Rabu, 09 September 2015

Dari Sarasehan Liturgi KAMS, 5-8 Agustus 2015: LEX CREDENDI = LEX ORANDI = LEX AGENDI = LEX VIVENDI

Dengan judul (berbahasa Latin) ini penulis tidak bermaksud menguraikan suatu pengajaran teologi. Akan tetapi penulis bermaksud menyajikan suatu arah/tindakan pastoran praktis dan pragmatis terkait dengan kegiatan pemberdayaan dalam ber-katekese dan ber-liturgi yang selama ini dipromosikan lewat Komisi Evangelisasi (Liturgi-Katekese-Kitab Suci) KAMS. Kata-kata Judul di atas kurang lebih artinya “apa yang diimani/dipercaya, seperti itu juga yang didoakan, seperti itu juga yang dilakukan (dalam perbuatan), seperti itu juga yang dihidupi (dijadikan model/gaya hidup).

Mengaplikasikan atau menerapkan apa yang diimani (dihayati) dalam Kitab Suci, yang dirayakan dalam liturgi atau didoakan, tentu bukanlah suatu perkara gampang. Maka tidak mengherankan bahwa ajaran iman dan perayaan iman seringkali nampak sebagai sesuatu yang berdiri sendiri seperti lepas dari situasi dan persoalan hidup yang faktual dan aktual, bisa dikemas atau dipresentasikan dengan cara tertentu, dengan anggun, meriah atau semarak bahkan sesuai dengan selera para peraya. Spiritualitas atau hidup rohani orang-orang yang berdoa dan merayakan iman itu, bisa saja masih jauh dari isi, makna dan maksud yang tertulis dalam Kitab Suci yang diajarkan dan selalu dirayakan dalam liturgi.

Tujuan utama kita berdoa dan merayakan iman (liturgi) tak lain adalah untuk memuliakan Tuhan dan arus-baliknya adalah menghidupi dan melaksanakan apa yang dianugerahkan Tuhan yaitu kekudusan/penebusan dalam hidup yang nyata-konkrit, dalam pergaulan dan kebersamaan dengan sesama manusia dan alam ciptaan. Dengan demikian, hidup kita orang beriman, dunia dan kebersamaan kita sungguh dapat nampak menjadi arena perjumpaan kita dengan Tuhan dan sesama, yang diwarnai oleh kepekaan dan kepedulian serta tanggungjawab kita satu terhadap yang lain. Dalam arena seperti itulah akan bisa nampak dengan jelas jalinan kesatuan tak terpisahkan antara iman – kata (ungkapan) – dan perbuatan (realitas).

Untuk sampai ke sana tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak juga ada suatu resep yang siap pakai dan cepat saji (ready made dan instant) yang bisa membantu kita untuk menjadi manusia yang baik, sempurna, damai serta bahagia? Sesungguhnya yang kita butuhkan adalah pengulangan terus-menerus by trial and error menghayati dan melakukan iman kita itu, suatu proses hidup dan upaya yang tak pernah berhenti untuk belajar, mendengar dan melakukan sabda Tuhan. Itu pun dengan sikap iman dan harapan bahwa bahwa bukan kita yang menentukan hasil melainkan bila Tuhan berkenan dan bermurah hati menganugerahkan apa yang dijalani, diperjuangkan dan diharapkan.

Terkait dengan cita-cita dan tujuan seperti itulah maka Komisi Evangelisasi berupaya memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang bisa membantu kita untuk belajar bersama agar semakin berdaya dalam memahami, merayakan dan melaksanakan iman kita sebagaimana diajarkan dalam Kitab Suci dan tradisi Gereja, dalam situasi dan konteks yang terkini (up to date) dan tetap berakar serta tidak tercerabut dari lingkungan tradisi dan budaya yang telah menghidupi dan membesarkan kita.

Bekerja sama dengan Komunitas Dominica in Sabato, awal Agustus 2015 Komisi Evangelisasi  menawarkan para imam berlokakarya bersama tentang liturgi, yang dipandu dan diarahkan oleh tim dari Komisi Liturgi KWI Jakarta. Lokakarya ini merupakan kegiatan penyegaran teologi dan pastoral liturgi bagi para imam. Apa yang telah pernah dipelajari dulu di bangku kuliah atau apa yang selama ini sudah dilaksanakan secara rutin dan berulang-ulang di medan pelayanan terkait dengan perayaan-perayaan liturgi, dilihat lagi kembali, didalami, dievaluasi dan direfleksikan bersama-sama. Tentu dengan maksud agar tindakan dan karya pelayanan liturgi para imam bisa tetap up to date, aktual dan relevan dengan kehidupan nyata umat. Dengan demikian apa yang merupakan prinsip Lex Credendi, apa yang diimani, juga sungguh menjadi Lex Orandi, didoakan dan dirayakan dalam liturgi, menjadi Lex Agendi, dilaksanakan dalam kenyataan hidup umat sehari-hari dan menjadi Lex Vivendi, dijadikan model/cara/gaya hidup umat beriman sepanjang hidup mereka. Kalau iman sungguh bisa dihayati dan diaplikasikan seperti itu, maka doa dan perayaan liturgi kita pun akan terhindarkan menjadi perayaan rutin dan monoton belaka yang seringkali dilakukan hanya sebagai kewajiban  yang tidak disadari arti dan maknanya.

Lokakarya atau studi bersama tentang Liturgi, merupakan hal yang mempersatukan para pelayan dalam karya, kiranya dapat sangat membantu menyegarkan wawasan dan motivasi pelayanan para imam, bahwa perayaan Liturgi seperti Misa Kudus (Ekaristi) bukanlah suatu pekerjaan (job) yang harus dilaksanakan karena itu adalah profesi (pekerjaan) seorang imam, dan profesi (pekerjaan) biasanya juga berarti harga diri, status sosial (kedudukan) di mata umat atau publik, dan bahkan juga dimengerti sebagai sumber pendapatan/ekonomi dan sumber kemakmuran. Tanpa refleksi bersama bisa saja terjadi bias (penyimpangan) dalam orientasi pelayanan liturgi seorang imam. Pelayanan tugas-tugas sakramental bisa saja dilaksanakan dengan sangat rajin, penuh semangat, semarak dengan banyak atraksi dan daya tarik, namun tujuannya adalah untuk kepentingan dan kejayaan pribadi seorang pelayan dan bukan untuk membangun komunitas atau paguyuban umat beriman demi kemuliaan Allah. Tugas-tugas pelayanan perayaan Liturgi juga tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan sebagai tempat aktualisasi diri para pelayan. Liturgi pertama-tama adalah karya Allah dalam Yesus Kristus, tanda yang mewadahi dan menampakkan perjumpaan Allah dan manusia dan kita umat beriman ada di dalamnya.

Melalui studi bersama ini para pelayan liturgi sangat terbantu untuk lebih menyadari bahwa fungsi dan peran para gembala umat (imam) ialah menjadi fasilitator dan instrumen dalam mewujudkan visi dan misi Gereja sebagai lembaga/institusi yang orientasi utamanya adalah pelayanan kepada umat Allah. Maka dengan studi dan refleksi bersama para pelayan umat juga terbantu untuk senantiasa berpikir secara kelembagaan dan tidak selalu berpikir secara individual. Tugas dan fungsi pelayanan dilaksanakan dalam bingkai kelembagaan yang merupakan wadah bersama untuk mengemban visi dan misi Gereja. Tanpa bingkai dan aturan kelembagaan, koordinasi dan tujuan pelayanan akan kacau balau dan masing-masing orang bisa mencari keuntungan dan kejayaan bagi dirinya sendiri. Fungsi dan pelayanan liturgi dan imamat dalam Gereja jelas bukanlah untuk interesse dan kepentingan pribadi. Imam secara personal dipanggil oleh Allah dan ditahbiskan untuk menjalankan secara fungsional perayaan liturgi (ritus) yang terkait tugas-tugas pelayanan bagi umat beriman. Salah satu pertanyaan (penyelidikan calon imam) oleh Uskup pada tahbisan imam ialah: “Bersediakah saudara sesuai dengan tradisi Gereja, dengan hormat dan setia, merayakan karya penebusan Kristus untuk meluhurkan Allah dan pengudusan umat-Nya?” Kiranya studi dan refleksi bersama tentang liturgi, bisa sangat berguna untuk membantu para imam agar tidak terjerumus ke dalam ego sektoral pelayanan masing atau menjadikan unit karya tempat pelayanan seperti sebuah kerajaan kecil miliknya sendiri.

Kiranya dengan pemahaman yang benar, selalu segar dan cukup mendalam tentang Liturgi sebagai salah satu tugas dan tanggungjawab utama pelayanan para imam, ajaran prinsip lex credendi, lex orandi. Lex agendi, lex vivendi, kiranya dapat semakin menjadi nyata dalam kehidupan, tindakan dan kebersamaan umat beriman atau semakin membumi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bahkan ada yang mengatakan kalau perayaan Liturgi baik, paroki juga menjadi lebih baik/maju. Mengapa? Karena bila perayaan Liturgi baik/bagus, banyak orang suka datang menghadiri Misa, kehausan batin terpenuhi, iman umat diteguhkan dan ini merupakan landasan bagi karya pelayanan lainnya (bdk. Ecclesia de Eucharistia, II). Karya-karya pastoral akan berjalan lebih mulus dan lebih baik, apabila kesalehan pribadi setiap orang dibentuk melalui perayaan iman yang dijalankan dengan setia dan penuh tanggungjawab.

Alhamdulillah, para peserta lokakarya liturgi ini merasa puas dan sangat gembira kerena bisa mendapatkan penyegaran teologis, spiritualitas dan pastoral lagi terkait dengan tugas dan tanggungjawab yang selalu mereka pikirkan, rayakan dan lakukan sebagai imam pelayan umat Allah. Dan sebagian besar peserta merasa bahwa kegiatan seperti ini sangat penting, memberikan banyak masukan dan sebaiknya dilaksanakan sekali setiap tahun.*** (Penulis: Pastor Victor Patabang, Ketua Komisi Evangelisasi KAMS)

Tidak ada komentar: