P. Marcellus Rarun MSC dan P. Felix Amias MSC
|
Sinode Diosesan Keuskupan Agung Makassar (KAMS) diselenggarakan pada 27-31 Mei 2012 di Hotel Singgasana – Makassar dan menghasilkan 8 strategi komisi: Komisi Re-Evangelisasi, Komisi Keluarga (2012), Komisi Pendidikan, Komisi Kesehatan, Komisi Ekonomi, Komisi Budaya, KOMISI POLITIK (2013), dan Komisi Sarana-Prasarana. Mengingat tahun 2013 adalah Tahun Politik, maka Komisi Politik Kevikepan Luwu Raya melaksanakan Hasil Sinode KAMS melalui beberapa kegiatan. Namun, yang disampaikan di sini bukanlah kronologi kegiatannya, melainkan materi apa yang diusahakan agar disadari, dipahami, dan dilaksanakan umat Katolik dalam dunia politik.
I. Tanggal 2-4/11/2012: Training For Trainers di Wisma Kare - Makassar
Pertemuan Wisma Kare dilaksanakan oleh pihak Keuskupan. Anggota Komisi Politik Kevikepan Luwu Raya hadir sebagai peserta. Hasil pertemuan ini menjadi materi dasar kegiatan selanjutnya di tingkat Kevikepan.
Pertemuan Wisma Kare ini lebih berhubungan dengan pelatihan para pelatih (training for trainers) untuk melatih umat Katolik di komunitas basis agar menyadari keterlibatannya dalam dunia politik. Namun, kami tidak mensosialisasikan seperti pada modul, tetapi lebih menyampaikan tentang apa yang dipahami umat Katolik tentang politik: mulai dengan masalah, akar masalah, dan solusi.
Pertama: Masalah pokok di bidang politik: umat belum memahami dengan benar apa artinya menjadi ‘garam’ dan ‘terang’ dunia; umat kurang berminat politik karena pemahaman yang keliru bahwa politik itu kotor; kurangnya tokoh Katolik dalam politik formal baik eksekutif maupun legislatif; politik uang merusak demokrasi dan merendahkan martabat manusia; dan umat Katolik tidak mempunyai strategi bersama (terkenal sangat kuat dalam kesatuan tetapi rapuh dalam praktek hidup).
Kedua: Akar masalah di bidang politik: pendidikan dan pengkaderan politik umat Katolik belum berjalan efektif; dan belum adanya otoritas yang berwewenang dan kompeten untuk merancang strategi bersama.
Ketiga:Solusi strategis: pendidikan dan kaderisasi politik; serta pembentukan dan penguatan seksi/komisi sebagai bagian dari kerasulan awam di bidang politik.
II. Usaha memahami politik dengan baik dan benar
1. Politik itu pada dirinya sendiri adalah baik, karena bertujuan memanusiakan manusia, yaitu menjamin hak hidup secara bermartabat, menjamin perilaku hidup sebagai makhluk sosial bersama orang lain, mendukung perkembangan kehidupan yang lebih baik, dan akhirnya menciptakan kesejahteraan bersama;
2. Politik adalah sebuah seni, karena terarah kepada usaha untuk menata, mengatur, dan mengembangkan hidup ini menjadi indah dan membahagiakan;
3. Politik adalah cara yang netral dan tak dapat disangsikan untuk mengatur kehidupan bersama. Ketika seseorang berada dalam ranah politik maka ia dapat dengan mudah memasuki semua komunitas (entah itu komunitas yang berbasis agama, suku, ras atau apa pun namanya) tanpa dicurigai. Maka, kebaikan bersama lebih mungkin diperjuangkan dan dilaksanakan;
4. Politik itu menjadi tanggungjawab seluruh warga negara, baik pemerintah maupun masyarakat, baik yang dipilih maupun yang memilih, dan baik yang memerintah maupun yang diperintah. Baik atau buruknya sistem politik, tidak hanya tergantung pada mereka yang menjalankan pemerintahan (legislatif maupun eksekutif), tetapi juga ditentukan oleh pemilihan rakyat sendiri (apakah orang yang dipilih itu tepat atau tidak tepat? Atau apakah rakyat terlalu memanfaatkannya dengan menguras calon yang hendak dipilih, sehingga ketika terpilih, yang bersangkutan merasa terjebak mengembalikan kerugian?);
5. Politik itu bukan soal makan atau minum, tetapi soal hidup atau mati. Ada cukup banyak orang berpendapat bahwa ia hanya akan memilih orang yang memberi uang atau barang. Ia tidak menyadari bahwa uang atau barang dipakai satu kali habis dan hidup selanjutnya tinggal dalam penderitaan. Mestinya orang berpikir dan sadar tentang bagaimana memilih orang yang dapat memperjuangkan hidup ini berjalan terus. Bukan soal hari ini saya makan dan besok saya mati, tetapi soal perjuangan untuk mendapatkan jaminan agar hari ini, besok dan selanjutnya saya tetap hidup.
III. Sikap keterlibatan politik yang baik dan benar
1. Baik yang dipilih maupun yang memilih, hendaklah mengutamakan dan memperjuangkan kepentingan umum atau berpihak pada kehidupan bersama. Boleh memperjuangkan kepentingan golongan yang memilih, tetapi juga memperjuangkan kepentingan umum (bukan hanya memperjuangkan kepentingan golongan yang memilih dan juga kepentingan pribadi, lalu melupakan kepentingan umum/bersama);
2. Hendaklah memilih perwakilan di parlemen atau di pemerintahan karena:
- Mengetahui atau mengenal figur orang yang hendak dipilih (tidak memilih orang yang tidak dikenal, tidak memilih karena ada hubungan keluarga, tidak memilih karena dilatarbelakangi paham tertentu yang sempit, tidak memilih karena selera pribadi, dan tidak memilih karena ingin mengalahkan orang lain);
- Orang yang dipilih adalah pribadi yang mudah ditemui (bukan memilih orang yang ketika terpilih ternyata sulit untuk ditemui, bukan memilih orang yang suka menghindar bila dibutuhkan masyarakat, bukan memilih orang yang mau bertemu saja harus melalui birokrasi berbelit yang sengaja dibuat-buat untuk mempersulit, bukan memilih orang yang acuh tak acuh terhadap kepentingan rakyat);
- Diyakini orang yang dipilih itu dapat menjadi penyalur aspirasi (bukan memilih orang yang malu berbicara di depan umum, bukan memilih orang yang tidak mampu berbicara dengan jelas, bukan memilih orang yang hanya ‘asal bapak senang’, bukan memilih orang yang tidak mampu membahasakan apa yang menjadi aspirasi rakyat);
- Dipastikan bahwa orang yang dipilih memiliki kematangan iman dan bermoral (tidak ketika dipilih lupa beribadah atau rajin beribadah tetapi tidak melaksanakan ajaran iman dalam perilaku nyata dan malah menceburkan diri dalam 3TA: harta, tahta dan wanita);
- Memiliki kematangan pribadi, berwibawa, dan cerdas (tidak memilih orang yang labil emosinya, tidak memilih orang yang hanya tidur ketika sidang, tidak memilih orang yang hanya bermain HP atau nonton gambar-gambar porno di laptop atau hanya mengobrol ketika sidang);
- Dapat dipercaya (kredibel) karena melaksankan atau mempertanggungjawabkan apa yang dikatakan (bukan memilih orang yang bicaranya lain tetapi berbuatnya lain pula, atau bukan memilih orang yang malah tidak berbuat apa-apa); dll.
3. Pemilihan itu pada prinsipnya ialah penyaluran aspirasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Maka, harus ada perwakilan di parlemen, sehingga apa yang diharapkan dapat terlaksana.
IV. Khusus untuk umat Katolik
1. Umat Katolik perlu memegang teguh prinsip 100% Warga Gereja dan 100% Warga Negara, artinya baik buruknya kehidupan pemerintahan dan bermasyarakat juga merupakan tanggung jawab mutlak umat Katolik;
2. Umat Katolik perlu menyadari diri bahwa banyak orang lain mengakui manajemen Gereja Katolik sebagai yang terbaik di dunia, terutama dalam kesatuan, tetapi rapuh di lapangan, karena tidak memiliki sikap-sikap dan pemahaman politik secara baik, benar, dan konsisten;
3. Umat Katolik hendaklah menentukan dan menempatkan wakil yang tepat di parlemen, bukan menempatkan orang yang tidak mewakili di parlemen;
4. Umat Katolik bagian dari masyarakat, bahkan menjadi panggilan iman untuk terlibat sebagai ‘garam’ (yang hanya menjadi asin ketika melebur dalam apa yang dimasak) dan terlibat sebagai ‘terang’ (yang hanya menerangi ketika di atas gantang atau tempat yang tinggi). Bila tidak melebur untuk mengasinkan dan menempatkan diri di atas gantang untuk menerangi, maka umat Katolik gagal menjalankan panggilannya di tengah dunia.
V. Inspirasi 100% Warga Negara dan 100% Warga Gereja (dari internet)
Tahukah ANDA bahwa:
1. Sebagian besar Panitia Kongres Sumpah Pemuda tahun 1928 adalah Orang Muda Katolik?
2. Seminari Mertoyudan (Magelang) adalah tempat lahirnya Kepolisian Indonesia?
3. Percetakan Kanisius pernah berperan mencetak Oeang Republik Indonesia?
4. Di belakang Gedung Karya Pastoral Keuskupan Agung Jakarta ada Monumen Sumpah Pemuda?
5. Gedung Seminari Code (PUSKAT) Yogyakarta pernah dipakai sebagai Kantor Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia?
6. Mgr. Sugiyapranata berperan di balik terselenggaranya Konferensi Meja Bundar?
7. Ignatius Slamet Riyadi penggagas berdirinya KOPASSUS?
8. Tiga Pahlawan Penting dari tiga Angkatan Bersenjata beragama Katolik?
9. Penggagas Program Pembangunan Pertama setelah Indonesia Merdeka (Kasimo Plan) adalah orang Katolik?
10. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pertama dirintis oleh Romo Dijkstra dan teman-temannya?
Jadi, mengapa masih ragu akan kontribusi besar umat Katolik pada sejarah negeri ini? Salam: Pro-Patria et Ecclesia. *** Sumber: Bayu Samodro – Ignatian Reflection Team 2013.
Penulis: P. Felix Amias MSC, Pastor di Paroki Saluampak, Ketua Komisi Politik Kevikepan Luwu Raya – KAMS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar