“Aku hendak menyanyikan kasih setia Tuhan selama-lamanya.” Mazmur 89:2
Lima puluh tahun yang lalu, tgl. 31 Mei 1963, ketika, untuk pertama kalinya, saya mengucapkan kaul kemiskinan, kaul kemurnian, dan kaul ketaatan kepada Tuhan di hadapan Pater Provinsial CICM, para konfrater saya dan umat, saya ingat bahwa saya agak gemetar. Gemetar karena saya bertanya-tanya dalam diriku: “apakah aku mampu memenuhi janjiku ini kepada Tuhan?” Dalam perjalanan waktu hingga pada saat ini – 50 tahun kemudian, saya disadarkan bahwa bukan atas kemampuan saya sendiri, bukan atas kekuatan dan jasa saya sendiri, melainkan atas kasih karunia Tuhan saya dapat bertahan sebagai biarawan dalam Tarekat CICM. Oleh karena itu, “saya hendak menyanyikan kasih setia Tuhan selama-lamanya.”
Saya yakin dan percaya bahwa karena kasih Allah kepada Gereja, Tuhan memilih salah satu anaknya yang hina ini di antara banyak pria di dunia ini, untuk mengikuti jalanNya secara radikal untuk bersaksi kepadaNya di dunia sebagai seorang religius atau biarawan dalam Tarekat Hati Maria Tak Bernoda (CICM). Sabda Yesus: “Bukan engkau yang memilih Aku, melainkan Aku memilih kamu… supaya kamu pergi dan menghasilkan buah-buah dan buahmu itu tetap….” (Yoh. 15:16) Saya juga sadari dan bersyukur kepada Tuhan atas panggilan saya sebagai seorang religius yang adalah anugerah dari Tuhan.
Lima puluh tahun kaul sebagai seorang religius bukan hanya suatu perjalanan yang panjang, melainkan pula dan terutama suatu perjalanan iman. Pertama-tama saya yakin dan percaya bahwa hidup religius adalah anugerah besar Allah kepada GerejaNya. Suatu anugerah yang diberikanNya kepada Gereja dan secara khusus kepada saya. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan mengasihi aku, sekalipun aku ini lemah dan rapuh. Dalam perjalanan ini, saya harus selalu mengandalkan Tuhan. Seperti bejana tanah liat, Dia membentuk aku menurut kehendakNya. Saya yakin dan percaya pula bahwa karena Dia yang memilih aku, maka Dia juga akan memelihara dan menolong aku.
Lima puluh tahun hidup religius sebagai CICM seperti yang saya alami adalah suatu petualangan-petualangan yang penuh resiko dan tantangan sebagai imam religius misionaris. Di mana saja saya ditugaskan khususnya di luar negeri seperti di Roma, Amerika Serikat dan akhirnya di Indonesia ini saya selalu menikmati pengalaman-pengalaman saya baik yang menggembirakan maupun yang tidak. Terus terang, lebih banyak pengalaman yang menggembirakan saya daripada yang tidak. Seperti St. Paulus berkata: “harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Kor.4:7). Oleh karena itu saya bergembira dan bersyukur sekali kepada Allah yang mahabaik dan mahapenyayang karena memilih aku menjadi pelayannya di ladang Tuhan.
Saya bersyukur kepada Tuhan karena melalui hidup religius ini saya menemukan makna hidup yang sebetulnya yakni: melayani Tuhan dan sesama manusia, menjadi pewarta Kabar Gembira Keselamatan Tuhan demi kemuliaanNya. Bayangan saya, mungkin jika saya tidak jadi seorang biarawan, saya sudah mempunyai keluarga (isteri yang cantik dan andal), anak-anak dan cucu-cucu. Mungkin juga saya sudah menjadi seorang pengusaha yang banyak duit. Akan tetapi, Tuhan memilih aku menjadi pelayanNya dan seperti Dia sabdakan kepada nabi Yeremia: “Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yer. 29, 11).
Saya berharap bahwa selama hidup saya ini dan dimana saja saya pernah bertugas saya pernah menyentuh kehidupan orang-orang yang dipertemukan dan dipercayakan Allah kepada saya yakni: pertama-tama, umat di paroki-paroki di mana saya pernah bertugas seperti di Ifugao, Pulau Talim, dan San Pedro Laguna, di Filipina; di Makale, Tana Toraja, dan di Koya-Arso, Jayapura, dan sekarang, sekalipun baru 2 bulan, Pjs. Pastor Paroki di Paroki Sto. Fransiskus Assisi; saya berharap pula bahwa saya pernah menyentuh dan membawa sukacita kepada frater-frater CICM yang dipercayakan kepada saya sebagai formator atau pembimbing dan dosen baik waktu di Filipina maupun sebagai Magister Novis di Sang Tunas, Makassar. Saya bersyukur sekali bahwa ada di beberapa antara mereka menjadi imam dan misionaris CICM. Demikian pula saya berharap pernah menyentuh dan membawa sukacita kepada para dosen dan mahasiswa di mana saya pernah bertugas seperti di Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi Abepura, Papua, dan di Universitas Atma Jaya Makassar; demikian pula kepada umat di keuskupan Agung Makassar ini sebagai Vikaris Jenderal.
Saya sadari sekali bahwa tidak mungkin saya menjadi seorang biarawan dan misionaris CICM tanpa menyebut peran serta positif dari para konfrater dan komunitas CICM internasional, khususnya para Pemimpin Tarekat, baik yang mantan maupun yang sekarang ini, ke dalam hidupku. Tarekat CICM yang telah memelihara baik hidup rohani maupun hidup jasmani saya. Lewat komunitas CICM – para konfrater dan lewat hidup komunitas, iman saya diperteguh dan diperkaya. Ketika saya mengalami kesulitan, ada konfrater yang menguatkan saya; ketika saya bergumul dengan panggilan saya, ada pembimbing CICM yang menasihati saya untuk maju terus, pantang menyerah. Lewat hidup komunitas, rasa kesepian dan kesendirian hilang; lewat doa komunitas, panggilan dan iman saya diperkuat. Mereka menerima saya apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan saya itu semua berkat Tarekat CICM.
Tidak mungkin juga bahwa saya jadi seorang CICM tanpa dukungan doa dari keluarga dan sanak saudara saya. Sekalipun mereka jauh di mata, namun mereka dekat di hatiku dan sebaliknya. Saya tahu mereka selalu mendoakan saya, khususnya ibu saya yang tahun ini berumur 98 tahun.
Saya bersyukur juga kepada banyak rekan imam, para Frater dan Suster, khususnya di Keuskupan Agung Makassar ini yang menerima saya sebagai teman seperjalanan dan seperjuangan. Mereka juga membantu saya dalam pertumbuhan panggilan saya.
Saya juga sadari tanpa bantuan dan dukungan melalui doa, nasihat dan persahabatan dari umat dan sahabat-sahabat seperti anda sekalian, saya tidak jadi seperti saya sekarang ini.
Bahwa tidak mungkin saya bisa bertahan tanpa hubungan yang baik dengan rekan-rekan imam, para frater dan Suster, khususnya di Keuskupan Agung Makassar ini. Saya juga sadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan melalui doa atau nasihat dari banyak umat dan sahabat-sahabat dan donatur seperti anda sekalian, saya tidak jadi seperti saya sekarang ini.
Secara khusus pada perayaan ini saya mau mengucap banyak terima kasih kepada Pater Provinsial CICM Asia, P. Sylvester Asa CICM atas kerelaannya untuk datang dari Jakarta untuk membawa kotbah yang bagus. Saya juga mengucap banyak terima kasih kepada para pastor, frater, Suster dan umat baik yang hadir di sini ikut berdoa dan bergembira dengan kami maupun yang tidak sempat hadir tetapi mengirim ucapan selamat lewat sms seperti Bapa Uskup kita yang sekarang ada di Toraja dalam rangka 75 Tahun Gereja Katolik masuk Toraja, dan mereka yang menelpon baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Akhirnya saya bersyukur kepada Tuhan karena Dia telah memanjakan saya selama 50 tahun kaul sebagai seorang biarawan dengan berlimpah-limpah berkat. Maka, saya hendak menyanyikan kasih-setiaNya selama-lamanya. Saya juga bersyukur kepada Bunda Maria, murid yang paling setia, karena perlindungannya selama perjalanan hidup saya ini.
Bunda Maria, Bunda Gereja, doakanlah kami anak-anakmu. Amin. ***
Bunda Maria, Bunda Gereja, doakanlah kami anak-anakmu. Amin. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar