Senin, 21 Juli 2014

PERAYAAN 25 TAHUN MASUKNYA TRANSMIGRAN DI TANAH TOBADAK – MAMUJU TENGAH


Puncak perayaan 25 tahun hadirnya umat Katolik di wilayah Tobadak dirayakan Selasa, 29 April 2014 dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Makassar, Mgr. John Liku-Ada bersama Vikep Sulbar, RD. Martinus Pasomba dan RD. Octavianus Samson Bureny (Pastor Paroki St. Mikael Tobadak). Perayaan dimulai pkl. 09.00 – 11.00 yang juga dihadiri oleh para pastor se-Kevikepan Sulawesi Barat, yakni: RD. Vius Oktavianus (Pastor Paroki St. Petrus Mamasa), RD. Cornelis Gerryt, dan RD. Hendrik Palimbo (Pastor Paroki dan kapelan Paroki St. Fransiskus Messawa), RD. Simon Refliandi (Pastor Paroki St. Yosef Polewali). Selain itu juga hadir RD. Niko Tangke yang pernah bertugas di wilayah ini dan sekarang bertugas di Paroki Mengkendek – Tanah Toraja serta RD. Bine’ Saramae, (Rektor Seminari Tinggi Anging Mammiri, Yogyakarta) yang sebelumnya hadir memberikan pelatihan liturgi kepada para pengantar di wilayah Tobadak ini bersama Bpk. Petrus Matutu.

Perayaan yang dihadiri oleh sekitar 500-an orang ini berlangsung dengan lancar dan khidmat yang dimeriahkan oleh kelompok koor dan tarian dari suku NTT. Selain umat paroki Tobadak, juga hadir para tamu undangan dari setiap paroki di Kevikepan Sulbar. Sebut saja: komunitas suster JMJ Messawa, komunitas suster MC Mamuju dan para umat utusan dari setiap paroki.

Uskup dalam khotbahnya menggarisbawahi teks Kitab Suci: “Carilah perkara yang di atas dimana Kristus berada” dan “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”. Dijelaskan bahwa mencari perkara yang di atas... tidak hanya mengarahkan pandanggan kepada Kristus (di atas) tetapi terlebih mengikuti segala perintahNya, yakni perintah yang disampaikan dalam bentuk teladan hidup. Hal ini nyata dalam perjamuan Malam Terakhir Yesus, “Aku telah memberi teladan kepada kamu, pergilah dan berbuatlah demikian”.

Jadi pengikut Kristus yang sejati – seperti perayaan hari ini – merayakan 25 tahun hadirnya Gereja Katolik di wilayah Tobadak yang dibawa oleh diasporais dari NTT. Pertanyaannya: Apakah kita telah mengikuti teladan Yesus Kristus sendiri? Teladan Yesus tentu berdimensi luas. Di sini, fokus renungan Mgr. John pada konteks hidup masyarakat pasca Pileg.

Sebagai pengikut Kristus, apa panggilan kita? Beliau mengutip semboyan dari Mgr. Soegijapranata, “Kita harus 100% Katolik dan 100% warga negara Indonesia”, yang dijadikan visi Bimas Katolik Kementerian Agama RI.

Mgr. John melanjutkan renungannya dengan menjelaskan pemeran utama dalam kisah sengsara Yesus yang direnungkan dalam setiap pekan suci. Mereka itu adalah Yudas Iskariot, Penguasa Agama, Penguasa Politik, dan rakyat.

Yudas Iskariot (penghianat), dikatakan bahwa ia menjadi murid Yesus selama 3 tahun, tetapi setelah itu ia memperdagangkan Gurunya demi 30 keping perak. Ia lebih memilih uang. Uskup pun mengutip apa yang pernah disampaikan Kardinal Indonesia bahwa sila 1 Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, kini diubah menjadi “Keuangan Yang Maha Esa”. Sungguh memprihatinkan. Maka tidak heranlah saat ini ada “human trafficking, perdagangan manusia” demi mendapatkan uang. Yudas telah berbuat itu, menjual Gurunya demi uang. Manusia pun bisa menjual dirinya yakni sebagai PSK. Tentu praktek hidup ini semua dilawan oleh Yesus.

Uskup melanjutkan renungan dengan menilik kembali peristiwa Pileg baru-baru ini. “Peristiwa Pileg diwarnai dengan “serangan fajar”. Mereka yang terkena serangan ini sama saja menjual dirinya. Sehingga tujuan Pileg tidak lagi sesuai dengan demokrasi, yang berarti kekuasaan ada di tangan rakyat karena harkat ini dijual sebagai warga negara. Wakil rakyat yang mengucapkan sumpah nantinya... kini tidak bernilai. Karena kesempatan ini akan dipakai untuk mengembalikan uang yang telah digunakan melakukan “serangan fajar”, jelas Mgr. John.

“Pemimpin agama. Sejatinya, masalah yang dituduhkan kepada Yesus adalah persoalan agama, karena Ia menyamakan DiriNya dengan Allah, yang bagi orang Yahudi ini menghujat Allah maka sesuai dengan hukum harus dirajam. Namun waktu itu penjajah Romawi yang berkuasa, maka hukum yang berlaku adalah penyaliban. Dalam kisah ini, nampak bahwa pemimpin agama tidak mau mengotori dirinya sehingga mencuci tangan, dengan mengatakan, “kami tidak menemukan kesalahan pada orang ini”. Akhirnya, Yesus diserahkan ke pimpinan politik. Tetapi pemimpin politik juga tidak menemukan kesalahan pada diri Yesus, sehingga harus dibebaskan karena tidak ada alasan hukum. Tetapi toh akhirnya Yesus dihukum mati karena penguasa takut kehilangan jabatan. Jadi ada kooptasi penguasa agama dan penguasa politik. Ini merupakan kisah abadi”, tegas Uskup.

“Rakyat. Dalam peristiwa penyaliban Yesus, rakyat pun berperan. Sebelumnya rakyat mengelukan Yesus sebagai raja dengan mengucapkan “Hosana” tetapi setelah itu mereka meneriakkan “salibkan Dia”. Mengapa demikian? Ya karena mereka sudah “dibeli”. Maka ungkapan “Vox Populi Vox Dei”, Suara rakyat adalah suara Tuhan, harus hati-hati karena rakyat bisa diperjualbelikan”, lanjut Uskup.

Uskup mengakhiri kotbahnya dengan mengatakan bahwa syukur 25 tahun hadirnya Gereja di Tanah Tobadak, menjadi momentum yang baik untuk merefleksikan sabda Yesus, mencari nilai yang lebih tinggi daripada nilai yang lebih rendah. Yesus yang sama mengajar kita, kita harus mengikuti teladan Dia agar layak disebut sebagai pengikut Kristus karena mengikuti segala perintahNya dalam tingkah dan langkah dalam masyarakat. Ditekankan bahwa kita masih perlu terus-menerus mendalami pendidikan politik. Tuhan memberkati.

Setelah renungan yang membuat umat tersentak itu dan Perayaan Ekaristi selesai, acara dilanjutkan di panggung yang telah disiapkan oleh panita. Acara ramah tamah diawali dengan laporan panitia dan sambutan-sambutan. Dalam laporannya, ketua panitia mengatakan bahwa kehadiran transmigrasi dari NTT awalnya 155 KK namun dalam perjalanan waktu berkurang menjadi 60 KK, karena banyak yang kembali ke kampung halaman lantaran tidak mampu bertahan dalam situasi dan kondisi yang dihadapi. Yang bertahan inilah yang berkembang, beranak-cucu sampai saat ini. Ia pun menyampaikan limpah terimakasih kepada semua pihak sehingga perayaan syukur 25 tahun ini bisa terlaksana dengan baik dan aman. Dilaporkan juga bahwa  dalam rangkaian peristiwa pesta perak ini, diawali dengan  beberapa pertandingan olahraga dan seni serta berziarah ke kuburan dengan berjalan kaki. Selain itu diadakan pendalaman iman dan pelatihan liturgi yang dibawakan oleh RD. Bine Saramae’ dan Bpk. Petrus Matutu dari Komisi Kerawam KAMS. Meski cuaca agak panas umat tetap setia duduk mengikuti acara demi acara dan sebelum sambutan ditampilkanlah tari “Togo” dari komunitas NTT di Tobadak.

P. Samson dalam sambutannya membacakan sekapur sirih 25 tahun gereja Katolik Tobadak. Dikatakan bahwa Gereja Katolik Tobadak ditandai dengan kedatangan warga NTT, April 1989. Waktu itu jumlah transmingran 155 kk dan 299 jiwa, mereka yang bertahan inilah yang berkembang dan beranak cucu di tanah Tobadak. Peristiwa 25 tahun lalu adalah peristiwa rahmat, Tuhan hadir menaungi umatNya dalam berkelana di Tanah Tobadak. Pastikan bahwa masa lalu adalah kenangan, sekarang adalah kenyataan, dan masa depan adalah mimpi. Bermimpilah dan gapailah mimpi itu. We have a dream, kata Martin Luther King.

Mimpi apa yang harus kita mimpikan 25 tahun yang akan datang? Kita tidak bermimpi di siang bolong tetapi bermimpi yang berlandaskan pada semangat perjuangan yang totalitas. Mimpi-mimpi itu dapat kita sebutkan yakni gedung paroki St. Mikael Tobadak yang ada sekarang ini harus lebih besar, megah. Kita melihat perjalanan gedung gereja ini dari bangunan sederhana pelan-pelan berkembang menjadi permanen dan semi-megah saat ini untuk ukuran distrik. Selain fisik yang megah, paroki ini juga harus mandiri. Indikator kemandirian ini dalam hal paroki dan stasi harus mampu menghidupi dirinya sendiri dengan segala penghuninya, SDM harus berkualitas, berpendidikan dan profesional, mampu mengolah SDA yang ada secara baik.

Dalam rentang waktu 25 tahun ke depan, “harus” ada putra daerah yang jadi imam dan ditahbiskan di paroki yang megah itu nantinya. Namun semua ini bisa terjadi bila ada kerja sama dari semua umat, bergandengan tangan, sehati-sejiwa dalam meraih mimpi-mimpi itu. Inilah jawaban atas hadirnya Kristus di tengah-tengah umatNya.

Bupati Mamuju Tengah (Mateng) yang diwakili oleh Sekda H. Amin Jasa dalam sambutannya mengungkapkan rasa harunya mendengar kilas balik kehidupan para transmigran di tanah Tobadak. Beliau mengatakan 25 tahun umat Katolik telah memberi kontribusi untuk pembangunan daerah ini. Meskipun Mateng secara operasional baru berjalan 9 bulan secara efektif, namun pembangunan sudah berjalan dengan baik. Ia menyambut gembira kehadiran umat Katolik yang merayakan 25 tahun di tanah Tobadak. Beliau menghimbau agar semua umat saling bekerja sama baik internal maupun eksternal dalam membangun daerah yang dilirik oleh para investor baik dalam negeri maupun luar negeri. Sekda menegaskan bahwa kita harus menjaga kondisi yang aman dan stabil agar hidup tenteram dan sejahtera.

Mgr. John yang tampil terakhir membawakan sambutannya menyebutkan tiga hal pokok yakni, selamat, terima kasih dan harapan. Beliau mengungkapkan apresiasi yang mendalam atas hadirnya para transmigran dari NTT yang membawa wajah Gereja Katolik di Tanah Tobadak. Kepada pemerintah, Mgr. John juga mengungkapkan rasa terima kasihnya atas perhatian dan perlindungan pemerintah kepada umat Katolik. Harapan beliau adalah agar usia 25 tahun ini ke depan partisipasi umat semakin nampak dan bersama golongan lain menjaga kerukunan, keramahan, sehingga semakin nyatalah semboyan Mgr. Soegijapranata: 100% Katolik dan 100% warga negara Indonesia. Harapan lain dari Mgr. John bahwa kita semua diutus untuk menjadi terang dan garam dalam masyarakat untuk membangun masyarakat yang lebih baik.

Acara ditutup dengan tarian “Gawe” dari masyarakat NTT yang juga diikuti oleh Mgr. John, Sekda, pastor paroki Tobadak, dan para tamu undangan. Acara terakhir adalah makan bersama, sebagai perjamuan kasih, syukur dan terima kasih atas berkat Tuhan 25 tahun lalu di Tanah Tobadak.*** Penulis: Anton Ranteallo

Tidak ada komentar: