada perayaan ini adalah jubah yang juga dikenakannya sejak ia menerima tahbisan 40 tahun yang lalu. Jubah ini sekaligus menjadi saksi perjalanan imamat beliau dalam kesetiaan dan ketekunan beliau memelihara imamat suci yang telah diterimanya dengan penuh tanggung jawab.

Perayaan yang dipimpin oleh Mgr. John Liku Ada’, Pr. ini dihadiri oleh sebagian besar rekan imam yang datang dari berbagai penjuru Keuskupan ini, para biarawan dan biarawati, umat dan para seminaris. Perayaan ini sesungguhnya merupakan anugerah yang teramat besar dan patut disyukuri sedalam-dalamnya oleh Gereja Lokal KAMS, namun tetap dirayakan dalam kesederhanaan. Kesederhanaan perayaan itu sendiri akhirnya memancarkan keagungan peristiwa yang dirayakan, bukan dengan dekorasi yang indah atau suara paduan suara yang merdu, juga tidak diukur dari jumlah umat yang hadir. Keagungan itu justru terpancar dari pribadi dan sharing pengalaman P. Isidorus yang sangat sederhana dan rendah hati. Salah satu contoh kerendahan hati beliau terpancar ketika beliau mengakui bahwa selama 40 tahun menjadi imam, ia merasa tidak memiliki prestasi apapun yang patut dibanggakan. Padahal kalau kita menyusuri jejak langkah karyanya yang panjang, yang dimulai di Sangalla’ sebagai pastor bantu Pastor Louis de Vos cicm, kemudian sempat mengikuti kursus Pastoral/Katekese di East Asian Pastoral Institute (EAPI) di Manila, Filipina; kemudian menjadi pastor Militer dan pastor paroki di berbagai tempat di keuskupan ini termasuk paroki Diaspora, kita dapat melihat sosok seorang imam yang dengan penuh semangat, kesetiaan serta tanggung jawab, namun semua dilaksanakan dalam kesederhanaan.

Pastor Isidorus mengakui bahwa ia tidak pernah berhenti untuk memperkaya diri dengan pengetahuan. Sampai pada usianya saat ini, beliau menjadi seorang pencinta buku. Beliau masih tekun membaca buku-buku dan majalah, bahkan beliau mencoba mulai belajar bahasa Yunani karena kebetulan menemukan beberapa buku tuntunan. Semua itu dilakukan agar “otaknya tidak semakin beku, tidak kreatif dan malah menjadi pelupa.”
Sharing yang disampaikan kepada seluruh umat yang hadir adalah sharing yang sangat menyentuh hati. Dengan penuturannya yang sangat sederhana dan rendah hati, sharing pengalaman hidupnya sangat menyentuh sekaligus menggelitik hati para imam dan semua yang turut hadir dalam perayaan itu. Sharing P. Isidorus bisa menjadi bahan refleksi bagi para imam lain: bagaimana saya menghidupi dan menjalani kehidupan imamat saya sendiri; apakah saya setia, tekun, bertanggung jawab, punya komitmen dalam karya, dan bersemangat rendah hati serta mau terus mengembangkan diri demi karya yang dipercayakan kepada saya.

Bila ada yang bisa dibanggakan dalam perjalanan imamatnya yang berusia 40 tahun ini, hanyalah: pertama: “selalu hadir di tempat tugas dan tugas pokok menjadi prioritas”. Kedua: “mau tepat waktu.” Beliau sendiri menyadari bahwa perjalanannya memang sudah panjang tetapi belum mencapai akhir. Beliau sadar bahwa proses belajar tidak pernah berakhir dan sikap mawas diri sangat diperlukan dalam perjalanan mencapai garis akhir. Beliau mengutip kata-kata Sto. Paulus dalam 2 Tim 4:7: “Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” P. Isidorus mengakui bahwa ia belum mengakhiri pertandingan, walaupun sudah memasuki detik-detik terakhir yang kritis. Ia menyadari masih harus “sangat waspada”, dan jangan sampai pada detik-detik terakhir dirinya masih kebobolan, mirip pertandingan piala Asia ketika Indonesia dikalahkan Arab Saudi justru oleh gol di menit terakhir pertandingan.

Di akhir sharingnya, OPA juga menyampaikan harapan-harapannya. Ia menyampaikan kerinduan hati yang ada dalam diri keluarga besar Seminari Petrus Claver, agar Bapak Uskup berkenan untuk lebih banyak lagi mencurahkan perhatian dengan lebih banyak bertegur sapa bersama para pembina di SPC dan terutama bersama dengan para seminaris. Kunjungan formal setiap tahun masih belum memadai, bahkan kalau bisa sekali-kali ada misa harian yang singkat, akan lebih menyegarkan suasana. Himbauan juga ditujukan untuk para pastor paroki agar turut mendukung kesuburan panggilan di keuskupan ini dengan memperhatikan, memberi informasi, mengajak, dan mendekati remaja putra agar mengenal dan menemukan bibit-bibit panggilan baru, seperti Elia aktif untuk mencari dan menemukan Elisa penggantinya (lih. 1 Raj 19:19). Selain itu, para pastor paroki juga dihimbau untuk menggalang DEPAS untuk mendukung pencarian dana bagi kelangsungan proses pendidikan di seminari Petrus Claver. Umat perlu disadarkan bahwa Seminari bukanlah sekolah gratis atau murahan, seperti yang dipikirkan oleh sebagian umat katolik, atau seakan-akan ada dana dari luar, yang selalu siap pakai. Kalaupun ada dana itu berasal dari kolekte KKI yang setelah dikumpulkan dari seluruh dunia, kemudian sebagian kecil dikembalikan ke keuskupan kita bila kita dinilai masih layak dibantu. Kerap kali terjadi orang tua masih merayu-rayu memohon keringanan, padahal mereka masih mampu membiayai pendidikan saudara-saudara calon yang bersangkutan sampai di perguruan tinggi. Banyak umat tidak sadar bahwa dengan dana yang terbatas, seminari harus menyelenggarakan pendidikan dengan tarif yang minimal, menu makanan harian diupayakan tetap memenuhi kebutuhan gizi anak-anak didik, dan para guru yang setia mengajar tetap mendapat imbalan meskii tidak memadai; begitu pula karyawati yang bekerja tanpa batas waktu tetap mendapat imbalan yang tidak sebanding dengan kerja keras mereka. Yang terakhir adalah himbauan kepada orang tua. Para orang tualah yang memulai seminari dalam keluarga. Panggilan pertama-tama bertumbuh dari dalam dan di tengah-tengah keluarga. Maka menjadi kewajiban orang tua untuk memberi teladan dan mendidik anak-anak dalam suasana terbuka, mengembangkan sikap jujur, bertanggung jawab terhadap tugas, mampu memilih prioritas, patuh, bergaul secara wajar dengan semua pihak, komunikatif. Bila sifat-sifat demikian sudah berakar di dalam diri anak berkat pendampingan orang tua mereka, maka calon-calon yang demikian bagaikan rumah (baca: panggilan) yang didirikan di atas wadas, sehingga bila ada badai, si seminaris akan tetap teguh dan tidak tumbang. Dan bila kita mengharapkan imam yang bermutu, serahkanlah putera terbaik dari keluarga anda untuk menjadi imam yang baik pula.

Para orang tua juga dihimbau untuk tidak memaksakan kehendaknya kepada anak-anak mereka untuk masuk seminari, walaupun yang bersangkutan tidak ingin. Janganlah orang tua hanya menjadikan seminari sebagai tempat mencari mutu pendidikan, di mana anak difasilitasi dengan asrama dan dijaga oleh staf pilihan Uskup, dikurung di antara tembok-tembok, dan memperoleh segala kemudahan-kemudahan lain. Sedangkan para seminaris diharapkan agar selama dalam masa pendidikan tetap tekun dan bersemangat sambil terus mengembangkan bakat-bakat yang dimiliki. Dan para seminaris juga diharapkan akhirnya bisa memutuskan untuk diri mereka sendiri, apakah ingin menjadi imam ataukah berkarya sebagai awam secara tegas dan mandiri.

Perayaan yang sederhana ini meninggalkan begitu banyak pesan dan kesan yang mendalam. Berlimpah syukur dan terima kasih kepada mereka yang telah mendukung perayaan ini. Dan di atas segalanya: syukur kepada Allah yang telah menjadi seorang Isidorus Rumpu Kaniu menjadi imam baginya, yang hanya berbangga atas segala kelemahannya dan selebihnya adalah miliki Tuhan. “Besarlah Perbuatan Yang Mahakuasa Bagiku.” (Luk 1:49)***
P. Andreas Rusdyn Ugiwan, Pr

Penahbisan Imam di Luwu Timur: "Inilah Aku, Utuslah Aku"


"Ecce absum, Mande Me!" demikianlah bunyi semboyan kedua imam baru: P. Salvinus Salamba, Pr (dari Paroki Sta. Maria Immaculata, Sorowako) dan P. Johanes Rante Galla, Pr (dari Paroki Maria diangkat ke Surga, Mamajang) dalam acara tahbisan mereka yang dilaksanakan pada 2 Agustus 2007 di gereja Katolik stasi Wawandula, Paroki Maria Immaculata Sorowako.

Misa penahbisan imam ini dipimpin oleh Uskup Agung Makassar, Mgr. Johanes Liku Ada’, Pr dan didampingi oleh Vikep Luwu, P. Frans Arring, Pr dan Rektor Seminarium Anging Mammiri, P. Willem T. Daia, Pr. Sekitar 58 imam Keuskupan Agung Makassar hadir untuk mendukung kedua neomis yang akan segera menjadi rekan sekerja mereka. Para suster-suster YMY tak ketinggalan juga hadir dalam acara penahbisan imam ini.
Seribu lebih umat yang hadir menjadi tanda kerinduan seluruh umat Katolik akan kehadiran imam untuk menjadi gembala-gembala mereka. Hadir juga dalam perayaan itu perwakilan dari Pater Noldus Aktion serta beberapa pemimpin jemaat gereja-gereja denominasi.

Dalam acara ramah-tamah hadir Bupati Luwu Timur, Bpk. Drs. Andi Hatta Marakarma, Mp., Ketua Forum Kerukunan Antar Umat Beragama, Bpk. Uztad Ardias Barah, Perwakilan Depag Propinsi dan Daerah Luwu Timur, beberapa Ustadz, para Pendeta dari berbagai denominasi gereja dan ormas kemasyarakatan. Acara tahbisan ini menjadi semakin semarak karena dimeriahkan oleh drum band dari SMU Katolik Rantepao, tarian Pa'gellu, musik bambu serta berbagai acara hiburan lainnya.

Dalam homilinya, Mgr. John Liku Ada' Pr selaku selebran utama menguraikan tentang tugas-tugas imamat: menggembalakan umat Allah, mewartakan Sabda Allah, memaklumkan Injil dan mengajarkan iman Katolik; merayakan karya penebusan Kristus untuk meluhurkan Allah dan menguduskan umat Allah; semakin erat mempersatukan diri dari hari ke hari dengan Kristus, Sang Imam Agung dan mempersembahkan diri bersama Dia kepada Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Kesediaan para neomis melaksanakan tugas-tugas imamat itu nantinya akan ditanyakan setelah homili. Bapa Uskup sempat bergurau bahwa upacara tahbisan ini dapat cepat selesai jika para neomis menjawab ‘tidak bersedia’ untuk menjalankan tugas-tugas itu. Namun syukurlah kedua neomis menjawab ’ya, kami bersedia’, sehingga upacara tahbisan dapat berlangsung sampai tuntas.

Bapak Bupati Luwu Timur dalam kata sambutannya mengatakan agar peristiwa semacam ini dapat menjadi jalan bagi terciptanya tali silaturahmi antar umat beragama. Beliau juga menekankan pentingnya kerukunan antar umat beragama khususnya antar umat beragama di daerah Luwu Timur; agar tercipta suasana yang kondusif bagi terlaksananya pembangunan di daerah Kabupaten Luwu Timur yang baru saja merayakan hari ulang tahunnya yang keempat. Beliau selaku kepala Pemerintah Daerah Tk. II Luwu Timur secara singkat mengungkapkan kondisi masyarakat Luwu Timur yang heterogen namun syukurlah selalu menjaga toleransi.

Ia juga menyinggung komitmen pelayanan kepada masyarakat di wilayahnya antara lain; memerintahkan semua unsur pemerintah untuk mengutamakan pelayanan kepada anggota masyarakat yang mendesak untuk dilayani. "Kepada para camat dan kepala desa saya memerintahkan untuk menomorsatukan warganya jika mereka membutuhkan melebihi urusan-urusan formal di kantor. Seperti ketika ada warga yang sedang mengalami musibah," demikian beliau menegaskan. Kini di seluruh wilayah Luwu Timur anak-anak sekolah dibebaskan dari uang sekolah mulai dari SD sampai SMA dan pembebasan retribusi pasar sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat.

Sedangkan sambutan dari imam baru yang diwakili oleh P. Salvinus Salamba, Pr. yang merupakan putra pertama Paroki Sorowako mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada segenap pihak yang telah mendukung perjalanan hidup panggilan mereka sehingga akhirnya mereka dapat menerima tahbisan imamat suci. Besar harapan mereka, umat tetap memberikan dukungan doa bagi mereka agar mereka selalu setia dalam panggilan dan tekun menjalankan tugas-tugas imamat.

Suksesnya acara penahbisan imam yang untuk pertama kalinya diselenggarakan di Paroki Maria Immaculata Sorowako ini, tidak lepas dari kerja keras segenap umat yang telah menyumbangkan banyak tenaga, materi, dan pikiran.

“Bukan uang yang bekerja, tetapi manusialah yang bekerja”, demikianlah kesan salah seorang pastor melihat umat paroki Sorowako dalam mempersiapkan acara penahbisan ini. Tidak ketinggalan vice president PT INCO, Mr. Dirk Theureinc, memberikan apresiasinya dengan mengatakan, “Wow, Fantastic! It's a fantastic celebration that I have never seen since I have been a Chatolic for over sixty years.” (Wow, fantastis! Ini adalah perayaan yang sangat fantastik yang belum pernah saya lihat sejak saya menjadi katolik lebih enam puluh tahun).

Penahbisan kedua imam baru ini menambah jumlah imam di Keuskupan Agung Makassar. Oleh Bapa Uskup kedua imam baru ini diutus untuk melanjutkan kembali studi S2 mereka di Fakultas Teologi Wedhabakti, Yogyakarta yang telah mereka jalani selama 1 tahun. Selamat belajar kembali romo, semoga cepat lulus dan kembali berkarya di Keuskupan Agung Makassar. Proficiat!! ***
Stepan Sinin, Marinus Kiding dan Cornell R. Tandiayuk, Pr
Koresponden Sorowako

Kongregasi YMY: “Ia Membuat Segala Sesuatu Indah pada Waktunya”


Suasana hening menghantar para Pimpinan Suster-Suster Jesus Maria Joseph (JMJ) menghampiri altar Tuhan untuk memohon berkat dan penyertaan Tuhan dalam perjalanan dan perkembangan tarekat JMJ di Indonesia. Tepatnya tanggal 31 Juli 2007 yang lalu tarekat suster-suster JMJ di Indonesia mengukir sejarah baru dengan pemekaran Propinsi. Pemekaran propinsi muncul sejak 15 tahun yang lalu dengan memperhatikan pendapat dan saran kapitel tahun 1992 dan 1998. Dalam Kapitel tersebut dinyatakan bahwa sudah waktunya bagi propinsi Indonesia untuk dimekarkan.

Tahun-tahun yang panjang penuh pergumulan kini menjadi kenyataan. Propinsi Indonesia kini menjadi 3 yakni: Propinsi Jakarta dengan propinsial Sr. Godelive Poluan, Propinsi Makassar dengan propinsial Sr. Agneta Ngala dan Propinsi Manado dengan propinsial Sr. Yustien Tiwow. Hal ini hanya dapat terwujud karena kesadaran dan tanggung jawab sebagai anggota societes untuk menyebarluaskan Kerajaan Allah. Sebagaimana Pendiri tarekat; Pater Mathias Wolff SJ telah mewariskan ciri khas kepada kami yaitu kesiapsediaan apostolis yang selalu menyesuaikan diri………, “dengan demikian societes Jesus Maria Joseph harus hadir di tempat di mana kepentingan Gereja mendesak demi keselamatan manusia” (Kons no.3).

Suster-suster JMJ sudah berada di Indonesia sejak 18 Juli 1898 di tanah misi Minahasa Sulawesi Utara. Enam orang misionaris muda datang dari Belanda dan memulai karyanya dengan pendidikan anak-anak perempuan. Pelayanan mereka semakin dikenal oleh masyarakat sekitar terutama dalam pendidikan dan kesehatan serta pekerjaan sosial lainnya.

Tanggal 15 Juni 1942 lima gadis Minahasa secara resmi diterima sebagai suster pertama yakni Sr. Margaretha Paat, Sr. Alphonsa Damapoli, Sr. Theresia Simboh, Sr. Bernadette Tumiwa, dan Sr. Josephine Kandow. Perkembangan terus terjadi baik dari keanggotaan maupun karya pelayanannya, baik di Indonesia maupun di Ghana (Afrika Barat, red.) sebagai daerah misi. Demikian pula dari Regio menjadi Propinsi Indonesia dan kini menjadi 3 propinsi. Jumlah dari 5 Suster kini menjadi 300 suster. Kepemimpinan dalam Societes berpindah dari Eropa ke Asia; India dan kini Pemimpin Umum berasal dari Indonesia; Sr. Theresia Supriyati JMJ.

Perayaan hari itu menjadi indah, dihadiri oleh para pimpinan propinsi terdahulu, Vikjen Keuskupan Agung Makassar, para Imam, tamu-tamu khusus dan perwakilan suster-suster dari ketiga propinsi yang baru. Suasana perayaan di warnai dengan budaya Makassar, dengan musik kolintang dari Manado yang merupakan kekayaan budaya yang dimiliki oleh para suster JMJ. Hari ini menjadi indah dan baru sekaligus tantangan untuk memgembangkan propinsi menuju kemandirian. Allah yang telah memulai karya-karya yang baik, Ia juga akan menyelesaikannya. ***

Sosialisasi Rencana Strategis Komisi Pendidikan KWI 2006-2009

Sidang Pleno Komisi Pendidikan (Komdik) KWI pada 11 – 13 September 2006 di Denpasar Bali merekomendasikan kepada pengurus terpilih periode 2006-2009 untuk menyusun Renstra dan mensosialisasikan ke seluruh Komdik Keuskupan.
Mengacu pada agenda Sosialisasi Renstra Komdik KWI 2006–2009, Keuskupan Agung Makassar mendapat giliran pada 30–31 Juli 2007. Nara sumber yakni anggota Pengurus KOMDIK KWI P. Yonas Atjas Pr dan P. Karolus Jande Pr. Komdik MPK KAMS bertindak sebagai tuan rumah dan fasilitator.

Agenda sosialisasi tersebut ditindaklanjuti oleh Pengurus Komdik dan MPK KAMS dengan mengundang para kepala sekolah bersama wakil kepala sekolah TK, SD dan SMA sekolah-sekolah asuhan Yayasan anggota Komdik MPK KAMS, Utusan Perguruan Tinggi, anggota Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia (APTIK) dan non anggota APTIK, Akademi Perguruan Katolik, Ikatan Insan Pendidikan Katolik, para Pastor Paroki dalam kota Makassar dan Pengurus Yayasan Pendidikan Katolik Anggota Komdik MPK KAMS, untuk mengikuti sosialisasi bertempat di Wisma Kare Makassar. Jumlah peserta 65 orang.

Karya pelayanan Komdik KWI adalah pelayanan reksa pastoral di bidang pendidikan. Reksa Pastoral Komisi Pendidikan Konferensi Wali Gereja Indonessia 2006-2007 digerakkan oleh nilai-nilai Keputusan Sidang Pleno XII Komdik KWI di Denpasar-Bali, sebagai berikut :
- Mendorong agar setiap keuskupan menyusun Kepengurusan Komdik Keuskupan dengan mengacu pada Kepengurusan Komdik KWI.
- Mendorong agar Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik tetap setia pada ciri khas Katolik dan pencerdasan kehidupan bangsa serta memiliki “sense of Catholicism” dan “sense of nationalism”.
- Meningkatkan komitmen Gereja terhadap gerakan Reksa Pastoral Pendidikan yang terpadu.
- Terpenuhinya pelaksanaan Reksa Pastoral melalui peningkatan mutu manajemen, mutu SDM, dan dana.
- Meningkatkan profesionalitas SDM pada lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik.
- Meningkatkan profesionalitas para penyelenggara, pengelola, dan pelaksana pendidikan dalam kepemimpinan dan manajemen.
- Memperjuangkan penggalangan dana melalui Kolekte Pendidikan secara nasional.
- Mengoptimalkan Reksa Pastoral pembelajaran, pelatihan, pembimbingan dalam rangka meningkatkan proses dan hasil pendidikan, sehingga terwujud budaya belajar.
- Membangun dan mengembangkan jejaring yang efektif secara internal dan eksternal.
- Menggalang kerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan adanya kader Gereja dan Bangsa di masa depan.

Nilai-nilai tersebut harus dipahami, dihayati dan diamalkan serta dievaluasi secara terus menerus oleh seluruh Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik se-Indonesia. Karena itu salah satu caranya antara lain: Komdik KWI menyusun Rencana Strategis (Renstra) 2006-2007 dan disosialisasikan ke seluruh Keuskupan di Indonesia. Renstra ini hendaknya menjadi acuan pula bagi Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik untuk menyusun Renstra ke depan sehingga tujuan yang ingin dicapai bersama, sungguh-sungguh searah dengan Visi dan Misi Gereja di Indonesia pada umumnya.

Nilai-nilai di atas selain menjadi acuan bagi Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik, juga menjadi Arah Dasar Komisi Pendidikan KWI 2006-2009.

Tujuan Penyusunan Renstra
- Menunjukkan arah pelayanan yang hendak dituju selama 3 tahun mendatang.
- Menjadi basis untuk melakukan perencanaan dan pengembangan.
- Membentuk koordinasi antar unit karya pelayanan.
- Menciptakan kinerja unit pelayanan yang baik.
- Menghindari konflik akibat perbedaan persepsi.
- Menjadi dasar dalam bekerja berdasarkan sistem.
- Memungkinkan mengadakan evaluasi secara terarah.

Visi
Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik yang profesional, bermartabat, setia terhadap ciri khas katolik dan pencerdasan kehidupan bangsa.

Misi
Memberikan reksa pastoral pendidikan kepada Lembaga Pendidikan Katolik agar profesional dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pelaksanaan pendidikan.
Melaksanakan reksa pastoral pendidikan kepada Insan Pendidikan Katolik agar profesional dalam pembelajaran, pelatihan dan pembimbingan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan.
Mengembangkan reksa pastoral pendidikan kepada Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik agar profesional dalam membangun kerjasama internal dan eksternal.
Memberikan reksa pastoral kepada Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik agar menumbuhkembangkan manusia yang cerdas, beriman, bermoral sebagai citra Allah.
Melaksanakan reksa pastoral pendidikan kepada Insan Pendidikan Katolik agar berkembang menjadi manusia yang cerdas, beriman, bermoral sebagai citra Allah.
Melaksanakan reksa pastoral pendidikan kepada Insan Pendidikan Katolik agar mampu menciptakan tatanan hidup yang dijiwai nilai-nilai kristiani.
Mengembangkan reksa pastoral pendidikan kepada Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik agar setia terhadap cirikhas Katolik yang dijiwai oleh semangat Injil, kebebasan dan cinta kasih.
Memberikan reksa pastoral pendidikan kepada Lembaga Pendidikan Katolik agar menumbuhkembangkan semangat kebangsaan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila.
Melaksanakan reksa pastoral pendidikan kepada Insan Pendidikan Katolik agar meningkatkan semangat cinta tanah air sebagai kader bangsa.

Sasaran
Semua Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik yang berada, berdomisili dan menyelenggarakan pendidikan dalam Keuskupan baik formal maupun nonformal seraya memahami, menghayati dan melaksanakan Visi dan Misi tersebut secara benar dan terpadu.

Rekomendasi
Digerakkan oleh nilai-nilai kristiani yang muncul dalam sosialisasi Renstra Komdik KWI 2006-2007 para peserta menelorkan rekomendasi yang perlu dipahami, dihayati dan dilaksanakan secara bersama-sama sebagai berikut :
Hendaknya Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik dalam Keuskupan Agung Makassar menyusun suatu Bidang Strategis, Program Strategis dan Rincian Program baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri tanpa meninggalkan otoritas Gereja lokal dan dituangkan dalam bentuk Renstra yang sifatnya masih umum dan memuat antara lain:
Bidang Reksa Pastoral Pengembangan Profesionalitas.
Bidang Reksa Pastoral Pengembangan Kemanusiaan yang bermartabat.
Bidang Reksa Pastoral Pengembangan Katolisitas.
Bidang Reksa Pastoral Pengembangan Kebangsaan.
Hendaknya koordinasi antara Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik dalam KAMS ini tetap di bawah Komdik–MPK KAMS sehingga masalah yang muncul terhadap keberadaan sekolah katolik dapat dihadapi dan diselesaikan secara bersama-sama.
Lembaga Pendidikan Katolik dan Insan Pendidikan Katolik dalam KAMS hendaknya tetap profesional, bermartabat, setia terhadap ciri khas katolik dan pencerdasan anak bangsa seraya semakin berupaya membina dan menjunjung serta mengedepankan kebersamaan.
Dipandang perlu mengadakan pelatihan manajemen dan peningkatan mutu SDM lintas sekolah Yayasan anggota Komdik MPK KAMS.

Catatan: Khusus rekomendasi poin 1, Yayasan Paulus KAMS pada 6 – 8 Oktober 2006 dalam Lokakarya Manajemen Kepala Sekolah di Wisma Kare telah menghasilkan Renstra Yayasan Paulus KAMS 2006/2007 – 2011/2012 yang menjadi acuan dasar yang sifatnya masih umum dan implementasinya perlu dijabarkan di masing-masing unit kerja secara kontekstual. ***
P. Alex. Lethe Pr dan Victor Duma Sa’pang

Dewan Pastoral Paroki Menurut KHK - 1983 (dan Konsili Vatikan II)

Pengantar
Setelah membaca keprihatinan yang ada di balik tulisan “Dari Meja Uskup Agung, Memahami Pedoman Dasar DPP-KAMS 2004” dari Bapak Uskup Mgr. John Liku dalam KOINONIA Vol. 2 no. 3 (Juni-Agustus 2007), dan ajakan redaktur Koinonia kepada pembaca untuk mengirimkan karangan, berikut ini saya kirimkan suatu karangan. Materi ini pernah saya pakai sebagai bahan rekoleksi 1 dan 2 tahun lalu untuk DePas Paroki Sto. Yakobus Mariso yang baru terpilih dan mau menyusun program kerjanya, dan juga untuk DePas Paroki Mangkutana. Mungkin ada manfaatnya bagi pembaca Koinonia.

Dewan Pastoral Paroki dan VATIKAN II
DEPAS mulai muncul segera setelah Konsili Vatikan II (1965); namun tidak satu pun dokumen Vatikan II yang secara eksplisit menyebutkan/membicarakan tentang Dewan Paroki atau Dewan Pastoral Paroki.
Yang dibicarakan adalah supaya ada ”koordinasi” yang baik antar berbagai karya kerasulan.

Dasar yang biasa dipakai:
Dekrit Kerasulan Awam (AA) art. 26:
Upaya-upaya yang berguna bagi kerjasama:
“Di Keuskupan-keuskupan sedapat mungkin hendaklah terdapat panitia-panitia, untuk membantu karya kerasulan Gereja, baik di bidang pewartaan Injil dan pengudusan, maupun di bidang amal kasih, sosial dan lain-lain; di situ para imam dan religius hendaknya dengan cara yang tepat bekerjasama dengan para awam. Panitia-panitia itu akan dapat memantapkan koordinasi antar pelbagai persekutuan-persekutuan serta usaha-usaha para awam, tanpa mengurangi sifat-sifat serta otonomi masing-masing.
Bila memungkinkan panitia-panitia semacam itu hendaknya diadakan juga di lingkup paroki atau antar-paroki, antar-keuskupan, di tingkat nasional atau internasional, ….’’.

dan Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (LG) art. 37:
Hubungan kaum awam dengan hirarki:
“… Hendaklah para awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka kepada para imam, dengan kebebasan dan kepercayaan, seperti layaknya bagi anak-anak Allah dan saudara-saudara dalam Kristus. Sekadar ilmu-pengetahuan, kompetensi dan kecakapan mereka, para awam mempunyai kesempatan, bahkan kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja.
Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga yang didirikan Gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana, dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena tugas suci bertindak atas nama Kristus. ……
Sebaliknya hendaklah para Gembala hirarkis mengakui dan memajukan martabat serta tanggungjawab kaum awam dalam Gereja. Hendaklah nasehat mereka yang bijaksana dimanfaatkan dengan suka hati, dan dengan penuh kepercayaan diserahkan kepada mereka tugas-tugas dalam pengabdian kepada Gereja. Dan hendaklah mereka diberi kebebasan dan keleluasaan untuk bertindak; bahkan mereka pantas diberi hati supaya secara spontan memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para Gembala dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus, mempertimbangkan prakarsa-prakarsa, usul-usul serta keinginan-keinginan yang diajukan oleh awam. …”

Semangat Vatikan II itu kemudian ditegaskan dalam HUKUM GEREJA 1983
Kanon 228:
Orang-orang awam yang diketahui cakap, dapat diangkat oleh Gembala rohani utuk mengemban jabatan-jabatan dan tugas-tugas gerejawi, yang menurut ketentuan-ketentuan hukum dapat mereka pegang.
Orang-orang yang unggul dalam pengetahuan, kearifan dan perihidupnya, dapat berperan sebagai ahli-ahli atau penasehat, juga dalam dewan-dewan menurut norma hukum, untuk membantu para Gembala Gereja.
Kanon 208:
Di antara semua orang beriman kristiani, berkat kelahiran kembali mereka dalam Kristus, ada kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan; dengan itu mereka semua sesuai dengan kondisi khas dan tugas masing-masing, bekerjasama membangun Tubuh Kristus.
Kanon 536:
Jika menurut pandangan Uskup Diosesan setelah mendengarkan Dewan Imam, dianggap baik, maka hendaknya di setiap paroki didirikan Dewan pastoral yang diketuai pastor-paroki; dalam dewan pastoral itu kaum beriman kristiani bersama dengan mereka yang berdasarkan jabatannya mengambil bagian dalam reksa pastoral di paroki, hendaknya memberikan bantuannya untuk mengembangkan kegiatan pastoral.
Dewan Pastoral mempunyai suara konsultatif saja dan diatur oleh norma-norma yang ditentukan Uskup Diosesan.
Kanon 537:
Di setiap paroki hendaknya ada Dewan Keuangan yang diatur selain oleh hukum universal juga oleh norma-norma yang dikeluarkan oleh Uskup Diosesan; dalam dewan keuangan itu kaum beriman kristiani yang dipilih menurut harta benda paroki, dengan tetap berlaku ketentuan kanon 532.

Beberapa Catatan Prinsipil
1. Antara 1965 (selesainya Kons. Vatikan II) sampai 1983 (diundangkannya KHK-1983):
Dari satu pihak: sangat menggembirakan antusiasme keterlibatan awam dalam “mengutus Gereja dan hidup menggereja”;
Dari lain pihak: salah satu ”kesedihan/kekacauan” yang diakibatkan oleh Kons. Vatikan II adalah dalam bidang ”Dewan Paroki” yang dicoba dibentuk dengan maksud baik di berbagai paroki; banyak didiskusikan bahkan diperdebatkan tentang:
Apa arti ‘’konsultatif’’;
Otoritas atau kewenangan;
Pembuat/pengambilan keputusan;
Peranan Pastor Paroki; hak voting?
Peranan Dewan Paroki; dilecehkan?
2. KERASULAN AWAM dan KERASULAN AWAM FUNGSIONAL DALAM GEREJA:
Menjadi fungsionaris dalam DePas Paroki termasuk dalam “Kerasulan Awam Fungsional dalam Gereja”; dan Kerasulan Awam Fungsional dalam Gereja hanyalah merupakan satu bagian kecil dari keseluruhan “Kerasulan Awam”.
(Bdk. Draft Pedoman Kerasulan Awam KAMS, yang diharapkan dapat selesai dan mulai berlaku dalam tahun 2005 ini).
Maka adalah sangat tidak proporsional jika “keterlibatan awam dalam DePas” dipakai sebagai borometer untuk mengukur “maju-mundurnya” Kerasulan Awam yang dimaksudkan oleh Vatikan II dan KHK-1983 di suatu paroki.
Bahkan kiranya harus dipertegas bahwa Kerasulan Awam Fungsional dalam Gereja lebih merupakan ‘’bantuan awam kepada hirarki’’ daripada ‘’Kerasulan Awam Murni’’.
3. KHK-1983 mempertegas TUGAS/PERANAN Dewan Pastoral Paroki (bdk. Kanon 511) sbb.:
1). INVESTIGARE (investigate): mencermati, meneliti dan menganalisa keadaan dan kebutuhan kehidupan iman dan kehidupan menggereja umat; mengidentifikasi kebutuhan pastoral paroki.
2). PERPENDERE (ponder, considering): mempertimbangkan karya pastoral apa dan dengan cara bagaimana karya pastoral itu dapat menjawab keadaan/kebutuhan umat paroki, untuk meningkatkan secara terencana kwalitas aktivitas pastoral dan kwalitas kehidupan beriman umat paroki; termasuk secara periodik meninjau kembali (mengevaluasi, mengadakan refleksi) karya-karya pastoral yang sudah sementara berlangsung, apakah mau dilanjutkan, diperbaiki, atau dihentikan dan diganti).
3). PROPONERE (propose, recommend): mengambil keputusan yang praktis dalam bidang karya pastoral untuk diajukan sebagai usul yang bersifat konsultatif (direkomendasikan, dikonsultasikan) kepada pastor paroki; Pastor Parokilah, sebagai Gembala dan Penanggung-jawab terakhir atas Paroki, yang mengambil keputusan definitif.

Maka garis besar Program Kerja DePas memuat:
- Merumuskan secara seksama “visi dan misi” paroki;
- Merumuskan target-target yang akan dicapai paroki di masa depan (langkah-langkah antisipatif menuju ”paroki yang diinginkan di masa depan”).
- Mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebutuhan paroki;
- Menetapkan keputusan-keputusan praktis dan mengajukannya dalam bentuk rekomendasi kepada Pastor Paroki.

Maka DePas Paroki:
- Bukan badan legislatif: bukan pembuat aturan, bukan pembuat kebijakan atau pelarangan, bahkan bukan pembuat statuta untuk DePas itu sendiri.
- Bukan badan eksekutif: bukan pelaksana/penyelenggara administratif Paroki .
- Bukan badan yudikatif: bukan mengadili untuk menentukan mana benar dan mana salah.
- Tetapi badan konsultatif dan rekomendatif terhadap/dari Pastor Paroki (selaku Gembala umat dan penanggungjawab Paroki), dalam bidang pastoral (aktivitas dan pelayanan pastoral kepada umat paroki. Singkatnya: DePas membantu pastor paroki mengidentifikasi kebutuhan pastoral paroki
- Ungkapan seorang iuris: “Tidak ada DePas yang bisa memaksa Pastor Paroki untuk melakukan hal-hal yang oleh Pastor Paroki diyakini akan merusak umat paroki, namun hanya pastor paroki bodoh/agak gila yang menolak nasehat dan rekomendasi yang baik dari DePas”.
- Setiap DePas mempunyai kekhasannya, tidak ada suatu DePas yang persis sama dengan DePas paroki lain, karena KHK memang tidak memberikan suatu “sketsa atau organigram” DePas yang fixed/sudah jadi.

Aktivitas/Kegiatan/Pelayanan Pastoral dalam suatu Paroki meliputi:
KHK tidak merumuskan secara eksplisit apa saja yang termasuk dalam aktivitas pastoral DePas; tetapi karena DePas ”membantu pastor paroki” dalam aktivitas pastoral, maka rumusan aktivitas pastoral pastor paroki (lih. Kanon 529) berlaku juga bagi DePas, yakni:
Pewartaan Sabda Allah secara utuh kepada orang-orang yang tinggal dalam wilayah paroki;
Penanaman nilai-nilai Injili (semangat Injili), termasuk nilai-nilai keadilan sosial agar sungguh dihayati dan dipraktekkan/dihidupi umat paroki.
Pendidikan katolik bagi anak-anak dan kaum muda;
Mengupayakan agar warta injili tetap menjangkau umat yang meninggalkan praktek keagamaannya atau yang tidak memeluk imannya secara benar;
Mengupayakan agar Perayaan Ekaristi Mahakudus menjadi pusat kehidupan umat paroki, termasuk devosi kepada Sakramen Mahakudus;
Penggembalaan umat lewat penerimaan sakramen-sakramen, termasuk persiapan untuk menerima sakramen-sakramen itu;
Memotivasi umat untuk sesering mungkin menerima Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat;
Menggalakkan hidup doa baik doa pribadi tetapi terutama doa dalam keluarga;
Aktif ambil bagian dalam setiap perayaan liturgi atau ibadat yang diadakan; menjaga jangan ada penyalahgunaan ibadah/liturgi.
Berusaha agar semua warga paroki “merasa diterima sebagai anggota komunitas umat”: anggota baru, kunjungan keluarga, yang mengalami kecemasan dan kedukaan, dengan bijaksan memperbaiki yang bersalah, dan menyerahkan mereka kepada Allah.
Membangun “komunitas umat berdasarkan cinta kasih” dengan semangat dan keteladanan;
Membantu dengan penuh kasih sayang umat yang sakit, khususnya yang mendekati ajal kematian, dan yang meninggal.
Mencari dan menghibur serta menolong umat yang miskin, putus-asa, kesepian, dibuang dari tanah airnya (pengungsi), dikucilkan oleh sesamanya, tertekan karena kesulitan-kesulitan.
Membina kehidupan kristiani dalam keluarga-keluarga serta berusaha agar suami-istri dan orang tua dibantu memenuhi tanggungjawab mereka sebagai suami-istri dan sebagai orang tua;
Mengembangkan kerasulan awam;
Memupuk pertumbuhan yang sehat serikat-serikat (kelompok-kelompok kategorial) dalam paroki untuk tujuan-tujuan keagamaan.
Menguatkan dan menjaga agar umat dan paroki tetap menjalin hubungan kerjasama yang harmonis dan besifat membangun dengan Uskup, paroki lain, para imam, dan Gereja Universal.

Beberapa Catatan Teknis/Metodik
1. Supaya Rapat DePas efektif, perlu:
Janganlah menghabiskan banyak waktu dan tenaga lagi untuk ”mendiskusikan” apa wewenang pastor paroki dan apa wewenang DePas hakekat dan faham dasar tentang Gereja yang mempunyai unsur ”kelihatan” dan ”tak kelihatan”, dan tujuan ”salus animarum suprema lex” menyebabkan ‘’komunitas umat beriman dan kepengurusan dalam komunitas umat beriman’’ tidak bisa begitu saja dibandingkan apalagi disejajarkan dengan organisasi atau lembaga lainnya.
Jagalah agar prosedural pelaksanaan tugas dan kerjasama dalam DePas sesederhana/sesimple mungkin; jangan rumit atau berbelit-belit.
Persempitlah program/agenda rapat DePas, karena ”kualitas/mutu (ketepatan) rekomendasi” jauh lebih penting daripada ‘’kuantitas/banyaknya rekomendasi’’ yang diajukan kepada Pastor Paroki.
Sebaiknya Pastor Parokilah yang pertama-tama menyarankan topik/program pastoral/pelayanan pastoral yang perlu dibicarakan/didiskusikan/diprogramkan, tanpa mengurangi kebebasan dan keseriusan DePas untuk menambah, mendalami (=discernment) dan mengurangi agenda itu.
Rapat tidak selalu harus dipimpin oleh Pastor Paroki, khususnya kalau rapat itu baru merupakan diskusi atau refleksi menuju suatu kesimpulan untuk direkomendasikan kepada Pastor Paroki; Pastor Paroki memang Ketua DePas, tetapi Pastor Paroki bukan anggota DePas (bdk. Uskup & Dewan Imam, Dewan Konsultor, Dewan Pastoral Keuskupan; juga Paus & Dewan Kardinal), tetapi rapat DePas untuk memutuskan suatu rekomendasi sebaiknya selalu dihadiri dan kalau perlu dipimpin oleh Pastor Paroki selaku Ketua DePas.
Kemampuan DePas untuk mendengarkan umat dan Pastor Paroki, serta kemampuan untuk mengolah, menganalisa dan merefleksikan apa yang didengarkan itu untuk menghasilkan usulan-usulan rekomendatif adalah jauh lebih penting daripada kemampuan DePas untuk berdebat mempromosikan ide-idenya.
”No pastor, no council”; jika paroki ketiadaan pastor paroki (meninggal, berhenti, dipindahkan) maka tidak ada rapat DePas sampai pastor paroki baru mengundang rapat DePas.

2. Kehidupan beriman selalu menyangkut kehidupan bersama sebagai komunitas dan kehidupan pribadi masing-masing orang. Kehidupan bersama sebagai ”komunitas umat beriman” (bentuk sosial) dipanggil kepada ”kehidupan bersama berlandaskan iman, harapan dan cinta kasih”, sedangkan kehidupan pribadi sebagai orang beriman dipanggil kepada ”kekudusan”. Kedua hal tersebut menjadi obyek dari tugas DePas (untuk investigare, rerpender, dan proponere). Maka DePas hendaknya cukup peka untuk membedakan ”masalah-masalah FORUM EKSTERNA” dengan ”masalah-masalah FORUM INTERNA” kehidupan umat. Masalah-masalah forum interna pun hendaknya dicermati perbedaan antara ’’masalah-masalah yang SULIT’’ dan ”masalah-masalah yang MENYAKITKAN”.

3. Dalam struktur DePas sekarang, dan mungkin juga DeSta (Dewan Stasi) dan PeWil (Pengurus Wilayah), perlu dicermati kembali posisi/fungsi Pemimpin Ibadat yang tetap (Pengantar, Katekis, Pemimpin Ibadat Rukun Doa): dari satu pihak baiklah bahwa mereka masuk dalam Dewan Stasi/Wilayah/Pengurus Rukun (bdk. Paralelnya dengan DePas Paroki), tetapi dari lain pihak mereka juga menjalankan suatu fungsi yang ”mirip dengan tugas pastor paroki” selaku ”gembala umat” yang seyogianya juga tidak seakan-akan berada ”di bawah” DeSta, DeWil, Pengurus Rukun (PeRu).

4. Hubungan Kerjasama DePas – PeWil – DeSta – PeRu:
Secara formal, satuan kelompok umat yang terkecil dalam Gereja Katolik adalah Paroki; maka eksistensi PeWil, DeSta, PeRu hanya dapat dibenarkan sejauh itu mendukung “komunitas umat paroki’’. Maka sulit dibayangkan adanya suatu PeWil, DeSta, PeRu yang beroposisi dengan DePas Paroki (jika ada oposisi, maka pasti salah satunya ada yang tidak beres).
Agar senantiasa terjalin kerjasama yang baik, tanpa jatuh ke dalam suatu birokrasi yang rumit berbelit dan menghambat panggilan kepada “iman, harapan, kasih, dan kekudusan”, ada baiknya menerapkan salah satu prinsip manajemen berikut ini:

P. Lucas Paliling, Pr

Gereja, Negara dan Politik

Gereja dan Demokrasi
Demokrasi muncul di abad ke-18 dari Revolusi Perancis dan Amerika; dan Gereja sejak abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-20 sungguh bermasalah dengan demokrasi. Sebagai contoh, ingatlah ketika Paus Gregorius XVI (1831-1846) pertama kali disodori gagasan ’kebebasan berbicara’, ’kebebasan pers’, dan ’kebebasan hati nurani’. Ia berkomentar bahwa gagasan-gagasan itu ”delerimenta” yang pada dasarnya berarti ”samasekali kegilaan” (utter madness). Demikian contoh bagaimana Gereja memahami demokrasi pada abad ke-19. Pada abad ke-20, John Courtney Murray dalam suatu pidatonya mengatakan perlunya Gereja melihat dimensi-dimensi positif dari demokrasi dan membuka dialog tentang demokrasi. Atas ucapan itu, John C. Murray dibungkam oleh Gereja selama 10 tahun.
Itulah catatan sejarah, dan kita perlu belajar darinya. Namun yang lebih penting ialah bagaimana masalah di masa lalu itu disingkirkan dan dipecahkan di abad XX berawal dari Konsili Vatikan II (1962-1965). Sebagian besar karena jasa John C.Murray, Konsili memecahkan masalah demokrasi itu dalam Deklarasi tentang Kebebasan Beragama (Untuk diketahui, pluralisme adalah masalah yang paling banyak menyita perhatian dan pengabdian Murray). Dalam dokumen tersebut, Gereja membuat tiga pernyataan penting tentang politik:
1. Gereja menerima keanekaragaman religius sebagai suatu pemberian, anugerah (‘given’)
2. Gereja menerima sekularitas negara. Kita tidak mengharapkan negara melakukan pekerjaan atau tugas gereja (agama).
3. Satu-satunya hal yang dipersoalkan Gereja perihal orde politik adalah kebebasan dalam menjalankan fungsinya (freedom to function). Bukan ’favouritism’ melainkan kebebasan dalam menjalankan fungsinya! Gereja tidak menginginkan ’favouritism’ (memberi perlakuan khusus pada satu pihak/kelompok tertentu lebih dari yang lain) maupun diskriminasi dalam menjalankan peran sosial dan keagamaannya.

Pemisahan Gereja dan Negara
Ajaran Katolik mendukung sepenuhnya konsep pemisahan (separation) Gereja dan Negara. Namun perlu ditegaskan bahwa pemisahan Gereja dan negara tidak pernah boleh menjadi pemisahan Gereja dari masyarakat. Dasarnya adalah konsep politik yang perlu dikomunikasikan, bahwa negara bukanlah totalitas dari masyarakat. Sudah menjadi esensi demokrasi bahwa negara hanyalah salah satu bagian dari lingkaran lebih besar yang bernama Masyarakat. Gereja pun berada, sebagai bagian integral dari lingkaran masyarakat itu. Itulah sebabnya kita menyetujui pemisahan Gereja dan negara, yang keduanya adalah bagian dari masyarakat. Yang tidak kita setujui adalah pemisahan Gereja dari masyarakat. Kalau itu terjadi, hasilnya adalah Gereja yang bisu.
Tanggungjawab masyarakat ialah bekerja untuk kebaikan umum (common good). Tanggungjawab negara ialah menjaga ”tata-tertib umum” (”public order”):
1. Kedamaian publik
2. Moralitas publik
3. Keadilan dasariah
4. Kebebasan
Gereja adalah komunitas iman atas dasar kehendak bebas dengan kapasitas tertentu: sebagai kekuatan moral yang harus bersuara lantang.

Gereja dan Tindakan Politis
Salah satu warisan penting dari Konsili Vatikan II adalah keberhasilannya menggeser persoalan dari ”Gereja dan negara” ke persoalan yang lebih dalam dan luas: ”Gereja dan dunia”. Ini bukan persoalan legal atau konstitusional, melainkan persoalan sosial dan moral. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa tugas Gereja dalam masyarakat ialah melindungi martabat transenden dari pribadi manusia.
Alasan Gereja tertarik pada proses-proses politik adalah karena Gereja tertarik pada manusia, karena sadar akan tugas perutusannya bagi keselamatan manusia. Maka perlindungan atas martabat manusia bukanlah kegiatan ’ekstra-kurikuler’ dari Gereja. Juga bukan opsional, marginal atau aksidental. Itulah justru jantung misi Gereja! Oleh karena itu, dimanapun martabat manusia direndahkan, diabaikan, apalagi ditindas dan dikorbankan demi ’pembangunan’ Gereja harus tampil membela dengan suara lantang.
Untuk itu, Konsili Vatikan II menegaskan bahwa orang-orang Katolik harus masuk dalam orde politik berdasarkan apa yang diyakini tentang martabat pribadi manusia. Pribadi manusia tidak hanya suci; pribadi itu juga sosial. Maka, rancang-bangun daripada ’konteks sosial’ dan ’sistem sosial’ dapat secara desisif memengaruhi sejauh mana pribadi-pribadi punya peluang untuk menyadari martabat mereka, yang terkait dengan keduanya (social context & social system). Justru dalam arena poilitik-lah masyarakat memutuskan bagaimana memerlakukan setiap dan semua pribadi manusia warganya. Politik adalah salah satu arena, dimana nasib dan masa depan pribadi manusia ditentukan. Namun arena itu menjadi amat desisif dan determinan, karena keputusan menyangkut arena lain (ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan dst) diambil melalui proses-proses politik, menjadi keputusan politik!

Tiga prinsip: BAGAIMANA Gereja terlibat dalam tindakan politis:
1. Meskipun komunitas Katolik dan para pemimpin pastoral punya hak konstitusional untuk berpartisipasi dalam arena kebijakan publik dan dalam proses-proses politik umumnya, terdapat batas-batas yang melekat pada hakekat Gereja dalam berpatisipasi. Gereja (dalam arti Institusi dengan hirarkinya) tidak mengambil posisi mendukung atau melawan pihak-pihak tertentu atau kandidat individual tertentu.
2. Para pemilih (voters) Katolik diharapkan untuk ”memeriksa dengan cermat track-record dan posisi dari setiap kandidat dari segala sudut terutama integritas, pandangan-hidup dan kinerjanya”. Pimpinan Gereja biasanya menganjurkan panduan moral ”etika konsisten” (consistent ethic) untuk digunakan para pemilih katolik menilai setiap kandidat.
3. Terdapat distingsi (pembedaan) antara prinsip-prinsip moral dan penerapannya dalam orde politik. Adalah mungkin untuk menyetujui suatu prinsip moral yang ’given’, tetapi toh tidak setuju, berdasarkan hati nurani yang jernih, atas cara penerapannya.
Pada akhir tahun 2002, Vatikan meluncurkan dokumen ”The Participation of Catholics in Political Life”. Dokumen ini menegaskan suatu pedoman moral bagi setiap orang katolik: “Suara hati yang benar seorang Kristen tidak akan membiarkan dirinya untuk memilih sebuah program politik atau hukum yang menentang isi fundamental ajaran iman dan moral”.
Jadi, setiap pemilih katolik akhirnya harus kembali pada suara hatinya sendiri, tetapi setelah melalui proses pemeriksaan dan pertimbangan yang benar-benar matang atas setiap kandidat. Karena itu Ajaran Sosial Gereja menganjurkan metode 3 tahap, yakni OJA/MMB: Observe (Melihat, mencermati), Judge (Menimbang), Act (Bertindak).
Apabila di antara para kandidat tidak ada satupun yang dinilai ‘paling pantas’ (no one is perfect!) untuk diberi dukungan suara, ada dua pilihan: abstain (memilih untuk tidak memilih artinya membuang hak-pilih sebagai bentuk “tanggungjawab” sebagai warga negara dalam bidang politik!), atau memilih kandidat yang paling kurang keburukannya (prinsip ‘minus malum’). Satu sisi pertimbangan untuk menjalankan prinsip ini adalah dampak pilihan kita jauh ke depan. Tidak hanya satu periode (lima tahun), tetapi dua-tiga-empat periode ke depan: apa yang akan terjadi selama itu bila kita memilih kandidat tertentu. Bukan hanya ’apa yang akan terjadi pada Gereja’ kita (itu alasan sempit dan egosentrik), melainkan untuk kepentingan generasi muda dan rakyat secara keseluruhan (termasuk didalamnya kepentingan Gereja!).
Proses analisis seperti itu perlu dibuat bersama dalam suasana persaudaraan, agar umat mendapat pencerahan dan menjadi pemilih yang cerdas dan bertanggung-jawab sebagai warga Gereja 100% serentak warganegara 100%.
Per Ecclesiam Pro Populo. ***
Drs.Philips Tangdilintin, MM
Tim Pembina Mahasiswa Katolik KAMS; Litbang Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Propinsi Sulawesi Selatan

Kronik KAMS Juni-Agustus 2007

1 Juni
Hari ini merupakan hari ketujuh meninggalnya P. Frank Bahrun. Sekitar 150 umat ikut serta dalam perayaan ekaristi yang dipimpin vikep P. Jos van Rooy dimulai pada pukul 20.00 di aula keuskupan. Sekitar 30 imam ikut serta, juga ibunda dan saudari mendiang turut hadir.

2 Juni
Meskipun umat Paroki Tello tidak memiliki tempat ibadat selama beberapa bulan, paroki ini tetap hidup. Hari ini 74 anak menerima Sakramen Krisma dari Bapa Uskup di Gereja Paroki Maria Ratu Rosari Kare.

5 Juni
Para dosen agama Katolik di Perguruan Tinggi sekevikepan Makassar mengadakan pertemuan bersama Koordinator Kuliah Agama Katolik, P. Leo Sugiyono MSC untuk menyusun kurikulum. Tahun akademik 2007 dimulai pada September 2007.

7 Juni
Pagi hari diadakan perayaan sederhana pengalihan tanggungjawab pengelolaan toko buku keuskupan dari Ketua Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KAMS P. John Turing ke Bpk. Herry Kontessa. Bpk. Herry diangkat sebagai manajer baru toko buku. Acara diadakan di ruangan Komsos, disaksikan Vikjen P.Ernesto Amigleo dan Pastor Paroki Gotong-gotong, P. Hendrik Njiolah.

9 Juni
Universitas Atma Jaya merayakan ulangtahun ke-27. Perayaan ekaristi dipimpin oleh P. Leo Sugiyono, imam yang baru ditugaskan sebagai Pastor Mahasiswa, bersama pastor kampus P. Ernesto. Tema perayaan: Mengembangkan Talenta yang Tuhan Berikan. Setelah misa dilanjutkan dengan pidato dan penyerahan hadiah bagi pemenang lomba yang telah diadakan, kemudian diakhiri dengan makan siang bersama.

10 Juni
Paroki St. Paulus Tello merayakan Penerimaan Komuni Pertama bagi 60 anak. Perayaan ekaristi dipimpin oleh pastor paroki P. Noel Valencia.

Di paroki Gotong-gotong diadakan pembahasan beberapa topik keagamaan selama tiga malam. Topik malam ini: Kekuatan Penyembuhan oleh P. John Turing. Hari Senin: Kekuatan Penyembuhan dengan Sabda Tuhan oleh P. Hendrik Njiolah, Selasa: Kekuatan Doa oleh P. Martin Solon. Malam ini sekitar 300 umat datang dari beberapa paroki untuk mengikuti acara ini.

Pada malam yang sama, para Frater HHK menerima arahan rohani dari P. Jos van Rooy. Perayaan ekaristi diikuti para frater HHK, dilanjutkan dengan santap malam dan rekreasi bersama untuk semakin mempererat persaudaraan.

11 Juni
Postulan dan Novis HHK dari berbagai tempat mengadakan retret tahunan dalam rangka persiapan perayaan pada tanggal 28 Juni 2007. Retret para novis dibimbing oleh P. Lasber Sinaga di Wisma Kare, sementara retret para postulan dibimbing oleh P. Leo Sugiyono di Tana Toraja.

13 Juni
Dalam rangka permintaan tahunan Pater Noldus Aktion yang mengharapkan satu atau dua imam dari KAMS untuk menggantikan tugas beberapa imam di Jerman yang berhalangan, P. Marsel Lolo Tandung dan P. John Turing berangkat ke Jerman melalui Jakarta.

Sore hari diadakan rapat Kuria dan Dewan Keuangan untuk membahas antara lain mengenai alokasi anggaran untuk berbagai Komisi.

14 Juni
Bapa Uskup mengadakan rapat rutin bersama para penasehat mengenai penugasan baru beberapa imam di keuskupan.

Koran lokal Tribun Timur dimuat berita utama: SMU Katolik Cendrawasih terbaik di SulSel! Hal ini berdasarkan hasil Ujian Nasional yang diikuti para siswa SMU. Seluruh 320 siswa SMUK Cendrawasih lulus dalam UN. Sementara SMUK Rajawali meraih peringkat tertinggi, meskipun 2 dari 320 siswanya dinyatakan tidak lulus. Selamat bagi kedua sekolah!

15 Juni
FMKI bersama Komisi Kerasulan Awam mengadakan seminar di aula keuskupan bersama Bapa Uskup yang membawakan kata sambutan. Pembicara dari Universitas Duta Wacana Salatiga membawakan materi: Kepemimpinan Mesianik.

16 Juni
Pengurus Yayasan Sentosa Ibu berangkat ke Parepare untuk kunjungan supervisi ke RS Fatima dan Akademi Perawat Fatima.

17 Juni
Paroki Katedral merayakan pesta pelindung, Hati Kudus Yesus dalam perayaan ekaristi. Acara dilanjutkan dengan santap siang bersama semua umat paroki.

18 Juni
Paroki Katedral hari ini secara resmi mengakhiri kegiatan kursus Keluarga dan Perkawinan. Perayaan ekaristi malam hari dipimpin oleh P. Jos van Rooy, ketua Komisi Keluarga dan Vikep Makassar.

P. Albert Arina berangkat ke Semarang untuk mengikuti kursus selama sebulan mengenai Akuntansi. Dua bulan sebelumnya, Ekonom KAMS P. Leo Paliling telah memberikan pelatihan kepada P. Albert.

20 Juni
Sejumlah besar umat paroki Gotong-gotong disertai pastor paroki P. Hendrik Njiolah mengadakan perjalanan ke Tana Toraja untuk mengunjungi lokasi Tikala, tempat yang disebut-sebut terjadi penampakan ajaib pada salib dalam gereja. Tikala merupakan stasi paroki Rantepao. Berdasarkan beberapa sumber informasi, beberapa orang menyaksikan kejadian ajaib pada salib, sementara yang lain mengatakan tidak melihat apa-apa.

23 Juni
Pengurus Yayasan Sentosa Ibu mengadakan pertemuan di rumah CICM, sementara Ekonom KAMS P. Leo Paliling mengadakan pertemuan dengan pegawai keuskupan tentang Dana Pensiun.

3 Juli
Bapa Uskup berada di Balikpapan selama dua pekan dalam rangka rapat Komisi Teologi KWI, Perayaan 100 tahun misi di Samarinda dan retret para Uskup.
Sore hari, Mr. Joris Prinsen, diplomat Belanda mengadakan kunjungan ke kediaman Uskup. Karena Uskup tidak berada di tempat, P. Frans Nipa, Vikjen P. Ernesto dan Vikep P. Jos van Rooy menyambut kedatangan beliau.

4 Juli
Hari ini tepat 40 hari berpulangnya P. Frank Bahrun. Misa requiem dipimpin Bapa Uskup di aula. P. Noel Para’pak, Pastor Paroki Makale turut hadir bersama Paduan Suara Magnificat. Ibunda P. Frank juga berada di antara umat. Beliau tinggal di wisma keuskupan sudah sebulan dan kembali ke Semarang pada Jumat, 6/7.

7 Juli
Dalam rangka Pesta Perak Novisiat Sang Tunas, Panitia yang dipimpin P. Kamelus Kamus dan P. Lasber Sinaga, bersama para novis dan calon novis mengadakan Seminar bertema: Tantangan Misi dalam Konteks Dialog Antar Umat Beragama”. Para pembicara adalah: Dr. Qasim Mathar dari masyarakat muslim, P. Ernesto dari masyarakat Katolik, Pdt. AL. Rampalodgi dari masyarakat Protestan, dan Bpk. Yongris dari masyarakat Budhis. P. Kamelus Kamus bertindak sebagai moderator. Peserta seminar sekitar 70 orang yang terdiri dari para imam, suster, frater, awam Katolik, Protestan, Budhis, dan pemimpin umat Muslim. Komentar para peserta mengenai kegiatan ini umumnya sangat positif karena membuka mata mereka untuk pertama kali untuk mendengar sharing iman dari pelbagai agama. Seorang peserta menyarankan agar seminar seperti ini diadakan juga di tingkat akar rumput.

8 Juli
Para Pengurus dan Koordinator FMKI cabang Makassar periode 2007-2009 dilantik dalam perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Vikjen P.Ernesto. Dalam homilinya, P.Ernesto mengingatkan pesan Injil agar para pengurus diutus pergi menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat. Pelantikan diadakan di Paroki Santa Maria Diangkat ke Surga, Mamajang. Para pengurus baru antara lain: Ketua: Yulius Tedja; Wakil Ketua I: Ir. Ricky Parera; Wakil Ketua II: P. Marselinus Lolo Tandung; Wakil Ketua III: Stanislaus Kwen; Sekretaris: Risdianto Tunandi; Bendahara: Lita Limpo. Moderator FMKI: P. Paulus Tongli.

P. Piet Timang, Kepala Yayasan Paulus, yayasan pendidikan milik keuskupan, berangkat ke Kendari untuk melantik P. Albert Rua yang diangkat sebagai Ketua Perwakilan Yayasan.

12 Juli
Vikjen P. Ernesto menghadiri pertemuan bersama Dirjen Pajak yang berada di Makassar. Kehadiran Dirjen di Makassar untuk bertemu Gubernur, unsur-unsur pemerintahan, para usahawan, dan pemimpin agama di Kantor Gubernuran pada pukul 19.00 untuk mendapat dukungan dari pemda agar masyarakat Sulsel sadar membayar pajak. Beliau menekankan pentingnya pajak yang merupakan bagian 80% pendapatan negara. Sementara 20% berasal dari utang luar negeri.

13 Juli
Tim Komisi Keluarga yang dipimpin P. Jos van Rooy berangkat ke Tana Toraja untuk membawakan Kursus tentang Perkawinan dan Keluarga.

15 Juli
Hari ini Novisiat Sang Tunas merayakan Pesta Perak. Puncak perayaan dimulai dengan pelantikan 5 novis, penerimaan 8 calon novis, dan 9 calon Tahun Orientasi, dalam perayaan ekaristi yang dipimpin Provinsial P. Antonius Hertasusilo, bersama Pembimbing Novis P. Kamelus Kamus, Pastor Paroki Kare P. Stefanus Tarigan, bersama beberapa imam CICM dari Belanda (P. Gerard van Oers dan P. Tjeerd Berkenbosch), Kongo (P. Petrus Sonnemans, P. Joseph Bura, P. Robertus Khalifah, P. Cornelius La Tabo) dan Indonesia (P. Ernesto Amigleo, P. Kaitanus Saleky, P. Paulus Lubur, P. Joni Payuk, P. Lasber Sinaga) dan seorang imam projo, P. Mateus Bakolu. Perayaan diadakan di Paroki Kare yang dihadiri lebih seribu umat. Acara ini juga dimeriahkan Paduan Suara dari Paroki Mariso.

Pukul 19.30 resepsi diadakan di Sang Tunas. Acara dipandu Fr. Thomas Claudius dan dihadiri lebih 300 peserta dari seluruh wilayah dan berbagai agama. Acara dimeriahkan dengan tarian daerah, nyanyian beberapa kelompok Paduan Suara, Sambutan Ketua Panitia P. Kamelus Kamus, Pater Provinsial, dan Sekretaris KAMS P. Frans Nipa. Doa untuk perdamaian didaraskan oleh wakil umat Hindu, Budhis, Muslim menyentuh semua yang hadir, sementara nyanyian anak-anak Paroki Andalas memikat perhatian semua yang hadir. Acara diakhiri dengan makan malam pukul 22.00.

16 Juli
Bapa Uskup mengadakan pertemuan reguler dengan Dewan Konsultor untuk membicarakan personalia.

18 Juli
STIKPAR Rantepao merayakan ulangtahun kelima dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin Bapa Uskup didampingi Ketua STIKPAR P. Stanis Dammen.

19 Juli
P. Leo Sugiyono MSC mewakili keuskupan dalam pertemuan dengan pejabat pemerintahan di Ruang Pertemuan Gubernuran pukul 19.30. Bapak Gubernur, Amin Syam, menerima para tamu dalam acara silaturahmi.

24 Juli
Kelompok Kaum Muda Karismatik Paroki Gotong-gotong merayakan ulangtahun kedua berdirinya kelompok mereka. Perayaan ekaristi dipimpin oleh pastor moderator, P. Martinus Mattani.

Setelah mengikuti Pelatihan intensif mengenai keuangan di Bank Purba Danarta, Semarang, P. Albert Arina kembali ke Makassar dan siap menempati posisi sebagai Ekonom baru KAMS.

29 Juli
Vikep P. Van Rooy dan Pastor Paroki Mariso P. Markus Paretta merayakan ekaristi di Paroki St. Yakobus Mariso dalam rangka pesta pelindung paroki. Setelah itu dilanjutkan resepsi bersama umat.

Di Makale, empat orang suster YMY mengucapkan kaul kekal di hadapan Pemimpin Umum, Sr. Theresia dalam perayaan ekaristi yang dipersembahkan oleh Bapa Uskup. Kelima suster: Sr. Monica Suparlan, Sr. Katarina Karepangan, Sr. Maria Goretti Asten, dan Sr. Natalia Widjaya. Umat terlihat memenuhi Gereja untuk mengikuti perayaan ini.

30 Juli
Vikjen P. Ernesto membuka perteman tiga hari para pengurus dan perwakilan Sekolah-sekolah Katolik se-KAMS di Wisma Kare pukul 8.30 pagi. Turut hadir sebagai narasumber: P. Karolus Jande dari Keuskupan Surabaya dan Vikjen Keuskupan Ambon P. Yonas Atjas. Keduanya adalah anggota Komisi Pendidikan KWI. Sekitar 50 imam, frater dan suster, pendidik dan pengajar hadir dalam acara ini.

31 Juli
Sebuah peristiwa bersejarah bagi Provinsial YMY di Indonesia. Setelah bertahun-tahun disiapkan, diadakan pembagian menjadi 3 Provinsi: Manado, Makassar (sebelumnya menjadi pusat), Jakarta. Kedua provinsial baru dikukuhkan dalam perayaan ekaristi yang dipimpin Vikjen P. Ernesto bersama P. Jaak Catteuw, P.Willy Welle, dan dua imam MSC. Acara ini dihadiri oleh Superior Jenderal YMY. Provinsial baru adalah: Sr. Godelieve Poluan (Jakarta) dan Sr. Yustin Thiwow (Manado). Semenara itu, Sr. Agneta Ngala tetap menjabat Provinsial Makassar. Setelah upacara, dilanjutkan resepsi di biara Stella Maris.

1 Agustus
Hari ini perayaan ulangtahun ke-65 P. Ernesto. Jamuan makan siang dihadiri rekan-rekan seimamat dan para sahabat di Wisma CICM. Beberapa imam dan Bapa Uskup tidak dapat hadir karena berada di Sorowako untuk penahbisan 2 diakon.

Setelah berada selama sebulan di Makassar, P. Tjeerd Berkenbosch CICM berangkat ke Yogyakarta pukul 14.30. Selama di Makassar beliau sering diundang pertemuan dan jamuan oleh umat, khususnya mantan anggota PMKRI.

2 Agustus
Keuskupan memperoleh tambahan 2 imam baru: P. Yohanes Rante Galla dan P. Salvinus Salamba’. Bapa Uskup Mgr. John Liku-Ada’ menahbiskan mereka dalam perayaan ekaristi di daerah pertambangan nikel Sorowako, Kevikepan Luwu, dihadiri para imam dari berbagai daerah.

3 Agustus
Fr. Bonifasius HHK dan Katekis Petrus dari Komisi Liturgi, Kateketik dan Kitab Suci KAMS berangkat ke Bali untuk mengikuti Pertemuan Nasional Liturgi.

Di Universitas Atma Jaya Makassar tiga orang dekan baru dilantik dalam upacara sederhana. Mereka adalah: Dekan Fakultas Ekonomi Wilhalminus Sombolayuk SE MSi, Dekan Fakultas Teknik Jerry Mias ST MSc, dan Dekan Fakultas Hukum Antonius Sudirman SH MHum. Pastor Kampus, P. Ernesto mengawali upacara dengan doa dan berdiri di sampig ketiga dekan dalam penyumpahan. Pada saat yang sama, penghargaan diberikan kepada mereka yang purnabakti, yakni: Lely Niwan SH dan Dra. Ulfa Toar. Upacara dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi karena bertepatan dengan Jumat Pertama.

9 Agustus
Sore hari, P. Ernesto tiba di Makassar setelah membiming retret 5 hari para frater CMM, suster CIJ dan PRR di Malino. Tema retret: Mengikuti Yesus.

Sementara itu, Badan Pembangunan Prasarana Pastoral (BP3) KAMS yang dipimpin P. Stefanus Tarigan memimpin rapat untuk membahas beberapa proyek pembangunan dan proposal permintaan biaya untuk beberapa hal yang mendesak.

10 Agustus
Bapa Uskup berangkat ke Jakarta untuk mengikuti rapat.

11 Agustus
Benyamin Ratu yang dikenal sebagai pengkotbah karismatis dari Jakarta, tiba di Makassar. Kedatangannya untuk membawakan beberapa Seminar dan KRK Karismatik di Makassar, khususnya di Paroki Gotong-gotong dan Sungguminasa.

12 Agustus
Imam yang baru ditahbiskan, P. Yohanes Galla merayakan ekaristi yang pertama di Paroki St. Maria Diangkat ke Surga Mamajang. Orangtuanya bermukim di wilayah paroki ini. Setelah misa, diadakan jamuan siang bersama semua umat dan para imam, frater dan suster.

13 Agustus
Hari ini merupakan hari bersejarah bagi P. Isidorus Rumpu. Perayaan 40 tahun tahbisan imamat beliau dirayakan di Seminari Menengah dalam perayaan ekaristi yang dipimpin Bapa Uskup, didampingi P. Willy Welle, serta P. Isidorus sendiri di Gereja St. Yakobus Mariso. Beliau berasal dari Muna dan merupakan imam pertama yang ditahbiskan di KAMS sehingga seringkali dipanggil ”sesepuh”. Dalam homilinya, P. Isidorus lebih banyak mengutarakan kelemahannya serta hal-hal sederhana yang dilakukannya bagi umat yang dilayaninya selama 40 tahun. Proficiat, P. Isidorus! Terimakasih atas kesederhanaan dan inspirasi yang diberikan.

Yayasan Palisupadang mengadakan pertemuan hari ini untuk membahas beberapa persoalan yang terjadi di Sekolah Pertanian Makale. Bpk. Kasy, ketua yayasan, memimpin rapat ini.

14 Agustus
UNIO KAMS mengadakan rapat yang dipimpin ketuanya, P. Victor Patabang. Sejumlah 60 imam, termasuk beberapa CICM dan MSC turut hadir pada acara yang diadakan di aula keuskupan. Temanya: Mencari Identitas Imam. P. Piet Timang menjelaskan mengenai Panggilan Imam kepada Kesucian, sementara P. Hendrik Njiolah memberikan tinjauan historis mengenai imam dari sudut pandang Perjanjian Lama. Beliau mengemukakan bahwa selama masa Perjanjian Lama, para imam merupakan obyek kritikan para nabi.

Setelah beberapa bulan diskusi, pertemuan dan perencanaan, akhirnya Toko Buku KAMS Lux Aeterna kembali dibuka di bawah manajemen baru Bpk Herry Kontesa dan tim.

15 Agustus
Tradisi ziarah di Bumi Rajawali diadakan dalam perayaan Santa Maria Diangkat ke Surga. Acara ini diikuti sekitar 5000 umat dari berbagai wilayah Kevikepan Makassar. Dimulai pukul 17.00 dengan prosesi patung Bunda Maria, kemudian perayaan ekaristi dipimpin oleh Bapa Uskup, didampingi Pastor Paroki Mamajang P. Mateus Bakolu dan Pastor Paroki Assisi P. Victor Patabang. Paroki Assisi mendapat kehormatan sebagai Panitia Perayaan tahun depan. Sekitar 30 imam turut hadir sebagai konselebran.

17 Agustus
Selamat hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia! Hari ini Indonesia merayakaan hari ulangtahun ke-62 Proklamasi Kemerdekaan. Sebagaimana tahun sebelumnya diadakan upacara bendera di instansi pemerintahan, khususnya di Kediaman Gubernur. Bapa Uskup turut hadir di sana bersama para pemimpin agama lainnya.

Sore hari kelompok Choice dipimpin P. Jos van Rooy berangkat ke Malino untuk kegiatan week-end bersama. Ada 39 pemuda ikut dalam acara ini.

20 Agustus
Bapa Uskup berangkat ke Jakarta dalam rangka rapat Presidium KWI.

Sementara itu, Komisi Kepemudaan mengadakan pertemuan bersama aktivis kaum muda gerakan antikekerasan. Fasilitator kegiatan ini berasal dari Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Jakarta, serta perwakilan dari Ambon dan Manado. Sekitar 40 aktivis ikut serta dalam acara ini. Vikjen P. Ernesto membuka dengan Perayaan Ekaristi. Dalam homilinya diingatkan untuk membangun budaya perdamaian dan mendorong mereka untuk menjadi pembawa damai sebagaimana Sabda Bahagia Kotbah di Bukit yang disampaikan Yesus.

P. Christofel Sumarandak, P. Fransiskus Pontoh, dan P. Leo Sugiyono MSC berangkat ke Manado untuk mengikuti Perayaan Pesta Emas Seminari MSC Pineleng, Manado.

23 Agustus
Departemen Agama mengadakan Perkemahan Pemuda Lintas Agama Nasional selama lima hari. Acara pembukaan diadakan di Asrama Haji Sudiang pukul 17.30. Sekitar 400 pemuda dari seluruh provinsi hadir. Vikjen P. Ernesto mewakili KAMS hadir pada acara pembukaan. Para pemuda mengadakan kunjungan ke rumah-rumah ibadah yang ada di kota Makassar, termasuk Katedral.

24 Agustus
Hari ini ulangtahun ke-14 Choice bagian dari Marriage Encounter yang diperkenalkan oleh P. Jos van Rooy. Choice adalah kelompok kaum muda yang bertemu secara berkala dan mengadakan seminar mengenai Perkembangan dan Hubungan dengan Sesama. Misa konselebrasi dipimpin oleh P. Jos van Rooy, didampingi P. Welle dan P. Rusdyn di Gereja Paroki Mamajang. Pada saat yang sama, Pasutri Yan Kedang, pendamping Choice, merayakan ulangtahun perkawinan yang ke-33.

25 Agustus
Bapa Uskup mengadakan pertemuan dengan Dewan Keuangan Keuskupan dan PT Timbuseng. Agenda pembahasan mengenai seberapa jauh Proyek Pemakaman telah dijalankan.

27 Agustus
Rapat Kuria diadakan untuk membahas beberapa hal yang sempat tertunda.

28 Agustus
Bapa Uskup mengawali kunjungan kanonis selama dua pekan ke Tana Toraja.

28-31 Agustus
35 imam muda (usia tahbisan di bawah 5 tahun) berkumpul di Makale mengikuti acara selama 3 hari dalam rangka Pembinaan Lanjutan Dua Tahunan. P. Bianto CM dari KPSE KWI hadir sebagai narasumber. Beberapa hal diberikan: manajemen pastoral, komunitas basis kristiani dan Credit Union.

30 Agustus
P. Jos van Rooy berangkat ke Bandung melalui Jakarta untuk menghadiri pertemuan Nasional Choice. Pertemuan ini didukung oleh KWI. ***