Jumat, 26 September 2008

Misa Pertama di Ladongi, Kolaka


Sudah berhari-hari hujan mengguyur wilayah Sulawesi Tenggara, termasuk sebuah desa bernama Putemata di Kecamatan Ladongi. Padahal tanggal 13 Agustus 2008 sudah direncanakan akan ada sebuah acara rohani yang diselenggarakan oleh umat separoki St. Clemens Kolaka dan bertempat di stasi Ladongi. Acara itu, tiada lain adalah Misa Perdana Imam Baru, putra pertama daratan Sulawesi Tenggara yang lahir tepatnya di Putemata, 11 Juli 1981. Dia adalah Pastor I Made Markus Suma, Pr atau yang akrab dipanggil Pastor Made.

Meski di musim hujan, Tuhan memberi “hadiah” untuk seluruh umat. 11 Agustus 2008, tepatnya hari Senin, cuaca mulai tampak lebih bersahabat. Angin bertiup lebih kencang dan awan pun bergerak meninggalkan langit Ladongi. Matahari mulai menampakkan sinarnya dari balik awan putih. Langit jadi lebih cerah, meski beberapa bagian langit masih berselimut awan.

Seluruh umat dan Panitia Misa perdana bekerja bahu-membahu mendirikan tenda yang menutupi lapangan sepak bola stasi Ladongi. Bambu-bambu dan batangan kayu dipadu menjadi kerangka untuk menopang lembaran terpal yang menjadi atap. Hiasan dengan pernak-pernik khas kultur Bali pun tidak ketinggalan. Pohon-pohon kelapa menyumbangkan janur kuningnya untuk menambah semarak tenda yang akan dijadikan tempat Misa. Bahkan sepanjang jalan dari rumah Imam Baru sampai ke tempat Misa di kanan-kirinya dihias dengan penjor tunggul (bambu pendek yang dihiasi janur dan dedaunan). Di samping gapura depan tenda juga dipasang tulisan “Selamat Datang”. Lalu sebuah baliho (mirip baliho Pilkada) yang memajang foto Imam Baru bertengger pada tenda utama. Sungguh, sebuah suasana sukacita terungkap melalui berbagai kreasi, pernak-pernik dan simbol-simbol di seputar tempat Misa.

Sampai tiba harinya, acara pun dilaksanakan. Cuaca cerah sungguh menjadi ‘hadiah’ istimewa bagi seluruh umat yang mengikuti Misa pagi itu. Di bawah cerah sinar mentari, Misa dimulai sekitar pukul 09.40 WITA. Namun sebelumnya, masih ada acara perarakan dari rumah Imam Baru menuju ke gereja. Iring-iringan perarakan bergerak dengan Imam Baru dan Vikep Sultra, Pastor Matheus Bakolu,Pr berada di barisan depan. Lalu segenap keluarga Imam Baru dan umat menyertai dari belakang.

Yang sungguh menarik dari perarakan tersebut adalah kehadiran bunyi-bunyian bleganjur (gong dengan sejumlah peralatan musik tradisional Bali) yang menyibak keheningan kampung halaman Imam Baru dan mengiringi perarakan tersebut. Aura budaya Bali menyemarakan perarakan itu karena segenap umat Ladongi berpakaian adat Bali, lengkap dengan udeng (ikat kepala), baju brokat (kebaya Bali yang dipakai perempuan) dan kamen mekancut (sarung Bali yang dipakai laki-laki dengan salah satu ujungnya menjulur ke bawah).

Sesampai di gereja, Imam Baru dan enam Imam konselebran menyiapkan diri untuk merayakan Misa. Yang hadir waktu itu adalah Pastor Piet Majina, Pr (Pastor Paroki Kolaka), Pastor Matheus Bakolu,Pr (Vikep Sultra), Pastor Linus Oge,Pr (Paroki Unaaha), Pastor Samson Bureny, Pr (Pastor Paroki Mandonga), Pastor Albert Maria Rua, Pr (Pastor Kapelan Mandonga) dan Pastor Martinus Pasomba, Pr (Pastor Paroki Sadohoa).

Sementara itu, umat dari sejumlah stasi di wilayah Paroki Kolaka dan segenap umat dari Paroki Unaaha, Mandonga dan Sadohoa sudah menempati tenda tempat Misa. Dari altar, pembawa acara membacakan sejarah singkat gereja stasi Ladongi. Stasi ini dirintis oleh 10 KK, peserta transmigran yang berasal dari pulau dewata, Bali. Mereka tiba di Ladongi November 1973, lalu disusul oleh 24 KK kloter kedua yang tiba sekitar bulan Februari 1974. Dalam perkembangan sejarahnya stasi ini mengalami pasang-surut. Namun Tuhan terus berkarya dan setia memelihara umatNya. Hingga Tuhan menyemaikan benih-benih panggilan dari antara orang-orang muda di stasi ini. Dari stasi ini sudah ada 2 orang Biarawati yakni Sr. Marianne, JMJ dan Sr. Anna Maria, JMJ serta seorang Imam Projo Keuskupan Agung Makassar, Pastor Made.

Didahului oleh putra-putri altar, perarakan Misa pun dimulai dari halaman gereja St. Maria Ladongi. Lagu pembuka “Panggilan Tuhan” membahana dinyanyikan seluruh umat, lalu dilanjutkan koor dari stasi Ladongi yang menggemakan lagu berbahasa Bali. Misa berlangsung dengan khidmat.

Selaras dengan itulah, motto hidup panggilan Imam Baru berbunyi, “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.” (2Kor 12:9) Tuhan mengaruniakan panggilan itu di tengah kelemahan manusiawi orang yang terpanggil, sehingga Tuhan sendiri yang terus-menerus menyempurnakannya hingga akhir hayat.

Dalam kisah panggilannya, Pastor Made mengatakan bahwa semasa kecil tidak pernah bercita-cita menjadi Pastor. Maklum, stasinya hanya dikunjungi sekali sebulan oleh Pastor dari Kolaka. Justru dia punya keinginan kuat untuk menjadi tentara. Cita-cita mau jadi tentara memotivasinya untuk belajar giat dan menjaga kesehatan dengan olahraga dan jogging pagi hari. Menjelang tamat SLTP, dia mengikuti tes seleksi calon siswa di SMU Taruna Magelang, Jawa Tengah. Di sela-sela tes itu, ada Pastor Matheus Bakolu,Pr mampir di Ladongi karena kemalaman di perjalanan dari Kendari menuju Pomalaa. Tanpa rencana, Pastor Matheus mencari anak-anak yang hampir tamat SLTP untuk coba-coba tes masuk Seminari.

Remaja bernama Markus (panggilan Pastor Made di kampung halamannya) menyatakan keinginan untuk mencoba tes penerimaan calon siswa Seminari St. Petrus Claver Makassar. Sore itu tes dimulai, lalu disela oleh kesempatan untuk mengikuti Misa yang dipersembahkan oleh Pastor Matheus Bakolu,Pr. Tidak disangka, ternyata lulus di Seminari dan gagal dalam tes SMU Taruna Nusantara pada tingkat Provinsi (di Makorem Kendari). Karena lulus Seminari, maka bersiap-siaplah dia berangkat ke Makassar, daerah yang sama sekali asing bagi remaja dari desa Putemata ini. Perjalanan panggilan memasuki babak awal pada bulan Juli 1996 dengan bergabung dalam keluarga besar SPC (Seminari Petrus Claver).

Benih-benih panggilan bersemi di almamater ini dan terus berlanjut sampai ke TOR (Tahun Orientasi Rohani, tahun 2000-2001), lalu mencapai jenjang berikutnya yakni Seminari Tinggi “Anging Mammiri” di Jogjakarta dari tahun 2001-2008. Perjalanan panjang ini ditempuh selama lebih kurang 12 tahun. Kalau dihitung bukan waktu yang pendek dan bukan pula sebuah “jalan tol” alias bebas dari hambatan atau tantangan. Lalu, pada tanggal 2 Agustus 2008 Pastor Made bersama rekannya Pastor Gratias menerima tahbisan imamat di Paroki St. Joseph Pekerja Gotong-Gotong Makassar dari tangan Mgr. Leopoldo Girelli, Dubes Vatikan untuk Indonesia. Begitulah inti sharing panggilan Pastor Made, seorang tentara Kristus!

Seusai Misa, masih ada acara bersama dengan para tamu undangan, baik dari pemerintah setempat (Pembimas Sultra, Camat yang diwakili Sekretaris Camat, Kepala Desa, Kapolsek, Babinsa, Sejumlah Aparat Desa) maupun dari pemuka dan tokoh-tokoh agama (Hindu, Islam dan Protestan). Pada saat acara ramah-tamah, panitia menyuguhkan sejumlah tarian tradisional dari tarian Legong (Bali), Poco-poco dan tarian Pagellu’ (Toraja). Selain itu, acara itu juga dibuat semarak oleh penampilan sebuah grup karbitan bernama “Bujangan” dengan komandan Pastor Piet Majina yang melantunkan tembang lawas berjudul “Begini Nasib Jadi Bujangan”.

Seluruh rangkaian acara Misa Perdana itu berakhir sekitar pukul 14.00 WITA. Sungguh, sebuah peristiwa iman menggetarkan nubari seluruh umat Allah!*** Penulis: P. I Made Markus Suma Pr

Tidak ada komentar: