Minggu, 19 September 2010

Membidik Pesta Perak Imamat Dua Imam KAMS

Peristiwa sore hari tanggal 21 Juli 2010 lalu itu sungguh menggugah hati kami. Betapa tidak! Kami, Pastor Willibrordus Welle dan Pastor Willem Daia, selaku dua imam diosesan KAMS tidak membayangkan sebelumnya bahwa Pesta Perak Imamat kami akan disambut, dimeriahkan oleh dan bersama umat. Maklum, selama menjadi imam kami tidak banyak bersentuhan dengan proses pembinaan dan pelayanan umat di paroki. Karya kami lebih banyak bersentuhan dengan proses pendidikan dan pembinaan calon-calon imam di Seminari. Jika kami tidak banyak mengenal umat dan umat tidak banyak mengenal kami, itu wajar. Juga amat wajar, jika kami berpikir dan mengambil keputusan: hari istimewa itu kami akan rayakan di unit kami berkarya, yakni Seminari. Titik.

Namun sabda Tuhan atas nabi Yesaya ini rupanya harus tergenapi dalam diri kami: “Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yes 55:8), sehingga seperti Bunda Maria kami tak dapat berkata lain: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu" (Luk 1:38). Keuskupan via Komisi Seminari bersama umat yang dimotori oleh Kelompok Doa Dominica In Sabbato dan sejumlah sahabat kami ingin menjadikan momen ini bukan hanya menjadi perayaan syukur kami berdua melainkan perayaan syukur umat, perayaan syukur Gereja. Sikap Keuskupan dan umat ini kembali menyadarkan kami akan asal-usul dan peran kami sebagai imam: kami datang dari umat, untuk umat, dan bersama umat menuju Tuhan, sumber segala dan tujuan hidup. Rasul Paulus semasa hidupnya telah menandaskan sumber dan arah hidup serupa pada umat di Roma: “Sebab jika hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan” (Rom 14:8a). Begitu, rencana syukur sederhana itu berubah menjadi syukur meriah.
Kemeriahan pesta perak ini terungkap dalam Ekaristi Kudus dan suasana jamuan bersama sesudah Ekaristi.

Ekaristi Kudus dan Penopang Hidup Imamat
Ekaristi Kudus dipimpin oleh Uskup Agung KAMS, Mgr. John Liku Ada’, didampingi P. Frans Arring , P. Willibrordus Welle dan P. Willem Daia. Ekaristi Kudus berdurasi hampir dua jam itu berlangsung meriah. Maklum, semua yang hadir - sejumlah besar imam, frater, suster dan umat - larut dalam doa dan lagu bersama. Suasana yang kian semarak juga ditunjang oleh anggota Paduan Suara Ephivani. Mereka tak sekadar menyanyikan lagu-lagu dengan indah dan agung, tetapi mereka memilih lagu-lagu dengan syair-syair yang mengungkapkan keluhuran sebuah panggilan.

Panggilan menjadi imam memang merupakan suatu rahmat tetapi sekaligus juga sebuah keputusan pribadi. Karena itu kami menyadari kami tak dapat menghidupinya sendiri. Kami dapat bertahan dalam imamat kami hingga saat ini terutama karena bantuan Tuhan. Banyak perkara, berat dan ringan, seperti ketidakberdayaan dalam mengemban tugas, kesulitan memahami dan dipahami dalam hidup bersama, godaan menghidupi panggilan suam-suam kuku, dsb, datang silih berganti. Tetapi semua perkara itu dapat berlalu tanpa terduga, bahkan kadang mengatasi daya nalar kami. Itulah antara lain wujud karya Tuhan dalam diri kami. Namun Tuhan tak hanya membantu kami seorang diri. Tuhan bekerja sama dengan banyak orang. Orang-orang ini hidup di sekitar kami. Mereka amat mencintai imamat kami sehingga kami pun terus-menerus termotivasi menghidupi karunia imamat kami ini.

Siapakah banyak orang itu? Mereka itu seperti kami ungkapan dalam Ekaristi Kudus adalah Uskup, rekan seimamat, rekan-rekan serumah entah itu imam, frater entah karyawan. Tanpa maksud mengabaikan peran Uskup, rekan imam atau frater – karena bantuan dan dukungan mereka tak kami ragukan lagi sebab mereka menjadi tempat pertama pelarian kami ketika mengalami kemelut hidup – kami melihat betapa besar peran para karyawan-wati di sekitar kami: menjaga kebersihan rumah dan keasrian lingkungan, menyediakan makan minum harian kami termasuk ketika kami sakit. Tanpa mereka kami tak dapat berbuat banyak.

Mereka itu adalah umat. Umat amat peduli kepada kami, dengan menghargai dan membantu memelihara imamat kami. Kami tak hanya dininabobokan dengan doa-doa, diberi kekuatan ketika lesu, diberi bantuan sandang pangan entah dalam kecukupan atau kekurangan, tetapi juga ditantang, bahkan kadang ditegur demi kelestarian imamat kami.

Mereka itu adalah anggota keluarga kami. Kami kadang tidak memperhatikan mereka. Tetapi mereka memperhatikan kami. Ketika kami tidak berkabar, mereka memulai membuka komunikasi dengan menelepon, SMS, menanyakan keadaan kami.

Mereka itu semua bersama dengan Tuhan telah membantu menghidupkan imamat kami. Kami hanya dapat berkata dari lubuk hati: terima kasih tak terhingga. Tuhan memberkati Anda selalu!

Jamuan Bersama
Suasana syukur, bahagia tak hanya tercipta ketika Ekaristi Kudus. Sesudah Ekaristi Kudus, semua umat diundang ke aula keuskupan untuk mengikuti acara jamuan bersama. Jamuan bersama ini terselenggara berkat kerja keras Kelompok Doa Dominica In Sabbato dan sejumlah sahabat kami lainnya sejak jauh hari sebelum acara ini tiba. Mereka bekerja keras memikirkan format liturginya, mencari dana, mencetak dan membagi undangan, merancang format resepsinya. Mereka pantau dan dibantu oleh para seminaris Santo Petrus Claver, dan menyulap panggung pentas dengan dekorasi demikian indah. Kami menyadari banyak orang telah bekerja keras, berdoa banyak, berkorban tidak sedikit untuk kami, tak hanya pada pesta perak imamat kami ini tetapi juga selama kami menjadi imam. Terimakasih, kami ucapkan dengan tulus kepada setiap orang dan semua pihak. Tuhan memberkati! *** Penulis: P. Willem Daia, Pr

Tidak ada komentar: