Betapa bahagianya kami berada di tempat ini”
(bdk. Mat 17:14; Mrk 9:5; Luk 9:33)
Bahagia. Tak ada kata yang mampu mengungkapkan isi hati ini selain dari kata itu. Kata inilah yang mampu mengisahkan sejarah hidupku ketika menjalani hidup sebagai seorang TOR-er di Seminari TOR St. Yohanes Maria Vianney, Sangalla’. Di sanalah aku dapat merasakan keheningan yang menghadirkan suasana romantis yang membawa kedamaian. Ingin rasanya hati ini kembali mengalami masa-masa itu.
Di saat tugas-tugas kuliah menumpuk, kenangan masa-masa di tahun Orientasi Rohani kembali hadir. Tak ada tugas mendesak yang harus dikerjakan hingga larut malam. Juga tidak perlu pusing memikirkan nilai A, B, C, atau D. Hidup sebagian besar digunakan untuk pengolahan rohani. Kami lebih banyak belajar dari alam, seperti misalnya bekerja di sawah, kebun, kandang babi, dapur, dll. Itu semua direfleksikan setiap hari dalam bentuk tulisan.
Mengisahkan pengalaman di Seminari TOR adalah topik yang paling menarik di Seminarium Anging Mammiri. Rona wajah berseri-seri selalu menghiasi setiap kisah yang terucap. Pengalaman setahun itu terasa sangat berharga. Masing-masing punya pengalaman unik dan menarik untuk disimak.
Demi “Esok” yang Cerah
Berada jauh dari keramaian apalagi yang namanya ‘kota”. Inilah rumah kami, Seminari Tahun Orientasi Rohani (TOR)–KAMS. Di sinilah kami sebagai rekan sepanggilan menapaki jejak-jejak hidup panggilan sebagai seorang calon imam. Rumah ini menjadi rumah yang istimewa.
Di sini tak ada supermarket, yang ada hanya kios-kios kecil; tak ada ‘mall’ yang ada hanya pasar tradisional; tak ada kolam renang, yang ada hanya kolam lele dan sebuah ‘empang’. Semuanya itu kami syukuri. Satu hal yang paling kami banggakan ialah lapangan hijau di depan rumah kami ini yang menguning pada saat-saat tertentu, tempat di mana kami bekerja dan memperoleh penghidupan. Inilah suasana alam rumah kami. Aku sering menyebut tempat ini sebagai “wisma surgawi”.
Walaupun tersembunyi di balik rimbunnya rumpun bambu, seminari ini tetap mampu merona di dalam kegelapan dunia. Kehadiran para pemuda yang silih berganti setiap tahun membawa warna yang khas sekaligus bukti bahwa tempat ini memiliki daya pikat tersendiri. Mereka adalah para “frater TOR”. Sungguh, tempat ini adalah tempat yang tersembunyi namun tak terlupakan!
Semilir angin yang menyejukkan adalah kesan awalku setiap hari. Letaknya yang berada di dataran tinggi membuat udara di pagi hari terasa sangat sejuk bahkan kadang terlalu sejuk sehingga menusuk pori-pori. Bel yang berdering pada pukul 04.45 waktu setempat membangunkanku dari tidur yang lelap. Kadang-kadang mimpi yang indah harus terpotong sebelum mencapai ‘ending’. Dalam suasana pagi yang gemerlap, kami para TOR-er tak terkecuali para staf pembimbing harus bangun untuk memulai hidup yang baru di awal hari yang baru. Pekerjaan sudah menanti. Kami semua harus mengerjakan tanggung-jawab masing-masing: menyiapkan makanan untuk ternak-ternak, membersihkan sekitar kompleks, mengepel, memasak di dapur, mempersiapkan misa pagi, dll. Kadang-kadang setiap pekerjaan harus dikerjakan dalam keadaan setengah sadar karena masih mengantuk.
Kami bersyukur karena bisa menikmati semuanya itu dan mampu menghayati nilai dari setiap pekerjaan yang dilaksanakan. Ini semua berkat bimbingan dari para Romo Pembimbing yang selalu menekankan nilai-nilai dari setiap pekerjaan. Cara ini pun adalah salah-satu bentuk formasi yang sungguh melatih kedisiplinan dan daya tahan.
Pola kerja yang demikian membuat saya merasa tertantang untuk berbuat yang lebih. Melalui pekerjaan seperti ini secara tidak langsung kami diajak untuk menunjukkan rasa solidaritas terhadap saudara-saudara di luar sana yang hidup menderita. Dalam hal ini pun kami terbina untuk memiliki daya juang yang tinggi; tidak mudah menyerah pada tantangan. Terik matahari, lumpur, lintah, dll., tidak menjadi alasan untuk berhenti. Ini semua demi masa depan kami, masa depan Gereja. Gereja membutuhkan imam-imam yang memiliki rasa solidaritas dan daya juang yang tinggi. Pembinaan seperti ini adalah bekal untuk hari esok karena yang ditanam hari ini adalah yang akan dituai esok.
Selamat merayakan pesta perak bagi Seminari St. Yohanes Maria Vianney, Sangalla’-KAMS. Semoga semangat St. Yohanes Maria Vianney senantiasa menjadi spiritualitas yang akan mengarahkan setiap calon imam dari KAMS menjadi imam-imam yang memiliki “nilai plus”. *** Penulis: Michael Reskiantio Pabubung, Mahasiswa Fakultas Filsafat-Teologi, Universitas Sanata Dharma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar