Ex-Muda-Mudi Gotong-gotong mengunjungi Pastor Jos van Rooij saat dirawat di RS. St. Carolus, Jakarta
|
Pada hari Rabu malam sekitar pukul 20.30 WITA, 10 Juni 2015, saya mendapat berita melalui WhatsApp dari teman-teman ex-muda/i gotong-gotong yang telah tinggal di negeri Belanda, bahwa Pastor Adriaan Jos van Rooij, CICM yang tercinta telah berpulang ke rumah Bapa di Surga. Mendengar berita itu, rasanya sedih dan air mata saya keluar tak tertahankan. Waktu itu baru selesai doa rukun dan kami sempat membincangkan mengenai Pastor yang sakit oleh beberapa anggota rukun yang baru mengetahui hal itu (Pastor sudah setahun dirawat di negeri Belanda). Berhubung saya lebih tahu sedikit dari yang lain, saya menginformasikan bahwa kondisi Pastor saat ini memprihatinkan karena jantungnya semakin melemah dan tidak bisa lagi memompa dengan baik sehingga Pastor sulit berbicara banyak dan cepat capek. Berbicara beberapa menit Pastor sudah kelelahan dan tertidur padahal teman yang mengunjungi Pastor belum pulang. Saya sempat mengatakan bahwa Pastor tinggal menunggu waktu dan memasrahkan hidupnya kepada Sang Mahakuasa. Perasaan saya ketika mengatakan demikian seakan-akan Pastor bersama kami dan kenyataannya Pastor memang telah pergi untuk selamanya ketika kami membincangkannya.
Sedih dan menyesal karena tidak menyempatkan diri, menjenguk Pastor di RS St. Carolus sebelum Pastor dibawa ke negeri Belanda pada bulan Juli 2014. Waktu mendengar informasi bahwa Pastor dirawat di RS St. Carolus saya sementara mengikuti retret di Cikanyere di bulan Juli 2014. Teman lama yang sempat menjenguk Pastor ketika itu, saya titipkan salam ke Pastor, mengatakan bahwa Pastor sangat ingat saya dengan mengatakan ‘Grace yang bergelar Doktor’ (maklum banyak yang bernama Grace). Kondisi ketika itu membuat saya berpikir bahwa kemungkinan besar tidak bisa lagi bertemu yang terakhir kalinya dengan Pastor. Saya berdoa dengan perasaan sedih dan menyesal untuk kesehatan Pastor dan agar Pastor bisa kembali ke Makassar seperti yang dirindukannya serta merayakan imamatnya yang ke-50. Namun, Tuhan berkehendak lain Pastor meninggal di negeri kelahirannya dan itulah yang terbaik yang diberikan Tuhan kepada Pastor yang tercinta.
Pertama kali mengenal Pastor Adriaan Jos van Rooij, CICM ketika Pastor bertugas di Gereja Gotong-Gotong sebagai Pastor Paroki dalam usia sekitar 40 tahun. Usia saya waktu itu masih remaja (siswa SMP) dan belum lama menjadi umat Gereja Gotong-Gotong yang sebelumnya dari Gereja Katedral. Pastor yang saya kenal adalah pastor yang ceria dengan suaranya yang parau dan masuk ke dalam sehingga kadang sulit dipahami apa yang disampaikannya. Beliau sangat memperhatikan kaum muda dan pada masa beliau di Gereja Gotong-gotong dibentuk PEMUKA (Persaudaraan Muda/i Katolik) yang anggotanya banyak dan bisa eksis kurang lebih 10 tahun. Kegiatan muda/i selalu mendapat dukungan dari Pastor. Pastor malah mendorong kami untuk terus beraktivitas dan berkreasi karena dengan demikian kita bisa saling mengenal satu sama lain dan Gereja bisa lebih berkembang dalam iman Katolik. Ini menjadi kenyataan karena beberapa di antara kami memang menjadi pasangan suami isteri termasuk saya. Robby L. Panglewai, suami saya, adalah Ketua I PEMUKA. Bibit ini tertanam dalam diri saya. Saya termotivasi untuk terlibat dalam kegiatan kaum muda.
Pastor juga pandai dalam hal mengumpulkan dana untuk Gereja. Saya salah satu kolektor sumbangan umat dari rukun-rukun untuk Gereja. Setiap menjalankan kartu penyumbang untuk rukun saya, Pastor memberi 10% dari dana yang terkumpul. Ketika itu usia saya masih muda (belasan tahun), dengan mendapat 10% saya senang sekali dan saya sangat rajin melakukan itu setiap bulan...he..he..he. Ini cara Pastor memotivasi pengumpulan dana untuk Gereja. Demikian juga halnya pada waktu menjadi pembina yayasan Pangamaseang, pastor membuat usaha lilin sehingga bisa menambah pendapatan yayasan. Pastor juga memiliki jiwa kewirausahaan.
Ketika menjadi mahasiswa S1 tingkat akhir yang menyiapkan penelitian sebagai syarat kelulusan, saya disarankan oleh salah satu dosen Unhas yang beragama katolik, Kusnadi Purnomo, menulis mengenai keuangan gereja dalam hal ini sistem dan prosedur arus kas di Gereja St. Joseph Gotong-Gotong. Proposal penelitian saya buat dengan melakukan penelitian awal di Gereja dan Pastor sebagai sumber informasi. Saya jadi mengenal istilah intensi misa dan iura stolae selain kolekte sebagai sumber-sumber penerimaan gereja. Pastor dalam hal ini sangat mendukung, namun sayang sekali karena proposal penelitian saya ditolak oleh dosen penguji dengan alasan objeknya adalah Gereja (dulu dianggap masih tabu membahas keuangan tempat ibadat atau dalam hal ini gereja). Pastor sangat terbuka dengan keuangan gereja dan pada masa itu juga awalnya kolekte diumumkan ke umat di Gereja Gotong-Gotong.
Pada tahun 1992 saya menikah, ada keinginan diberkati oleh Pastor namun Pastor sudah pindah tugas di Gereja Andalas (Kristus Raja). Berhubung mendapat fasiltas perumahan di jalan Sunu, tahun 1995 saya dan keluarga juga ikut pindah menjadi umat Gereja Andalas. Pastor sudah 5 tahun bertugas di situ dan setahun kemudian Pastor dipindahtugaskan menjadi Pastor Paroki Kare. Selama bertugas di Gereja Andalas sayangnya belum bisa banyak membantu Pastor karena masih berjuang dalam karier dan hidup. Walaupun demikian setiap kali bertemu, Pastor pasti akan menyapa dengan ramah dan penuh kasih sambil memegang tangan dengan hangat. Kasihnya kepada saya dan keluarga sebagai umatnya sangat dirasakan. Pastor selalu menanyakan kondisi dan perkembangan kami, khususnya perkembangan pendidikan dan karier saya, karena Pastor mengetahui profesi saya sebagai dosen. Itulah sebabnya jawaban Pastor ketika ditanya ingat Grace maka ada tambahan ‘Grace yang bergelar Doktor’ dan kebanggaannya itu disampaikan juga ke umat lain. Hal yang dilakukan Pastor ini membawa dampak tidak langsung dalam hidupku. Sekarang saya kembali melayani di Gereja seperti yang saya lakukan di masa muda sebelum menikah. Hal yang sudah lama tidak saya lakukan dan saya rindu melakukannya.
Pastor juga sangat memperhatikan kaum miskin papa terutama anak-anak yang telah menjadi yatim piatu dengan mendirikan Panti Asuhan Pangamaseang. Pastor tetap konsisten memperhatikan kaum muda termasuk anak-anak yang sangat dia rindukan ketika berada di Belanda sebelum masa akhir hidupnya. Pastor sempat mengadakan percakapan jarak jauh dengan menggunakan bantuan teknologi (teleconference), namun Pastor terlihat lelah walaupun hatinya senang karena masih diperhatikan oleh umat di Makassar. Pastor juga memperhatikan para lansia dengan membangun rumah Jompo. Pastor mengatakan bahwa biaya yang termasuk besar untuk lansia adalah biaya pembalut (kencing sulit dikontrol) apalagi jika musim hujan. Untuk itu bantuan pembalut sangat dibutuhkan dari umat selain bantuan untuk anak-anak yatim piatu.
Inilah kenangan saya akan Pastor Adriaan Jos van Rooij, CICM yang telah dipanggil oleh Bapa di Surga. Selamat jalan Pastor, kenangan bersamamu tidak kami lupakan. Tiap kali mendengar atau menyanyikan lagu ‘Dengar Dia Panggil nama saya’ atau lagu ‘Dalam Yesus kita bersaudara’ teringat goyang pinggul Pastor yang merupakan ciri khas Pastor saat bernyanyi sambil bergoyang. Dua lagu karismatik yang sering dinyanyikan Pastor di Gotong-Gotong jika berkumpul dengan orang muda dan Pastor juga sebagai koordinator gerakan karismatik KAMS. Doakan kami Pastor yang masih berzirah di dunia. RIP. *** (Penulis: Grace Pontoh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar