Selasa, 17 Juli 2012

Sinode Diosesan KAMS 2012: Suatu Karya Roh

Persiapan
              Sinode Diosesan KAMS kedua, sesudah yang pertama pada Oktober 1999, akhirnya berlangsung dari 27-31 Mei 2012. Dibandingkan dengan yang pertama, persiapan Sinode kedua ini jauh lebih matang dan memakan waktu cukup panjang. Persiapan intensif sesungguhnya sudah dimulai sejak awal 2010 dengan pembentukan Panitia Persiapan Sinode (PPS), baik pada tingkat Keuskupan maupun pada tingkat Kevikepan. Pergelutan masalah dimulai dari basis (rukun/stasi dan kelompok kategorial) di seluruh wilayah KAMS. Dengan demikian prinsip sinodal (synódos=berjalan bersama) seluruh umat Katolik KAMS benar-benar dicoba ditrapkan. Hasilnya dikoleksi di paroki, selanjutnya dirangkum PPS tingkat Kevikepan, yang kemudian menyampaikannya ke PPS tingkat Keuskupan. Pada gilirannya PPS Keuskupan menyerahkannya kepada Panitia Pengarah (SC), yang dibentuk pada permulaan tahun 2011. Pada kenyataannya  anggota SC adalah mereka yang sudah terlibat di PPS. SC mulai bekerja merangkumkan dalam bentuk narasi bahan-bahan dari ke-5 Kevikepan tersebut, untuk menjadi instrumentum laboris (‘alat kerja’) dalam persidangan Sinode. SC menemukan dan mengelompokkan bahan-bahan itu ke dalam 6 bidang: Keluarga, Pendidikan, Kesehatan, Sosial-Ekonomi, Sosial Politik, Sosial Budaya. Dalam proses selanjutnya, demi lebih mematangkan bahan-bahan tersebut, diputuskan membahasnya lagi di setiap Kevikepan lewat apa yang disebut ‘pra-sinode’, ditambah satu pra-sinode Ormas dan Kelompok Kategorial. Pra-sinode yang terakhir ini menemukan satu bidang yang belum terangkum dalam ke-6 bidang sebelumnya, yaitu: Sarana-Prasarana-Dana. Sedangkan dalam rapat evaluasi atas ke-6 bidang pertama, muncul kesadaran, bahwa ke-6 bidang tersebut boleh dikatakan lebih menyangkut tugas pelayanan Gereja ke luar (ad extra). Lalu bagaimana dengan tugas Gereja ke dalam (ad intra), yang tidak kalah penting dan mendesak? Maka ditambahkanlah bidang ke-8, Evangelisasi Baru, yang kemudian diubah menjadi: Re-evangelisasi, penginjilan Gereja kepada dirinya sendiri, kepada anggota-anggotanya (yang sudah menerima baptisan). Ini untuk menjawab ancaman serius insignifikansi internal Gereja. Akhirnya, setelah melalui rapat-rapat, di mana Uskup dan anggota Kuria Keuskupan diundang hadir, SC berhasil merampungkan instrumentum laboris, siap untuk persidangan Sinode.

Itulah bahan yang terkumpul dari basis, dari umat Katolik KAMS, yang berdasarkan data tahunan akhir 2010 berjumlah 168.729 (bdk. data Biro Pusat Statistik di Makassar, pada akhir 2009 jumlah umat Katolik 224.650 dari total penduduk Sulselrabar sebesar 11.381.578). Jumlah kecil ini tersebar dalam 44 paroki, 1 paroki persiapan, dan tidak kurang dari 538 stasi dalam wilayah seluas 100.623 km2. Jadi jelas sosok Gereja lokal KAMS adalah ‘kawanan kecil’ yang tersebar (Gereja diaspora). Dan bahan-bahan yang terkumpul dari basis di atas menampilkan suatu kesadaran baru ‘kawanan kecil’ ini: Gereja yang terpanggil untuk melayani. Selanjutnya, sebelum hasil-hasil permenungan dari basis itu dirangkumkan, tema Sinode sendiri sudah disepakati dalam rapat Dewan Imam: “Ia menjadikan segala-galanya baik” (Mrk. 7:37). Membaca hal ini dengan kacamata iman, kita percaya di sini berlangsung bimbingan ilahi: Kesadaran diri Gereja lokal KAMS sebagai ‘Gereja yang MELAYANI’ diberi arah jelas: menjadikan segala-galanya baik, sebagaimana yang telah diperbuat ‘Pendiri’-nya! “Aku telah memberikan teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat” (Yoh. 13:15). Inilah jawaban Tuhan atas doa segenap umat Katolik KAMS yang dipanjatkan setiap Minggu di gereja-gereja, di doa-doa rukun, komunitas-komunitas, dan di biara-biara sejak Januari 2011, “Doa Persiapan Sinode” yang dirumuskan oleh PPS KAMS tersebut di atas.

Demi melengkapi Instrumentum Laboris, selaku Uskup Diosesan, saya merasa perlu memberi pendasaran teologis kepada kesadaran baru Gereja lokal KAMS tersebut. Model ‘Gereja sebagai pelayan’ relatif baru dalam Gereja Katolik. Pengetrapan resen model ini pada Gereja (khususnya melalui “Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes tentang Gereja dalam Dunia Dewasa Ini” dari Konsili Vatikan II), membuat kita pada dewasa ini sadar akan tanggung jawab Gereja membantu meningkatkan kesejahteraan manusia di dunia dan karenanya memberi sumbangan kepada kehidupan sosial dan kultural. Tetapi, di lain pihak, tidak pernah boleh dilupakan bahwa Gereja ada bukan untuk membangun ‘kerajaan dunia’, apalagi ‘surga dunia’ ala ideologi komunisme ateistis. Gereja ada untuk diutus membangun kerajaan Allah dalam iman. Selanjutnya, kesadaran baru tersebut tentu bukanlah sesuatu yang jatuh begitu saja dari langit. Ia lahir dari proses pergulatan Gereja lokal ini dalam perjalanan hidupnya. Maka kesadaran baru tersebut perlu dilihat dan dipahami dalam konteks sejarah Gereja lokal KAMS. Sebagai komunitas beriman, Gereja lokal KAMS percaya pada janji Tuhannya: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20). Demikianlah, sebagai suplemen Instrumentum Laboris, disertakan booklet berjudul: Gereja yang Melayani; Kontekstualisasi Historis & Pendasaran Teologis.

Kedua bahan utama itu, Instrumentum Laboris dan Gereja yang Melayani, bersama dengan booklet Rundown & Tata Tertib Persidangan Sinode, dikirim kepada setiap calon peserta Sinode untuk dibaca dan direnungkan, sebelum mereka datang ke persidangan Sinode. 

Penyelenggaraan & Hasilnya
Pelaksanaan persidangan Sinode sendiri dibuka dengan Misa Konselebrasi, yang dipimpin Uskup Agung KAMS didampingi Vikjen, ke-5 Vikep dan Pastor Ketua SC Sinode, di Gereja Katedral “Hati Kudus Yesus” Makassar, pada Hari Minggu, 27 Mei 2012. Ternyata hari ini adalah Hari Raya Pentakosta! Perlu dicatat bahwa, ketika Panitia menetapkan waktu pelaksanaan Sinode, tidak disadari bahwa tanggal 27 Mei 2012 itu adalah Hari Raya Pentakosta. Sinode Diosesan KAMS 2012 diputuskan diadakan dalam rangka merayakan HUT ke-75 Gereja lokal ini, yang sekaligus juga peringatan 75 tahun karya CICM di Indonesia. Kedua momen bersejarah ini disepakati dirayakan bersama. Puncak perayaan tersebut disetujui akan diadakan pada tanggal 2 Juni 2012. Hari itu tepat 75 tahun berselang (2 Juni 1937) dua pioner awal CICM, RP Charles Dekkers CICM dan RP Jan van den Eerenbeemt CICM, pertama kali menginjakkan kaki di Makassar. Keputusan lain dari Panitia ialah bahwa persidangan Sinode akan berlangsung 5 hari, dan bahwa perlu ada satu hari jeda antara selesainya persidangan Sinode dan hari puncak perayaan, 2 Juni 2012 itu. Demikian ditetapkanlah bahwa persidangan Sinode akan berlangsung dari 27-31 Mei 2012. Baru kemudian disadari bahwa tanggal 27 Mei itu adalah Hari Minggu Pentakosta. Jadi, kebetulan saja? Dalam iman tidak ada yang kebetulan! Segala sesuatunya berada dalam penyelenggaraan ilahi. Bukankah Pentakosta adalah Hari Kelahiran Gereja? Di HUT-nya yang ke-75, Tuhan mau memberi kelahiran baru bagi Gereja lokal KAMS lewat penyelenggaraan Sinode Diosesan!

Dalam homili di Misa Pembukaan Sinode, saya bercerita sebuah pengalaman kecil sekitar dua minggu sebelumnya. Dari tanggal 10-13 Mei 2012 berlangsung Konvenda Karismatik Propinsi Gerejawi MAM di Ambon. Hari pertama dan kedua saya hadir, karena diminta Panitia Konvenda memimpin salah satu perayaan Ekaristi. Ketika berangkat ke Ambon, Panitia Sinode-Yubileum menitipkan undangan kepada Uskup Amboina untuk perayaan puncak Yubileum, 2 Juni 2012. Ketika menyerahkan undangan tersebut kepada Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC, saya bercanda: “Ketahuilah Gereja lokal Keuskupan Agung Makassar itu terlahir secara ajaib. Sebab lain ibu yang mengandungnya, lain yang melahirkannya. Ia dikandung oleh Tarekat MSC, tetapi dilahirkan oleh Tarekat CICM”. Dan beliau spontan menimpali: “Dan kemudian ia dipelihara oleh Imam-Imam Projo!” Dan kami pun tertawa lepas. Tetapi dalam hati saya berbisik: “Ya, betul, ada lebih dari cukup alasan untuk bersyukur dan bermadah gembira ‘Te Deum Laudamus!’, ‘Engkau, ya Tuhan, Kami Puji !’” Tahun 1919 wilayah Sulawesi dipisahkan dari Vikariat Apostolik Batavia dan menjadi Prefektur Apostolik yang berpusat di Manado. Pelayanan penggembalaannya dipercayakan kepada Misionaris Hati Kudus (MSC). Tetapi tahun 1937 Vatikan menyetujui mempercayakan pelayanan bagian selatan pulau Sulawesi kepada Kongregasi Hati Maria Tak Bernoda (CICM), dan sekaligus terlahirlah Prefektur Apostolik Makassar. Selanjutnya pada tahun 1948 ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Makassar. Dan ketika hirarki episkopal Indonesia didirikan pada 3 Januari 1961, ia menjadi Keuskupan Agung Makassar. Kini, pada usianya yang ke-75, Gereja lokal ini dilayani oleh 103 imam, dengan komposisi sbb.: 87 imam diosesan (84,5%), 9 imam CICM (8,7%) dan 7 imam MSC (6,8%). Jadi tepatlah komentar Mgr. Mandagi di atas, bahwa Gereja lokal ini kini dipelihara/dilayani oleh imam-imam projo/diosesan, berarti oleh anak-anak kandungnya sendiri. Mengingat sampai tahun 1970-an tampaknya hampir tidak ada harapan bahwa Gereja lokal ini akan dapat menghasilkan imam-imamnya sendiri, jelas ini merupakan anugerah besar Tuhan yang patut disyukuri.

Nuansa Pentakosta paling terasa pada acara Pembukaan Sinode di aula Hotel Singgasana, yang terletak di seberang Keuskupan-Gereja Katedral Makassar. Acara resmi dimulai dengan prosesi masuk rombongan: di depan dua Frater pembawa bendera, disusul Ketua OC, di belakangnya Pastor Ketua SC, ke-5 Vikep, Sekretaris KAMS dan Vikjen, ditutup oleh Uskup Agung. Tanpa direncanakan, ternyata kesemuanya berjumlah 12! Simbol 12 Rasul? MC mempersilakan hadirin berdiri. Semua berdiri hening. Terasa suasana hikmat-agung merasuk ke hati. Setelah rombongan mengambil tempat masing-masing di panggung upacara, MC mengumumkan menyanyikan Lagu Kebangsaan. Segera “Indonesia Raya” membahana dari mulut seluruh hadirin. Belum pernah sebelumnya saya mengalami getaran kalbu begitu kuatnya ketika menyanyikan lagu “Indonesia Raya” seperti pada malam itu. Sepertinya ada daya gaib yang mendorong rasa perasaan di hati. Dan saya diyakinkan ketika itu semua hadirin mengalami hal serupa. Barangkali di kala itu Tuhan mau mengingatkan seluruh hadirin, wakil-wakil umat Katolik KAMS agar tidak pernah lupa menghayati dan mengamalkan semboyan “100% Katolik, 100% Indonesia”. Kehadiran suatu kekuatan gaib yang memenuhi seluruh ruangan semakin terasa merasuk dalam di hati saat hening cipta yang dipimpin Uskup Agung. Selanjutnya, setelah koor menyanyikan “Hymne KAMS”, mengikut pembukaan resmi dan pengesahan persidangan Sinode:

Saudari/a terkasih, dengan memohon berkat dari Allah Bapa melalui Putera dalam Roh Kudus, dan didukung oleh doa Bunda Maria, Sidang Kehormatan dengan materi khusus ‘Pembukaan dan Pengesahan Sidang Sinode Diosesan 2012 KAMS dengan ini saya nyatakan dibuka.

Lalu palu diketukkan tiga kali oleh Uskup Agung KAMS, yang disambut tepuk tangan meriah dari hadirin. Seterusnya hening kembali, dan dinyanyikanlah lagu “Datanglah Roh Kudus” (Veni Creator). Roh Tuhan pun semakin berembus merasuk ke relung hati paling dalam para hadirin. Setelah itu MC mempersilakan hadirin duduk kembali. Mengikut laporan Ketua Panitia Pelaksana (OC), Bpk. Julius Yunus Tedja disusul pembacaan Surat Ketetapan  Uskup Agung KAMS tentang Pengesahan Persidangan oleh Sekretaris KAMS, P. Frans Nipa. Lalu pemukulan gong sebagai tanda Pembukaan Sidang Sinode Diosesan KAMS 2012 oleh Uskup Agung, disambut oleh penabuhan gendang bertalu-talu oleh Tim Gendang. Acara Pembukaan diakhiri dengan Sambutan Uskup Agung. Setelah acara ditutup, Uskup beserta rombongan meninggalkan ruang sidang diiringi lagu Perutusan.

Segera sesudah itu para peserta mulai menapaki acara-acara persidangan dengan tekun dan serius, diteguhkan oleh Roh Tuhan yang berembus pada acara Pembukaan di Hari Pentakosta. Peserta berjumlah 225 orang, terdiri dari 62 imam, 12 biarawan-biarawati dan 151 awam tokoh umat, pimpinan Ormas, kelompok kategorial, Yayasan dan Perguruan Tinggi/Universitas Katolik, serta wakil dari paroki-paroki. Hal terpenting yang tetap mendapat perhatian ialah bahwa ini adalah pertemuan dalam iman, dan harus tetap berada dalam bingkai iman. Maka kegiatan kerohanian, seperti doa, Ekaristi, meditasi, tetap terintegrasikan dalam seluruh kegiatan persidangan. Para peserta dibagi dalam 8 Komisi, sesuai dengan ke-8 bidang yang ditemukan dari permenungan mulai dari basis. Agar permenungan dan diskusi-diskusi tetap berada dalam alur teologis-eklesiologis yang benar, maka sebelum memasuki tahap diskusi, baik dalam masing-masing Komisi maupun dalam pleno, peserta dibekali pendasaran teologis, yang bahannya sudah dikirimkan sebelumnya kepada setiap peserta, sebagaimana sudah disinggung di atas. Selanjutnya, rupanya sebagai tanggapan atas kritik bahwa analisa permasalahan ke-8 bidang dalam Instrumentum Laboris kurang berbasis data, SC masih memberi kesempatan kepada ke-5 Kevikepan serta Ormas/Kategorial memberi masukan tambahan sekitar “Pemetaan Potensi & Permasalahan” melalui jubir masing-masing. Demikian pula, demi lebih memperdalam bidang-bidang yang sudah dirangkumkan dalam Instrumentum Laboris itu, sejumlah pakar diminta memberi masukan sebagai narasumber.

Sebuah persidangan Sinode Diosesan diharapkan menghasilkan pada tingkat perumusan tiga poin utama, yaitu: visi, misi dan strategi. Dari hari ke hari para peserta tetap tekun dan serius mengikuti persidangan. Begitu seriusnya sehingga terkadang susana berkembang menjadi agak panas dan emosional. Tetapi itu merupakan dinamika biasa dari persidangan dengan ratusan peserta yang terlibat secara sungguh-sungguh. Sementara persidangan bergerak dari hari yang satu ke hari yang lain, mulai terasa bahwa waktu 5 hari itu terlalu singkat. Perlu dicapai rumusan visi-misi yang disepakati sidang dan disahkan, dan atas dasar itu selanjutnya disusun strategi. Pada hari ke-3 dibentuk Tim Perumus, yang ternyata butuh waktu untuk bekerja keras, ditemani Uskup Agung, sampai subuh hari ke-4, merumuskan visi-misi berdasarkan hasil diskusi Komisi dan Pleno. Hasilnya baru bisa dipresentasikan pada pagi hari ke-4 kepada sidang pleno.

Rumusan visi yang akhirnya disepakati Sidang Pleno dan disahkan, berbunyi: “Gereja lokal KAMS, yang bersosok kawanan kecil tersebar, sebagai pelayan berdasarkan dan berpolakan Yesus Kristus, yang terus-menerus membaharui diri, mewartakan Kerajaan Allah dengan meresapi  tata dunia, sehingga segala-galanya menjadi baik”. Sedemikian itu, maka model ‘Gereja sebagai PELAYAN’, yang sudah muncul dalam rangkuman hasil-hasil permenungan dari basis sebagai suatu kesadaran baru KAMS diteguhkan oleh Sinode sebagai bagian inti visi baru Gereja lokal KAMS. Dasarnya tiada lain dari Yesus Kristus sendiri, yang “datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (Mrk. 10:45); Dia adalah Hamba Yahwe. Dia juga sekaligus menjadi pola Gereja sebagai pelayan, sebagaimana dipesankan-Nya sendiri: “Aku telah memberikan teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat” (Yoh. 13:15). Yang sedikit alot dalam diskusi ialah tambahan keterangan “yang bersosok kawanan kecil tersebar”. Ini memang sosok nyata Gereja lokal KAMS: Gereja diaspora. Ada yang menghendaki agar bagian ini dihapus saja, karena khawatir jangan sampai umat Katolik KAMS mengalami ‘inferiority complex’, merasa rendah diri karena sadar hanya ‘kawanan kecil’ saja. Tetapi persis di sinilah intinya: seorang hamba/pelayan adalah seorang yang kecil, rendah hati (bukan rendah diri!). Tidak boleh dilupakan bahwa ungkapan ‘kawanan kecil’ adalah istilah biblis. Spiritualitas hamba/pelayan adalah spiritualitas seorang yang tidak mengandalkan kekuatan dan kemampuannya sendiri, tetapi mengandalkan Tuhan. Itulah juga spiritualitas seorang Paulus, yang dengan tegas berkata: “Jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Kor. 12:10). Mengapa? Karena “bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:20). Selanjutnya, kata ‘tersebar’ dipilih menggantikan istilah ‘terpencar’, karena menurut rasa bahasa sejumlah peserta, kata ‘terpencar’ mengandung arti tercerai-berai, tidak bersatu. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai pelayan secara tepat guna, Gereja harus “terus-menerus membaharui diri” (Ecclesia semper reformanda). Sejalan dengan perkembangan zaman Gereja terpanggil untuk melayani dan membantu meningkatkan kesejahteraan manusia di dunia, dan karenanya memberi sumbangan kepada kehidupan sosial dan kultural. Tetapi tidak pernah boleh dilupakan bahwa Gereja ada bukan untuk membangun ‘kerajaan dunia’, apalagi ‘surga dunia’ ala ideologi komunisme ateistis. Pelayanannya kepada dunia harus selalu dalam konteks tugas utamanya, yaitu “mewartakan Kerajaan Allah”, khususnya “dengan (cara) meresapi tata dunia”. Bagian terakhir dalam rumusan visi, “sehingga segala-galanya menjadi baik”, kembali menggemakan tema Sinode Diosesan KAMS 2012 ini.

Pembicaraan mengenai misi boleh dikatakan relatif lebih lancar. Dengan cukup mudah pleno bersepakat menerima ke-8 bidang yang sudah dibahas dalam masing-masing Komisi. Alhasil, rumusan delapan misi dari Tim Perumus, setelah ada perubahan di sana sini dalam sidang pleno, akhirnya diterima dan disahkan, sebagaimana dapat kita baca dalam tulisan lain di Edisi KOINONIA ini.

Yang lebih alot, bahkan sedikit simpang siur dan terkadang sampai batas tertentu memancing emosi, adalah diskusi mengenai strategi. Sumber masalah kiranya adalah penggunaan istilah Renstra (Rencana Strategis) yang serba tidak jelas tempatnya dalam tahapan kerja persidangan Sinode. Dari istilahnya sendiri, ia tampaknya sudah menggabungkan dua tahapan menjadi satu, yaitu Strategi dan Rencana/Program. Dan memperhatikan format-format yang dilampirkan dalam Instrumentum Laboris, memang demikianlah adanya, bahkan kelihatannya sudah menaruh titik berat pada tahap program. Dan kerja kelompok dalam ke-8 Komisi Sinode mengikuti format tersebut. Dan ini menimbulkan persoalan besar, yang menyulut diskusi hangat dan berlarut di sidang pleno. Di satu pihak, ada yang berpendapat bahwa persidangan Sinode Diosesan cukup menghasilkan tiga poin utama, yaitu: visi, misi, dan strategi; dua tahapan selanjutnya, berupa program  dan aksi/pelaksanaan haruslah dikerjakan di tingkat Kevikepan dan/atau sektor kategorial. Dan saya sendiri menempatkan diri pada posisi ini, berdasarkan dua alasan pokok. Pertama, karena tidak ingin kembali memutar-balik kebijakan yang sudah berlaku sejak diputuskan dalam rapat Dewan Imam di tahun 2007. Saya masih berkeyakinan kebijakan tersebut benar. Ardas hasil Sinode Diosesan 1999 diberlakukan resmi sejak 1 Januari 2000. Namun, akibat krisis multidimensional yang melanda masyakarat Indonesia secara meluas dan berkepanjangan, Ardas tersebut tidak segera dapat ditindaklanjuti. Baru dalam rapat Dewan Imam November 2002 dapat dibicarakan dan diputuskan untuk menindaklanjuti Ardas tersebut melalui program 5- tahunan. Program 5-tahunan itu dimulai pada hari Rabu Abu 2003, dan berakhir pada Selasa sebelum Rabu Abu, 5 Februari 2008. Jadi sebetulnya pada Rabu Abu, 6 Februari 2008, semestinya sudah memasuki Program 5-tahunan tahap ke-2. Tetapi setelah diadakan evaluasi, khususnya dalam rapat Dewan Imam Mei 2007 dan dimatangkan lagi dalam rapat Dewan Imam November tahun yang sama, disepakati untuk mempercayakan kepada setiap Kevikepan menyusun program pastoralnya sendiri yang lebih kontekstual, dan karenanya dapat lebih relevan dan efektif, dibanding dengan program pastoral yang diturunkan dari atas (tingkat Keuskupan). Penjelasan rinci mengenai hal ini diberikan dalam rubrik “Dari Meja Uskup Agung”, KOINONIA, vol. 3, no. 2, Maret-Mei 2008. (Alasan pokok kedua masih akan dikemukakan di bawah).

Pada lain pihak, sebagian peserta (mungkin malahan bagian terbesar) datang ke persidangan Sinode dengan harapan akan kembali dengan membawa serta program ‘siap pakai’. Sebagaimana digambarkan oleh salah seorang peserta dengan sangat jitu, “Saya datang ke persidangan Sinode ini sebagai salah seorang wakil umat dari paroki saya, dengan harapan akan pulang dengan membawa serta menu yang siap saji”. Saya segera mengacungkan tangan untuk menanggapi (di pikiran saya, dalam posisi sebagai peserta sidang, bukan/belum sebagai Uskup Diosesan). Dan Moderator Sidang memberi kesempatan kepada saya. Saya mengatakan, saya mempunyai pengalaman buruk ketika harus makan menu asing, yang belum terbiasa di perut saya. Saya sakit perut dan mencret. Poinnya saya kira jelas: Suatu program pastoral konkret, yang disusun secermat mungkin di sebuah persidangan Sinode Diosesan, belum tentu dapat berjalan efektif di seluruh wilayah keuskupan yang begitu luas dengan sikon yang berbeda-beda dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Kecuali itu, agar suatu program pastoral dapat berfungsi efektif dan lancar, dibutuhkan komitmen luas di unit bersangkutan. Ini terlebih berlaku dalam Gereja, sebagai sebuah persekutuan iman. Berbeda dengan di perusahaan misalnya. Di perusahaan, Staf Pimpinan menyusun program, menetapkan standar  dan mengangkat orang untuk melaksanakannya (pegawai/karyawan). Kalau ternyata pegawai/karyawan tersebut tak memenuhi standar, pimpinan akan memecatnya; dan orang tersebut akan meninggalkan perusahaan itu. Ini sulit terbayangkan dapat diberlakukan dalam Gereja, sejauh menyangkut program pastoral. Dan inilah alasan saya yang kedua, mengapa saya berpendapat sebaiknya tahapan penyusunan program pastoral itu tidak digarap di persidangan Sinode, melainkan di tingkat Kevikepan dengan melibatkan lebih banyak pihak.

Mencermati situasi konflik pendapat menjelang akhir persidangan Sinode itu, saya mulai khawatir kita akan sampai pada suatu ‘dead lock’, jalan buntu, yang akan memaksa Uskup Diosesan mengambil alih masalahnya, sesuai peraturan yang berlaku dalam Gereja (Katolik). Kalau ini terjadi, tentu akan mempunyai dampak kurang positif, dan akan merupakan kejadian yang tak indah untuk dikenang. Tetapi ternyata Roh Tuhan yang mempersatukan tetap hadir dan berkarya di Sinode ini. Perlahan-lahan muncul kesepahaman bahwa memang sebaiknya persidangan Sinode hanya sampai pada tahapan perumusan dan pengesahan strategi, sementara tahapan program dan aksi dipercayakan kepada masing-masing Kevikepan. Tetapi waktu itu sudah hari terakhir yang sangat padat, tak ada kesempatan lagi untuk merampungkan perumusan strategi. Para peserta sudah harus check out dari hotel pada pk. 12.00, dan masih ada Misa Penutupan dan Press-conference. Maka diputuskan menugaskan SC menyusun ulang strategi, berdasarkan bahan-bahan yang sudah ada, yang masih tercampur-baur dengan unsur-unsur yang termasuk bidang program; kemudian akan difinalisasi dalam rapat Dewan Konsultor KAMS, sebelum disahkan Uskup Diosesan.

Hari penutupan Sinode jatuh pada 31 Mei 2012, pesta SP Maria Mengunjungi Elisabet! Sekali lagi, ini tidak direncanakan, ini serba kebetulan. Kembali di sini kita disadarkan akan campur tangan ilahi dalam perhelatan Sinode ini. Melalui Sinode 2012 ini, Gereja lokal KAMS menemukan diri sebagai Gereja yang melayani. Dengan pesta Maria Mengunjungi Elisabet, Tuhan rupanya mau mengingatkan kita untuk meneladani spiritualitas kepelayanan SP Maria. SP Maria baru saja memberi jawaban teguh dalam iman terhadap tawaran menjadi bunda Penebus, dengan kata-kata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Dan Maria yang diberitahu oleh malaekat bahwa Elisabet, yang sudah lanjut usia itu, sedang hamil tua, segera berangkat ke rumah Elisabet di Yerusalem, jauh dari Nazaret. Untuk apa? Untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan. Ia tidak takut apa pun, karena ia hanya mengandalkan Tuhan: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku” (Luk. 1:46-47). Gereja lokal KAMS juga tidak pernah boleh merasa takut karena ia hanya ‘kawanan kecil tersebar’. Inilah inti renungan dalam homili Misa Penutupan.

Tindak Lanjut
Atas dorongan Roh yang terus berembus, SC yang bekerja serius tanpa pamrih mampu menyelesaikan dengan cukup cepat tugas lanjutan yang dipercayakan Sidang Sinode kepadanya: merumuskan strategi masing-masing dari ke-8 Komisi Sinode (Re-evangelisasi, Keluarga, Pendidikan, Kesehatan, Sosial-Ekonomi, Sosial-Budaya, Sosial-Politik, dan Sarana-Prasarana). Untuk setiap bidang digunakan format yang sama, dengan 4 item: (1) tujuan; (2) strategi; (3) indikator keberhasilan; dan (4) komisi/lembaga/organ pelaksana. Demi lebih memantapkan rumusan strategi tersebut, hasil kerja lanjutan SC itu dikirimkan ke masing-masing Kevikepan untuk mendapatkan tanggapan, berupa koreksi atau tambahan. Diminta agar tanggapan sudah disampaikan ke Sekretariat Keuskupan sebelum rapat Dewan Konsultor, 10-11 Juli 2012. Kecuali Kevikepan Sultra, yang masih meminta waktu sampai akhir Juli 2012, ke-4 Kevikepan lainnya sudah menyampaikan tanggapannya. Secara umum ke-4 Kevikepan menyatakan menyetujui secara utuh rumusan strategi tersebut; kecuali satu kevikepan memberi catatan, bahwa cukup banyak dari Indikator Pencapaian yang bersifat kualitatif, sehingga akan sulit digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan. Rapat Dewan Konsultor sendiri mempelajari rumusan tersebut, dan menyatakan menerimanya, setelah mengadakan satu-dua perubahan kecil. Uskup Diosesan sendiri masih akan menunggu tanggapan dari Kevikepan Sultra, sebelum memberi pengesahan resmi atas naskah final. Selanjutnya, dokumen yang berisi visi, misi, dan strategi hasil Sinode Diosesan KAMS 2012 akan dikirimkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, untuk dijadikan pedoman pada proses selanjutnya: penyusunan program dan aksi/pelaksanaan. Dan sebagaimana sudah direncanakan, Uskup Diosesan akan mengangkat Tim di tingkat Keuskupan untuk mengawal proses selanjutnya, agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kita harapkan, kalau tak ada aral melintang, program 5-tahunan ke depan berdasarkan Ardas hasil Sinode Diosesan 2012 sudah dapat dimulai pada 1 Januari 2013.

Sungguh menggembirakan mendengar ada Kevikepan, Komisi Keuskupan, dan lembaga/organ lain, yang langsung bergerak mengadakan pertemuan-pertemuan dalam rangka menindaklanjuti hasil Sinode Diosesan kita. Kita percaya, Roh Tuhan yang telah menyertai Sinode sejak tahap persiapannya, akan terus menyertai kita dalam menindaklanjuti hasilnya, sehingga akan menghasilkan buah-buah berlimpah, “demi kemuliaan Tuhan … dan kebahagiaan manusia” (LG,17; AG,9).

Akhirulkalam
Walaupun sudah disampaikan pada lebih dari satu kesempatan, pastilah tidak berlebihan kalau di sini sekali lagi dari relung hati paling dalam kita mengucapkan berlimpah terima kasih kepada semua pihak yang dengan satu dan lain cara telah memberi dukungan demi suksesnya seluruh rangkaian kegiatan dalam rangka perayaan 75 tahun Gereja lokal KAMS dan karya CICM di Indonesia, termasuk dan khususnya perhelatan Sinode Diosesan kita. Tentu saja pertama-tama kepada Panitia, baik OC maupun SC, yang telah bekerja keras tanpa pamrih; kepada para petugas dan pembantu dalam setiap kegiatan, khususnya di Sinode dan puncak perayaan syukur pada tanggal 2 Juni 2012; kepada para donatur, baik dalam bentuk dana maupun materi lainnya; kepada teman-teman dari  mass media, baik cetak maupun elektronik, yang dengan sukarela terus mensosialisasikan setiap kegiatan; kepada Pemerintah, yang memberi dukungan moril dan materiil; kepada pihak keamanan; kepada para peserta Sinode, yang dengan tekun mengikuti persidangan dan memberi sumbangan pemikiran, dan yang diharapkan menjadi penggerak dan ujung tombak dalam proses tindak lanjut Sinode di tempat dan pos masing-masing; kepada seluruh lapisan umat, yang terus-menerus memberi dukungan doa dan dukungan lainnya.

And the last but not the least, kita masih tetap mengharapkan keberlanjutan dukungan dalam segala bentuk dari semua pihak, demi suksesnya tindaklanjut Sinode kita. Mudah-mudahan janji Bpk. Dirjen Bimas Katolik Depag RI, yang disampaikan beliau dalam Sambutannya pada acara perayaan puncak Yubileum 75 tahun, 2 Juni 2012 y.l., bahwa akan ikut mendukung tindaklanjut Sinode dengan bantuan dana, akan terwujud. Dan kita percaya, banyak umat yang telah beroleh berkah dari Allah, walaupun mereka tidak mengungkapkannya dengan kata-kata dalam bentuk janji, akan terus merelakan sedikit dari berkah itu untuk karya penyelamatan Allah di Gereja lokal KAMS, lewat pergulatan menindaklanjuti hasil Sinode Diosesan 2012.
Tuhan memberkati!

Makassar, 17 Juli 2012

    + John Liku-Ada’    

1 komentar:

Anonim mengatakan...

selamat pagi dan selamat paskah,,
saya ingin menyampaikan sebuah komentar berkaitan dengan hasil sinode khususnya dalam bidang re-evangelisasi dan secara khusus dalam bidang liturgi. karena saya kurang mengetahui bagaimana kehidupan liturgi umat di KAMS maka apakah saya boleh mendapat gambaran tentang bagaimana pemahaman umat tentang liturgi?? dan sejauh ini apakah sudah ada gerakan yang dilakukan oleh tim KOMLIT KAMS untuk meningkatkan pemahaman dan kecintaan umat akan liturgi???
terimakasi banyak,,,
salam,,,,