“Pastor Maris yang kita kasihi
telah kembali ke Rumah Bapa. Kita patut berduka ditinggalkan Pastor Maris,
tetapi dalam Iman kita patut bersukacita, karena Pastor yang kita kasihi telah
kembali ke Rumah Bapa, ke tempat di mana Yesus Kristus berada.” Itulah
pesan Pastor Hendrik Njiolah, Pr dalam homili Misa 7 hari meninggalnya Pastor
Maris Marannu, Pr. Saya merasa dikuatkan
dan dihiburkan oleh renungan Pastor Hendrik di Gereja Paroki KR Andalas, Senin
malam, 27 April 2015.
Pastor Johannes Baptista Maris
Marannu, Pr meninggal pada Selasa 21 April 2015 pukul 08.08 Wita di RS Stella Maris, Makassar. Nama
Maris diambil dari nama RS yang dikelola Suster-Suster YMY di mana Pastor Maris
lahir di sana 74 tahun silam, tepatnya 15 Februari 1941.
Saya begitu sedih atas kepergian
Pastor Maris yang adalah sosok ‘Ayah’,
orang tua yang jasanya luar biasa dalam hidup dan keluarga saya. Ada banyak rencana, impian yang tidak
kesampaian, karena Pastor Maris keburu kembali ke Rumah Bapa di Surga.
Selama sakit, selama disemayamkan
di Paroki Andalas, di Aula Keuskupan, hingga pemakaman di Pakatto, ribuan umat
datang memberi penghormatan. Ada banyak sekali karangan bunga dan di media sosial tersebar luas ungkapan
duka dan doa dari umat yang pernah dilayaninya. Memang ada begitu banyak orang dan umat, yang
menemukan titik balik hidupnya, karena karya pelayanan pastoral luar biasa
Pastor Maris. Selama 45 tahun
Imamatnya, sebagian besar diabdikan melayani umat di Paroki, mulai dari Paroki
KIAA Sangalla’ (1971-1975), Paroki St Maria Makale (1975-1981), Paroki St
Yakobus Mariso (1981-1990), Paroki St Yosep Gotong-Gotong (1990-2003), dan
Paroki Kristus Raja Andalas (2003-2013).
Pembaca dapat mengikuti apa saja yang dilakukan, pengalaman suka duka selama
menjadi Imam di KAMS dalam berbagai tulisan pribadinya yang diterbitkan dalam
buku Kenangan Imamatnya, dalam buku kenangan 40 Tahun SPC, dan Buku Kenangan
Sinode KAMS. Semua dijelaskan dengan gamblang oleh Pastor Maris yang memang disiplin mencatat
dan tekun menulis.
Tulisan kecil ini, adalah catatan
kesan sekaligus apresiasi terhadap karya pelayanannya, dari sudut pandang pribadi pengalaman penulis selama tinggal bersama
Pastor Maris, tujuh tahun lamanya.
Pembaca sekalian, saya ingin
merangkum tiga kualitas utama hidup imamat Pastor Maris, yang prima, di atas
rata-rata, yang layak diapresiasi. Ia adalah Pastor Bonus, Pastor Visioner,
dan Pastor Role Model.
Ia Pastor Bonus yang didambakan umat, yang hidupnya di tengah umat dan
memihak yang miskin (option for the poor).
Ia Pastor visioner yang melihat masa depan gereja dalam diri anak-anak
muda. Pastor Maris tak henti-hentinya mencari dan membimbing bibit-bibit, calon
Imam. Passion-nya terhadap perekrutan dan pendidikan calon imam, termasuk
pembangunan dan pengembangan Seminari sangat besar. Ia patut mendapat
penghargaan untuk upaya ini. Akan sangat bijak, bila salah satu ruangan di
Seminari Petrus Claver kelak memakai nama Pastor Maris.
Ia Pastor
role model (teladan) yang tahu
dengan baik motivasi terdalam panggilannya, dan tuntas dalam setiap
penugasannya. Di balik senyumnya,
keramahannya, ceplas ceplosnya,
bahasanya yang sederhana, Pastor Maris teguh pada prinsipnya, setia pada
panggilan imamatnya dalam suka dukanya,
dalam harapan dan kecemasan, menerima salib yang harus ditanggungnya. Sepanjang
hidup Imamatnya, ia total menghayatinya dalam relasi yang intim dengan Yesus
Kristus.
Pastor Maris yang visioner mampu
melihat Potensi dalam diri seseorang. Ia
melihat potensi seorang anak muda yang cacat,
Jhonson Poli yang dibantu dan didorongnya sekolah dan kuliah. Setelah
menamatkan kuliah di Atmajaya, Jhonson diterima menjadi pegawai negeri di
Dispenda Mamasa. Charles Kaliem, yang
bisu dan tuli didorongnya kuliah dan berhasil menjadi Sarjana dari Atmajaya.
Dengan kemampuan dan ketekunannya Charles berhasil menyalin semua dokumen
renungan Pastor Maris yang terbit di Harian Pedoman Rakyat, termasuk renungan
minggu di gereja yang saya rekam dan ketik manual menjadi file computer, dan
telah terbit menjadi buku bestseller Penerbit Obor. Judulnya, “Mekar dalam Iman”.
Kotbah-kotbahnya, bahasanya yang sederhana yang merakyat namun kharismatis
mampu menyentuh dan menggerakkan banyak orang.
Saya mendengar di Andalas ada
satu anak pastoran, yang hanya tamat SD, umurnya sudah 17 tahun saat Pastor
Maris mendorongnya menjadi Si Doel, sekolah di SMP Kondosapata. Setelah lulus
ia lanjut ke Sekolah Pelayaran. Dan sekarang, ia telah menikmati kariernya
sebagai seorang pelaut yang mengarungi lautan, melihat dunia. Seperti yang
diimpikan Pastor Maris atas kami, belajarlah dan pergilah lihat seperti apa
dunia. Yohanes Kemba’ nama anak itu.
Dialah yang mendampingi Pastor Maris, saat menghembuskan nafas terakhirnya di
ruang ICU Rumah Sakit Stella Maris. Yohaneslah, dari semua anak-anak asuh
Pastor Maris yang mendapat kesempatan istimewa ini.
Pastor Maris juga melihat dalam
diri saya, talenta yang orang lain -bahkan
saya sendiri- tidak menyadarinya. Hingga akhir hayatnya, Pastor Maris
selalu mendorong, mendukung dan mendoakan saya.
Saat merayakan Ultahnya ke-74
pada 15 Februari lalu, saya datang mengunjunginya dan kami mengobrol sambil
makan siang di Pastoran Andalas. Saya tanya apa masih tetap berenang dan nonton
Bioskop, dua hal yang disukai Pastor Maris. Pastor Marsel yang mejawab,
berenang masih sesekali, namun menonton tidak pernah lagi. Saya katakan, rumah
kami di Palu di pinggir laut, dekat sekali dengan tempat renang. Sambil melirik
Pastor Marsel di depannya, Pastor Maris yang antusias berkata, “nanti kamu ajak
ke sana ya, Stef.” Saya katakan akan sangat senang bila Pastor mau datang,
namun sekarang saya lagi tugas belajar di Surabaya. Tetapi, saya akan mengajak
Pastor menonton bioskop. “Iyo Step, ajak tawwa (Iya Stef, ajaklah, red.) Pastor
nonton kalau ada waktumu,” kata Pastor Marsel.
Rencana nonton itu akhirnya
terwujud juga pada akhir bulan Maret lalu. Saya mengajak Pastor Maris menonton
film di Trans Studio Mall. Sepanjang jalan di Mall, Pastor Maris tak henti
menggenggam tangan saya. Ia sangat menikmati film itu. Tetapi ia lupa apa yang
baru saja ditonton. Memang belakangan, Pastor Maris mengalami masalah penurunan
daya ingat. Saya mendengar Pastor Marsel Lolo Tandung, Pr yang sekarang menjadi Pastor
Paroki Andalas mengaku butuh kesabaran lebih mendampingi Pastor Maris yang
mulai lupa-lupa ingat.
“Sudah lupa, hehee”, katanya sambil tertawa
lepas. Itulah pertemuan terakhir saya
dengan Pastor Maris yang amat sangat berjasa dalam hidup saya.
Pertemuan yang Mengubah Hidup
Pastor Maris menemukan saya,
seorang remaja yang sedang bingung,
galau mengenai masa depannya dalam sebuah retret bagi Seminaris kelas akhir, di
Malino pada tahun 1993. Pastor Maris yang melihat saya tidak juga beranjak dari
Kapel, menghampiri dan mengajak berbicara. Di ujung pembicaraan itu, beliau
katakan: “Bila kamu berlibur, datanglah ke tempat saya di Pastoran
Gotong-Gotong.” Pada akhir Retret itu, ada sesi foto bersama Pastor Maris.
Satu-satunya foto saya dengan Pastor Maris, yang mirip bintang film Hongkong
itu, sekarang masih tergantung di dinding rumah orang tua saya di Toraja.
Sejak pertemuan di Malino itu,
Pastor Maris terus memantau dan mengikuti perkembangan studi saya, termasuk
ketika mengikuti TOR di Seminari Tinggi Anging Mammiri di Jogjakarta. Setiap
bulan, saya menerima wessel pos dari Pastor Maris, berikut pesan-pesan agar
saya serius mempersiapkan diri untuk masuk Seminari Tinggi: “Stef, persiapkan
dirimu dengan serius, apa yang dimulai dengan baik, akan berakhir dengan baik.”
Tibalah saat yang berat, ketika
harus mengabarinya bahwa saya gagal TOR,
dan tidak layak melanjutkan ke ST. Namun, tanpa saya duga Pastor Maris
mengatakan, kembalilah segera ke Makassar dan ikutlah tes di Unhas. Kalau kamu
lulus, saya akan bantu biayamu. Itulah
awal saya tinggal di Pastoran Gotong-gotong bersama Pastor Maris selama tujuh
tahun.
Saya menyelesaikan kuliah S1 di
Unhas pada tahun 2000 dan S2 pada 2005, sebagian besar atas biaya Pastor
Maris.
Periode bersama Pastor Maris
adalah masa luar biasa dalam pembentukan pribadi saya. Saya mendapat kesempatan
istimewa mengikuti Pastor Maris masuk keluar lorong dan gang sempit menemui
umat yang sakit, yang membutuhkan doa dan dukungan dengan membagikan komuni,
menggelar misa. Saya menyaksikan Pastor Maris tanpa canggung sedikit pun ketika
berada di tengah-tengah orang-orang kecil, orang-orang sakit, orang-orang jompo
di rumah-rumah mereka yang sempit dan pengap. Saya juga mendapat kesempatan
bertemu dan duduk semeja dengan tokoh-tokoh umat dalam berbagai acara penting,
di mana Pastor Maris diundang hadir. Di kemudian hari, saya tidak canggung
ketika berada di tengah orang-orang kecil dan tidak minder bersama orang-orang
besar.
Ketika saya direkrut dan diterima
menjadi Dosen di Universitas Tadulako di Palu pada 2007, Pastor Maris merasa
senang sekali. “Step, kalau ada
kesempatan, kuliah ko lagi. Cari beasiswa ke Luar Negeri.” Tetapi saya
mengatakan, Pastor adik saya ada beberapa yang mau sekolah dan saya ingin
membantu mereka. Sekarang ketika mereka menyelesaikan sekolahnya, saya katakan
ke adik-adik itu kalian harus berterimakasih kepada Pastor Maris, karena dengan
menyekolahkan saya, saya dapat membantu kalian sekolah. Hati baik Pastor Maris
telah menjadi Viral kebaikan dalam
keluarga kami.
Pastor Maris sangat disiplin dalam
mengolah batin, hidup doanya, mengelola keuangan, mengelola Paroki. Dia seorang
yang peduli. Ia peduli pada setiap orang yang dikenalnya. Ia catat ulang tahun
dan tanggal-tanggal spesial dalam kehidupan orang-orang dekatnya. Selama tujuh tahun, saya bertugas
membuatkannya Kalender sakti. Kalender yang besar, yang akan diisinya dengan
agenda kegiatannya sepanjang tahun, dan ulang tahun orang-orang yang dikenalnya
dengan dekat. Sebelum datangnya Facebook, Pastor Maris sudah memiliki metode
pengingat ulang tahun yang efektif.
Ketika saya datang di Pastoran,
sudah ada sederetan anak-anak asuh Pastor Maris: Jhon Rante Ta'dung (alm) sudah menjadi
Insinyur Sipil dari Ukip dan berkarier sebagai kontraktor. Frans sudah menjadi
Sarjana dan dosen di Kendari. Theo Wowor sudah menjadi Sarjana Hukum dari Unhas
dan sudah bekerja di Kantor Pengacara Otto Kaligis di Jakarta. Yohanes Litang
dan Anton sementara menyelesaikan kuliah di Atmajaya, Makassar. Mereka semua
menjadi motivasi bagi saya. Ketika saya
meninggalkan Pastoran Gotong-gotong, bersamaan dengan pindahnya Pastor Maris ke
Andalas, Simon Mangopang, Yosep Pakuli sudah selesai kuliah di Atmajaya, Petrus
selesai kursus pelayaran, Yakobus Tibo sudah selesai SMK. Mereka bahkan sudah
memulai karier dengan bekerja di beberapa perusahaan.
Ijinkan saya bercerita sedikit
mengenai Ir. Jhon Rante Ta'dung (alm) yang belakangan sangat dekat dengan saya.
Dia menganggap saya adiknya, dan perhatiannya yang demikian spesial untuk
Pastor Maris menjadi teladan bagi saya dan kami semua anak asuh Pastor Maris. Setiap pulang kampung, saya wajib datang ke
rumah Jhon di Tete Bassi. Yang terakhir, menjelang Pileg tahun lalu saya masih
ikut saat keliling kota memantau apa poster dan baliho Istrinya Beatris
Palamba, caleg Nasdem sudah terpasang pada tempatnya. Pastor Maris menemukan
Jhon yang peminum yang nakalnya membuat orang tuanya mati akal, ketika bertugas
di Paroki Makale. Pertemuannya dengan
Pastor Maris mengubah hidupnya. Jhon memberi nama Maris pada dua putri dan satu
putranya, sebagai bentuk apresiasi atas jasa Pastor Maris dalam hidupnya. Saat
Jhon terbaring sakit di RS Siloam, Pastor Maris rutin mengunjunginya. Sehari
sebelum berangkat ke Amerika, saya mengunjungi Jhon di RS dan kami sempat mengobrol.
Itulah kali terakhir saya bertemu dengannya. Saya masih di Los Angeles ketika
mendapat kabar Jhon sudah meninggal dunia. Kabarnya, Pastor Maris datang
mendoakannya saat jenazah disemayamkan di Rumah Duka RS Grestelina. Tepat satu
tahun kemudian, Pastor Maris menyusulnya ke Rumah Bapa.
Di luar itu ada banyak anak-anak
muda yang menemukan hidupnya kembali karena perjumpaan dengan Pastor Maris.
Beberapa yang saya kenal dengan sangat baik, Bapak Henky Nurtanio, Bapak Ronny
dll, termasuk sejumlah anak muda yang kini telah menjadi Frater dan
Pastor. Di antaranya yang paling istimewa
adalah Pastor Marsel Lolo Tandung, Pr. Tentang Pastor Marsel, dalam sebuah tulisan
yang terbit dalam buku Kenangan Panitia Sinode KAMS, Pastor Maris menulis:
“dulu saya yang mendampinginya, sekarang Pastor Marsel yang mendampingi saya”.
Ini ungkapan yang memiliki makna yang dalam. Dimana Pastor Maris sungguh sadar,
dan bukannya mengingkari penurunan kemampuan karena faktor usia. Ia tidak
menyikapinya dengan ketakutan, sebagaimana banyak disalahartikan, termasuk oleh para pimpinanannya dalam kuria.
Saya bersyukur dan sungguh berterima kasih kepada
Pastor Marsel yang selama beberapa tahun ini tinggal bersama dan mendampingi
Pastor Maris, yang di masa tuanya memerlukan perhatian dan pengertian yang
lebih. Dari pihak keluarga, sosok Tante Onno (alm) adalah luar biasa bagi
Pastor Maris dan semua kami. Tante Onno dan Pastor Maris bagi kami adalah
dwitunggal dalam proses pendidikan kami. Hingga akhir hayatnya, Tante Onno
(alm) senantiasa mendampingi Pastor Maris. Tentu saja dukungan saudara-saudara,
keponakan-keponakannya juga penting bagi Pastor Maris.
Di balik semua karya Pastor Maris
yang luar biasa kami alami dan rasakan, ada peran Gereja dan umat. Saya
mengetahui dengan baik, bahwa Pastor bisa menyekolahkan kami karena sumbangan
dari umat yang mendukung karyanya. Terima kasih atas dukungan bagi Pastor Maris
selama hidupnya, khususnya selama menjalani hidup Imamatnya.
Pastor Maris yang kami kasihi dan
banggakan, tidak akan cukup kata untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas
jasamu dalam kehidupan kami. Kami memaafkanmu atas semua hal yang mengganjal di
hati, sebagaimana Pastor selalu mampu mengampuni dan mengasihi kami semua.
Jasamu dan namamu akan awet di dalam hati kami, dalam keluarga kami, dan dalam
pekerjaan kami. Doakan kami yang masih mengembara ini. Selamat Jalan Pastor.
Beristirahatlah dalam kedamaian abadi, di Rumah Bapa. Requiescat in Pace.***
Penulis: Stef Bo’do
1 komentar:
Luar Biasa Kawan Kesaksianx.. izin memberi kesaksian singkat jg ya kawan,***Pagi itu Tepatx jam 7 Pagi,Sy melihat Pastor maris sdh memakai Alat pernafasan Tambahan,dan Yohanes Kemba' mengatakan Pastor sdh nggak bisa mendengar lagi, dan Kuku2 nya Sdh Mulai Kebiru2 an, dan sy pun melihat lgsung Pastor dan mmg keadaanx sdh tak ada Harapan lg kelihatannya ,wajah pastor sdh agak bengkak kelihatannya sy ada blg jg dgn ada seorang ibu jg ug menjaga Pastor di kamar ICU VIP,dan saya hax berdoa dalam Hati Semoga Tak terjadi apa2 Terhadap Pastor dan lekas sembuh, tp jam 07:49 pagi Pastor tiba2 Sdh kehilangan Nafas ,dan Akhirnya Para Suster dan perawat di ruang Icu Berkumpul utk Menolong Pastor Berusaha Memberi bantuan semaksimal mungkin Tp Tuhan Sdh Memanggil Pastor Kembali Ke Rumahnya, Sy Kebetulan Berada Disana di karenakan Ibu Sy Lagi skit jg dan Kebetulan kamar ICUNYA bersebelahan dengan Pastor ,oleh krn Itu sy jg kebtulan Melihat Pastor smpai betul2 Tak Tertolong Lagi... Dan Hanya Air Mata Yg tertahankan yg ku alami pada Saat Itu
Posting Komentar