1. Pendataan umat: belum ada kemajuan berarti. Banyak paroki yang belum mengumpulkan hasil pendataannya. Kesulitan-kesulitan yang banyak dihadapi adalah, adanya sebagian umat yang sulit untuk ditemui di rumahnya. Untuk kesulitan ini, diusulkan untuk diabaikan saja dahulu pada tahap pertama ini. Mungkin pada tahap pendataan berikutnya, datanya bisa diambil. Ada pula paroki yang sudah selesai mengadakan pendataan, tetapi tidak mengumpulkan datanya.
Langkah konkrit yang akan dilakukan menyangkut program pendataan ini adalah:
a. Tim tindak lanjut sinode dan para vikep lebih proaktif mendatangi paroki dan meminta hasil pendataan.
b. Lokakarya diadakan per kevikepan, mulai dari kevikepan yang sudah siap dengan hasil pendataannya. Kevikepan Toraja akan mengadakan lokakarya pada tanggal 7 Juli dengan mendatangkan Rm Purwanto ke Toraja.
c. Tim mengidentifikasi paroki-paroki yang belum mengadakan pendataan atau belum selesai mengadakannya, masalah yang dihadapi dan menawarkan bantuan.
2. Gerbu: Program Gerbu muncul dengan berbagai macam versi di berbagai tempat, misalnya Geser (Gerakan Seribu) di Sungguminasa dan Gema (Gerakan Kemandirian) di Kevikepan Sultra. Fakta ini menimbulkan kesan bahwa kita jalan sendiri-sendiri, enggan berjalan bersama. Muncul harapan: mungkinKah kita berjalan searah dalam keuskupan ini? Menanggapi harapan ini langsung muncul jawaban positif dari Pastor Paroki Sungguminasa dan Vikep Sultra.
Berdasarkan evaluasi yang sudah diungkapkan sebelumnya, muncul usulan- usulan supaya para pastor paroki terus-menerus menghimbau umatnya untuk ikut serta dalam gerakan ini, karena pastor parokilah yang merupakan pelaku sosialisasi yang terbaik. Sambil menunggu waktu yang ditentukan untuk mengevaluasi gerakan ini, kita tetap menjalankannya secara maksimal.
3. Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki
Pada umumnya semua paroki sudah mempunyai perangkat keuangan, hanya saja masih terdapat banyak variasi dalam hal pelaksanaannya. Oleh karena itu forum Dewan Imam menghimbau agar pedoman yang telah diberlakukan oleh keuskupan dapat diikuti di paroki-paroki. Bila ada paroki yang belum paham, setiap saat bisa mengundang tim sosialisasi Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki untuk memberikan penjelasan dan pelatihan. Keseragaman dalam pelaksanaan pedoman ini akan memudahkan kita untuk mengikuti standar pelaporan dan pengecekan.
Di dalam rapat disoroti pula praktek di beberapa paroki dalam hal pengumpulan kolekte. Ada paroki yang memungut kolekte lebih dari yang seharusnya. Terhadap kecenderungan ini ditekankan bahwa kolekte hanya diperbolehkan 1 kali saja. Bila ada kolekte lainnya haruslah seijin uskup dan hendaknya bersifat sementara saja, bukan seterusnya. Hendaknya dihindari kesan bahwa ibadat atau perayaan ekaristi menjadi ajang pengumpulan dana. Hal lain yang disoroti adalah kecenderungan untuk mengatur sendiri prosentase setoran dana SS. Ada paroki yang dalam tahun-tahun terakhir sangat menonjol penurunan setoran dana SSnya. Ada pula yang setiap bulannya menyetor jumlah yang sama. Apakah memang demikian kenyataannya di lapangan? Penyebab yang diduga adalah adanya kebutuhan akan dana yang besar di paroki, sementara dana yang tertinggal di paroki tidak memadai.
Untuk menghindari praktek ini, diusulkan kepada Dewan Keuangan Keuskupan untuk merevisi prosentase setoran SS ke keuskupan dan membuat regulasi mengenai jumlah kolekte yang diperbolehkan, agar masing-masing kebutuhan baik paroki maupun keuskupan dapat sama-sama terpenuhi.
4. Pedoman Dasar Dewan Pastoral Paroki
Pedoman Dasar Dewan Pastoral Paroki yang sudah dikoreksi dianggap pada dasarnya sudah baik, hanya beberapa koreksian kecil dan perbaikan masih perlu ditambahkan. Meskipun demikian peserta Sidang Dewan Imam pun tetap dihimbau untuk memberi masukan atau koreksi, yang hendaknya diserahkan sebelum Sidang Dewan Imam berakhir. Bila tidak ada lagi peserta sidang yang memberikan koreksi, dianggap bahwa para peserta Sidang Dewan Imam telah menyetujui konsep yang sudah dibagikan.
5. Pemekaran Paroki
Ada 3 paroki dari 3 kevikepan yang berbeda yang mengusulkan pemekaran: Paroki St. Fransiskus Messawa (Wilayah Suppiran), Paroki St. Clemens Kolaka (Stasi Ladongi), dan Paroki St. Yakobus Mariso (Wilayah Tanjung Bunga). Dalam presentasi kesiapan dari ketiga paroki yang mengusulkan pemekaran tersebut terungkap bahwa ketiga usulan ini belum memperoleh rekomendasi dari kevikepan.
Beberapa hal yang hendaknya diperhatikan dalam hal pemekaran paroki:
a. Tujuan pemekaran: demi pelayanan umat yang lebih baik, demi mendekatkan pelayan kepada umat yang dilayani, demi efektivitas pelayanan
b. Efek bagi paroki induk: jangan sampai pemekaran itu mematikan paroki induk
c. Mempertimbangkan SDM yang ada demi kemandirian tenaga pelayan. Jangan sampai memekarkan suatu wilayah, yang ternyata tidak memiliki SDM yang dapat mengurus wilayah tersebut selanjutnya.
d. Sarana-prasarana: baik sarana administratif (daftar stasi, daftar umat, buku baptis, kematian, penerimaan sakramen-sakramen) maupun sarana fisik (pastoran yang sedapat mungkin terpisah dari gedung gereja, gedung gereja, sarana kelengkapan pastoran yang memungkinkan imam yang akan ditempatkan di situ merasa nyaman untuk tinggal, peralatan ibadat dan penerimaan sakramen-sakramen), aspek kemudahan dijangkau dan sarana transportasi.
e. Batas-batas yang jelas agar tidak menimbulkan konflik dengan paroki induk atau paroki lain yang ada di sekitarnya.
f. Jumlah umat yang memadai
Saran untuk Paroki Mariso, agar rencana pemekaran daerah Tanjung Bunga dibicarakan dulu di tingkat kevikepan untuk mendapatkan rekomendasi.
Direkomendasi dalam Forum Dewan Imam agar dirumuskan sebuah daftar kriteria pemekaran paroki, yang dapat menjadi pegangan dalam melakukan pengembangan paroki. Untuk itu dibentuklah sebuah tim perumus kriteria pemekaran paroki. Tim ini terdiri dari:
a. Vikjen (P. Stef Tarigan, CICM sebagai ketua),
b. Sekretaris KAMS (P. Paulus Tongli, Pr),
c. Ekonom KAMS (P. Yulius Malli, Pr),
d. Vikep Makassar (P. Alex Lete, Pr),
e. P. Hendrik Njiolah, Pr,
f. P. Frans Nipa, Pr.
Hasil yang dirumuskan tim hendaknya dikirim kepada kevikepan pada bulan Juli 2015 untuk dibicarakan dan ditanggapi sebelum menjadi kriteria final.
6. Informasi Persiapan Sagki 2015
Sagki 2015 mengambil tema “Keluarga Katolik: Sukacita Injil” dan mengambil tempat di Via Renata, Cimacan – Bogor. Sagki akan diselenggarakan pada tanggal 2 – 6 November 2015 dan akan diikuti oleh para Uskup, para sekretaris eksekutif KWI serta 10 orang utusan dari masing-masing keuskupan yang dipilih dari kelompok-kelompok pemerhati keluarga dan utusan setiap kevikepan.
Untuk mendukung SAGKI, umat diharapkan ikut berpartisipasi dengan mendoakan doa persiapan Sagki yang telah disiapkan oleh panitia dan dengan mengadakan kolekte khusus kedua di setiap paroki, yang pelaksanaannya hendaknya diatur oleh masing-masing paroki paling lambat Agustus 2015, serta mendukung program tindak lanjut dari SAGKI 2015 ini.
7. Seminari: Program Pembinaan dan Pembina
Program KPB telah dihilangkan sekitar 4 tahun yang lalu, dengan pertimbangan bahwa kita kehilangan calon-calon terbaik untuk seminari sejak dimunculkannya KPB. Banyak anak kita yang sebenarnya berminat untuk masuk seminari, tetapi mengurungkan niatnya karena sudah berpikir tentang waktu. Selalu ada kemungkinan bahwa mereka yang masuk seminari tidak akan melanjutkan pendidikan ke seminari tinggi, tetapi sudah akan kehilangan waktu 1 tahun akibat program KPB. Tampaknya alasan itu berdasar, karena tampak bahwa siswa-siswa seminari setelah program KPB dihilangkan memiliki kemampuan intelektual yang tidak kalah dibanding dengan mereka yang melewati tahap KPB, bahkan ada kecenderungan lebih baik. Namun masalah yang timbul adalah bahwa sejak program KPB dihilangkan, belum pernah dipikirkan secara matang program untuk menggantikannya, mengingat program seminari menengah yang ada di seluruh Indonesia adalah 4 tahun. Demikianlah yang konon termuat dalam statuta pendidikan Seminari Menengah.
Berdasarkan masukan dari pembimbing TOR yang telah mengalami pendampingan 2 angkatan yang berbeda (yang melalui KPB dan yang tidak), tampaknya kematangan kepribadian yang masih harus dibentuk pada calon-calon yang tidak mengalami program KPB. Pernah terpikir untuk mengadakan tahun khusus bagi yang tidak mengalami KPB setelah mengalami bimbingan di Tahun Rohani sebelum menjalani kuliah di Seminari Tinggi. Tetapi para formator di Seminari sepakat untuk mengadakan tahun khusus tersebut sebagai bagian dari pembentukan di Seminari Menengah. Oleh karena itu disepakati di dalam rapat Dewan Imam kali ini bahwa tahun khusus itu diadakan setelah program SMA pada Seminari Menengah, sebelum para calon melanjutkan bimbingan di TOR. Apapun nama dari program itu adalah Tahun Retorika, untuk memberikan tekanan pada kemampuan berbahasa yang baik dan benar, baik bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris, selain pembinaan kepribadian.
8. Imam KAMS yang Meninggal
Prinsip yang harus mendasari semua tindakan kita adalah bahwa para imam itu adalah imam keuskupan. Pada saat pentahbisan, keluarga telah menyerahkan imam yang bersangkutan kepada Gereja. Sejak saat itulah kita menjadi imam milik Gereja, keluarga umat beriman. Para imam itu merupakan simbol dari gereja yang satu. Keuskupan sudah menyiapkan “Taman Kenangan Rohaniwan-wati” dengan biaya yang cukup besar. Jadi saat ini Taman Kenangan Rohaniwan-wati itulah satu-satunya pekuburan untuk para imam.
Supaya tidak simpang siur di dalam pelaksanaannya, perlulah dirumuskan suatu standar prosedur operasional agar kita para imam, keluarga dan umat memiliki pegangan yang sama. Karena hal ini bisa menimbulkan kesimpangsiuran, maka sebaiknya dipersiapkan dengan melibatkan banyak pihak, yang hasilnya hendaknya merupakan pegangan tertulis.
Untuk merencanakan hal ini, dibentuklah sebuah tim yang terdiri atas imam, biarawan-biarawati, dan umat:
Ketua : Vikep Makassar
Sekretaris : Pemimpin Umum Tarekat HHK
Anggota : Vikjen (penanggung jawab Pakatto)
: Para Vikep
: Bpk. Risdianto Tunandi (Kom. Kerawam)
: Bpk. Alex Walalangi (perwakilan umat)
: Perwakilan Suster BKK
9. Pelayanan Pastoral Asrama
Berangkat dari keprihatinan makin banyaknya orang muda yang terjerumus dalam penyakit-penyakit sosial seperti pergaulan bebas dan penggunaan obat-obat terlarang, dianggap sangat perlulah untuk kembali ke pastoral asrama, seperti halnya dahulu menjadi keunggulan sekolah-sekolah Katolik. Lewat asrama gereja memiliki peluang untuk mendampingi kaum muda sekaligus memperhatikan kehidupan beriman mereka.
Dari para pendamping asrama ada keluhan bahwa anak-anak Katolik sangat sedikit yang mau mengalami pastoral ini. Kendalanya tampaknya adalah biaya. Kebanyakan orang tua dari anak-anak Katolik mau gratis atau semurah mungkin. Kebanyakan yang tinggal di asrama adalah anak-anak non Katolik. Di samping itu ada pula keluhan bahwa gedung asrama yang ada sudah sangat kecil dan tidak memadai. Butuh uluran tangan untuk renovasi. Selain itu pendampingan rohani dari para imam di paroki juga sangat diharapkan.
Karena asrama itu lebih dekat ke paroki/kevikepan, maka keluhan-keluhan yang ada hendaknya dibicarakan pada tingkat paroki dan kevikepan di mana asrama itu berada.
10. Spiritualitas CU
Respons dari umat atas kehadiran dan manfaat CU cukup baik. Kehadiran CU dirasakan cukup membawa manfaat positif. Bahkan dirasakan bahwa dalam waktu yang singkat CU telah dapat merubah cara berpikir banyak orang dari konsumtif ke produktif. Untuk menunjang manfaat yang sudah dirasakan itu, dan untuk memberi nilai plus terhadap gerakan ekonomi ini, perlulah membangun spiritualitas CU yang tepat. Tampaknya hal itu dapat dilaksanakan dengan menimba spiritualitas KOLPING (gerakan memberdayakan umat secara rohani dan jasmani dengan fokus keluarga).
Dalam rangka itu Komisi PSE bekerja sama dengan Komisi Keluarga KAMS akan mengadakan Seminar tentang Spiritualitas CU dengan menimba inspirasi pada Pater Adolf Kolping. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar