Minggu, 28 Juni 2009

Mengenal ME sebagai Bagian Kerasulan Keluarga

1. Apa itu Marriage Encounter (ME)
Marriage Encounter atau yang sering disingkat ME adalah sebuah gerakan dari Gereja Katolik untuk pasangan suami istri (pasutri). Lebih jelasnya adalah sebuah program yang biasanya diberikan pada akhir pekan dimana para pasutri mendapat kesempatan untuk melatih teknik berkomunikasi dengan kasih yang dapat mereka gunakan sampai akhir hayat. Hal tersebut adalah sebuah kesempatan untuk dapat melihat jauh ke dasar hubungan mereka satu sama lain, dan juga hubungan mereka dengan Tuhan. Jadi merupakan saat untuk berbagi perasaan, harapan dan mimpi-mimpi dari satu sama lain.
Penekanan pada weekend Marriage Encounter adalah pada komunikasi antara suami dan istri. Weekend tersebut memberikan suasana yang kondusif bagi pasutri untuk menghabiskan waktu bersama, jauh dari gangguan dan tekanan dari kehidupan sehari-hari, sekaligus mendukung mereka untuk memusatkan perhatian pada satu sama lain dan hubungan mereka.

2. Visi dan Misi ME
Visi ME: “Cintai satu sama lain seperti Aku mencintaimu”
Misi ME: Membaharui Gereja dan merubah dengan membantu pasutri-pasutri dan imam-imam untuk hidup dalam relasi yang akrab dan bertanggung jawab dengan memberikan mereka pengalaman secara Katolik dan dukungan komunitas yang berkesinambungan untuk menunjang gaya hidup itu.

3. Sejarah ME
Sejarah Marriage Encounter mulai di Spanyol. Pada 1952 seorang imam yang bernama Gabriel Calvo bersama dengan sepasang suami-istri Mercedes-Jame Ferrer mulai mengembangkan rangkaian pertemuan yang selalu diakhiri dengan pertanyaan dialog antara suami-istri untuk membuat mereka semakin terbuka dan akrab satu sama lain. Dalam tahun 1962 mereka mengadakan pertemuan akhir pekan yang pertama bersama dengan 28 pasangan suami-istri dalam bentuk yang hampir sama dengan yang sekarang ini dilaksanakan. Sejak 1966 kegiatan akhir pekan ini dibawa dan dikembangkan di negara-negara Amerika Latin di antara pasangan-pasangan yang berbahasa Spanyol.
Dari Amerika Latin gerakan ini dengan cepat menyebar ke Amerika Serikat. Di sanalah gerakan ini semakin diperkaya untuk membantu para pasangan suami-istri dapat mengembangkan dialog yang saling memperkaya. Pengembangan ME keluar Amerika terjadi sejak tahun 1971. Pasangan-pasangan tim dari Amerika dikirim ke Belgia dan kemudian ke Inggris, dan dari sana tersebar ke banyak negara.
Di Indonesia, ME bertumbuh dari sharing seorang suster Gembala Baik, Sr. Patricia, yang pernah mengikuti WE di St. Louise, USA. Week End ME telah begitu mengesankan baginya, sehingga kesaksiannya menarik perhatian Uskup Agung Jakarta kala itu, Mgr. Leo Soekoto, SJ. Uskup Leo menjadi semakin tertarik, ketika ia mendapatkan informasi yang juga mengesankan tentang ME ketika beliau mengunjungi pusat konsultasi perkawinan di Keuskupan Gent, Belgia. Rasa tertarik itu diungkapkan oleh Mgr. Leo dengan mengundang tim ME Belgia untuk mengadakan Week End di Indonesia. Hal itu terjadi pada 25 Juli sampai 27 Juli 1975 di Evergreen, Tugu, Puncak, yang dibawakan dalam bahasa Vlaams (bahasa yang mirip dengan bahasa Belanda). Week End pertama ini diikuti oleh 9 pasang suami-istri, 2 orang suster, seorang imam (Pastor Cor van de Meerendonk CICM) dan Mgr. Leo Soekoto SJ sendiri.

Setelah mengikuti week end, Mgr. Leo berpendapat bahwa kegiatan ini sangatlah baik untuk pendasaran hidup keluarga. Agar semakin banyak pasutri dapat mengikutinya, week end harus dapat dibawakan dalam bahasa Indonesia. Maka ia mengirim Pastor Piet Nooy, SVD sebagai penanggung jawab kursus persiapan perkawinan Keuskupan Jakarta kala itu ke Belgia. Di sana ia mengikuti week end ME dan tinggal di sana selama 3 bulan untuk mengumpulkan bahan dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan Marriage Encounter. Sekembali dari Belgia, Pastor Piet bekerja keras untuk mengembangkan ME dan mempersiapkan pelaksanaan week end ME dalam bahasa Indonesia, dibantu oleh pasangan Tony Trisnadi-Greta dan Marsidi-Mbak Iyah, dua pasutri yang telah mengikuti week end pertama di Puncak. Berkat kerja keras mereka terlaksanalah week end pertama dalam bahasa Indonesia pada 7-9 Mei 1976 di rumah retret Samadi Shalom, Sindanglaya, yang diikuti oleh 10 pasutri dan 2 suster. Week end berakhir dengan sangat sukses, dan sejak saat itulah week end ME dibawa ke berbagai tempat di Indonesia. Di Makassar week end pertama dilaksanakan pada 12-14 September 1980. Sampai saat ini week end sudah dilaksanakan sebanyak 50 kali dengan jumlah pasutri yang sudah mengikutinya sebanyak lebih 500 pasutri.

4. Empat Pilar dalam ME
Pilar pertama: Week End Marriage Encounter adalah pintu gerbang untuk memasuki ME, suatu sharing pengalaman dari 7 orang anggota team, yang terdiri dari 3 pasutri dan 1 pastor, serta para peserta dengan 15 buah presentasi selama 44 jam yang didukung oleh perhatian, cinta kasih dan doa dari komunitas Marriage Encounter. Pilar ini dimulai dari kegiatan perekrutan pasutri yang berkeinginan ikut serta dalam WEME, kemudian melakukan kegiatan preparasi, dan weekend sendiri. Dan sesudah kegiatan weekend selesai akan diteruskan dengan pertemuan yang disebut Bridge proses, sampai pada ujung pengambilan keputusan dalam cara hidup, apakah akan pilih ikut cara hidup berdialog sesuai nilai-nilai ME atau tidak. Tujuan WeekEnd adalah untuk menggugah setiap pasutri agar dapat saling mencintai satu sama lain, dimana melalui WeekEnd ini cinta mereka diperbaharui, dikukuhkan dan diperkuat.

Pilar kedua: Tim adalah beberapa pasutri yang telah mengikuti week end secara luar biasa, dan dengan setia menghidupi nilai-nilai weekend di dalam hidup kepasutrian mereka, dan karenanya merasa terpanggil untuk melanjutkan visi dan impian yang telah diperoleh di dalam WeekEnd. Menjadi tim adalah haruslah muncul dari kesadaran untuk membawa kabar baik kepada seluruh dunia melalui cara hidup sendiri yang berpengaruh dan berdaya pikat.

Pilar ketiga: Komunitas Marriage Encounter adalah komunitas pasutri dan imam/suster/bruder yang telah memilih cara hidup berdialog dalam membangun relasi yang akrab dan bartanggung jawab. Untuk mendukung kehidupan berdialog diadakan program renewal, enrichment, workshop, dialog, pertemuan kelompok dialog, majalah, mailing list, Internet BLOG, website sebagai media berbagi pengalaman, dengan membaca pengalaman pengikut lain dan/atau menulis pengalaman sendiri.

Pilar keempat: Struktur. Marriage Encounter adalah komunitas orang-orang berdialog dengan menghayati nilai-nilai Weekend. Untuk itu perlu diatur agar setiap pasangan, imam, suster, dan bruder yang pulang dari Weekend dapat memperoleh dukungan. Dukungan untuk memperdalam atau memperbaharui penghayatan akan nilai Weekend diberikan dalam Renewal dan kelompok dialog. Pengertian struktur bukanlah merupakan sistem yang mengatur hak dan kewajiban seperti dalam organisasi formal tetapi merupakan pengaturan proses dukungan untuk cara hidup berdialog dalam perjalan hidup bersama. Sehingga secara pasti setiap peserta yang memilih cara hidup berdialog tetap terkait sedemikian rupa dengan salah satu atau lebih kegiatan berdialog. Kelompok dialog adalah struktur dasar penting yang menentukan dinamika kehidupan gerakan dan merupakan sel-sel hidup dalam gerakan Marriage Encounter. Komunitas ME bukanlah organisasi yang mempunyai AD/ART. Tidak ada ketua, yang ada hanya koordinator, mulai dari Koordinator dunia - koordinator Asia - Kornas (Koordinator Nasional) - Kordis (Koordinator Distrik) - korwil (Koordinator Wilayah) - Kormep (Koordinator Paroki).

5. ME sebagai usaha mempertahankan keluarga
Selama dua hari mengalami week end, para peserta diajak untuk memiliki kesamaan faham, bahwa kebahagiaan itu haruslah menjadi impian dan usaha bersama, bukan hanya impian dan usaha satu pihak. Untuk mencapai impian itu diperkenalkanlah gaya berkomunikasi yang baru, yang harus dibuat bersama dalam bentuk dialog harian. Dialog dengan pasangan tentang setiap pengalaman dalam kehidupan harian diyakini tahap demi tahap akan menciptakan kesatuan dan kesalingpengertian antara suami dan istri. Dialog ini hendaknya menjadi gaya hidup. Dialog harian adalah suatu alat untuk membantu menghayati rencana Tuhan, maka seusai weekend para peserta dianjurkan untuk melakukan dialog harian, agar terwujud segala keinginan untuk membina hubungan yang harmonis dalam keluarga. Dialog haruslah menyinari segala bentuk komunikasi yang dilakukan selama 24 jam, sehingga dapat merubah pola kerja, pola pikir, pandangan hidup yang lebih positif, sebab dalam ME para peserta diarahkan untuk melihat pasangannya dari segi positif. Di dalam ME dianut tiga jalan (trimarga) untuk memprioritaskan relasi: Perhatian terus menerus pada dialog (tetap berdialog), memberi perhatian pada keakraban dan keintiman, dan berdoa sebagai pasangan. Untuk dapat bertahan pada 3 jalan itu dibutuhkanlah komunitas, sehingga pasutri haruslah keluar berjalan bersama dengan pasangan lain yang memperjuangkan nilai-nilai yang serupa.

Begitu banyak pasangan suami istri yang pernah mengikuti week end merasa sungguh terbantu dengan kegiatan ini. Bahkan bukan hanya para pasangan suami-istri saja yang merasakan manfaat dari week end dan gaya hidup sebagai buah dari week end ini. Para imam dan biarawan-wati pun banyak yang sungguh terbantu dengan gaya komunikasi yang dikembangkan di dalam ME. *** Penulis: P.Paulus Tongli, Pr

Tidak ada komentar: