Rabu, 20 Juni 2007

Memahami Pedoman Dasar Dewan Pastoral Paroki KAMS 2004


Dalam rubrik Dari Meja Uskup Agung, Edisi I Tahun II, KOINONIA kita, dengan judul “Sekilas Kunjungan Pastoral Tahunan”, telah disinggung sepintas lalu salah satu kesulitan dan kritik tajam dari lapangan, menyangkut Pedoman Dasar Dewan Pastoral Paroki Keuskupan Agung Makassar 2004 (di sini disingkat: Pedoman Dasar DPP-KAMS 2004). Pedoman Dasar tersebut dituding mengacaukan bahkan mematikan aktivitas Depas Paroki itu sendiri. Mengapa? Jawabnya ialah karena pasal 5 ayat 2 Pedoman tersebut menegaskan sifat konsultatif Depas Paroki terhadap Pastor Paroki. Ada pula yang mengeluhkan bahwa Pastor Paroki ditempatkan pada posisi maha kuasa, sebab dia adalah Ketua ex officio DPP dan sekaligus pula Ketua Dewan Keuangan Paroki (Pedoman Dasar DKP-KAMS 2004, pasal 9 ayat 1). Perlu dicatat bahwa ketentuan Pastor Paroki sebagai Ketua Dewan dan sifat konsultatif Dewan itu sejalan dengan ketentuan Kitab Hukum Kanonik (Gereja). Tentu saja ini menyangkut persoalan mendasar dan serius, yang membutuhkan pembahasan secukupnya.

BERDASARKAN PAHAM GEREJA VATIKAN II
Membaca pasal 5 ayat 2 Pedoman Dasar DPP-KAMS 2004 itu secara terisolir, tentulah keliru. Ayat tersebut harus ditafsirkan dalam konteks keseluruhan Pedoman tersebut, khususnya dalam terang apa yang dikemukakan dalam Mukadimah. Mukadimah itu secara sangat singkat menyajikan paham Konsili Vatikan II mengenai Gereja, yang harus menjadi landasan teologis-ekklesiologis Pedoman Dasar DPP-KAMS tersebut. Ajaran resmi Vatikan II mengenai Gereja dirumuskan dalam Konstitusi Dogmatis ‘Lumen Gentium’ tentang Gereja (disingkat LG). LG dibagi dalam 8 bab, yang keseluruhannya terdiri dari 69 artikel: Bab 1 tentang “Misteri Gereja” (aa. 1-8); Bab 2 tentang “Umat Allah” (aa. 9-17); Bab 3 tentang “Susunan Hirarkis Gereja, Khususnya Episkopat (aa. 18-29); Bab 4 tentang “Para Awam” (aa. 30-38); Bab 5 tentang “Panggilan Umum untuk Kesucian dalam Gereja” (aa. 39-42); Bab 6 tentang “Para Religius” (aa. 43-47); Bab 7 tentang “Sifat Eskatologis Gereja Musafir dan Persatuannya dengan Gereja di Sorga” (aa. 48-51); dan Bab 8 tentang “Santa Perawan Maria Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja” (aa. 52-69).

Susunan LG di mana, sebelum berbicara mengenai struktur hirarkis Gereja dalam Bab 3, lebih dahulu dikemukakan tentang Gereja sebagai Misteri dan umat Allah (Bab 1-2), memperlihatkan adanya pergeseran paham yang sungguh penting, dibandingkan dengan paham yang berlaku sebelumnya. Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja dipahami dalam pola piramidal, bersusun empat tingkat. Di puncak ada Paus; lalu di bawahnya ada para Uskup; di bawahnya lagi para Imam, dan de facto juga para Religius; dan di tingkat paling dasar para Awam. Dan kalau orang berbicara mengenai Gereja, pada umumnya yang dimaksudkan ialah hirarki (Paus-Uskup-Imam). LG mengubah paham berpola piramidal ini. Gereja pertama-tama dipahami sebagai MISTERI. Gereja ada karena iman kepada Kristus. Yesus datang dan mewartakan Kerajaan Allah. Itulah Kabar Gembira (Injil). Kemudian ternyata bahwa Kerajaan Allah itu terlaksana dalam hidup dan karya Yesus Kristus sendiri, khususnya dalam sengsara-wafat dan kebangkitan-Nya. Roh Kudus yang diutus Bapa dan Putera (lih. Yoh. 14:16-17 dan 16:7) pada hari Pentakosta memungkinkan sekelompok orang mengaku iman akan Yesus Kristus (Kis. 2:1-41). Dan dengan demikian lahirlah Gereja.

Jadi hakekat paling dalam dari Gereja ialah iman kepada Kristus. Tetapi yang beriman itu adalah manusia-manusia kongkrit, yang disatukan karena iman yang sama itu. Karenanya Gereja itu rohani (misteri, tak kelihatan) dan sekaligus kelihatan (LG,8). Dipandang dari segi kelihatan, Gereja disebut SAKRAMEN, ”yakni tanda dan sarana persatuan mesra (communio/koinonia) dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia” (LG, 1). Sebagai sakramen persatuan dengan Allah, Gereja merupakan sebuah paguyuban relasional yang mencerminkan kehidupan komunitas Allah Tritunggal sendiri (lih. LG, 2-4). Dengan mengutip apa yang dikemukakan Sto. Siprianus, Sto. Agustinus dan Sto. Yohanes dari Damsyik, LG artikel 4 ditutup dengan kata-kata ini: ”Demikianlah seluruh Gereja nampak sebagai ’umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus’”. Itu berarti apa yang berlaku dalam Allah Tritunggal semestinya juga diwujudkan dalam kehidupan Gereja, seperti ciri pribadi dan relasional, kesetaraan antar pribadi, ketimbalbalikan dan kesalingan (mutuality and reciprocity).

Dari tema ”Gereja sebagai misteri” kemudian LG beralih fokus pada ”Gereja sebagai umat Allah”. Dengan menggunakan istilah biblis ini Konsili ingin menekankan kembali bahwa Gereja itu terbentuk karena panggilan dan perjanjian Allah untuk menjadikan Gereja sebagai umatNya (LG, 9). Sekaligus mau ditandaskan segi historis Gereja. Maksudnya, Gereja merupakan bagian dari sejarah seluruh umat manusia dan mempunyai tanggungjawab untuk menjadi sakramen kehadiran Allah yang menyelamatkan dalam sejarah umat manusia tersebut (LG, 13-16). Lewat cara hidup kita sebagai Gereja dan apa yang kita lakukan, diharapkan orang-orang di sekitar kita dapat mengalami kehadiran Allah yang menyelamatkan itu dalam hidup mereka sehari-hari (LG, 17).

Panggilan Allah kepada kita untuk menjadi umatNya kita tanggapi dalam iman dan kita ungkapkan dalam penerimaan sakramen pembaptisan dan krisma (LG, 10). Dengan menerima kedua sakramen ini, kita semua sebagai anggota Gereja memiliki kesetaraan martabat maupun hak dan tanggungjawab untuk terlibat dalam kehidupan Gereja maupun tugas pelayanannya (LG, 32). Dalam LG, 32 muncul istilah ”keluarga Allah” sebagai padanan ”umat Allah”. Istilah ”keluarga Allah” untuk menunjuk umat Allah lebih banyak digunakan dalam Konstitusi Pastoral ’Gaudium et Spes’ tentang Gereja dalam Dunia Dewasa Ini (GS). Istilah ini tentu mempunyai dasar biblis pula (bdk. doa ”Bapa Kami”). Yesus mengajar kita menyapa Allah sebagai Bapa kita. Kalau Allah adalah Bapa kita, maka kita adalah anak-anak Allah, dan kita satu sama lain adalah saudari-saudara (bdk. visi PERSAUDARAAN Ardas KAMS kita). Dengan istilah ”umat Allah” lebih ditampilkan ciri komuniter Gereja; sedangkan dengan ungkapan ”keluarga Allah” lebih ditekankan unsur kasih yang melandasi realitas Gereja yang sama.

Ketika Gereja di mengerti pertama-tama sebagai misteri dan sebagai umat Allah, maka struktur piramidal sebagaimana yang berlaku sebelumnya telah berubah. Dan itu nyata dari alinea pertama LG, 18 sebagai artikel pembuka Bab 3 tentang susunan hirarkis Gereja: ”Untuk menggembalakan dan senantiasa mengembangkan umat Allah, Kristus Tuhan mengadakan dalam Gereja-Nya aneka pelayanan, yang tujuannya kesejahteraan seluruh Tubuh. Sebab para pelayan, yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara-saudara mereka, supaya semua yang termasuk umat Allah, dan karena itu mempunyai martabat kristiani sejati, dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi, dan dengan demikian mencapai keselamatan”. Kutipan ini dengan cukup jelas mengungkapkan bahwa hirarki dalam Gereja adalah suatu fungsi: fungsi pelayanan untuk membangun umat Allah; sifatnya mempersatukan. Tujuannya ialah ”kesejahteraan seluruh Tubuh”. Gambaran Gereja sebagai ”Tubuh mistik Kristus” sudah dikemukakan dalam LG, 7: ”Adapun seperti semua anggota tubuh manusia, biarpun banyak jumlahnya, membentuk hanya satu tubuh, begitu pula para beriman dalam Kristus (lih. 1 Kor. 12:12). Juga dalam pembangunan Tubuh Kristus terdapat aneka ragam anggota dan jabatan. Satulah Roh, yang membagikan aneka anugerah-Nya sekadar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja (lih. 1 Kor. 12:1-11). Di antara kurnia-kurnia itu rahmat para Rasul mendapat tempat istimewa. Sebab Roh sendiri menaruh juga para pengemban karisma di bawah kewibawaan mereka (lih. 1 Kor. 14). Roh itu juga secara langsung menyatukan Tubuh dengan daya-kekuatan-Nya dan melalui hubungan batin antara para anggota. Ia menumbuhkan cinta kasih di antara umat beriman dan mendorong mereka untuk mencintai. Maka, bila ada satu anggota yang menderita, semua anggota ikut menderita; atau bila satu anggota dihormati, semua anggota ikut bergembira (lih. 1 Kor. 12:26)”.

SISTEM SINODAL-KOLEGIAL: DISCERNMENT, BUKAN VOTING
Pergeseran paham dari Gereja sebagai ’lembaga/institusi piramidal’ ke Gereja sebagai ’misteri umat Allah yang berziarah’, dan karenanya sebagai komunio atau koinonia iman, dengan sendirinya membawa pula perubahan sistem kepemimpinan dalam Gereja itu sendiri. Sebelum Konsili Vatikan II terdapat sistem kepemimpinan tunggal dalam Gereja: pada tingkat Gereja Semesta ada Paus, pada tingkat Keuskupan ada Uskup, dan pada tingkat Paroki ada Pastor Paroki. Waktu itu tidak ada Dewan Pastoral Paroki dalam Gereja. Dengan memahami Gereja pertama-tama sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban persaudaraan kristiani (communion of communities), Konsili Vatikan II memperbaharui sistem kepemimpinan dalam Gereja. Lahirlah sistem sinodal. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani syn-’odos, yang artinya ber-jalan bersama (journeying together). Yang dimaksudkan ialah Gereja yang bermusyawarah. Tentu saja tidak mungkinlah bahwa setiap anggota Gereja, sebagai saudara-saudara se-martabat dalam iman, dapat ikutserta dalam setiap musyawarah untuk mengambil keputusan. Yang mungkin ialah sistem perwakilan yang membentuk Dewan-Dewan dengan ciri kolegial (bersifat kerekanan, keakraban sebagai saudara sejawat). Gereja kolegial berarti Gereja yang dipimpin dalam pelayanan oleh Dewan-Dewan Uskup-imam-umat awam bersama. Pada tingkat Gereja Semesta secara kongkrit itu mewujud dalam Dewan para Uskup, dengan ketuanya Sri Paus; pada tingkat Keuskupan dalam Dewan Pastoral Keuskupan, dengan ketuanya Uskup; dan pada tingkat Paroki dalam Dewan Pastoral Paroki, dengan ketuanya Pastor Paroki. Selanjutnya, patut dicatat bahwa di kalangan Gereja di Asia istilah yang lebih populer digunakan ialah Gereja partisipatif. Menurut dokumen-dokumen Federasi Konferensi-Konferensi Waligereja Asia (FABC), di dalam Gereja partisipatif, semua talenta yang dimiliki oleh para anggotanya diterima, dikembangkan, serta dipergunakan demi perkembangan Gereja dan tugas perutusannya (FABC V, 1990, art. 8.1. 2.2). Dijelaskan pula bahwa Gereja partisipatif adalah Gereja di mana para anggotanya memiliki tanggungjawab bersama yang otentik dan tulus, belajar saling mendengarkan dan melakukan dialog, mampu melakukan discernment, berani memberikan kesaksian atas iman mereka (FABC III, 1982, art. 7.6), serta mampu dan mau bekerjasama dengan berbagai macam komunitas yang memiliki iman lain demi diwujudkannya Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat kita (BIRA IV/12, art. 55).

Apa yang dikemukakan di atas kuat menggaungkan demokratisasi. Tetapi agar tidak timbul salah paham, harus segera ditambahkan bahwa proses demokratisasi dalam Gereja tidak persis sama dengan demokrasi yang berlaku dalam Negara. Negara ’dibentuk’ oleh individu-individu yang menjadi rakyatnya seturut pandangan politik modern, demi mengejar kesejahteraan bersama (bonum publicum). Untuk itu disusun UUD Negara. Karena ’didirikan’ oleh rakyat, maka kedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyat mendirikan partai-partai untuk memperjuangkan kepentingan kelompok atau golongannya dalam kerangka bonum publicum berdasarkan UUD. Lewat partai-partai itu rakyat memilih wakil-wakilnya untuk lembaga legislatif; rakyat juga memilih pimpinan eksekutif Negara (Presiden-Wapres). Cara pengambilan keputusan ialah lewat pemungutan suara mayoritas (voting). Sistem di Negara Indonesia, yang sampai batas tertentu masih tetap ingin mempertahankan warisan asli Indonesia, dimungkinkan dua tahap pengambilan keputusan. Pertama-tama diusahakan konsensus (mufakat). Tetapi kalau mufakat tidak dapat dicapai, lalu ditempuh sistem voting.

Berbeda dengan Negara, Gereja tidak dibentuk oleh individu-individu yang menjadi anggotanya. Gereja terbentuk karena kehendak Allah yang menyelamatkan dalam Kristus, yang diterima individu-individu dalam iman. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan yang menjadi norma bukanlah kehendak rakyat (baca: anggota Gereja), melainkan kehendak Allah. Proses mencari kehendak Allah itulah yang disebut discernment. Karena yang dicari ialah kehendak Allah, maka proses pencarian itu harus dilaksanakan dalam suasana doa. Pedoman dasar dalam mencari kehendak Allah ialah Kitab Suci (Sabda Allah), yang dapat disebut UUD Gereja. Berbeda dengan UUD Negara yang dapat diubah bila rakyat menghendaki, Kitab Suci tidak pernah boleh diubah. Demokratisasi dalam Gereja bukanlah soal membagi kuasa, melainkan soal memperluas visi Injili (baca: kehendak Allah) agar semakin menjadi dasar kehidupan gerejawi sambil mengakui peranserta dan tanggungjawab setiap anggota Tubuh Kristus itu. Oleh karena itu dalam Gereja tidak pernah ada ’partai-partai’ yang memperjuangkan kepentingan kelompok atau golongannya di Dewan-Dewan Pastoral. Dewan Pastoral Paroki (DPP) harus menjalankan discernment itu khususnya lewat rapat-rapat yang diadakan. Pada tahap akhir proses pembicaraan mengenai sesuatu pokok, rapat harus menentukan pilihan (mengambil keputusan). Ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu: (1) rapat menerima pilihan itu dengan mufakat penuh; (2) rapat menolak pilihan yang diajukan itu dengan mufakat penuh; atau (3) sebagian menerima, sebagian lagi menolak. Yang ke-3 inilah yang problematis. Dapatkah diambil keputusan lewat pemungutan suara mayoritas (voting)? Tetapi apa yang menjamin bahwa suara mayoritas itulah yang sesuai dengan kehendak Allah? Kalau selalu benar bahwa suara mayoritas itu kehendak Allah, benarkah suara massa rakyat yang menolak Yesus dan berteriak-teriak ”salibkan Dia!”, adalah suara Allah? Oleh karena itulah pasal 28 DPP-KAMS 2004 tentang ketentuan pengambilan keputusan memberi jalan lain dari voting: ”Keputusan dalam rapat diambil berdasarkan musyawarah, tetapi jika tidak dapat dicapai mufakat, maka pengambilan keputusan diserahkan kepada Pastor Paroki selaku representasi (wakil) Uskup KAMS di Paroki, atau kepada Uskup KAMS bilamana dipandang perlu dan prinsipil oleh Pastor Paroki”. Ketentuan ini tentu tidak mengesampingkan hal ini, bahwa kalau masih memungkinkan sebaiknya keputusan ditunda; dan proses discernment berjalan terus sampai halnya menjadi lebih matang untuk mengambil keputusan. Apabila toh rapat sudah menyepakati menyerahkan kepada Pastor Paroki untuk mengambil keputusan, tentu saja dia tidak dapat begitu saja mengambil keputusan. Dia harus terus menjalankan discernment pribadi, termasuk meminta pertimbangan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam pokok yang bersangkutan, sejauh waktu masih memungkinkan, sebelum mengambil keputusan. Tidak ada jaminan bahwa keputusan yang diambil Pastor Paroki itu tidak keliru. Tetapi secara obyektif itu masih lebih baik daripada cara voting yang potensial menciptakan keretakan di antara para anggota Tubuh Kristus di tingkat paroki. Itulah nasib yang harus ditanggung seorang pemimpin-pelayan umat Allah, yang adalah saudara-saudaranya sendiri. Bagus sekali hal ini dikatakan oleh Sto. Agustinus, dan yang dikutip dalam LG, 32: ”Bila saya merasa takut karena saya ini untuk kamu, saya merasa terhibur karena saya bersama kamu. Sebab bagi kamu saya ini uskup, bersama kamu saya orang kristiani. Uskup itu nama jabatan, kristiani nama rahmat; yang pertama merupakan risiko, yang lain keselamatan”. Dengan mengganti kata ”uskup” dengan ”pastor”, seorang Pastor Paroki dapat mengatakan hal yang sama (karena mengalami dan merasakannya) kepada umatnya se-paroki, saudari-saudaranya se-iman dalam Kristus!

Berdasarkan dan dalam terang apa yang sudah diuraikan di atas, pasal 5 ayat 2 Pedoman Dasar DPP-KAMS 2004 itu harus dibaca dan dipahami. Ayat tersebut tepatnya berbunyi: ”Pada prinsipnya, DePas Paroki bersifat konsultatif pada Pastor Paroki. Keputusan DePas Paroki hanya mengikat secara hukum bilamana disetujui Pastor Paroki (KHK, kan. 536)”. Ayat ini dirasakan sangat melemahkan peran DPP itu sendiri. Sebab dengan sifatnya hanya konsultatif, Pastor Paroki dapat saja dengan bebas menolak setiap keputusan DPP. Kekhawatiran itu memang dapat menjadi kenyataan apabila Pastor Paroki menjalankan tugasnya sebagai seorang penguasa dari dirinya sendiri. Tetapi sebagai seorang yang dipanggil dan dipilih Allah menjadi pemimpin-pelayan dalam Gereja, umat Allah yang adalah Tubuh Kristus, seorang Pastor Paroki berwajib mencari dan melaksanakan kehendak Allah lewat discernment yang terus-menerus. Dapat terjadi bahwa lewat discernment berkelanjutan Pastor Paroki sampai pada suatu keyakinan dalam nurani yang bening bahwa keputusan DPP itu tidak sesuai dengan kehendak Allah (baca: keliru, tidak dapat dipertanggungjawabkan). Untuk itu ia harus mempunyai alasan-alasan yang kuat. Ketika itu ia tidak hanya boleh melainkan wajib menolak keputusan DPP tersebut. Tetapi selama ia tidak mempunyai alasan-alasan yang kuat untuk menyimpulkan bahwa keputusan DPP itu tidak sesuai dengan ”kehendak Allah”, maka ia tidak dapat begitu saja menolak keputusan tersebut. Dipandang dari pihak DPP, sifat konsultatif itu mau menegaskan bahwa keputusan DPP tidak mempunyai jaminan pasti bahwa itulah kehendak Allah, dan karena itu tidak mempunyai daya ikat yang mutlak. Selanjutnya, bagian kedua ayat 2 pasal 5 DPP-KAMS 2004 itu (”Keputusan DePas Paroki hanya mengikat secara hukum bilamana disetujui Pastor Paroki”), sesungguhnya bukanlah suatu ketentuan yang luar biasa. Itu jelas merupakan konsekwensi dari sifat konsultatif DPP. Tetapi secara yuridis itu ketentuan yang berlaku umum. Juga dalam Negara, sebuah UU misalnya, walaupun sudah disetujui DPR, belum dapat berlaku resmi sebelum disahkan/ditandatangani Presiden. Pada tingkat Daerah, sebuah Perda, walaupun sudah disetujui DPRD, belum mengikat secara hukum sebelum dibubuhi persetujuan (disahkan) Gubernur atau Walikota/Bupati yang bersangkutan.

DEKAT DENGAN SISTEM ASLI INDONESIA: MUSYAWARAH-MUFAKAT
Pola sinodal-kolegial (’berjalan bersama dalam keakraban sebagai kolega’) sebagai sistem yang lahir dari paham Vatikan II mengenai Gereja sebagai umat Allah, Tubuh mistik Kristus, sesungguhnya dekat dengan sistem asli Indonesia: musyawarah-mufakat-gotongroyong. Warisan budaya asli ini sampai sekarang masih dikenal di desa-desa, dan yang oleh Soekarno muda di tahun 1950-an diidealkan sebagai sistem politik nasional, dengan nama demokrasi ala Indonesia. Ciri utama komunitas desa asli Indonesia adalah hidup dan bekerja bersama di bawah panduan tua-tua desa, termasuk kepala-desa yang menduduki tempat khusus. Tujuan fundamental para anggota masyarakat desa ialah hidup dalam kerukunan dan harmoni di antara mereka. Praktek mengerjakan segala sesuatunya secara bersama-sama (gotongroyong) itu juga berlaku dalam proses mengambil keputusan (musyawarah). Dalam musyarawah setiap peserta diperbolehkan mengajukan pendapatnya, setiap orang mempunyai hak untuk didengarkan dan pendapatnya dipertimbangkan oleh yang lain-lain. Sesudah pembicaraan berkepanjangan melalui proses ’give and take’ dan pertimbangan segala pro dan kontra, akhirnya dicapai suatu keputusan. Proses berunding, mempertimbangkan dan memutuskan secara bersama ini dilangsungkan di bawah pimpinan kepala-desa. Keputusan akhir itu disebut mufakat, konsensus. Jadi mufakat adalah fase terakhir dari sebuah musyawarah yang biasanya panjang. Selama proses pembicaraan sampai dicapai persetujuan, pimpinan musyawarah (kepala-desa) tidak diperkenankan bertindak secara otoriter sebagai seorang diktator, melainkan sebagai pemimpin masyarakat sebuah keluarga besar, seorang bapa bagi seluruh komunitas; dia adalah pemelihara hukum adat.

AKHIRULKALAM
Pedoman Dasar DPP-KAMS 2004 sekarang sudah lebih 3 tahun resmi diberlakukan (sejak 27 Mei 2004). Tetapi sebagaimana disinggung dalam KOINONIA kita, Edisi no. 1 Tahun 2, di rubrik Dari Meja Uskup Agung dengan judul ”Sekilas Kunjungan Pastoral Tahunan”, ternyata di lapangan di banyak paroki Pedoman Dasar itu belum berjalan seperti yang diharapkan. Terdapat sejumlah kendala yang dihadapi, termasuk dan khususnya yang menyangkut hal mendasar, yang dibahas dalam tulisan ini. Karena dianggap penting disajikan pembahasan cukup panjang, walaupun sesungguhnya sudah jauh melampaui kapasitas normal sebuah ”rubrik”.

Kecuali itu, harus diakui bahwa sistem sinodal-kolegial itu relatif baru dalam Gereja. Sistem kepemimpinan tunggal yang begitu lama berlaku dalam Gereja (pra-Vatikan II) diganti dengan sistem partisipatif. Tentu dibutuhkan suatu proses panjang untuk mengintegrasikan sistem baru, menggantikan sistem lama. Terutama dibutuhkan kemauan kuat untuk berubah khususnya, maaf, di kalangan kita para Pastor dan anggota Depas! Di samping spiritualitas (iman) yang semakin mendalam dan mantap, dibutuhkan pula profesionalisme dalam melaksanakan tugas perutusan kita sebagai Gereja. Perlu diperhatikan bahwa wewenang Depas Paroki (Pedoman Dasar, pasal 5 ayat 1) dan tugasnya (pasal 6-9) dilaksanakan melalui rapat-rapat atau musyawarah (pasal 26). Dan kita perlu belajar semakin profesional dalam mengadakan rapat-rapat, sebagai perwujudan sistem sinodal-kolegial berdasarkan paham Gereja sebagai umat Allah, Tubuh mistik Kristus. Dan semestinya untuk kita orang Indonesia sistem itu bukan sesuatu yang serba asing, karena dekat dengan sistem asli Indonesia, musyawarah-mufakat.

Tuhan memberkati kita!

Makassar, Medio Juni 2007

+John Liku-Ada’

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru STIKPAR Tahun Akademik 2007-2008

Sekolah Tinggi Kateketik dan Pastoral Rantepao menyelenggarakan Program Diploma III dan Sarjana Strata I (S1) Jurusan Kateketik dan Pastoral.

Untuk Tahun Akademik 2007/2008, STIKPAR membuka pendaftaran Mahasiswa Baru:
1. Pendaftaran Calon Mahasiswa Baru: 02 Juli - 21 Agustus 2007
2. Pengembalian Formulir Pendaftaran: 21 Agustus 2007 (paling lambat)
3. Test Masuk Calon Mahasiswa Baru: Pengetahuan Umum Agama Katolik (PUAK), Bahasa Indonesia dan Wawancara - 22 Agustus 2007
4. Pengumuman hasil test masuk: 24 Agustus 2007
5. Pendaftaran Ulang bagi yang sudah lulus test masuk: 25 - 27 Agustus 2007
6. Training Mahasiswa Baru: 28 Agustus – 02 September 2007
7. Pengisian KRS:
• Mahasiswa Lama : 01 & 03 September 2007
• Mahasiswa Baru : 04 September 2007
8. Misa Pembukaan T.A. 2007/2008: 03 September 2007

Persyaratan Calon Mahasiswa:
1. Beragama Katolik dan sudah dibaptis Katolik, atau telah diterima resmi dalam Gereja Katolik minimal 3 tahun;
2. Minimal berijazah SMU dan yang sederajat (dari semua jurusan);
3. Mengikuti test masuk dan dinyatakan lulus.

Butuh informasi lebih lanjut?
Hubungi KAMPUS STIKPAR, lewat:
telp. (0423) 21414
fax (0423) 23024
e-mail: stikpar2002@yahoo.com

Kursus Evangelisasi Pribadi di Paroki Katedral


Menyongsong pesta ulang tahun paroki Hati Kudus Yesus Katedral, Depas Katedral mengadakan Kursus Evangelisasi Pribadi dengan mengundang pengajar dari Jakarta dan Surabaya. Selebaran dan pengumuman dalam berita Paroki disebarkan ke masing-masing Paroki, dan mendapat tanggapan yang positif dari umat.

Pada pembukaan Kursus tanggal 16 April 2007 jumlah umat yang mendaftar sebanyak 260 orang. Kursus Evangelisasi diadakan setiap Senin, Selasa dan Rabu selama tiga minggu dengan mengambil tempat di Gereja Katedral, yang terdiri dari sepuluh bab pengajaran dan di mulai dari jam 18.00 s/d 21.30.

Tim pengajar terdiri dari Bpk.Joppy Taroreh, Bpk.Mulyo dan Ibu Lenny Mulyo, Bpk.Endie Rahardja, Bpk.Eddy Partadinata, masing-masing dari Jakarta dan Bpk.Ir.Donny Vincent dari Surabaya. Kursus dibuka dengan Misa Pembukaan yang dipimpin oleh Pastor Paroki Katedral P.Piet Timang Pr dan kursus ini diikuti juga oleh tiga Pastor, yaitu P.Maris Marannu, Pr, P.Matheus Bakolu, Pr dan P.Marsel Lolo Tandung, Pr. Selain ketiga pastor tersebut kursus ini diikuti juga oleh tiga orang Suster Biara dan satu orang Frater dari HHK.

Setelah para peserta menyelesaikan pengajaran dari bab satu sampai dengan bab sepuluh, kemudian para peserta diberi tugas untuk mengadakan kunjungan rumah dari tanggal 3 s/d 20 Mei 2007. Masing-masing peserta mencari keluarga Katolik yang mempunyai masalah (tidak ke Gereja lagi atau ada masalah lain yang membuat mereka mau ke Gereja), dan kunjungan rumah ini dilakukan berdua-dua, pria dengan pria, wanita dengan wanita atau pasangan suami istri. Masing-masing pasangan mencari enam orang, sehingga tiap peserta mendapatkan dua belas orang yang mempunyai masalah.

Dari hasil sharing para peserta yang mengadakan kunjungan rumah, ternyata mereka yang dikunjungi merasa sangat senang dan mengharapkan pelayanan ini mereka dapatkan khususnya disaat mereka mengalami masalah dalam kehidupannya.
Ada juga yang tidak ke Gereja karena sibuk dengan usahanya mereka mau bangkit lagi untuk aktif kembali ke Gereja dan kegiatan rukun.

Dari 197 peserta yang mendapat map kunjungan rumah, sebanyak 134 peserta berhasil mengadakan kunjungan rumah dan yang belum berhasil mengadakan kunjungan dengan jumlah yang ditentukan masih diberi kesempatan sampai dengan Sabtu, 26 Mei 2007, kunjungan rumah ini merupakan praktek lapangan yang tidak berhenti setelah kursus ini berakhir, tetapi berkesinambungan dan tetap dilakukan berdua-dua.


Dari 260 peserta yang mendaftar pada pembukaan kursus 16 April 2007, yang bertahan sampai dengan ujian Misi Evangelisasi pada 22 Mei 2007 sebanyak 170 orang.

Kursus ini ditutup pada Sabtu, 26 Mei 2007 dengan Rekoleksi dan Misa Penutupan dan Pengutusan bertempat di Gereja Katedral oleh VikJen P. Ernesto Amigleo Cicm dan dibantu oleh P. Piet Timang.

Kursus ini merupakan gelombang pertama yang diselenggarakan oleh Depas Paroki Hati Kudus Yesus Katedral dan mendapat tanggapan sangat positif dari peserta kursus. Peserta mendapat pengetahuan yang baru dan iman mereka diperbaharui dan lebih mencintai Sang Pewarta Agung.

Paus Paulus VI dalam surat “Evangeli Nuntiandi” menegaskan peranan awam dalam bidang penginjilan: “Para awam dipanggil secara khusus ke tengah-tengah dunia, dalam tanggung jawabnya di pelbagai tugas dunia, maka mereka melaksanakan suatu tugas penginjilan yang sangat khusus bentuknya”.

Setiap anggota Gereja dipanggil oleh Tuhan untuk tugas penginjilan baik secara individu maupun dalam kelompok basis untuk menjadi kepanjangan tangan pastor paroki dalam melayani umat di paroki secara khusus atau dimana saja dibutuhkan sehingga kehadiran Kristus dapat dirasakan melalui kunjungan pelayanan penginjilan ini.

Pelayanan penginjilan bukan berarti menjadi penginjil secara harafiah, tetapi kehadiran kita secara sederhana kepada umat yang mengalami pergumulan hidup dengan mendengarkan keluh kesahnya, membagikan kesaksian hidup kita, meneguhkan dengan Firman Tuhan ataupun mendoakannya sehingga imannya semakin dikuatkan di dalam Yesus Kristus, demikian pula bagi orang-orang yang belum percaya kepada Yesus dapat menjadi percaya sesuai amanat agung Yesus (Mat 28:18-20).

Tuaian memang banyak tapi pekerja sedikit… ***
Iswandi Halim
Panitia Acara

In Memoriam: P. Frank Bahrun


Nama : Pastor FRANK BAHRUN
Nama Ayah : Gustaaf Brugman (†)
Nama Ibu : Charlotte Yosephine Lemaire
Saudara seibu sebapa : 1. Pastor Frank Bahrun
2. Frederick Loudewek Brugman
3. Huibert Aadrian Brugman
4. Glorya Fransisca Martina Brugman
5. Christian Timoty Sartono Brugman
Jadi, almarhum adalah anak pertama dari 17 bersaudara.
Tempat / Tgl. Lahir : Semarang, 28 Oktober 1948
Tempat / Tgl. Tahbisan : Makassar, 31 Januari 1988
Tempat / Tgl. Wafat : RS. Stella Maris Makassar, 26 Mei 2007
Pukul 18.30 Wita

MASA PENDIDIKAN, TUGAS DAN KARYA
1956 - 1961 : SD St. Bernardus, Semarang
1961 - 1964 : SMP St. Dominiko Savio, Semarang
1964 - 1968 : SMA St. Ignatius de Loyola, Semarang
1968 - 1969 : Seminari KPA Mertoyudan, Magelang
1969 - 1971 : Seminari Tinggi St. Paulus, Yogyakarta
1971 - 1974 : Akademi Bio-Medico UGM Yogyakarta
1975 : Tiba dari Yogyakarta dan ditugaskan sebagai Frater di
Kebun Laimbo-Mangkutana
1981 : Melanjutkan Studi Teologi di STFS Pineleng Manado.
Setelah selesai tugas belajar hingga tahun 1987 beliau bekerja kembali di Kebun Laimbo.
1987 : Bertugas sebagai Frater Diakon di Paroki Pare-pare.
1988 – 1990 : Pastor Paroki Saluampak & Lamasi sekaligus Pemimpin Sentrum Saluampak
1990 – 2002 : Ketua KP3-KAMS
1990 – sekarang : Staf Komisi PSE-KAMS
1992 : Anggota Panitia Pembangunan Rumah Uskup
1999 : Bendahara Panitia Pelaksana Sinode KAMS
2000 : Anggota Panitia Pelaksana Kombas KAMS
2000 – 2004 : Moderator Legio Maria Kuria Ratu Rosario KAMS
2002 – sekarang : - Moderator Warakawuri
- Sekretaris KP3-KAMS

Selain tugas-tugas di atas beliau juga pernah menjadi Moderator Kelompok Doa Dominica in Sabatto dan Moderator Perdhaki Sulselra.
Requescat in pace.

Jadilah Pemilih yang Cerdas


Siapa yang tentukan masa depan Sulawesi Selatan? Tentu bukan hanya Gubernur dan jajarannya, tidak pula para anggota DPRD dan bukan juga para tokoh agama dan masyarakat, tetapi kita semua rakyat Sulawesi Selatan sebagai pemilih. Kita tahu sistem Pemilu mulai tahun 2004 yang lalu telah berubah yaitu setiap warga Negara Indonesia berhak dapat memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Kemudian pada tahun 2005 mulai diselenggarakan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Kalau dulu Presiden dipilih oleh MPR dan Bupati maupun Gubernur/Walikota oleh DPRD, sekarang dipilih oleh rakyat (pemilih).

Harapan dari pemilihan secara langsung adalah setiap Kepala Daerah dikondisikan untuk berpihak kepada rakyat. Di samping itu juga untuk menumbuhkan kinerja pemerintahan yang lebih baik. Harapan itu dapat terwujud sangat ditentukan oeh kualitas Pilkada yang berlangsung, yaitu apabila pemilih cukup informasi, pengetahuan dan pemahaman terkait Pilkada serta tentang para Calon Gubernur/WakiL Gubernur. Sehingga pemimpin yang terpilih mencerminkan kehendak rakyatnya.

FMKI (Forum Masyarakat Katolik Indonesia) yang merupakan forum bersama umat Katolik di Keuskupan Agung Makassar melakukan berbagai program agar umat Katolik di KAMS dapat menjadi umat katolik 100% dan masyarakat Indonesia 100%.

Yang menjadi pertanyaan buat kita adalah siapa calon Gubernur yang bisa selesaikan masalah-masalah itu? Janji saja tidak cukup! Bagaimana Gubernur mendatang akan mewujudkan janji-janjinya, perlu sebuah pemantauan terhadap kinerja kepemimpinan pemerintahan baru paling tidak pada 100 hari pertama. Apa langkah-langkah atau kebijakan-kebijakan strategis yang dilakukan menuju pada pemecahan masalah atau seballiknya?

Pilkada adalah kesempatan bagi masyarakat pemilih di Provinsi SulSel untuk menentukan masa depannya dengan 1(satu) suara. Pertimbangan pemilih akan sangat mempengaruhi siapa yang akan memimpin SulSel. Bila kemampuan calon Gubernur dalam melaksakan program-program yang dijanjikan menjadi pertimbangan utama pemilih, maka harapan SulSel lebih baik akan terwujud. Akan tetapi kalau siapa calon Gubernur yang beri uang dan barang menjadi pertimbangan utama maka peluang terjadinya korupsi akan semakin besar.

Beberapa kiat untuk menjadi pemilih yang cerdas adalah :
1. Gunakanlah hak pilih anda secara mandiri berdasarkan pengetahuan anda tentang calon yang akan anda pilih
2. Jangan mudah terpancing dengan janji-janji dan kata-kata manis,termasuk iming-iming uang
3. Pahamkan pada diri anda, keluarga anda, teman anda, dan tetangga anda kalau apa yang anda dan mereka pilih akan membawa pengaruh terhadap hidup anda selama 5 (lima) tahun ke depan
4. Pahami benar program calon yang akan anda pilih, benarkah sudah mampu menjawab persoalan Sulawesi Selatan selama ini?
5. Seyogianya mempertimbangkan karakter calon ketika memberikan pernyataan-pernyataan yang acap kali mendiskreditkan/melecehkan kandidat lain (tidak fair)
6. Pilihlah calon yang jujur dan tidak memiliki latar belakang kasus apapun khususnya yang berindikasikan KKN
7. Ingat, persoalan pendidikan, kesehatan kemiskinan, pengangguran, dan birokrasi masih mejadi persoalan besar di Sulawesi Selatan. Sudahkah calon yang anda pilih memberikan program-program tersebut
8. Jadilah pelopor bagi lingkungan anda agar mereka menggunakan hak pilihnya secara cerdas juga.

Tidak mustahil, setelah mempelajari dengan cermat, mengamati dengan teliti, ternyata Anda tidak menemukan calon Gubernur yang layak dipilih. Dalam keadaan seperti itu, kerap kali orang lalu berkesimpulan untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Kami dapat memahami hal tersebut sebagai ungkapan untuk tidak setuju bahwa Provinsi ini dipimpin oleh orang-orang yang tidak mampu dan tidak dapat di percaya. Memilih orang-orang yang tidak mampu dan tidak dapat dipercaya berarti menjerumuskan bangsa ini ke dalam kesengsaraan yang lebih besar.

Namun kami berpendapat bahwa dengan memilih saja belum cukup. Kami berharap agar siapapun yang menggunakan hak pilihnya tetap bekerja sama untuk mewujudkan masyarakat yang semakin adil, damai dan sejahtera. Karena kita semua orang Indonesia, memiliki panggilan yang sama, yaitu menegakkan sebuah Republik yang semakin adil, damai dan sejahtera.

Dengan tegas kami mengajak Anda sekalian untuk menolak kekerasan. Jangan sekali-kali menyetujui kekerasaan yang terselubung.

Akhirnya mari kita rangkai Pilkada SuLawesi Selatan 2007 ini dengan doa dan harapan. Semoga bangsa, Provinsi ini, tidak mengambil langkah yang salah, langkah mundur, atau langkah yang membawa malapetaka.

Semoga berkat dan kebijaksanaan dari Yang Maha Kuasa mengantar Provinsi Sulawesi Selatan ini ke masa depan yang lebih adil dan sejahtera.***
Julius Yunus Tedja
Pengurus FMKI

Presiden Ajak Gereja Katolik Berpartisipasi dalam Pembangunan Bangsa

JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak Gereja Katolik Indonesia untuk membangun bangsa dan negara melalui kerukunan dan toleransi.
"Sebagai warga bangsa, umat Katolik hendaknya ikut terlibat dalam membangun bangsa dan negara," ajak presiden dalam pidatonya pada perayaan puncak peringatan 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta.
Lebih dari 7.000 umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta menghadiri perayaan yang berlangsung lima jam di Istora Senayan Jakarta, tanggal 26 Mei.
Dengan mengambil tema, “Makin Setia Kepada Tuhan, Makin Berbakti Kepada Masyarakat dan Bangsa,” perayaan itu dimulai dengan Misa yang dipimpin Uskup Agung Jakarta Julius Kardinal Darmaatmadja SJ. Dua puluh enam uskup lain ikut merayakan Misa konselebrasi itu termasuk Uskup Agung Leopoldo Girelli, Duta Vatikan untuk Indonesia. Sekretarisnya, Monsignor Novatus Rugambwa, bersama lebih dari 100 imam juga menjadi konselebran Misa itu.
Juga hadir dalam acara seusai Misa bersama presiden dan isterinya adalah beberapa menteri kabinet, tokoh lintas agama, imam, suster, bruder dan frater.
Presiden mengatakan umat Katolik Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk membangun bangsa bersama umat beragama lain.
Ia mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk menghadapi perubahan jaman dan transformasi sosial dengan membangun budaya damai dan meninggalkan sikap yang tidak mendidik dan miskin etika. Sebaliknya, bangsa Indonesia harus “membangun sikap sportif, menghargai pencapaian orang lain meski itu kecil, sekaligus tetap memelihara sikap kritis serta peduli.”
Mereka perlu membangun semangat keuletan dan kesediaan untuk bekerja keras, serta menguasai ilmu pengetahuan, seraya membangun kerukunan dan toleransi, lanjut presiden itu.
Ia minta para tokoh agama dan tokoh masyarakat termasuk pemimpin Katolik, “untuk membangun karakter umat yang tangguh,” seraya menegaskan bahwa kemajuan dan kesejahteraan ditentukan oleh karakter bangsa Indonesia sendiri.
“Para pemimpin Gereja Katolik harus ikut membangun reformasi pasca-krisis dengan mengajarkan agama dan moralitas,” kata presiden. Ini akan ”membentuk membuat umat menjadi pribadi yang kuat dan tangguh serta hidup harmonis dengan seluruh komponen bangsa.”
Dalam pesan yang dibacakan Uskup Agung Girelli, Paus Benediktus XVI mengajak umat Katolik “untuk menjadi saksi-saksi Kabar Gembira yang setia pada misteri kepenuhan Sang Putra dengan cara yang sesuai cita rasa bangsa mana pun namun tetap setia pada Kitab Suci dan Tradisi.”
Setelah Misa, peserta mendengar paduan suara dari berbagai paroki dan penyanyi Katolik, serta menonton film dokumenter tentang Sampah. Film itu menunjukkan salah satu cara umat Katolik dalam mengupayakan perbaikan masyarakat, dengan membersihkan sampah yang telah menjadi masalah serius di sejumlah wilayah di negara itu.
Stephanus Dwiatmoko, umat paroki Keluarga Kudus Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengatakan kepada UCA News ia bangga menjadi orang Katolik di Jakarta karena "saya dituntun untuk mengasihi orang lain.” Di masa mendatang, ia berharap keuskupan agung itu memprioritas misinya untuk membantu orang yang miskin secara material dan spiritual.
Maria Christina Junita dari Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta Barat, mengatakan “ke depan selain memperhatikan yang miskin, umat Katolik juga melakukan dialog dengan agama lain baik di tingkat formal maupun informal.”
Kardinal menjelaskan bahwa perayaan 200 tahun itu “merayakan pengangkatan pemimpin Gereja pertama di Batavia, nama lama Jakarta.”
Paus Pius VII mengangkat Pastor Jacobus Nellissen sebagai Prefek Apostolik Batavia "pada 8 Mei 1807, untuk melayani seluruh wilayah Nusantara."
Batavia merupakan satu-satunya yuridiksi Gereja di Indonesia hingga 1902, saat Batavia menjadi prefektur apostolik yang dipimpin bergantian oleh tiga prefek apostolik, kemudian menjadi vikariat apostolik yang dipimpin bergantian oleh delapan vikaris apostolik. Vikaris apostolik terakhir menjadi uskup agung, dan menyusul dua uskup agung lainnya termasuk Kardinal Darmaatmadja.
“Sejarah 200 tahun itu dapat dibagi menjadi dua babak. Seratus tahun pertama, wilayah keuskupan agung Jakarta adalah seluruh Nusantara. Maka semua keuskupan di Indonesia memiliki akar bersama pada sejarah 100 tahun pertama itu. Seratus tahun kedua, yakni sejak tahun 1902 sampai sekarang, mulailah wilayah Nusantara dibagi menjadi beberapa keuskupan. Sekarang menjadi 37 keuskupan,” jelas kardinal itu.
“Maka perayaan 200 tahun ini merupakan perayaan khusus Keuskupan Agung Jakarta, namun juga sekaligus perayaan semua keuskupan karena awal mereka dari satu Keuskupan Batavia,” katanya.
Tanggal 3 Januari 1961, Paus Yohanes XXIII membentuk hirarki Katolik di Indonesia. Jakarta dijadikan keuskupan agung, dan Uskup Agung Adrianus Djajasepoetra SJ, asli Jawa, menjadi uskup agung pertamanya.
Sekarang keuskupan itu memiliki 59 paroki dengan hampir 500.000 umat Katolik yang dilayani sekitar 260 imam, 561 suster dan 50 bruder. *** sumber: UCAN

Uskup Sensi Secara Resmi Dilantik sebagai Uskup Ende

ENDE, NTT -- Uskup Maumere Mgr Vincentius Sensi Potokota secara resmi dilantik menjadi uskup agung Ende pada 7 Juni.
Ia menggantikan Uskup Agung Abdon Longinus da Cunha, yang meninggal 6 April 2006, akibat serangan jantung, sebagai pemimpin keuskupan agung yang terletak di Flores bagian tengah, sebuah pulau yang berpenduduk mayoritas Katolik.
Duta Vatikan untuk Indonesia, Uskup Agung Leopoldo Girelli, ikut merayakan Misa Pontifikal Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota tanggal 7 Juni di Gereja Katedral Kristus Raja di Ende yang dirayakan setelah upacara kanonik pengambilalihan Keuskupan Agung Ende. Sekitar 2.000 umat Katolik hadir. Yang lain ikut merayakan upacara itu melalui televisi layar lebar di bawah tenda yang dibangun di halaman lingkungan katedral itu.
Uskup Larantuka Mgr Fransiskus Kopong Kung dan Uskup Weetebula Mgr Gerulfus Kherubim Pareira SVD menjadi konselebran Misa Pontifikal itu bersama 180 imam.
Ia mengungkapkan, “Saya dituntut untuk memiliki pengakuan iman pribadi dan komitmen pada iman dan pelayanan kepada umat” serta keyakinan bahwa Tuhan mempunyai kehendak yang baik dalam “hal-hal yang masuk akal dan tidak masuk akal atau hal-hal yang selaras atau tidak selaras.” Ia menambahkan, “Saya dituntut untuk percaya secara kreatif kepada Allah karena hal itu menentramkan hati saya.”
Uskup Agung Sensi ditahbiskan menjadi uskup pertama Keuskupan Maumere tanggal 23 April 2006. Ia mengambil moto dalam Bahasa Latin yang berbunyi Praedica Verbum, Opportune Importune. Moto itu diambil dari Surat Paulus yang Kedua kepada Timotius. Ia diangkat menjadi uskup agung Ende 14 April tahun ini.
"Dua puluh tujuh tahun lalu ketika saya ditahbiskan menjadi imam, saya memilih moto: Tetapi bukan kehendakku yang terjadi melainkan kehendak-Mu," kata Uskup Agung Sensi. Ia melukiskan tugas kegembalaannya sebagai uskup agung itu sebagai bentuk pengembangan dari komitmen imamatnya.
Pemimpin keuskupan agung yang baru itu meminta umatnya untuk saling mendukung dalam doa dan iman dan bersama-sama mewujudkan kasih Yesus dalam kehidupan konkret.
Luas keuskupan agung Ende adalah 5.084 kilometer per segi. Keuskupan agung itu memiliki 411.334 umat Katolik dari total penduduk 449.057, dilayani oleh 287 iman, 513 suster dan bruder, dan 567 katekis. Mereka bekerja di 52 paroki.
Tanggal 6 Juni, umat Katolik Keuskupan Maumere mengantar Uskup Agung Sensi dan Uskup Agung Girelli ke wilayah yang berbatasan dengan Keuskupan Agung Ende.
Di sana, seorang camat menyambut uskup agung itu atas nama umat Keuskupan Agung Ende dengan mengalungkan selendang adat Ende di leher mereka.
Sekitar 1.000 umat, termasuk sejumlah umat Muslim dan Protestan, menyambut dua uskup agung itu saat memasuki kota Ende. Seorang wanita Muslim bernama Fatimah kemudian mengalungkan salendang adat Ende ke leher Uskup Agung Girelli.
Ia mengatakan kepada UCA News bahwa keterlibatan kaum Muslim dalam upacara penyambutan itu menunjukkan bahwa “Umat Islam juga membuka tangan lebar-lebar untuk menyambut uluran tangan dialog dari umat Katolik.”
Seorang Muslim lain, Said Muhamad, mengatakan kepada UCA News bahwa ia ikut bersama dalam upacara penyambutan itu "karena kita bersaudara di dalam Allah yang sama, dan Uskup Agung Sensi adalah seorang pribadi yang terbuka bagi umat beragama lain."
Saat perayaan Idul Fitri lalu, Uskup Sensi mengajak kaum Muslim untuk membangun dialog, katanya mengenang.
Umat kemudian menghantar dua uskup agung itu menuju ke kediaman uskup agung Ende. Sebelum masuk, Uskup Agung Sensi menginjak sebuah telur dengan kaki telanjang, sebuah upacara adat untuk memasuki tempat yang baru.
Dalam sambutannya sebelum Misa Pontifikal itu, Uskup Agung Girelli mendesak umat Katolik di Flores untuk membangun dialog dengan umat beragama lain.
“Keuskupan Agung Ende adalah pusat mayoritas Katolik di Flores. Orang Flores harus bangga dengan itu, namun umat Katolik juga harus menjadi contoh dan teladan sebagai warga negara yang baik, dan dengan tulus membangun dialog,” kata duta Vatikan itu.
Bupati Ende Paulinus Domi, seorang beragama Katolik, menyambut baik pelantikan uskup agung baru itu dan dalam sambutannya ia berjanji untuk menjaga dan membangun kerjasama yang baik di antara Gereja dan pemerintah demi “kemajuan umat.”
Setelah Misa, Ros Fernandes mengatakan kepada UCA News bahwa ia senang atas penunjukan "seorang pribadi yang sederhana" itu sebagai uskup agung Ende. "Ini adalah penyelenggaraan Tuhan. Kami senang dan bahagia. Ketika umat mendengar pengumuman di gereja bahwa paus mengangkatnya menjadi uskup agung Ende, banyak orang menangis karena begitu gembira," kata wanita itu. *** sumber: UCAN

Kronik KAMS Maret-Mei 2007

1 Maret
Asosiasi Para Dokter dan Medis se-Asia (AMDA) cabang Indonesia mengundang para pemimpin enam agama (Islam, Hindu, Budha, Protestan, Katolik, dan Tenrikyo) yang mewakili masing-masing agama dalam Upacara mengenang para korban Perang Dunia II dan bencana alam yang terjadi beberapa tahun ini. Bertempat di RS Wahidin, upacara ini dihadiri juga Budhis Zen yang datang dari Jepang. Vikjen P. Ernesto hadir mewakili KAMS.

4 Maret
Kabar duka berpulangnya Bpk. Viktor Tunreng Malatta (70 tahun) ayah dari P. Simon Tunreng Malatta yang meninggal pukul 4.30 sore ini di Soppeng. Kita menyampaikan turut belasungkawa. Semoga mendiang beristirahat dalam damai Tuhan.

Perayaan Capgomeh sebagai penutup perayaan Tahun Baru Imlek diadakan oleh masyarakat Tionghoa di Makassar. Ribuan masyarakat memenuhi jalan untuk menyaksikan acara ini.

P. Fransiskus Pontoh MSC, moderator Karismatik berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pertemuan para moderator karismatik se-Indonesia.

6 Maret
Dipimpin oleh Vikep P. Jos van Rooy cicm, beberapa staf kantor KAMS dan Seminari Menengah berangkat ke Soppeng untuk menghadiri pemakaman Bpk. Viktor Tunreng Malatta.

9-10 Maret
Pastor Kampus Universitas Atma Jaya Makassar, P. Ernesto Amigleo cicm, mengadakan kegiatan Dialog antar-Mahasiswa Beda Agama (DAMBA). Turut serta selain mahasiswa Universitas Atma Jaya Makassar (UAJM), juga dari Universitas Kristen Indonesia Paulus dan Universitas Hasanuddin. DAMBA dilakukan 23 peserta di kampus UAJM, selain itu mereka mengunjungi tempat-tempat ibadat, seperti: pura Hindu, mesjid Al-Markaz, gereja Protestan, wihara Budha, dan gereja Katolik.

13 Maret
P. Maris Marannu dan P. Paulus Tongli memulai retret empat hari bagi para guru dan pegawai Sekolah Katolik Rajawali sebagai persiapan perayaan ulangtahun Yayasan Yoseph pada 19 Maret. Sekitar 200 peserta berangkat ke Malino untuk merefleksikan hidupnya.

14 Maret
Kevikepan Makassar mengadakan pertemuan reguler di aula keuskupan. Salah satu agenda adalah penempatan imam untuk melayani Perayaan Pekan Suci.

15 Maret
Uskup Agung memanggil Dewan Konsultor untuk membahas antara lain: personalia dan masalah-masalah lain.

16 Maret
Setelah mengadakan Seminar Hidup Baru dalam Roh di Paroki Sungguminasa, kelompok Pelayanan Karismatik berangkat ke Tana Toraja untuk mengadakan kegiatan yang sama di Rantepao dan Makale untuk kedua kalinya. Pertama kali diadakan beberapa bulan lalu. Umat di sana menyambut dengan penuh semangat.

19 Maret
Sementara saudara-saudara beragama Hindu merayakan Nyepi, Mgr. John Liku-Ada’ merayakan pelantikannya sebagai Uskup Agung. Beliau diundang untuk memimpin perayaan ekaristi Pesta Pelindung Yayasan Yoseph dan sekaligus pelindung para suster YMY. Turut mendampingi dalam perayaan ekaristi P. Piet Timang dan P. Maris Marannu.

Sementara itu, Vikjen P. Ernesto merayakan ekaristi bersama Kelompok Jedhutun Salvation Ministry dan melantik beberapa anggota baru komunitas. Perayaan diadakan di katedral.

Malam hari, P. Willem Tee, Rektor Seminari Tinggi Anging Mammiri Yogyakarta mengadakan Kebangunan Rohani Katolik dan Penyembuhan untuk umat sekevikepan Makassar di Paroki Gotong-gotong. Pada kesempatan yang sama, Jeduthun mengadakan kegiatan Pujian, Penyembahan dan Penyembuhan di Katedral. Bapak Hanjaya dari Surabaya membawakan kotbah.

20 Maret
Bapa Uskup Agung berangkat ke Jakarta untuk mengikuti rapat KWI, sehingga Vikjen mewakili Bapa Uskup membuka Pertemuan empat hari Bimas Katolik se-Indonesia. Dirjen Bimas Katolik, Stef Agus, memimpin acara yang diikuti 100 utusan dari seluruh Indonesia. Dalam kata sambutannya, Vikjen mengundang Dirjen dan seluruh peserta untuk melihat perkembangan umat Katolik di KAMS. Pertemuan digelar di hotel Yasmin.

21 Maret
Ekonom KAMS berangkat ke Mangkutana, Luwu, bersama tim Laimbo untuk membahas beberapa hal penting.

24 Maret
Uskup Agung mengadakan rapat bersama Kuria, beberapa ketua Komisi, pemimpin biara dan pemimpin umat untuk membahas beberapa hal sosial keagamaan. Acara ini dihadiri Stef Agus, Dirjen Bimas Agama Katolik dan Mgr. Martin Situmorang OFMCap, ketua KWI. Setelah tiga jam sharing, diadakan makan siang bersama di kediaman Uskup.

29 Maret
Dewan Keuangan dan Kuria mengadakan rapat membahas laporan keuangan Ekonom KAMS tahun 2006. Turut hadir dalam rapat ini Bapa Uskup.

30-31 Maret
UAJM mengadakan rekoleksi tiga hari dalam Masa Prapaskah di rumah retret suster-suster YMY di Malino. Hadir dalam acara ini 28 dosen, termasuk rektor, para pembantu rektor, karyawan. Pembimbing rekoleksi adalah P. Kamelus Kamus dan P. Ernesto Amigleo. Tema rekoleksi: Saat yang tepat untuk mencari dan menemukan kesejatian hidup dalam Kristus.

5-7 April
Umat kristiani mengenangkan sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus dalam perayaan Trihari Suci. Pekan Suci tahun ini dirayakan di Indonesia tanpa gangguan keamanan. Aparat keamanan hampir tidak lagi terlihat berjaga-jaga di gereja.

13 April
Hari ini KAMS merayakan ulang tahun ke-70 sebagai gereja lokal. Semalam perayaan misa sederhana diadakan di kapel uskup. Sebagai informasi, tahun 1937 misionaris CICM tiba di Indonesia, di kota Makassar. Mgr. Martens cicm adalah Prefek Apostolik pertama waktu itu. Kemudian Mgr Schneiders ditahbiskan sebagai uskup pada 1948. Beliau melayani hingga 1972 dan kembali ke Belanda untuk pensiun. Sejak itulah gereja lokal berkembang hingga saat ini menjadi keuskupan agung. Jamuan siang diadakan di kediaman uskup.

14 April
Mgr. Ignatius Suharyo menahbiskan 38 diakon dari berbagai Kongregasi dan Keuskupan di Kentungan, Yogyakarta. Di antaranya terdapat dua frater dari KAMS, yakni: Fr. Salvinus Salamba dan Fr. Yohanes Rante Galla’.

Kelompok Doa Domenica in Sabato yang senantiasa mendoakan para imam dan rohaniwan merayakan ulang tahun ke-17 berdirinya dalam perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. John Liku Ada’. Bapa Uskup juga menjelaskan mengenai 70 tahun berdirinya gereja lokal di Makassar. Setelah misa, santap siang disediakan bagi peserta yang hadir: anggota kelompok doa, para imam, bruder, suster.

15 April
Di paroki Maria Bunda Kita, Mandai, P. Samson Bureny selaku pastor paroki melantik para pengurus Dewan Pastoral masa bakti 2006-2010.

Marriage Encounter Distrik IX mengadakan Rekreasi Paskah di pantai dan diikuti sekitar 300 peserta.

16 April
Komunitas suster YMY di Rajawali merayakan 80 tahun berdirinya komunitas dalam misa kudus yang dipimpin Vikjen P. Ernesto di kapel Rajawali. Hadir dalam perayaan ini: Komunitas YMY di Makassar dan Malino, Bapa Uskup, para imam, rohaniwan dan umat awam.

Dewan Pastoral Katedral mengadakan kegiatan kursus Evangelisasi Pribadi di paroki Katedral. Kursus diadakan setiap tiga malam berturut-turut dalam sebulan. Diawali dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh pastor paroki, P. Piet Timang. Narasumber datang dari Jakarta sebagai fasilitator kursus.

Rekoleksi bagi pasangan suami-isteri diadakan di Paroki St. Yoseph, Gotong-gotong, difasilitasi tim Komisi Keluarga yang dipimpin oleh P. Jos van Rooy cicm. Pada saat yang sama, Komisi Kateketik yang dipimpin P. Martin Solon dan tim melatih sekelompok petugas liturgi untuk menjadi lektor yang baik.

18 April
Bapa Uskup mengadakan rapat bersama tim untuk menyiapkan perubahan dan pengembangan Pusat Kateketik ke Sentrum Pastoral di masing-masing Kevikepan/Regio. Bapa Uskup memberikan arahan mengenai latar belakang rencana perubahan tersebut. Tim terdiri atas: P. Ernesto, P. Frans Nipa, P. Marcel Lolotandung; P. Paulus Tongli, P. Albert Arina, P. Martin Solon, P. Fredy Rantetaruk, dan P. Leo Sugiyono, MSC

25 April
Vikjen P. Ernesto mengadakan pertemuan dengan tim yang ditunjuk oleh Bapa Uskup untuk mempelajari rencana perubahan Pusat Kateketik menjadi Sentrum Pastoral dalam persiapan Rapat Dewan Imam pada bulan Mei. Tim telah menyiapkan rancangan yang dapat diperbaiki kemudian dalam pertemuan dan diskusi dengan para ketua Pusat Kateketik masing-masing Kevikepan/Regio..

26-28 April
Yayasan Sentosa Ibu mengadakan rapat tengah tahunan selama tiga hari di kediaman CICM untuk mengevaluasi Laporan Keuangan 2006 dan rencana kegiatan RS Fatima dan Akademi Keperawatan Fatima di Pare-pare tahun 2007. Kedua lembaga berada di bawah naungan KAMS.

29 April
Sejumlah 50 remaja menerima Sakramen Krisma di paroki Katedral dalam perayaan ekaristi yang dipimpin Bapa Uskup didampingi pastor paroki, P. Piet Timang.

8 Mei
Dewan Imam yang dipimpin oleh Bapa Uskup mengadakan pertemuan selama tiga hari di Wisma Kare. Agenda utama membicarakan pembentukan Sentrum Pastoral di masing-masing Kevikepan/Regio. Pusat Kateketik yang ada selama ini akan menjadi Sentrum Pastoral dengan bidang tugas yang lebih luas.

13 Mei
Bapa Uskup menerimakan Sakramen Krisma kepada 112 remaja di Bone yang merupakan bagian dari Paroki Soppeng.

Pada hari yang sama, para pengurus dan koordinator Karismatik Kevikepan Makassar mengadakan retret tiga hari dengan tema: Karunia-karunia Roh Kudus. Ada 84 peserta yang mengikuti acara ini di rumah retret di Malino. Tiga suster Puteri Karmel yakni: Sr. Petra, Sr. Laurensia, Sr. Rita, yang membimbing retret. P. Fransiskus Pontoh, moderator karismatik dan P. Ernesto ikut serta dalam kegiatan ini.

14 Mei
Hari ini dimulai kegiatan kebangunan rohani selama tiga hari oleh para suster Puteri Karmel di Paroki Katedral jam 7 malam. Tema renungan: Penyembuhan Luka-luka Batin. Sekitar 700 umat memenuhi katedral.

15 Mei
Kevikepan Makassar mengadakan pertemuan rutin. Agenda rapat antara lain: rancangan peraturan perayaan ekaristi di rumah-rumah umat. Vikep, P. Jos van Rooy cicm memimpin rapat.

16 Mei
P. Ernesto berangkat ke Jakarta dalam rangka upacara penahbisan imam para novis CICM. Mereka adalah: Diakon Robertus Khalifah, Diakon Cornelis La Tabo, Diakon Hieronimus Jemantur, Diakon Hendrikus Hardum. Kedua nama yang pertama berasal dari Muna, Sulawesi Tenggara. Sementara kedua yang terakhir berasal dari Manggarai, Flores. Proficiat, selamat melayani!

18 Mei
Bapa Uskup berangkat ke Sibolga, Sumatera Utara dalam rangka menghadiri penahbisan uskup P. Ludovikus Simanulang, OFMCap pada Minggu, 20 Mei 2007.

21 Mei
Umat paroki St. Yoseph Gotong-gotong memulai kegiatan doa dan diskusi selama dua hari mengenai Bunda Maria. Pembicara adalah P. Petrus Maria del Piero OMI, seorang misionaris Italia dari Kalimantan. Gereja tampak dipenuhi umat yang ingin mendengarkan renungan P. Piero.

25 Mei
Salah seorang imam CICM yang baru ditahbiskan dan berasal dari Muna, P. Cornelis La Tabo merayakan misa pertama di kampung halamannya. P. Silvester Asa cicm, rektor teologi cicm dan wakil Dewan Provinsial cicm, serta P. Mateus Bakolu mendampingi dalam misa. Ratusan umat hadir dalam acara ini.

26 Mei
Vikjen P. Ernesto merayakan ekaristi penutupan kegiatan kursus Evangelisasi Pribadi yang diadakan Paroki Katedral. Kursus dibawakan oleh tim dari Jakarta dan Surabaya. Selamat bagi semua peserta kursus evangelisasi!

Sabtu sore pukul 18.30 P. Frank Bahrun kembali ke rumah Bapa dalam usia 58 tahun di RS Stella Maris. Setelah berbulan-bulan menderita sakit, beliau beristirahat dalam damai, didampingi oleh ibunda dan saudari di sampingnya. Jenasah disemayamkan di aula keuskupan.

27 Mei
Pada Pesta Pentakosta hari ini, ratusan umat katolik datang melayat dan mendoakan mendiang P. Frank di aula keuskupan.

Pukul 6 sore diadakan misa requiem bagi P. Frank Bahrun. Vikjen P. Ernesto bersama 8 konselebran memimpin perayaan ekaristi. Dalam renungannya, P. Ernesto menggambarkan mendiang sebagai orang murah hati, mau melayani dan penuh keramahan bagi siapa saja.

28 Mei
Pukul 1 pagi hari, bapa Uskup tiba dari perjalanan panjang ke Sibolga dan Jakarta dalam rangka penahbisan uskup Mgr Ludovicus di Sibolga dan perayaan 200 tahun Keuskupan Agung Jakarta.

Umat masih memenuhi aula keuskupan untuk melayat jenasah P. Frank. Pada pukul 6 sore diadakan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh P. Paulus Tongli, P. Stanis Dammen, P. Victor Patabang, bersama sekitar 30 imam lainnya.

29 Mei
Pukul 7.30 pagi, ibadat singkat diadakan di aula keuskupan sebelum jenasah P. Frank dibawa ke katedral. Bapak Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan sempat hadir dalam upacara ini. Pukul 8 pagi, misa konselebrasi diadakan di katedral yang dipimpin Bapa Uskup, didampingi Vikep P. Jos van Rooy dan P. Maris Marannu bersama 50 imam dan dihadiri sekitar 500 umat. Dalam homilinya, Bapa Uskup menyebut P. Frank sebagai berkat dari Bapa. Mendiang telah memberikan dirinya sebagai berkat bagi banyak orang di keuskupan ini. Beliau juga menyampaikan rasa terimakasih kepada orangtua dan saudara-saudara mendiang. Setelah misa, arakan 50 kendaraan mengantar sampai ke pemakaman para rohaniwan di Pakatto’, Gowa. Upacara pemakaman dipimpin oleh Bapa Uskup. Uskup menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam saat-saat kedukaan ini.

31 Mei
Di seluruh keuskupan, gereja-gereja mengadakan perayaan ekaristi yang menandai akhir bulan Maria.