Rabu, 09 September 2015

LEMBAGA PENDIDIKAN KATOLIK (LPK) MEMBUKA TAHUN AJARAN BARU DENGAN PERAYAAN EKARISTI


Rabu, 22 Juli 2015, menurut kalender pendidikan yang dibuat oleh KOMDIK-MPK Keuskupan Agung Makassar merupakan hari pertama masuk sekolah untuk Tahun Pelajaran 2015/2016. Hari itu tidak digunakan untuk proses pembelajaran tetapi dimanfaatkan oleh Pengurus KOMDIK-MPK mengundang semua guru dan karyawan yang berkarya di Lembaga Pendidikan Katolik Keuskupan Agung Makassar, yaitu dari Yayasan Paulus Makassar, Yayasan Taman Tunas, Yayasan YEEMYE, dan Yayasan Menara untuk membuka Tahun Ajaran Baru dengan perayaan ekaristi bersama sekaligus bertatap muka dengan Uskup. Perayaan ekaristi dilaksanakan di Gereja Katedral dimulai pada pukul 09.00 Wita. Kegiatan ini sungguh dirindukan oleh banyak pihak karena sudah lama kegiatan semacam ini tidak diadakan, terkhir kali dilaksanakasudah beberapa tahun yang lalu. Kegiatan ini dihadiri oleh Pastor, Suster, Frater, Guru-guru dan karyawan dari TK, SD, SMP, dan SMA dari keempat Yayasan tersebut, meskipun memang ada beberapa orang yang tidak bisa hadir karena adanya kegiatan sekolah yang tidak bisa ditinggalkan. Pada awalnya ada keraguan dari Ketua KOMDIK-MPK, tentang jumlah guru yang akan hadir, namun kenyataan sungguh menggembirakan karena dihadiri ± 250 orang. Sebagai tanda kebersamaan, semua Yayasan berbagi tugas  dalam perayaan ekaristi tersebut.

Perayaan Ekaristi
Dalam misa yang dilaksanakan di Gereja Katedral, Uskup menyapa umat yang berkarya di dunia pendidikan ini  khususnya yang berkarya di LPK bahwa guru adakalanya bukan hanya sebagai pendidik tetapi juga berperan sebagai  orang tua. Dalam khotbah berdasarkan bacaan dari Amsal 4:1-27 dan Matius 25:14-30, Uskup menegaskan  bahwa pekerjaan sebagai guru bukanlah profesi belaka tetapi lebih dari itu yaitu  tugas panggilan sebagai orang beriman. Uskup menyatakan bahwa kedua bacaan sangat erat bebicara tentang pentingnya urusan dalam dunia pendidikan, yang menekankan bahwa:

1. Guru sebagai pendidik digunakan sebagai alat oleh Sang Pemberi Kehidupan ini untuk membantu subjek didik dalam mengembangkan talenta yang sudah dianugerahkanNya.
2. Tugas guru, dalam hal ini adalah menyadarkan subjek didik kita masing-masing untuk mengisi sebanyak-banyaknya kantong mereka dengan kerikil-kerikil (pengetahuan) yang kelak akan menjadi emas dalam meraih cita-cita mereka.
3. Tantangan bagi guru adalah bagaimana guru menyadarkan subjek didik supaya mau belajar, karena berhasil tidaknya pendidikan ditentukan oleh subjek didik itu sendiri. Dalam hal ini guru dituntut untuk meyakinkan subjek didik agar mereka mau belajar dengan sungguh-sungguh mengumpulkan kerikil (ilmu) sebanyak-banyaknya yang kelak akan menjadi emas untuk bekal kehidupan mereka.

Uskup kemudian mengulas lebih lanjut  tentang tujuan pendidikan  bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah untuk meningkatan kualitas profesional yang berkaitan dengan keterampilan dan pengetahuan  serta meningkatkan kualitas hikmad yang berkaitan dengan moral dan kebijaksanaan. Manusia yang pintar tanpa moral adalah manusia-manusia yang berbahaya bagi sesamanya. Olehnya manusia harus menyeimbangkan antara kualitas profesional dan kualitas hikmatnya, pengetahuan dan moral.

Uskup menutup kotbahnya dengan berkata, “Firman Tuhan yang kita dengarkan pada hari ini sungguh menjadi kritik yang tajam terhadap dunia pendidikan kita, semoga bermanfaat bagi kita”.
Selesai Misa, Pastor Alex Lethe, Pr selaku  ketua KOMDIK-MPK  mengucapkan terima kasih kepada Bapak Uskup yang telah bersedia memimpin misa dan memohon kesediaan Uskup dan mengajak seluruh peserta untuk pindah ke aula keuskupan untuk melanjutkan ramah tamah dan dialog dengan Uskup, yang dipandu oleh Ibu Lusia Belu Tandirerung, S.Pd.


Dialog dengan Uskup
Dalam pengantar dialog, Pastor Alex Lethe, Pr kembali mengingatkan Nota Pastoral Para Uskup Tahun 2008, LPK sebagai media pewartaan kabar gembira, unggul dan berpihak pada yang miskin, dengan ciri khas, serta setia pada spiritualitas pendiri. Ciri khas Katolik bukan hanya dilihat dari simbol-simbol keagamaan yang dipasang di ruang-ruang sekolah saja, tetapi lebih dituntut dari perbuatan atau karya nyata kita yang menunjukkan kekatolikan, yaitu semangat cinta kasih. Pastor juga mengingatkan para peserta agar dalam dialog dengan Uskup peserta tidak berbicara tentang hal-hal teknis yayasan tetapi lebih pada makna kehadiran sekolah katolik. Uskup mengawali dialog dengan dua pertanyaan, yaitu:

1. Mengapa sekolah katolik mulai ditinggalkan?
2. Apa kekhasan sekolah-sekolah Katolik?

Sebenarnya hal yang terpenting dari sekolah katolik adalah hal pelayanan, yaitu melayani subjek didik kita dengan kasih. Lebih lanjut Uskup mengungkapkan bahwa menurut Kardinal Maria Martini, Uskup Agung Milano, pelayanan itu dapat dibedakan:
1. Pelayanan ke dalam (in fidei), yaitu pelayanan yang menyangkut iman.
2. Pelayanan keluar (ex fidei), yaitu pelayanan karena iman, seperti pelayanan kita di bidang pendidikan ini. Karena imannyalah gereja melakukan pewartaan melalui dunia pendidikan.

Jadi yang pokok adalah pelayanan yang penuh kasih bagi peserta didik, masalah ditinggalkan atau tidak, adalah masalah lain. Uskup juga menegaskan bahwa keluarga mempunyai peranan sangat penting dalam karya pendidikan dan pewartaan, bahkan Paus Fransiskus menjadikan pastoral keluarga sebagai pastoral gereja yang sangat penting. Keluarga merupakan sel gereja, jika sel gereja ini sehat maka akan berdampak positif pada gereja, masyarakat, bangsa dan negara, bahkan dunia, namun sebaliknya jika sel gereja sakit juga akan berdampak negatif pada perkembangan di masyarakat.

Uskup mengajak umat untuk melihat kenyataan terkini yang terjadi di masyarakat secara global bahwa banyak negara-negara maju yang sudah melegalkan perkawinan sesama jenis. Hal ini sudah menyalahi hukum Ilahi karena membentuk keluarga atau sel masyarakat yang sakit. Keluarga-keluarga yang dibentuk dari perkawinan sejenis ini ternyata juga menginginkan anak, yang tentunya tidak bisa diperoleh melalui keturunan (alamiah) sehingga mendapatkannya dengan cara adopsi bahkan membeli anak dari keluarga-keluarga miskin, dan sekarang ini sedang marak-maraknya terjadi perdagangan anak (orang) atau trafficking. Jika manusia sudah diperdagangkan berarti hidup ini sudah tidak ada nilainya lagi dan hal ini sudah menyalahi hak asasi manusia.  Bagi gereja Katolik tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat memiliki hidup orang lain karena yang berhak atas hidup kita yang sesungguhnya adalah Sang Pemberi hidup itu sendiri (Tuhan).

Pemaparan Uskup dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Tanya jawab hanya dapat berlangsung singkat dan memberi kesempatan kepada 5 orang karena waktu yang sangat singkat. Pertemuan ditutup pada pukul 12.30 Wita dengan makan siang bersama Uskup dan seluruh hadirin.

Penutup
Banyak peserta yang mengusulkan agar kegiatan semacam ini sebaiknya diadakan setiap tahun supaya semakin mempererat kebersamaan antar Yayasan, bahkan ada yang    mengusulkan agar kegiatan bukan hanya misa bersama tetapi juga kegiatan lain. Ketua Komdik-MPK menanggapi usul itu dengan mengatakan bahwa sebenarnya wadah untuk membangun kerjasama itu sudah dibentuk beberapa waktu yang lalu, hanya saja tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sudah dibentuk wadah kerja sama antar Kepala Sekolah (K3S) dan ada pula Kelompok Kerja Guru (KKG) baik untuk guru kelas maupun untuk guru bidang studi. Wadah-wadah ini sebaiknya dihidupkan dan digiatkan kembali dan hal ini sangat ditentukan oleh pimpinan sekolah dan dukungan pengurus yayasan.

Bapak Uskup juga menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa misa pembukaan Tahun Ajaran Baru bahkan masih selalu dibuat sekolah-sekolah katolik di Eropa di negara-negara dimana agama kurang diperhatikan lagi. Karena itu beliau mengajak untuk membuat hal yang sama dan juga menggiatkan kembali wadah yang telah dibentuk itu.

Kiranya pelayanan yang penuh kasih dalam karya pendidikan ini sungguh memuliakan dan meluhurkan nama-Nya. *** (Penulis: Florentina Sunarti)

Tidak ada komentar: