Tampilkan postingan dengan label napak tilas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label napak tilas. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Juli 2012

Napak Tilas di Sultra dan Toraja

Napak tilas di Sultra (Sulawesi Tenggara) adalah napak tilas CICM ketiga, setelah sebelumnya telah diadakan di Sepang, Messawa dan di Rantai Damai, Lamasi. Rombongan napak tilas Sultra di bagi dua kelompok kecil; yakni 5 orang Pastor ke pulau Muna dan 6 orang ke Kendari. Pembagian kelompok ini dimaksudkan demi mempersingkat waktu dan mengurangi biaya perjalanan.
              Sekitar jam 10 pagi, 8 Maret, rombongan kecil napak tilas Muna terdiri dari P. Jack Catteuw, Lasber, Ritan and Joni perlahan-lahan menaiki tangga pesawat Merpati M-60 buatan China menuju pulau Buton. Perjalan berjalan lancar selama kurang lebih 1 jam kami tiba di bandara Buton. Dari sana kami langsung mengambil travel menuju pelabuhan penyeberangan menuju pulau Muna. Dengan perahu motor rombongan kecil ini bergerak dengan cepat menujuh daratan Muna. Kali ini perjalanan agak terhambat karena kerusakan mesin tempel perahu sebanyak dua kali. Tetapi tidak membuat panik para penumpang. Rupanya hal seperti ini sudah sering mereka alami. Pater Jack pun tampak tenang-tenang saja mungkin karena dia tidak tahu ia berada di mana. Setiba di pelabuhan kami dijemput oleh Pak Lukas Atakasi dan P. Juvens, yang telah tiba beberapa hari sebelumnya untuk mempersiapkan kedatangan kami. Dari sana kami langsung berangkat menuju Stasi Lolibu. Dari Lolibu inilah perkembangan karya misi di pulau Muna dimulai. Setiba di Lolibu kami disambut umat yang telah setia menunggu sejak pagi. P. Jack yang sejak tadi tenang-tenang saja langsung melonjak kegirangan melihat Gereja dan Pastoran yang masih ia kenal. Beberapa orang tua yang menyalaminya juga masih ia kenal. Rupanya kenangan masa lalu itu begitu berkesan sehingga masih bisa muncul lagi dalam di memorinya yang sebetulnya sudah agak rusak, hehehe... (macam komputer kena virus he he ).
Kegembiraan umat di Lolibu itu dinyatakan dengan santapan siang yang gurih dari hasil laut. Dengan lahap kami yang sudah lapar   menyantap hidangan segar tersebut. Waktu yang singkat di Lolibu ini digunakan dengan baik mengungkap cerita-cerita indah masa lalu yang membuat gelak tawa yang lepas.  Satu kisah yang menarik dari pak Melckior ketika ia masih tinggal di pastoran. Katanya waktu Pater Jack baru tiba ia hanya bisa mengucapkan dua kata selamat pagi dan terima kasih sehingga pak Melckior muda ini waktu itu tidak betah di pastoran. Suatu malam ia datang, Pater Jack mau mangatakan bahwa ia mau pulang saja. Jawaban yang ia terima adalah terima kasih. Dengan begitu  malam itu juga ia pulang ke rumah. Keesokan harinya pater Jack pusing tujuh keliling mencari Melckior dengan marah-marah katanya dasar anak pribumi bodoh tidak mau sekolah (red-Ducth). Setelah mengerti bahasa Indonesia baru ia sadar kenapa anak itu pergi. Acara ditutup dengan berpose bersama di depan gereja bersejarah ini. Setelah itu kami melanjutkan perjalan ke pedalaman Muna, tepatnya di paroki santo Petrus Labasa.
Tiba di paroki kami disambut dengan ramah oleh pastor Paroki, P. Patton. Siang itu juga kami ikut konselebrasi misa requiem ibu dari P. Mateus Bakolu, Vikep Sultra. Misa berlangsung hikmat dan bermakna. Turut berdukacita, Pastor.
Malam hari kegiatan temu wicara dengan umat berlangsung baik dan akrab. Umat kelihatan begitu antusias mengenang kisah-kisah perjuangan iman para pendahulu mereka. Ada semangat dan tekad terukir diwajah mereka untuk tetap menjadi bagian dari karya pewartaan kabar baik ini. Mereka senang melihat tema napak tilas ini “Kami Boleh Pergi, Tetapi Semangat Misi Tetap Berjalan”. Malam temu kangen ini ditutup dengan doa dan berkat dari P. Jack.
Hari Minggu, Misa disatukan di Gereja Santo Mikael, Labasa. Misa dipimpin oleh P. Joni Payuk cicm bersama dengan Pastor Vikep, P. Mateus Bakolu, pastor Paroki P. Matius Patton, P. Jack, P. Lasber, P. Ritan, dan P. Juvens. Dalam kotbahnya ia mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih yang begitu tulus kepada umat sekalian yang telah membuka diri kepada karya pewartaan oleh para pendahulu. Karena tanpa kerja keras dari umat sekalian Gereja di Muna ini tidak akan terbentuk. Akan tetapi sesuai dengan tema semangat ini perlu terus dikembangkan demi terbentuknya Gereja yang mandiri dan dewasa.
Kegembiraan umat diabadikan dengan foto bersama di depan gereja. Acara salam-menyalami terutama untuk Pater Jack begitu meriah seakan-akan mereka tidak ingin melepas kepergiannya. Setelah makan siang kami terpaksa harus kembali ke Makassar. Acara napak tilas di Muna berakhir dengan baik dan bermakna. Saya yakin kenangan ini akan terukir indah di lubuk hati kita semua sesuai dengan pemahaman kita masing-masing. Terima kasih untuk semua, Pastor dan umat di pedalaman Muna. Tuhan menyertaimu selalu.
Kegiatan napak tilas di Kendari dipusatkan di Paroki Mandonga. P. Samson Bureni, pastor paroki Mandonga menyusun kegiatan napak tilas ini begitu baik dan penuh makna pula bukan hanya bagi kalangan Gereja tetapi juga bagi masyarakat umum.
Kegiatan dimulai dengan prosesi lilin ke kuburan Dr. Lemens. Prosesi ini berlangsung meriah namun khusuk. Dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi Kudus yang dipimpin oleh P. Ignas Sudaryanto bersama dengan segenap pastor yang hadir,  sebagai tanda syukur atas karya dan pengabdian Dr. Lemens untuk kesejahteraan semua. Setelah misa syukur, acara ramah-tamah dengan umat setempat, baik dari kalangan Gereja, masyarakat umum dan pemerintah. Semua datang memberikan kesaksian tentang kehidupan pastor Lemens terutama di bidang kesehatan. Penghargaan dinyatakan oleh pihak pemerintah dan masyarakat dengan tetap menjaga dengan baik makam Pastor Lemens ini. Saya yakin kegiatan ramah-tamah ini membawa dampak yang sangat positif bagi kehidupan bersama umat. Semoga semakin nyata karya-karya pelayanan Gereja untuk masyarakat umum.
Hari Minggu, misa syukur dilaksanakan di gereja pusat paroki Mandonga. Misa konselebrasi bersama pastor yang datang turut memeriahkan acara napak tilas ini. P. Ernesto Amigleo, yang memimpin misa bersama ini menyatakan tanda syukur dan terima kasih yang mendalam kepada umat yang senantiasa  berdoa bagi para imam dan para misionaris yang telah berjuang mewartakan iman di tanah air kita. Ia juga mengajak umat bersama dengan Pastor paroki untuk bahu membahu meneruskan karya-karya pewartaan dan semangat misioner Gereja saat ini.
Kebersamaan dengan umat yang begitu antusias mengikuti kegiatan napak tilas ini sungguh luar biasa. Mereka dengan tulus menyatakan rasa syukur dan terima kasih mereka terhadap para misioner yang telah berjasa dalam hidup mereka. Setelah misa rombongan kecil napak tilas Kendari ini harus bergegas ke bandara untuk kembali ke Makassar. Hasta la vista, Dios Amigos.

Napak Tilas di Toraja
Napak tilas di Toraja adalah napak tilas yang keempat dan yang terakhir. Sesuai dengan rencana rombongan pertama bertolak dari Makassar sekitar jam 10 pagi. Perjalanan panjang menuju Tana Toraja nampaknya tidak begitu melelahkan para misionaris kita yang sebenarnya sudah lanjut usia seperti P. Clem, P. van Roy, P. Ernesto. Semangat untuk bertemu dengan umat membakar jiwa muda mereka. Setelah mampir di rumah ibu Rukka, tempat para frater menginap selama napak tilas di Toraja, kami melanjutkan perjalanan ke Rantepao untuk istirahat di Hotel Indra. Nampaknya panitia yang diketuai Pak Tonapa sudah mulai gelisah menanti kedatangan kami. Sambutan kecil dan hangat membuat kami merasa langsung kerasan dan nyaman.
Hari Sabtu pagi, jam 8, rombongan napak tilas ke stasi-stasi dilepas dengan resmi oleh bapak Kapolres. Dalam sambutannya beliau mengingatkan supaya semua mengikuti napak tilas ini dengan tertib. Dengan dipimpin dan dikawal oleh satuan pengaman dari kepolisian dan tentara rombongan besar bergerak dengan meriah menuju Langda dan Nonongan. Di sana kami disambut dengan meriah tarian-tarian adat Toraja dan tentu saja tanpa kecuali kopi asli Toraja. Dari Langda kami bergerak kembali ke gereja Nonongan di sana kami disambut dengan nyanyian tulus dari anak-anak Sekami. Sungguh luar biasa. Setelah itu rombongan bergerak ke pegunungan tepatnya di Paroki Bokin. Di sini pun kami disambut dengan suguhan khas Toraja dan pemandangan yang indah alam Toraja. Setelah istirahat dan ramah- tamah singkat rombongan yang semakin besar jumlahnya ini bergerak ke Paroki Deri. Suasana penyambutan pun makin meriah. Tari-tarian dan nyanyian serta musik bambu dari anak-anak  seakan-akan mau mengungkapkan tanda cinta dan syukur mereka yang tak terhingga kepada Tuhan atas kehadiran para misionaris ke bumi Toraja ini. Ramah-tamah dan doa singkat serta makan bersama dengan umat seakan-akan menceritakan kepada kita kerinduan yang mendalam untuk selalu berkumpul bersama, namun kita mesti sadar dan mesti berani turun gunung agar iman kita menjadi nampak dan dewasa. Setelah makan siang rombongan yang semakin bertambah besar ini bertolak ke paroki Pangli. Gedung gereja yang belum selesai tidak menghalangi umat menyambut kami dengan meriah pula. Kebanggaan terpampang di wajah mereka karena dalam keterbatasan mereka mampu membangun gereja yang cukup besar ini. Akhirnya rombongan napak tilas berakhir manis di paroki.
Sungguh suatu perjalanan yang luar biasa. Canda tawa dan ungkapan kerinduan yang terjadi dalam setiap perjumpaan menjadi suatu pengalaman iman yang mendalam dalam setiap hati umat dan para rombongan napak tilas ini. Setiap ungkapan syukur dan terima kasih, setiap uluran tangan yang tulus disertai sapaan dan teriakan khas, setiap pelukan kerinduan, dan suguhan berkat menjadi lambang Ekaristi Kudus. Betapa luar biasa karyaMu Tuhan. Engkau menghadirkan para misionarisMu ke tanah air kami agar kami menerima karuniaMu, keselamatan dari PuteraMu, Yesus Kristus. Begitulah kiranya ungkapan-ungkapan yang bisa saya tafsirkan dari wajah kecerian para umat yang hadir disetiap stasi napak tilas ini.
Rombongan napak tilas kembali dengan selamat ke paroki Rantepao ditutup dengan doa dan berkat dari P. Joni Payuk.
Hari Sabtu, 12 Mei 2012, sekitar jam 3 rombongan napak tilas bertolak ke Palapala. Kegiatan kali ini adalah pertemuan dengan kaum muda sekevikepan Toraja. P. Aidan sebagai Pastor kepemudaan merancang acara ini dengan perkiraan sekitar 500ratusan kaum muda akan tetapi malam itu yang hadir ada sekitar 9000 kaum muda sehingga acara terpaksa dipindahkan ke lapangan tengah kompleks Palapala. Ramah-tamah dan misa berlangsung meriah dan hikmat. Kaum muda begitu antusias menjawab tawaran yang diberikan oleh pemimpin misa P. Anton Hertasusila, Provincial CICM Indonesia. Kaum muda Gereja harus berani bermimpi dan berani mewujudkan mimpi itu. Tantangan zaman akan semakin besar karena itu mimpi kita pun harus semakin besar pula dengan demikian kita atau Gereja kita tidak akan ketinggalan zaman atau termakan zaman. Andalah penerus mimpi Gereja ini, karena itu Anda dituntut untuk mempersiapkan diri seutuhnya dan sebaik mungkin. Hidup kaum muda! Hidup Gereja masa depan! Setelah misa selesai acara dilanjutkan dengan prosesi lilin ke makam P. Leleu. Malam yang indah di bukit Palapala ini mendadak menjadi malam penuh cahaya lilin menyatukan tekad yang terukir dalam hati kaum muda untuk selalu setia menyalakan api cinta Kristus sampai akhir.
Hari Minggu, 13 Mei 2012 misa meriah bersama umat dipusatkan di Rantepao dan Makale. Misa ini dihadiri oleh semua pastor yang ada di kevikepan Toraja. Misa di Rantepao di pimpin P. Clem dan P. van Roy, dua mantan misionaris di daerah ini yang masih hidup. Sementara di Makale Misa yang dilangsungkan di halaman Gereja karena banyaknya umat yang hadir, dipimpin oleh P. Ernesto Amigleo juga mantan misionaris di Makale. Perayaan misa  di dua tempat ini dimeriahkan dengan iring-iringan drum-band kaum SMA Katolik.
Setelah misa ramah-tamah dengan wakil-wakil pemerintah setempat dan para tokoh-tokoh masyarakat dan  pemimpin agama. Setelah makan siang bersama rombongan napak tilas ini pun berkemas-kemas untuk kembali ke Makassar. Suasana perpisahan cukup mengharukan terutama bagi para mantan misionaris kita yang sudah lanjut usia. Ada kebanggaan tersirat di wajah mereka.
Terima kasih Pater-pater semua! Jasa-jasamu sungguh luar biasa bagi kami semua. Bahkan bapak Vikep kita dengan berani mengatakan bahwa kami menjadi Katolik karena keberanian kalian Pater-pater misionaris meninggalkan tanah kelahiran datang ke pegunungan Toraja ini. Kurre sumanga, kurre…kurre…
  

Sekitar pukul 15 rombongan napak tilas bergerak bersama menuju Makassar dengan membawa kenangan yang begitu indah. Tiada ungkapan paling pantas diucapkan selain kata terima kasih yang tulus untuk semua yang Anda berikan. Meminjam kata orang bijak mengatakan: “bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu bersyukur dan berterima kasih”. Demikian adanya kebesaran hati Anda semua yang terwakili dalam Panitia Penyambutan napak tilas ini, Pastor Vikep dan semua pastor yang ada di kevikepan Toraja, semuanya itu menunjukkan kebesaran hati anda. Anda semua telah menjadikan kegiatan napak tilas ini menjadi perjalan bersejarah dan perjalan iman yang akan selalu dikenang sepanjang hidup. *** Penulis: P. Joni Payuk CICM

Senin, 19 Maret 2012

75 Tahun Karya CICM di Indonesia: Napak Tilas ke Sepang dan Lamasi


Presiden pertama Indonesia Sukarno pernah mengatakan bahwa kita jangan sekali-kali melupakan sejarah, yang dikenal dengan istilah Jas Merah. Perkataan ini bukan saja mempunyai makna yang mendalam namun memiliki nilai kebenaran. If we exist today that is because of our past existence and history. Kita berada dan bertahan hari ini karena sejarah masa lampau kita. Dengan mengenal sejarah kita, khususnya sejarah kolektif kita bisa juga terbantu untuk melangkah lebih mantap dan meniti masa depan bersama komunitas.

Dalam rangka menyambut dan merayakan pesta Kongregasi CICM yang ke-150 tahun dan secara khusus 75 tahun karya CICM di Indonesia, kami CICM provinsi Indonesia --secara khusus Distrik CICM Makasar, mengadakan NAPAK TILAS ke beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, tempat dimana para konfrater pendahulu kami datang sebagai perintis misi: bekerja, hidup bersama umat dengan segala dukanya. Maksud napak tilas ini bukanlah sebagai sarana supaya kami dapat bernostalgia akan kisah kehidupan masa lalu mereka khususnya kesuksesan mereka, namun ini kami rencanakan dengan seksama sebagai perziarahan bersama untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan sebab Dia masih memperkenankan benih iman dan semangat misi untuk masih tetap bertahan dan akan tetap bertumbuh. Sebagai generasi penerus dari konfrater kami, yang mana mereka telah banyak perpulang ke rumah Tuhan, kami yakin bahwa misi tetap bertahan karna Tuhan sendiri adalah Aktor utama dan Dia sendirilah yang berkarya lewat semua utusanNya.

SEPANG SEBAGAI BETLEHEM TORAJA BARAT
Pada pertengahan Januari lalu tepatnya tanggal 13-15, dengan empat mobil kami meninggalkan Makassar menuju Messawa. Perjalanan cukup melelahkan apalagi ketika melewati rute Polewali-Messawa yang mana jalan masih tergenang air, berlumpur dan berlobang-lobang karna masih dalam musim hujan. Pada hari Jumat sore jam 4, kami tiba di depan Gereja Paroki Messawa. Setelah mandi kami diajak oleh komunitas YMY untuk bersantap malam bersama. Setelah santap malam bersama,  kami kembali ke paroki untuk penyegaran, rekreasi, main kartu dan bernyanyi bersama untuk menghilangkan rasa letih yang masih terasa di badan. Sekitar jam sepuluh kami istirahat. Kamar-kamar yang terbatas diisi penuh, ada yang bertiga, ada yang berempat, malahan ada kamar yang berisi lebih karna semua frater Sang Tunas yang jumlahnya 20 orang juga ikut serta dalam acara ini dan telah terlebih dahulu berangkat dengan bis sehari sebelumnya. Walau ada teman kamar yang mendengkur keras, hal ini tidak menjadi alasan untuk  tidak tidur. Rasa capek menghilangkan segalanya.

Kebijakan untuk istirahat satu malam di paroki, terasa sekali manfaatnya karna  besok paginya kami akan melaju untuk melanjutkan perjalanan ke Sepang. Para frater Tahun Orientasi didahulukan dengan berjalan kaki, yang lain berkonvoi dengan mobil Rangernya, Pastor Stefanus Tarigan berada paling depan.

Perjalanan menuju Sepang yang jaraknya tidak sampai 20 kilometer tidaklah gampang. Jalan raya semuanya belum diaspal dan kondisi jembatan yang tidak baik membuat kami kadang berhenti. Mobil yang kami tumpangi beberapa kali kandas dan malahan ada tangki mobil bocor karna tergesek di jembatan.

Syukurlah bahwa setelah sampai di depan gereja stasi Sepang kami disambut dengan meriah dengan tarian dari anak-anak SEKAMI. Keluguan dan kelucuan mereka, menyegarkan dan menggembirakan kami. Jumlah umat yang menyambut kedatangan kami cukup banyak, walau pada hari itu ada kedukaan di sekitar mereka karena ada anggota umat yang meninggal. Mereka sangat antusias menerima kedatangan kami. Setelah disuguhi kopi dan ubi goreng, kami diajak untuk santap malam bersama.

Tepat jam delapan malam acara ramah-tamah dimulai. Ada kata sambutan dan berbagi cerita dari berbagai pihak. Pertama-tama ada ucapan selamat datang dari ketua stasi, dan dilanjutkan dengan sambutan dari Kongregasi CICM yang disampaikan langsung oleh Pater Provinsial: P. Anton Pras Hestasusila CICM. Dalam kata sambutannya beliau mengucapkan terimakasih kepada umat yang telah menerima dan memelihara para imam pendahulu CICM selama mereka tinggal di Sepang. Sepang telah menjadi jantung pewartaan Kabar Gembira, pusat pembinaan iman dan pendidikan, sebelum stasi, sekolah sekolah dan paroki lain di Toraja Barat terbentuk. Sepang telah menjadi tempat kediaman bagi almarhum Pastor Dekkers, van den Eerenbeemt, Noud Vervoort dan Eykemans. Memang masih ada beberapa pastor lain yang pernah melayani di Sepang, namun mereka datang dari pusat Paroki Messawa melayani Sepang, seperti: P. Raymond Stock (alm), Kees Brouwer, Noel Valencia, Rob Suyken, dll.

Hal yang serupa juga dipertegas oleh Vikjen P. Ernesto Emigleo CICM yang mewakili bapa uskup bahwasannya penyebaran iman di Sulawesi Barat menjadi nyata karena dukungan dari umat di Sepang, terutama karena keramah-tamahan serta partisipasi kaum awam khususnya para katekis atau para pengantar.

Sebelum mengakhiri sambutannya, P. Ernesto memanggil pastor paroki, P. Agus Matasak Pr untuk menerima cindera mata berupa gitar dan seperangkat alat olahraga agar umat di paroki Messawa ikut aktif memeriahkan Yubileum Sinode keuskupan.

P. Robert Suyken juga cukup lama bercerita di hadapan umat. Dengan terharu beliau bercerita tentang pengalamannya bekerja di Messawa dan juga melayani umat di Sepang. Walau beliau sudah hampir 40 tahun meninggalkan Messawa, namun semua yang beliau ceritakan seakan-akan baru terjadi kemarin. Beliau mengingat semuanya dengan baik dan ini menandakan bahwa beliau sangat senang melakukan misi ketika ditugaskan di sana. Ini semuanya terjadi karena dukungan dan kedekatannya dengan umat dan sebaliknya.

Acara yang cukup menarik dalam ramah tamah ini adalah hadirnya drama “Opera van Sepang” yang bertemakan, ”kami boleh pergi, namun semangat misi tetap berjalan.” Drama ini dibawakan oleh para frater CICM yang bernuansa ringan dan sangat lucu. Anak-anak sampai orang tua sangat senang dan mereka diingatkan kembali akan sejarah iman dan cinta yang dijalani oleh para pastor CICM bersama leluhur and beberapa orangtua umat yang masih hidup. ‘Ketidakhadiran’ CICM dihadirkan juga dalam drama ini, karena para misionaris ditangkap dan dipulangkan ke negara asalnya oleh tentara Jepang yang menguasai Indonesia saat itu. Bagi umat peristiwa itu sangat menyedihkan dan itu dikisahkan sebagai masa Golgotha (penderitaan, red.).

Keesokan harinya misa meriah dirayakan bersama. Umat yang hadir hampir 300 orang. Sebelum misa dimulai, ziarah singkat diadakan di makam P. Joseph Hauben CICM dengan penaburan kuntum bunga dan perecikan air suci. Pastor Provinsial CICM, Pastor Paroki dan bapak Vikjen menjadi selebran utama dan ketujuh pastor yang lain juga ikut berdiri di sekitar altar. Dalam kotbah, digarisbawahi lagi tema napak tilas, bahwa misi tetap berlanjut dan secara istimewa disyukuri bahwa stasi Messawa telah mempersembahkan putra-putranya untuk misi universal yakni P. Gerardus Rekdak CICM dan P. Ananias Dundu CICM yang sedang berkarya di Jepang dan Kongo di Afrika. Sepang is truly a Bethlehem not only for West Celebes but also for the World (Sepang sungguh tidak hanya menjadi Betlehem di Sulawesi Selatan tapi juga bagi dunia).

RANTE DAMAI DAN LAMASI (10-12 Februari 2012)
Jumat tepatnya jam 9 pagi empat mobil berarak-arakan meninggalkan Sang Tunas menuju Palopo dengan jumlah penumpang 14 orang. Sore harinya menyusul 2 mobil dengan 6 orang penumpang. Rencananya mau berangkat bersama, namun karena masih ada berbagai urusan yang mesti diselesaikan akhirnya tidak jadi berangkat bersama.

Perjalanan ke Lamasi memakan waktu kurang lebih 10 jam. Semua peserta safari dirumahkan di beberapa tempat berbeda. Ada yang tinggal di Batu Sitanduk, ada yang di Paroki Lamasi, dan pada yang lain tinggal di rumah umat.

Di Stasi Rante Damai ada dua acara diadakan. Pertama pada Sabtu pagi, diadakan misa syukur Pesta Panen. Misa dipimpin oleh P. Joni Payuk CICM sekaligus pengkotbah dan pastor CICM yang lain bersama P. Valens Pr ikut konselebrasi. Yang unik dalam acara ini adalah bahwa sejumlah umat gereja Protestan bersama pendetanya juga turut hadir. Bapak Camat juga hadir mengikuti misa dengan seksama. Mereka merasa salut bahwa walau umat di stasi ini hanya 30 KK, banyak pastor yang datang memperhatikan mereka termasuk pimpinan tertinggi CICM yang jauh-jauh datang dari Roma.

Malam harinya sesudah santap malam bersama, acara ramah tamah secara intern diadakan di dalam gereja. Acara sambutan diberikan oleh ketua stasi, kemudian sharing pengalaman misi oleh tiga pastor CICM dalam bentuk tanya jawab. P. Yohanes Laga Muda CICM membagikan pengalaman tentang misinya dengan sangat lucu dan menarik di Brasil, P. Ritan CICM tentang misinya dulu di Lamasi dan Rante Damai selagi dalam program TOP dan P. Marsel Manggau CICM menceritakan tentang suka dukanya di Kongo, Afrika.

Dari pengamatan saya, setelah sharing dari ketiga pastor, umat sangat tertantang dan terinspirasi untuk bagaimana mereka melanjutkan misi gereja di stasi tersebut yang mengalami penurunan jumlah dan semangat misi dari tahun ke tahun karena masalah sosial, budaya dan ekonomi secara khusus.

Pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa mesti ada kerjasama yang baik antara sesama umat dan umat dengan gembala. Acara ramah tamah ini diakhiri dengan pementasan ‘Drama van Lamasi’ yang mengisahkan kehidupan Pastor Jan van Hersel CICM (alm) dengan segala kesederhanaan dan kepraktisannya. Drama ini sangat lucu karna frater mengikutsertakan juga artis artis lokal (mudika Rante damai).  Adegan yang paling menarik adalah ketika almarhum menikahkan pasangan di tengah-tengah kebun.

Keesokan harinya kami merayakan misa syukur di gereja Paroki St. Yosep, Lamasi. Jumlah umat cukup banyak dan ekaristi dipimpin oleh P. van Rooy CICM, didampingi oleh P. Gilbert K CICM mewakili Provincial  CICM Indonesia dan P. Tim Atkin CICM, pimpinan umum CICM yang sedang mengadakan kunjungan ke Indonesia untuk mengunjungi rumah-rumah pendidikan di Indonesia sekaligus menghadiri rapat. Bukanlah sebuah kebetulan belaka bahwa beliau bisa ikut serta dalam napak tilas ini. Dalam kotbahnya P. van Rooy menceritakan cerita hidupnya di kalangan kaum muda sekitar Palopo, bersahabat dan dekat dengan semua orang tanpa membedakan status sosial, budaya dan agama sebagai pelatih sepak bola dan pemain takraw. Keberhasilan bermisi kadang tercapai ketika kita mau merakyat dan turun langsung ke lapangan.

Sekitar 12 orang imam hadir dan ikut sebagai konselebran dalam ekaristi ini, termasuk P. Valens Pr (Pastor Paroki Lamasi) dan P. Chris MSC selaku  pastor Vikep Luwu, para pastor CICM yang lain. Koor dimeriahkan oleh para frater CICM Sang Tunas, Makassar.

Sebagai penutup, dari kegiatan napak tilas ini, saya mengamati bahwa bagaimanapun kerasnya tantangan misi dan kehidupan menggereja, bila kita memberikan diri secara total dalam misi pelayanan, semua pengorbanan akan tetap dikenang sepanjang hayat. Hal ini terbukti jelas dalam kehidupan umat di Sepang dan Lamasi. Figur-figur misionaris pendahulu tidak pernah mereka lupakan dan semangat injili yang mereka dapatkan masih mereka teruskan dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Kalau dari Sepang lahir dua misionaris CICM, maka dari Lamasi ada satu orang misionaris yaitu P. Marcel Manggau CICM sebagai buah iman mereka. *** Penulis: P. Lasbert Livinus Sinaga CICM, Novisiat Sang Tunas Makassar