Tahun ini Seminari TOR St. Yohanes Maria Vianney merayakan 25 tahun berdirinya. Tak dapat dipungkiri bahwa selama keberadaannya, Seminari TOR telah memberikan kontribusi yang sangat penting kepada Gereja khususnya kepada Gereja Lokal Keuskupan Agung Makassar dengan cara mengambil bagian dalam proses formasi calon-calon imam diosesan KAMS. Program formasi di Seminari Tahun Orientasi Rohani secara resmi dimulai di Yogyakarta pada bulan Agustus 1990. Enam tahun komunitas TOR menempati salah satu unit di kompleks Seminari Tinggi Anging Mammiri. Pada tahun 1996 Seminari TOR dipindahkan ke Makassar dan ditempatkan di Wisma Kare (sekarang Baruga Kare). Krisis politik dan ekonomi 1998 yang melanda negeri ini dan tak kunjung berakhir melahirkan konflik horizontal antar golongan, suku, agama dan ras. Akibatnya kompleks Wisma Kare dibakar massa pada tahun 1999 sehingga seluruh penghuninya harus mengungsi menyelamatkan diri. Komunitas TOR kemudian berpindah ke Jalan Gagak, Makassar dan mengontrak sebuah rumah di depan Seminari Menengah St. Petrus Claver hingga tahun 2000. Tahun 2000 setelah kontrak rumah berakhir mereka berpindah lagi dan menumpang di rumah formasi yakni Novisiat CICM di km 13 Makassar hingga tahun 2006. Perkembangan selanjutnya pada tahun 2006 beberapa unit bangunan di Borong – Sangalla’ telah selesai dibangun sehingga angkatan baru dapat menempati bangunan baru tersebut. Sejak 2006 itulah program formasi Seminari Tahun Orientasi Rohani mulai di Sangalla’ – Tana Toraja hingga hari ini.
Duapuluh lima tahun telah terlampaui; suka dan duka, tawa dan tangis, susah-senang mewarnai ornamen pencarian dan penggalian makna mau ke mana sosok seminari bernama Tahun Orientasi Rohani harus melangkah. Kini di usia yang ke-25 Seminari TOR pantas menyatakan rasa syukur yang mendalam bahwasanya waktu itu tidaklah sia-sia. Ada angka yang tertulis di lembaran sejarahnya jika sudah ada jumlah orang yang telah menjadi imam diosesan KAMS dan mereka pernah berformasi di Seminari TOR. Tentulah penghayatan imamat mereka kemudian, memuat pula sejumlah tempaan rohani selama kurang lebih setahun bermenung, berefleksi dan berbagai proses discernment di seminari ini. Oleh karena itu pada tahun ini, tepatnya 13 dan 14 Agustus 2015 diadakan beberapa rangkaian perayaan dalam rangka syukur tersebut. Pada 13 Agustus 2015, bertempat di Aula paroki Makale, diadakan seminar sederhana menghadirkan pembicara yakni R.D. Siprianus Hormat dan Mgr. John Liku Ada’. R.D. Siprianus Hormat adalah sekretaris eksekutif Komisi Seminari KWI menekankan tiga hal yang penting diperhatikan dalam seluruh proses formasi di seminari yakni berpijak, berpihak, bergerak. Berpijak artinya memperhatikan konteks budaya dan wilayah di mana berada; “di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung”, berpihak artinya proses formasi diarahkan pada semangat ‘option for the poor’ dan bergerak artinya melakukan suatu tindakan konkret “menyingsingkan lengan’. Sementara Bapak Uskup, Mgr. John Liku Ada lebih menekankan bahwa pendidikan di seminari khususnya di Seminari TOR harus benar-benar diarahkan pada pembentukan kerohanian para seminaris sehingga mereka secara pribadi memiliki kedekatan yang erat dengan Tuhan sendiri.
Setelah seminar di Makale acara dilanjutkan pada petang hari di kompleks Seminari TOR. Acara yang bertemakan Kreasi Seni Ladang Subur Humaniora itu tidak lain adalah pergelaran kreasi seni yang menampilkan berbagai ekspresi seni; gerak dan lagu, drama dan tari-tarian tradisional serta modern. Acara ini didukung oleh siswa-siswi SMA Katolik Makale, siswa-siswi Katolik SMA Negeri 1 Makale dan seluruh OMK se-kevikepan Toraja. Pergelaran yang dikemas dengan sangat baik, rapi dan teratur tersebut diharapkan menjadi bentuk pendidikan humaniora bagi generasi muda Katolik. Jauh hari sebelum menampilkan kreasi seninya, mereka telah berlatih serius dan disiplin di tempat masing-masing, dan itulah proses yang dimaksudkan memberikan pendidikan humaniora. Melalui seni jiwa dan perasaan mereka dilembutkan, ditajamkan kepekaannya sehingga pada akhirnya diharapkan semakin manusiawi. Pada gilirannya mereka dapat ber-solidaritas dan berempati dengan sesamanya manusia dan mencintai lingkungan serta mengabdi Tuhannya. Malam pergelaran ini mengundang cukup banyak perhatian OMK bahkan orang tua.
Keesokan harinya, tepatnya 14 Agustus 2015, diadakan puncak perayaan syukur dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Bapak Uskup. Ikut konselebran kurang lebih 30 imam baik dari Kevikepan Toraja maupun dari kevikepan lain. Setelah itu, perayaan Ekaristi dilanjutkan dengan acara ma’lettoan melibatkan hampir semua paroki di kevikepan Toraja dan hampir semua stasi di Paroki Sangalla’. Perayaan puncak ini dihadiri oleh cukup banyak umat dari seluruh paroki di kevikepan Toraja sehingga membuat acara semakin meriah. Di balik kemeriahan tersebut tersirat pengharapan bahwa dari hari ke hari umat semakin antusias mengambil bagian dalam proses pendidikan di Seminari. *** (Penulis: Pastor Cornell Tandiayuk, Rektor Seminari TOR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar