Minggu, 24 Juli 2016

Bersuka Cita dalam Persaudaraan Imamat Pertemuan Para Imam di Kolaka


MUNAS UNIO XII akan dilaksanakan di Keuskupan Palembang pada bulan Mei 2017. Sebagai bagian dari persiapan MUNAS UNIO, pengurus UNIO KAMS mengundang seluruh imam yang berkarya di wilayah KAMS untuk menghadiri sebuah pertemuan singkat. Pertemuan ini bertujuan untuk mengajak para imam yang berkarya di wilayah KAMS untuk melihat rahmat hidup imamat sebagai sesuatu yang membahagiakan justru karena menyadari bahwa imamat memiliki makna justru dalam kebersamaan dengan umat yang dilayani.
Temu para imam ini dilaksanakan setelah upacara tahbisan imam pada 4 Agustus 2016 yang lalu. Bertempat di aula Paroki St. Klemens Kolaka, pertemuan para imam ini dihadiri oleh 44 orang imam. Pastor Junarto Timbang bertindak sebagai fasilitator pertemuan. Pengalaman Pastor Junarto mendampingi orang muda dan juga kelompok SEKAMI berhasil ditularkan kepada para Pastor melalui gerak dan lagu bersama. Suasana menjadi demikian meriah karena para imam dan umat turut berjoget dan bergembira bersama.
Setelah pembukaan kegiatan, acara inti pertemuan imam dimulai. Ketua UNIO KAMS, Pastor Carolus Patampang menyampaikan maksud pertemuan sekaligus memperkenalkan dua orang rekan imam, yaitu Pastor Frans Arring dan Pastor Anton Pabendon yang akan membagikan refleksi imamat mereka. Pastor Frans Arrring yang sudah menjalani hidup imamat selama 40 tahun dan Pastor Anton Pabendon yang baru saja merayakan HUT Imamatnya yang ke-2 diundang untuk membagikan refleksi hidup imamat mereka sebagai imam diosesan dengan bertitik tolak pada penghayatan hidup sebagai “Imam yang berbau Domba” (tema besar MUNAS UNIO 2016).
Pastor Frans Arring banyak menyoroti sisi historis Keuskupan Agung Makassar. Semuanya berawal dari sebuah mimpi besar para misionaris CICM yang ingin menjadikan Gereja lokal di Keuskupan Agung Makassar sebagai sebuah Gereja yang sungguh hidup sebagaimana keberadaanya sekarang. Mimpi seperti inilah yang menginspirasi seorang imam muda bernama Pastor Frans Arring memulai petualangan hidup sebagai pelayan di Paroki Mamasa, 40 tahun yang lalu. Mimpi tersebut juga menginspirasi Pastor Frans Arring ketika memulai tugas sebagai seorang formator, entah di Seminari Menengah ataupun di Seminari Tinggi. Bahkan, mimpi yang sama menguatkan Pastor Frans Arring dalam tugas penggembalaan sebagai Vikaris Episkopalis di Kevikepan Toraja dan Luwu Raya. Kepada seluruh imam yang hadir, di akhir refleksinya, Pastor Frans Arring juga mengajukan sebuah pertanyaan kritis - yang menurutnya - penting untuk direnungkan: “Bagaimana para imam yang berkarya di KAMS melanjutkan mimpi besar itu?”
Berkaitan dengan penghayatan pribadi sebagai seorang imam, Pastor Frans Arring percaya bahwa seorang imam yang berbau domba adalah seorang yang melihat imamat sebagai rahmat yang menggembirakan. Kegembiraan itu terungkap melalui kata-kata pribadi Pastor Frans Arring, “Kesetiaan ke mana saja mau diutus itulah yang menjadi motto hidup yang menyenangkan sebagai imam”. Dengan demikian, seorang imam harus siap menghadapi segala bentuk situasi dalam pelayanannya, termasuk ketika harus berhadapan dengan kesulitan medan pelayanan.
Kata-kata Pastor Frans Arring mendapatkan maknanya dalam perjuangan seorang imam muda, Pastor Anton Pabendon. Ia memulai perjalanan hidup imamatnya juga di Paroki Mamasa.  Sebagai seorang imam muda, Pastor Anton Pabendon menyadari ia masih harus belajar banyak terutama dalam memahami karakter umat yang dilayani. Bagi Pastor Anton Pabendon, gembala yang berbau domba adalah seorang imam yang berusaha mengenal umat dan berjalan bersama mereka dalam satu pengharapan dan cita-cita. Berkaca dari pengalamannya sebagai seorang imam muda, Pastor Anton sadar menjadi seorang gembala yang berbau domba bukan hal yang mudah. Untuk itu, ia menggarisbawahi pentingnya setiap imam memiliki daya juang, tahan banting, serta antusiasme untuk mewujudkan pelayanan yang ideal. Pastor Anton merefleksikan hal tersebut berdasarkan pengalaman konkretnya, “Rantai motor boleh kendor, tetapi semangat tidak boleh kendor.”  Sharing kedua ternyata menggugah para imam yang hadir. Itulah sebabnya di akhir sharing Pastor Frans Arring dan Pastor Anton Pabendon, para imam yang lain memberikan sambutan yang luar biasa. Hal-hal sederhana yang terungkap selama sharing berhasil menyemangati para imam untuk semakin menjadi gembala yang mengetahui secara persis perjuangan dan keprihatinan umat yang menjadi gembalaannya.
Acara pertemuan imam dilanjutkan    dengan penerimaan Pastor Frans Wogha Pati sebagai anggota UNIO KAMS. Saat ini, Pastor Frans Wogha tercatat pada nomor urut ke-97 imam diosesan KAMS. Seusai acara penerimaan Pastor Frans Wogha sebagai anggota UNIO KAMS, pertemuan para imam dilanjutkan dialog persaudaraan di antara para imam. Beberapa hal pokok yang dibicarakan bersama adalah kelanjutan rencana pembangunan rumah UNIO KAMS, pengembangan suasana persaudaraan dalam wadah UNIO, aktivitas on going formation bagi para imam di KAMS.
Pertemuan para imam ditutup dengan nyanyi dan makan malam bersama dalam suasana persaudaraan tidak hanya dengan para imam tetapi juga dengan umat Paroki St. Klemens Kolaka yang berkesempatan untuk hadir. Semoga sukacita imamat dapat menjadi sumber kegembiraan bukan hanya bagi para imam tetapi juga para domba gembalaan. *** Catatan: informasi tulisan ini diperoleh dari notulensi pertemuan para imam yang dibuat oleh Pastor Vius Oktavianus.

Tidak ada komentar: