Minggu, 29 Desember 2013

Catatan dari Retret Imam Se-Indonesia di Via Renata

"Saya akan menyampaikan berita tentang retret ini ke seluruh penjuru dunia supaya semua orang yang mendengarnya menjadi iri”, kata Cantalamessa, lengkapnya Raniero Cantalamessa,  sambil tersenyum. Betapa tidak, para imam yang hadir berjumlah 300-an orang. Jumlah yang begitu mencengangkan dalam kariernya selama ini. Beliau adalah seorang imam Kapusin yang sudah sejak tahun 1980 bertugas sebagai pengkotbah Rumah Tangga Kepausan. Ia berkotbah untuk para Kardinal dan Paus di Istana Santo Petrus di Vatikan, dan tahun depan (2014) beliau berusia 80 tahun.

          Berita tentang retret ini hendak diwartakan ke seluruh pelosok bumi, karena dari pengalamannya memberikan retret kepada para imam di beberapa negara, inilah jumlah terbesar yang ditemuinya, yaitu di Indonesia. Hal mana menjadi indikasi bahwa Roh Kudus terus berkarya di bumi ini. Jelaslah bahwa kisah-kisah iman dalam Gereja bukanlah sejarah masa lampau, tetapi adalah pengalaman masa kini yang masih terus berlangsung.

          Retret dibuka dengan misa oleh Mgr. Ign. Suharyo (Uskup Agung Jakarta), dengan konselebran Mgr. B. Pujoraharjo Pr (Ketapang) dan Mgr. H. Moa Nurak SVD (Pangkalpinang). Bacaan Kitab Suci (Senin 16/9/2013), yaitu I Tim 2:1-8 dan Luk 7:1-10. Maka, dalam renungannya, Mgr. Suharyo mengatakan: “Rasul Paulus menggambarkan dirinya sebagai: pewarta, saksi, rasul, dan pengajar. Untuk menjadi seperti digambarkan Paulus, maka setiap orang hendaknya memiliki kematangan dalam kedekatan dengan: Tuhan, sesama, dan diri sendiri.” Mgr. Suharyo mengatakan bahwa perwira yang dipuji Yesus dalam Injil hari ini memiliki tiga kematangan tersebut, yaitu sadar diri bahwa ia tidak layak di hadapan Tuhan, dirinya sendiri hanyalah seorang bawahan, dan di bawahnya ada prajurit (cfr. Luk 7:6-8).

          Retret sepenuhnya dimulai hari Selasa 17/9 hingga Jumat 20/9-2013, maka berikut ini akan disampaikan refleksi dari hari ke hari sesuai dengan yang saya anggap penting untuk dicatat dan direnungkan dalam hidup sebagai orang beriman dan secara khusus sebagai imam.

1.  Selasa 17/9/2013: Roh Kudus itu Pencipta bukan ciptaan
Permenungan hari ini tentang Roh Kudus sebagai Pencipta, bahwa “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kej 1:1-2). Nampak bahwa Roh Allah sudah ada ketika bumi belum terbentuk dan kosong, maka Roh Allah itu Pencipta dan bukan ciptaan. Roh Allah yang melayang-layang menciptakan semesta (sebagai makro-kosmos) yang gelap dan kosong (chaos) menjadi baik adanya. Roh yang sama menciptabarukan manusia (sebagai mikrokosmos) secara terus menerus, dari ‘personal chaos’ (pribadi yang kacau) menjadi baik adanya pula. Roh Allah bagaikan ‘kosmetik’ yang terus memperindah dan “Ia membuat segala-galanya baik” (Mk 7:37). Semua peristiwa Roh Kudus itu bukanlah peristiwa pada saat tertentu di masa lampau sehingga menjadi ceritera sejarah, tetapi peristiwa yang berlangsung secara evolusi sampai hari ini.
Ketika Yesus diberi kitab nabi Yesaya di dalam rumah ibadat dan membuka nas yang bunyinya: “Roh Tuhan ada di atasKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberikan pembebasan bagi orang-orang tahanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan bahwa tahun kesukaan Tuhan telah datang” (Lk 4:18-19; Yes 61:1-2), mengingatkan bahwa segala kuasa yang dilakukan Yesus terjadi karena Roh Tuhan ada padaNya. Roh Tuhan memampukan seseorang mengambil bagian di dalam kuasa Allah. Para murid diliputi ketakutan ketika Yesus dibunuh, tetapi peristiwa Pentakosta (turunnya Roh Kudus) telah memberikan mereka kekuatan dan keberanian untuk mewartakan Yesus yang bangkit ke seluruh penjuru dunia.

2.  Rabu 18/9/2013: Karisma-karisma Roh Kudus
Perlu disadari bahwa tindakan Roh Kudus itu membaharui dan membantu seseorang bertindak karismatis, bukan untuk kemuliaan nama orang itu, tetapi untuk membangun komunitas. Tindakan karismatis Roh Kudus itu dapat dibaca pada I Korintus 12 dan 13; bahwa karisma-karisma itu diberikan kepada setiap orang beriman: klerus, rohaniwan/i (biarawan/i), dan umat awam. Para imam wajib menemukan dan membimbing karisma-karisma yang ada pada umat, karena umat bukan pembantu yang menjadi obyek pengembangan iman, tetapi mereka adalah subyek dan pelaku pengembangan iman.
Dunia modern ini adalah dunianya pencarian karisma untuk pengembangan hidup. Kita dapat menyaksikan dalam dunia sepak bola, apabila ada seorang anak muda yang memiliki kemampuan untuk sepak bola maka dikembangkan oleh pelatih sampai menjadi profesional. Demikian pula dalam dunia musik, tinju, dan lainnya. Maka, para imam juga harus mencari karisma-karisma rohani di kalangan umat dan membantu mengembangkannya agar umat dapat terlibat secara aktif di dalam Gereja.
Efek-efek buruk bila tidak memiliki Roh Kudus ialah Allah terasa begitu jauh (membiarkan manusia), Yesus Kristus menjadi cerita masa lalu (semacam dongeng iman), Alkitab menjadi kata-kata mati (dirasa seperti buku-buku profan), liturgi menjadi kebiasaan (sehingga lebih merasa wajib secara terpaksa daripada menjadi kebutuhan rohani), orang-orang kristiani menjalani hidup seperti budak iman (cenderung mengikuti aturan secara hurufiah daripada menghidupi nilai-nilai aturan), dan seterusnya. Orang kristen sejati itu bukan menduga-duga apa yang akan terjadi, tetapi menemukan kehadiran Yesus sekarang, sehingga dengan tegas mengatakan: Inilah Anak Domba Allah. Roh Kudus mendorong untuk: mewartakan Yesus Kristus, menjadikan Yesus nyata, membantu orang beriman mengenal Yesus, dan seterusnya.
Memang, buah-buah Roh itu penting, tetapi yang paling penting ialah benih-benih Roh. Kita memang membutuhkan buah dari sebatang pohon, tetapi kiranya yang paling penting ialah benih yang baik yang memberikan daya agar pohon itu bisa bertumbuh dan menghasilkan buah yang baik.

3.  Kamis 19/9/2013: Tentang hidup selibat
Agama kristen bukanlah agama dualistik, antara baik dan jahat, tetapi kita hanya percaya kepada Yesus Kristus. Maka, tidak perlu berkelahi dengan setan, karena kita tidak mempunyai urusan dengan setan. Percaya dan hidup bersama Yesus itu saja setan sudah kalah. Apabila kuasa setan merasuki kehidupan kita, maka itu menjadi indikasi bahwa kita masih berurusan dengan setan.
Kalau kita supporter seseorang dari dua orang yang sedang berkelahi, dan apabila orang yang kita support itu menang, maka kita ambil bagian dalam kemenangannya. Artinya, yang menang adalah si petarung itu, sedangkan kita hanya ‘numpang nge-top’ (ikut ramai secara anonim dalam kemenangannya). Beda dengan Yesus Kristus: Ia ‘berkelahi’ dengan setan dan merebut kemenangan untuk memberikan mahkota kemenangan kepada orang-orang yang percaya kepadaNya.
Imamat dan hidup murni (kemurnian) termasuk mahkota kemenangan dari Yesus Kristus, sehingga mestinya menjadi sebuah karisma/ rahmat dan bukan beban. Dalam Injil Matius 19:10-12 dikatakan bahwa ada tiga sebab seseorang tidak menikah: karena dilahirkan demikian, karena situasi tidak memungkinkan, dan karena pilihan bebas demi Kerajaan Allah. Yesus mengadakan revolusi atas paham tentang nikah, karena bagi orang Yahudi nikah adalah kewajiban, sehingga tidak nikah berarti berdosa. Revolusi Yesus ialah bahwa nikah adalah sebuah pilihan, sehingga nikah menjadi panggilan hidup, bukan kewajiban hidup.
Kerapkali orang berpikir deterministis bahwa nasib manusia sudah ditentukan, padahal menurut Alkitab manusia dapat berproses menjadi apa saja, karena Roh Kudus tak henti-hentinya membaharui menuju kesempurnaan final. Secara ONTOLOGIS selibat tidak lebih tinggi daripada menikah, hanya secara ESKATOLOGIS selibat agak lebih maju karena menjadi simbol kehidupan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah sudah hadir di dunia ini karena ada orang-orang tertentu yang menghadirkannya, walaupun belum sempurna, sehingga kita selalu berdoa: ‘Datanglah KerajaanMu.’
Kita dapat menemukan dalam I Korintus 7:32-35 bahwa jiwa dari selibat ialah relasi pribadi dengan Yesus Krisus, yaitu memusatkan perhatian hanya kepada perkara Tuhan, agar tubuh dan jiwa menjadi kudus. Jika tidak ada relasi pribadi dengan Yesus Kristus, maka selibat menjadi kering dan mulai mencari-cari kasih yang lain. Orang sering berpikir bahwa Yesus bangkit lalu naik ke surga dan akan kembali pada suatu saat, membuat manusia (termasuk kaum selibater) merasa bergumul sendiri, padahal Yesus tetap ada di sini secara rohani. Kontak mata dan kontak fisikal lain tidaklah bersifat abadi, tetapi kontak rohani dan mengembangkan kualitas cinta kasihlah yang bersifat abadi.
Selibat adalah sebuah karisma yang diberikan Allah kepada kita, bukan kita yang memberikan hidup selibat kepada Allah.
Ketika berbicara tentang selibat,  seorang imam muda bertanya kepada seniornya: ‘Bukankah Tuhan menciptakan mata untuk melihat segala sesuatu?’ Jawab seniornya: ‘Memang benar, Tuhan menciptakan mata untuk melihat segala sesuatu, tetapi  ingat bahwa Tuhan juga menciptakan kelopak untuk menutup mata bila berhadapan dengan sesuatu yang tidak layak untuk dilihat.’ 
  
4.  Jumat 20/9/2013: Tentang Bunda Maria
Allah adalah kasih. Ia hadir di tengah sejarah manusia dalam kasih. Betapa hebatnya perkembangan manusia, kasih tetap dibutuhkan sepanjang zaman. Orang yang berduka sekali pun dapat menerima bila mengalami kasih. Kasih Allah terlaksana secara sempurna melalui inkarnasi Sabda menjadi Manusia, yaitu kelahiran Yesus Kristus melalui Maria.
Seorang bayi dalam rahim biasanya sangat tergantung kepada ibunya, tetapi ia akan bernafas sendiri ketika lahir. Sebagai manusia, Yesus pun memiliki ikatan yang erat dengan Maria saat dalam rahimnya, sehingga relasi yang sangat intens ini dipelihara dengan baik oleh Maria. Itulah sebabnya, Maria adalah pribadi karismatis pertama di dalam Gereja.
Maria berada dalam 3 peristiwa penting Gereja: Pertama: Peristiwa Inkarnasi Sabda. Maria mengandung pertama-tama di dalam hati dan iman, setelah itu barulah dalam rahimnya. Mengandung tanpa suami pada zaman Maria adalah sebuah bencana, karena wanita seperti itu biasanya dirajam. Di sinilah nilai kepribadian Maria, bahwa ia berani menanggung pilihan hidup yang bertentangan dengan tradisi zamannya.
KeduaPeristiwa Paskah. Maria menyaksikan secara langsung semua peristiwa Paskah. Sama seperti Abraham yang mengantarkan Isak ke tempat korban, demikian pula Maria mengantarkan Yesus kepada penebusan dunia. Yesus tidak menampakkan diri kepada Maria, ibuNya, ketika bangkit dari kubur karena Ia ada di dalam Roh bersama Maria. KetigaPeristiwa Pentakosta. Ketika para murid berdoa, Maria berada di tengah mereka. Pentakosta bagi Maria adalah janji Malaikat bahwa Roh Kudus akan turun atasnya dan ia akan melahirkan seorang Putera, yang disebut Emanuel. Sedangkan Pentakosta bagi Gereja ialah ketika para murid sedang berdoa dan dipenuhi oleh Roh Kudus. *** Penulis: Pastor Felix Amias MSC

Tidak ada komentar: