Rabu, 29 Juli 2015

Umat Bertanya, Imam Menjawab

Pertanyaan: Kenapa di dalam Perayaan Liturgi khususnya perayaan Misa, terdapat banyak aturan tata tertib dan lain-lainnya?

Jawaban:
Pertama-tama harus dimengerti dan ditegaskan bahwa perayaan liturgi Gereja itu bukanlah sekedar suatu perayaan atau bukan suatu perayaan biasa-biasa saja. Ia bukanlah perayaan yang boleh dirayakan menurut selera atau sesuka hati mereka yang merayakannya. Perayaan Liturgi bukanlah perayaan yang boleh dibuat dan diatur menurut pikiran dan perasaan seketika pada waktu imam dan umat mau merayakannya. Perayaan Liturgi adalah suatu tradisi yang diwariskan dan didelegasikan dari masa ke masa dalam Gereja, yang harus dijaga dan dipertanggungjawabkan oleh Gereja itu sendiri melalui oleh para pemimpinnya atau magisterium (bdk. Christus Dominus no. 15). Tradisi itu dialihkan secara apostolis melalui traditio apostolica sepanjang waktu, sebagaimana diyakini dan diajarkan oleh para rasul sendiri.

Sudah sejak Gereja perdana (Gereja purba), perayaan Liturgi khususnya Ekaristi menjadi pusat seluruh kehidupan umat beriman kristiani. Ketika para Bapa Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Ekaristi merupakan sumber dan puncak hidup kristiani (LG 11), Gereja melalui Konsili Vatikan II hanya menegaskan keyakinan iman Gereja sepanjang masa akan sentralitas Ekaristi dalam kehidupannya. Dan bukan hanya di tingkat ajaran resmi saja, pengalaman hidup umat sehari-hari pun menegaskan hal yang sama. Sebagian besar umat kristiani merayakan liturgi Ekaristi dengan tekun dan setia. Dan banyak pula yang mengatakan bahwa tanpa Liturgi, tanpa Ekaristi, hidup sebagai umat beriman terasa hampa, kering dan kerdil.

Nah, apakah sebenarnya yang dirayakan dalam Liturgi, yang harus dijaga dan dihormati oleh Gereja, oleh umat? Hal yang merupakan inti atau pokok utama yang dirayakan dalam Liturgi adalah misteri karya penyelamatan Allah, yang terlaksana melalui Yesus Kristus, dalam Roh Kudus. Karya penyelamatan Allah tersebut dalam perayaan, diwartakan dan dijelaskan dalam Liturgi SABDA yang diperdengarkan (audibile), bahkan juga berarti dihadirkan. Sementara dalam Liturgi Ekaristi, misteri karya penyelamatan Allah tersebut dihadirkan dalam bentuk TANDA yang kelihatan (visibile), yakni dalam rupa roti dan anggur. Sesungguhnya dalam perayaan itu ada sekian banyak ritus, namun yang paling pokok adalah liturgi Sabda dan Ekaristi itu. Dan tetap harus digarisbawahi bahwa semua ritus itu sama pentingnya. Tidak boleh dihilangkan atau diubah sesuka selera oleh para pelayan liturgi.

Penjelasan di atas tadi mungkin sudah bisa membuka pikiran dan kesadaran kita mengapa ada banyak aturan tata tertib dalam perayaan Liturgi, khususnya Ekaristi? Pelbagai aturan dan tata tertib tersebut, bukanlah peraturan yang dibuat-buat. Semua aturan tata tertib tersebut mempunyai makna dan arti, yaitu untuk mengarahkan dan membantu umat beriman dalam membentuk dan mengungkapkan sikap religius umat, sikap hormat dan saleh pada apa yang diimani, dirayakan, diagungkan dan dimuliakan. Jadi peraturan dan tata tertib bermakna untuk mengarahkan umat kepada hal yang pokok yaitu Allah sendiri, yang disapa dan dimuliakan dalam doa-doa dan nyanyian liturgi. Singkat kata, peraturan dan tata tertib yang biasanya disebut sebagai rubrik-rubrik, bermaksud dan bermakna untuk memelihara kebenaran iman dan membantu umat agar tetap berada dalam kebenaran-kebenaran yang diimani, berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi iman Katolik. Oleh karena itu para Bapa Konsili Vatikan II tidaklah keliru bila menegaskan: “Maka dari itu, tidak seorang lainnya pun, meskipun imam, boleh menambahkan, meniadakan atau mengubah sesuatu dalam liturgi atas prakarsa sendiri.” (SC no. 22,#3)

Karena itu sangat keliru kalau kita menganggap rubrik atau aturan dan tata tertib dalam ber-liturgi itu adalah hambatan atau gangguan bagi doa dan ibadat. Bukankah segala sesuatu yang baik, indah, luhur, agung atau mulia, dari kodratnya sendiri memiliki kerapian, keteraturan atau ketertiban? Sulit sekali bisa membayangkan sesuatu yang dipandang baik, indah, agung dan mulia tetapi semrawut, kacau-balau, tidak beraturan dan buruk? Lagi pula dalam kebersamaan dengan sesama di mana pun dan kapan pun, mutlak dibutuhkan ketertiban dan keteraturan, demi kebaikan dan kesejahteraan bersama. Maka terlebih lagi dalam perayaan yang agung dan mulia seperti Liturgi Kudus? Peraturan dan tata tertib adalah bagian dari kekudusan itu sendiri.
Maka kiranya jelas bagi kita bahwa sebagai umat beriman Katolik, semestinya kita mengikuti dan melaksanakan semua peraturan dan tata tertib dalam perayaan-perayaan iman dengan benar dan bertanggungjawab. (RD. Victor Patabang)

Pembaca dapat menyampaikan pertanyaan seputar Gereja Katolik secara tertulis dan disampaikan ke Redaktur Majalah Koinonia melalui e-mail: sekr_kams@yahoo.com

Tidak ada komentar: