Selasa, 02 Juli 2013

On Going Formation Imam-imam Diosesan Regio MAM: Imam dan Katekese


Celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil.” (1 Kor 9:16)

Tahbisan bukanlah akhir sebuah proses formation (pembentukan) bagi para imam. Setelah ditahbiskan pun, para imam tetap perlu mendapat pendampingan dan bimbingan agar mendapat bentuk semakin baik dalam pewartaan Kabar Gembira. Salah satu bentuk proses formation itu adalah melalui kegaitan On Going Formation (OGF) bagi para imam. “BINA DIRI TERUS MENERUS merupakan panggilan hakiki seorang imam; OGF adalah hal pokok dan harus dilakukan oleh setiap imam (Pedoman Hidup Imam, hal. 17). Terdapat beberapa bentuk OGF yang perlu diperhatikan oleh setiap imam, yakni sebagai berikut:


1. OGF HIDUP MANUSIAWI: Imam sendiri terlebih dahulu harus murni, baru sesudah itu memurnikan yang lain.
2. OGF HIDUP INTELEKTUAL: Imam terlebih dahulu harus belajar/diajar, baru mengajarkannya.
3. OGF HIDUP PASTORAL: Imam terlebih dahulu menjadi terang, baru menerangi; terlebih dahulu pergi kepada Allah, baru mengantar orang kepada-Nya.
4. OGF HIDUP ROHANI/SPIRITUALITAS: Imam harus terlebih dahulu menguduskan diri, baru menguduskan orang lain.
5. OGF HIDUP KOMUNITER: Imam harus ‘tahu berkomunitas/hidup bersaudara’ sebelum memimpin ‘komunitas gereja/umat’.

Sebagai seorang imam muda, yang belum cukup satu tahun ditahbiskan dan lepas dari proses formasi di seminari, saya baru mulai “belajar menjadi imam”. Oleh karena itu, saya sangat membutuhkan kegiatan OGF semacam itu. Untungnya, delapan bulan setelah saya ditahbiskan menjadi imam, saya dapat mengikuti kegiatan OGF yang diadakan oleh pengurus UNIO Keuskupan Agung Makassar. Bersama dengan 30 imam diosesan lainnya yang berasal dari keuskupan Regio MAM (Keuskupan Agung Makassar, Keuskupan Ambon dan Keuskupan Manado), saya mengikuti OGF selama empat hari yang dilaksanakan pada tanggal 14 – 17 Mei 2013 di Baruga Kare Makassar. Menariknya, OGF ini tidak hanya diikuti oleh imam-imam muda tetapi juga oleh imam-imam senior, yang sudah belasan, bahkan puluhan tahun ditahbiskan, misalnya Pastor Frans Arring dari Keuskupan Agung Makassar. Dengan demikian, kami yang masih muda-muda bisa belajar banyak hal melalui ceramah, diskusi dan sharing pengalaman, entah dalam pertemuan maupun pada saat makan atau istirahat. 

Tema yang menjadi pokok pembahasan dalam OGF ini adalah “Imam dan Katekese”. Melaui OGF ini kami para imam diingatkan kembali bahwa salah satu tugas pokok para imam adalah berkatekese, yakni mewartakan Kabar Gembira (Injil). Hal ini ditegaskan oleh Pastor Terry Panomban sebagai pembicara pertama dengan mengatakan: “setiap imam wajib memberitakan Injil; dan itulah tugas utama imam, yakni memberitakan Injil”. Maka setiap imam hendaknya berkata seperti Santo Paulus: “Celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil” (1 Kor 9:16), karena “Mewartakan Injil adalah rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam” (Evangelii Nuntiandi, a.14). Untuk itu, prioritas utama dalam pelayanan pastoral seorang imam adalah berkatekese demi salus animarum (keselamatan jiwa-jiwa). Naiflah kalau katekese hanya disamakan dengan pelajaran agama di sekolah atau Sekami. Oleh karena itu, imam tidak bisa hanya membatasi diri pada tugas-tugas organisasional paroki atau hanya mengurusi masalah bangunan. “Imam belajar teologi dan filsafat untuk mewartakan iman, maaf bukan untuk mengurus semen dan gaji buruh; untuk pelayanan SAKRAMEN bukan SAKSEMEN”, ungkap Pastor Terry.

Dalam OGF ini pula, para imam diingatkan bahwa berkatekese pada zaman sekarang lebih menantang. Pada zaman ini terjadi sekularisasi yang begitu intens dalam masyarakat di segala level, dimana Lord diganti world. Akibatnya, terjadi penolakan terhadap Tuhan dan  pencarian pengganti Tuhan melalui tenaga dalam, kekuatan dalam kehendak, dan lain sebagainya. Belum lagi perkembangan teknologi yang tak terbendung, yang menyediakan berbagai macam hiburan yang seringkali lebih menarik daripada pergi ke gereja, mengikuti Perayaan Ekaristi atau mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian lainnya. Ditambah lagi dengan bahasa anak muda yang semakin “gaul” dan “alay”.

Dalam satu kesempatan, Pastor Agus Duka, sebagai narasumber kedua, menampilkan beberapa bahasa yang sering digunakan anak muda sekarang ini, dan para imam diminta untuk membacanya, misalnya N0m313 T3I_px k4III\I_I 13124p4\46h?? (Nomor Teleponnya kamu berapa yagh?). Bahkan ada satu bahasa gaul yang tidak dapat kami mengerti, yakni “KAMSEUPAY”. Setiap imam yang hadir ditanya apa artinya, tetapi tidak ada yang mampu membaca dan mngerti. Ternyata “KAMSEUPAY” singkatan dari “KAMpungan SEkali Uuuh PAYah”.  Waduh, parah! Mungkin kami memang kampungan dan payah. Bahasa seperti itu saja tidak kami mengerti, padahal bagi anak muda dan kebanyakan orang bahasa itu sudah biasa. Bahasa zaman sekarang makin sulit dipahami. Bagaimana para imam bisa menyentuh umatnya jika bahasa yang digunakan ternyata tidak nyambung.

Oleh karena itu, dalam OGF ini kami diingatkan untuk bisa melihat segala peluang yang ada, dan mampu menggunakan sarana dan media yang ada untuk berkatekese. Salah satu media yang menjadi peluang untuk berkatekese pada zaman ini adalah melaui media digital. Dua nara sumber membahas khusus masalah ini: (1) Pastor Agus Duka membahas “Imam dan Pelayanan Pastoral di Era Digital”, dan (2) Pastor Leo Sugiyono, MSC, yang dibantu oleh Bapak Purwono Nugroho Adhi, membahas “Katekese Era Digital”. Pada intinya, para narasumber ingin mangungkapkan bahwa pastoral dan katekese imam di era digital bukanlah sekadar bagaimana menggunakan internet sebagai sarana-alat untuk Pewartaan Kabar Gembira (evangelisasi), melainkan terutama bagaimana mewartakan Kabar Gembira dalam sebuah KONTEKS dimana manusia  mengungkapkan pengalaman dan kehidupannya, juga dalam ruang digital. Untuk itu, Pastor Agus mengingatkan bahwa “Para imam dan kaum religius harus dididik pada waktunya, sehingga memiliki keahlian yang sepadan dalam meggunakan sarana komunikasi sosial”. Bahkan, “Pendidikan komunikasi harus menjadi bagian yang integral pendidikan imam. Tanpa pengetahuan ini, mereka tidak mungkin akan berkarya dengan berhasil guna di dunia sekarang ini (CP 111)”. 

Bapak Purwono Nugroho Adhi juga mengingatkan bahwa keluasan teknologi digital dengan jaringan internetnya menjadi tantangan sekaligus peluang baru dalam berkatekese (mewarta), dimana orang dari berbagai tempat, tanpa batas-batas ruang dapat saling berupaya, memelihara, berbagi, bersaksi dan menghidupi imannya. Dalam hal ini para imam, sebagai katekis utama, dapat mengambil beberapa peran. Pertama sebagai fasilitator petemuan antar-umat beriman yang saling meneguhkan dan memperkaya pengalaman dan pengetahuan iman, atau juga mediator untuk memperlancar pengelolaan proses komunikasi, yang kadang juga berperan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul. Kedua, imam dapat menjadi penghubung (bridge) dengan memperkenalkan dan menautkan berbagai informasi mengenai pengetahuan iman, serta membantu mencarikan pengetahuan pokok-pokok iman melalui internet. Ketiga, imam menjadi inspirator dan penyaji (imagineers) dengan terlibat dan mengisi web atau blog interaktif yang tersedia terkait dengan pengetahuan iman katolik. Keempat, imam menjadi pencerita (storytellers) dengan membagikan kisah inspiratif yang memperkuat iman. Keenam, imam dapat pula menjadi sahabat dengan menemani, berbagi pengalaman iman, saling meneguhkan iman, dan saling mendengarkan. Dan terkahir, dalam media digital, imam dapat menjadi pendoa dengan mendoakan, mengajak berdoa, memberikan berbagai doa yang semakin meneguhkan iman, atau memberikan kutipan, inspirasi yang menyentuh dan menguatkan iman, baik dari kitab suci maupun dari sumber-sumber tradisi doa.

Dalam kegiatan OGF ini, kami para imam dibekali juga cara berkatekese bagi Sekami. Katekese sejak usia dini sangat penting dan sangat menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu, Tan Mariam dari KKI Pusat menjelaskan bagaimana membahasakan dan menggunakan trik-trik yang bisa digunakan dalam berkatekese bagi anak-anak. Selain dijelaskan, kami para imam peserta OGF juga diminta untuk mempraktekkannya secara langsung di hadapan peserta lainnya. Pada bagian akhir kegiatan OGF, para imam juga dibekali dengan cara menyusun data paroki secara lebih baik yang didampingi oleh Bapak Stefanus Erwin dari Jakarta.

Acara OGF kali ini juga melibatkan kegiatan outing, yakni dengan berkunjung ke Gereja Hati Katedral Makassar, Benteng Roterdam dan Seminari Menengah Petrus Claver Makassar. *** Penulis: Pastor Junarto Timbang Pr

Tidak ada komentar: