Pengantar
Setelah membaca keprihatinan yang ada di balik tulisan “Dari Meja Uskup Agung, Memahami Pedoman Dasar DPP-KAMS 2004” dari Bapak Uskup Mgr. John Liku dalam KOINONIA Vol. 2 no. 3 (Juni-Agustus 2007), dan ajakan redaktur Koinonia kepada pembaca untuk mengirimkan karangan, berikut ini saya kirimkan suatu karangan. Materi ini pernah saya pakai sebagai bahan rekoleksi 1 dan 2 tahun lalu untuk DePas Paroki Sto. Yakobus Mariso yang baru terpilih dan mau menyusun program kerjanya, dan juga untuk DePas Paroki Mangkutana. Mungkin ada manfaatnya bagi pembaca Koinonia.
Dewan Pastoral Paroki dan VATIKAN II
DEPAS mulai muncul segera setelah Konsili Vatikan II (1965); namun tidak satu pun dokumen Vatikan II yang secara eksplisit menyebutkan/membicarakan tentang Dewan Paroki atau Dewan Pastoral Paroki.
Yang dibicarakan adalah supaya ada ”koordinasi” yang baik antar berbagai karya kerasulan.
Dasar yang biasa dipakai:
Dekrit Kerasulan Awam (AA) art. 26:
Upaya-upaya yang berguna bagi kerjasama:
“Di Keuskupan-keuskupan sedapat mungkin hendaklah terdapat panitia-panitia, untuk membantu karya kerasulan Gereja, baik di bidang pewartaan Injil dan pengudusan, maupun di bidang amal kasih, sosial dan lain-lain; di situ para imam dan religius hendaknya dengan cara yang tepat bekerjasama dengan para awam. Panitia-panitia itu akan dapat memantapkan koordinasi antar pelbagai persekutuan-persekutuan serta usaha-usaha para awam, tanpa mengurangi sifat-sifat serta otonomi masing-masing.
Bila memungkinkan panitia-panitia semacam itu hendaknya diadakan juga di lingkup paroki atau antar-paroki, antar-keuskupan, di tingkat nasional atau internasional, ….’’.
dan Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (LG) art. 37:
Hubungan kaum awam dengan hirarki:
“… Hendaklah para awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka kepada para imam, dengan kebebasan dan kepercayaan, seperti layaknya bagi anak-anak Allah dan saudara-saudara dalam Kristus. Sekadar ilmu-pengetahuan, kompetensi dan kecakapan mereka, para awam mempunyai kesempatan, bahkan kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja.
Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga yang didirikan Gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana, dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena tugas suci bertindak atas nama Kristus. ……
Sebaliknya hendaklah para Gembala hirarkis mengakui dan memajukan martabat serta tanggungjawab kaum awam dalam Gereja. Hendaklah nasehat mereka yang bijaksana dimanfaatkan dengan suka hati, dan dengan penuh kepercayaan diserahkan kepada mereka tugas-tugas dalam pengabdian kepada Gereja. Dan hendaklah mereka diberi kebebasan dan keleluasaan untuk bertindak; bahkan mereka pantas diberi hati supaya secara spontan memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para Gembala dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus, mempertimbangkan prakarsa-prakarsa, usul-usul serta keinginan-keinginan yang diajukan oleh awam. …”
Semangat Vatikan II itu kemudian ditegaskan dalam HUKUM GEREJA 1983
Kanon 228:
Orang-orang awam yang diketahui cakap, dapat diangkat oleh Gembala rohani utuk mengemban jabatan-jabatan dan tugas-tugas gerejawi, yang menurut ketentuan-ketentuan hukum dapat mereka pegang.
Orang-orang yang unggul dalam pengetahuan, kearifan dan perihidupnya, dapat berperan sebagai ahli-ahli atau penasehat, juga dalam dewan-dewan menurut norma hukum, untuk membantu para Gembala Gereja.
Kanon 208:
Di antara semua orang beriman kristiani, berkat kelahiran kembali mereka dalam Kristus, ada kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan; dengan itu mereka semua sesuai dengan kondisi khas dan tugas masing-masing, bekerjasama membangun Tubuh Kristus.
Kanon 536:
Jika menurut pandangan Uskup Diosesan setelah mendengarkan Dewan Imam, dianggap baik, maka hendaknya di setiap paroki didirikan Dewan pastoral yang diketuai pastor-paroki; dalam dewan pastoral itu kaum beriman kristiani bersama dengan mereka yang berdasarkan jabatannya mengambil bagian dalam reksa pastoral di paroki, hendaknya memberikan bantuannya untuk mengembangkan kegiatan pastoral.
Dewan Pastoral mempunyai suara konsultatif saja dan diatur oleh norma-norma yang ditentukan Uskup Diosesan.
Kanon 537:
Di setiap paroki hendaknya ada Dewan Keuangan yang diatur selain oleh hukum universal juga oleh norma-norma yang dikeluarkan oleh Uskup Diosesan; dalam dewan keuangan itu kaum beriman kristiani yang dipilih menurut harta benda paroki, dengan tetap berlaku ketentuan kanon 532.
Beberapa Catatan Prinsipil
1. Antara 1965 (selesainya Kons. Vatikan II) sampai 1983 (diundangkannya KHK-1983):
Dari satu pihak: sangat menggembirakan antusiasme keterlibatan awam dalam “mengutus Gereja dan hidup menggereja”;
Dari lain pihak: salah satu ”kesedihan/kekacauan” yang diakibatkan oleh Kons. Vatikan II adalah dalam bidang ”Dewan Paroki” yang dicoba dibentuk dengan maksud baik di berbagai paroki; banyak didiskusikan bahkan diperdebatkan tentang:
Apa arti ‘’konsultatif’’;
Otoritas atau kewenangan;
Pembuat/pengambilan keputusan;
Peranan Pastor Paroki; hak voting?
Peranan Dewan Paroki; dilecehkan?
2. KERASULAN AWAM dan KERASULAN AWAM FUNGSIONAL DALAM GEREJA:
Menjadi fungsionaris dalam DePas Paroki termasuk dalam “Kerasulan Awam Fungsional dalam Gereja”; dan Kerasulan Awam Fungsional dalam Gereja hanyalah merupakan satu bagian kecil dari keseluruhan “Kerasulan Awam”.
(Bdk. Draft Pedoman Kerasulan Awam KAMS, yang diharapkan dapat selesai dan mulai berlaku dalam tahun 2005 ini).
Maka adalah sangat tidak proporsional jika “keterlibatan awam dalam DePas” dipakai sebagai borometer untuk mengukur “maju-mundurnya” Kerasulan Awam yang dimaksudkan oleh Vatikan II dan KHK-1983 di suatu paroki.
Bahkan kiranya harus dipertegas bahwa Kerasulan Awam Fungsional dalam Gereja lebih merupakan ‘’bantuan awam kepada hirarki’’ daripada ‘’Kerasulan Awam Murni’’.
3. KHK-1983 mempertegas TUGAS/PERANAN Dewan Pastoral Paroki (bdk. Kanon 511) sbb.:
1). INVESTIGARE (investigate): mencermati, meneliti dan menganalisa keadaan dan kebutuhan kehidupan iman dan kehidupan menggereja umat; mengidentifikasi kebutuhan pastoral paroki.
2). PERPENDERE (ponder, considering): mempertimbangkan karya pastoral apa dan dengan cara bagaimana karya pastoral itu dapat menjawab keadaan/kebutuhan umat paroki, untuk meningkatkan secara terencana kwalitas aktivitas pastoral dan kwalitas kehidupan beriman umat paroki; termasuk secara periodik meninjau kembali (mengevaluasi, mengadakan refleksi) karya-karya pastoral yang sudah sementara berlangsung, apakah mau dilanjutkan, diperbaiki, atau dihentikan dan diganti).
3). PROPONERE (propose, recommend): mengambil keputusan yang praktis dalam bidang karya pastoral untuk diajukan sebagai usul yang bersifat konsultatif (direkomendasikan, dikonsultasikan) kepada pastor paroki; Pastor Parokilah, sebagai Gembala dan Penanggung-jawab terakhir atas Paroki, yang mengambil keputusan definitif.
Maka garis besar Program Kerja DePas memuat:
- Merumuskan secara seksama “visi dan misi” paroki;
- Merumuskan target-target yang akan dicapai paroki di masa depan (langkah-langkah antisipatif menuju ”paroki yang diinginkan di masa depan”).
- Mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebutuhan paroki;
- Menetapkan keputusan-keputusan praktis dan mengajukannya dalam bentuk rekomendasi kepada Pastor Paroki.
Maka DePas Paroki:
- Bukan badan legislatif: bukan pembuat aturan, bukan pembuat kebijakan atau pelarangan, bahkan bukan pembuat statuta untuk DePas itu sendiri.
- Bukan badan eksekutif: bukan pelaksana/penyelenggara administratif Paroki .
- Bukan badan yudikatif: bukan mengadili untuk menentukan mana benar dan mana salah.
- Tetapi badan konsultatif dan rekomendatif terhadap/dari Pastor Paroki (selaku Gembala umat dan penanggungjawab Paroki), dalam bidang pastoral (aktivitas dan pelayanan pastoral kepada umat paroki. Singkatnya: DePas membantu pastor paroki mengidentifikasi kebutuhan pastoral paroki
- Ungkapan seorang iuris: “Tidak ada DePas yang bisa memaksa Pastor Paroki untuk melakukan hal-hal yang oleh Pastor Paroki diyakini akan merusak umat paroki, namun hanya pastor paroki bodoh/agak gila yang menolak nasehat dan rekomendasi yang baik dari DePas”.
- Setiap DePas mempunyai kekhasannya, tidak ada suatu DePas yang persis sama dengan DePas paroki lain, karena KHK memang tidak memberikan suatu “sketsa atau organigram” DePas yang fixed/sudah jadi.
Aktivitas/Kegiatan/Pelayanan Pastoral dalam suatu Paroki meliputi:
KHK tidak merumuskan secara eksplisit apa saja yang termasuk dalam aktivitas pastoral DePas; tetapi karena DePas ”membantu pastor paroki” dalam aktivitas pastoral, maka rumusan aktivitas pastoral pastor paroki (lih. Kanon 529) berlaku juga bagi DePas, yakni:
Pewartaan Sabda Allah secara utuh kepada orang-orang yang tinggal dalam wilayah paroki;
Penanaman nilai-nilai Injili (semangat Injili), termasuk nilai-nilai keadilan sosial agar sungguh dihayati dan dipraktekkan/dihidupi umat paroki.
Pendidikan katolik bagi anak-anak dan kaum muda;
Mengupayakan agar warta injili tetap menjangkau umat yang meninggalkan praktek keagamaannya atau yang tidak memeluk imannya secara benar;
Mengupayakan agar Perayaan Ekaristi Mahakudus menjadi pusat kehidupan umat paroki, termasuk devosi kepada Sakramen Mahakudus;
Penggembalaan umat lewat penerimaan sakramen-sakramen, termasuk persiapan untuk menerima sakramen-sakramen itu;
Memotivasi umat untuk sesering mungkin menerima Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat;
Menggalakkan hidup doa baik doa pribadi tetapi terutama doa dalam keluarga;
Aktif ambil bagian dalam setiap perayaan liturgi atau ibadat yang diadakan; menjaga jangan ada penyalahgunaan ibadah/liturgi.
Berusaha agar semua warga paroki “merasa diterima sebagai anggota komunitas umat”: anggota baru, kunjungan keluarga, yang mengalami kecemasan dan kedukaan, dengan bijaksan memperbaiki yang bersalah, dan menyerahkan mereka kepada Allah.
Membangun “komunitas umat berdasarkan cinta kasih” dengan semangat dan keteladanan;
Membantu dengan penuh kasih sayang umat yang sakit, khususnya yang mendekati ajal kematian, dan yang meninggal.
Mencari dan menghibur serta menolong umat yang miskin, putus-asa, kesepian, dibuang dari tanah airnya (pengungsi), dikucilkan oleh sesamanya, tertekan karena kesulitan-kesulitan.
Membina kehidupan kristiani dalam keluarga-keluarga serta berusaha agar suami-istri dan orang tua dibantu memenuhi tanggungjawab mereka sebagai suami-istri dan sebagai orang tua;
Mengembangkan kerasulan awam;
Memupuk pertumbuhan yang sehat serikat-serikat (kelompok-kelompok kategorial) dalam paroki untuk tujuan-tujuan keagamaan.
Menguatkan dan menjaga agar umat dan paroki tetap menjalin hubungan kerjasama yang harmonis dan besifat membangun dengan Uskup, paroki lain, para imam, dan Gereja Universal.
Beberapa Catatan Teknis/Metodik
1. Supaya Rapat DePas efektif, perlu:
Janganlah menghabiskan banyak waktu dan tenaga lagi untuk ”mendiskusikan” apa wewenang pastor paroki dan apa wewenang DePas hakekat dan faham dasar tentang Gereja yang mempunyai unsur ”kelihatan” dan ”tak kelihatan”, dan tujuan ”salus animarum suprema lex” menyebabkan ‘’komunitas umat beriman dan kepengurusan dalam komunitas umat beriman’’ tidak bisa begitu saja dibandingkan apalagi disejajarkan dengan organisasi atau lembaga lainnya.
Jagalah agar prosedural pelaksanaan tugas dan kerjasama dalam DePas sesederhana/sesimple mungkin; jangan rumit atau berbelit-belit.
Persempitlah program/agenda rapat DePas, karena ”kualitas/mutu (ketepatan) rekomendasi” jauh lebih penting daripada ‘’kuantitas/banyaknya rekomendasi’’ yang diajukan kepada Pastor Paroki.
Sebaiknya Pastor Parokilah yang pertama-tama menyarankan topik/program pastoral/pelayanan pastoral yang perlu dibicarakan/didiskusikan/diprogramkan, tanpa mengurangi kebebasan dan keseriusan DePas untuk menambah, mendalami (=discernment) dan mengurangi agenda itu.
Rapat tidak selalu harus dipimpin oleh Pastor Paroki, khususnya kalau rapat itu baru merupakan diskusi atau refleksi menuju suatu kesimpulan untuk direkomendasikan kepada Pastor Paroki; Pastor Paroki memang Ketua DePas, tetapi Pastor Paroki bukan anggota DePas (bdk. Uskup & Dewan Imam, Dewan Konsultor, Dewan Pastoral Keuskupan; juga Paus & Dewan Kardinal), tetapi rapat DePas untuk memutuskan suatu rekomendasi sebaiknya selalu dihadiri dan kalau perlu dipimpin oleh Pastor Paroki selaku Ketua DePas.
Kemampuan DePas untuk mendengarkan umat dan Pastor Paroki, serta kemampuan untuk mengolah, menganalisa dan merefleksikan apa yang didengarkan itu untuk menghasilkan usulan-usulan rekomendatif adalah jauh lebih penting daripada kemampuan DePas untuk berdebat mempromosikan ide-idenya.
”No pastor, no council”; jika paroki ketiadaan pastor paroki (meninggal, berhenti, dipindahkan) maka tidak ada rapat DePas sampai pastor paroki baru mengundang rapat DePas.
2. Kehidupan beriman selalu menyangkut kehidupan bersama sebagai komunitas dan kehidupan pribadi masing-masing orang. Kehidupan bersama sebagai ”komunitas umat beriman” (bentuk sosial) dipanggil kepada ”kehidupan bersama berlandaskan iman, harapan dan cinta kasih”, sedangkan kehidupan pribadi sebagai orang beriman dipanggil kepada ”kekudusan”. Kedua hal tersebut menjadi obyek dari tugas DePas (untuk investigare, rerpender, dan proponere). Maka DePas hendaknya cukup peka untuk membedakan ”masalah-masalah FORUM EKSTERNA” dengan ”masalah-masalah FORUM INTERNA” kehidupan umat. Masalah-masalah forum interna pun hendaknya dicermati perbedaan antara ’’masalah-masalah yang SULIT’’ dan ”masalah-masalah yang MENYAKITKAN”.
3. Dalam struktur DePas sekarang, dan mungkin juga DeSta (Dewan Stasi) dan PeWil (Pengurus Wilayah), perlu dicermati kembali posisi/fungsi Pemimpin Ibadat yang tetap (Pengantar, Katekis, Pemimpin Ibadat Rukun Doa): dari satu pihak baiklah bahwa mereka masuk dalam Dewan Stasi/Wilayah/Pengurus Rukun (bdk. Paralelnya dengan DePas Paroki), tetapi dari lain pihak mereka juga menjalankan suatu fungsi yang ”mirip dengan tugas pastor paroki” selaku ”gembala umat” yang seyogianya juga tidak seakan-akan berada ”di bawah” DeSta, DeWil, Pengurus Rukun (PeRu).
4. Hubungan Kerjasama DePas – PeWil – DeSta – PeRu:
Secara formal, satuan kelompok umat yang terkecil dalam Gereja Katolik adalah Paroki; maka eksistensi PeWil, DeSta, PeRu hanya dapat dibenarkan sejauh itu mendukung “komunitas umat paroki’’. Maka sulit dibayangkan adanya suatu PeWil, DeSta, PeRu yang beroposisi dengan DePas Paroki (jika ada oposisi, maka pasti salah satunya ada yang tidak beres).
Agar senantiasa terjalin kerjasama yang baik, tanpa jatuh ke dalam suatu birokrasi yang rumit berbelit dan menghambat panggilan kepada “iman, harapan, kasih, dan kekudusan”, ada baiknya menerapkan salah satu prinsip manajemen berikut ini:
P. Lucas Paliling, Pr
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar