Minggu, 24 Juli 2016

Mengikuti World Youth Day 2016 di Polandia


World Youth Day (WYD) atau hari orang muda sedunia adalah sebuah perayaan untuk orang muda yang dilaksanakan setiap dua atau tiga tahun sekali oleh Gereja Katolik. WYD ini terbuka untuk semua orang muda yang ingin mengambil bagian dalam pertemuan meriah dengan berpusat pada Yesus Kristus. Acara ini merupakan kesempatan untuk        mengalami secara pribadi universalitas Gereja dan untuk berbagi harapan dan kegembiraan, perjuangan dan kecemasan dengan orang-orang muda Katolik dari seluruh dunia. Acara diramu di dalam perjumpaan-perjumpaan, katekese, doa, ekaristi, sakramen rekonsiliasi dan rekreasi bersama dengan ribuan bahkan jutaan orang muda lain dari seluruh dunia.

Pengalaman di WYD Polandia
WYD Krakow, Polandia berlangsung 25 Juli – 1 Agustus 2016. Peserta dari Indonesia, yang tergabung dalam Komisi Kepemudaan KWI berjumlah 113 orang, yang merupakan gabungan dari OMK     keuskupan-keuskupan di Indonesia. Sekalipun berasal dari OMK keuskupan, tetapi semua peserta kali ini bukanlah utusan Komisi Kepemudaan    Keuskupan, tetapi semua berangkat dengan inisiatif masing-masing. Proses pendaftaran pun dilakukan oleh masing-masing kepada panitia yang sebenarnya juga tidak langsung berada di bawah Komisi Kepemudaan KWI. Koordinasi dengan Komisi Kepemudaan pastilah ada, karena semuanya mendapatkan surat keterangan dari Ketua Komkep KWI, Mgr Pius Riana Prapdi, Uskup Ketapang, yang juga ikut serta menyertai para peziarah ini.

Days in Diocese di Warsawa
Perayaan WYD didahului dengan hari-hari live in yang disebut “Days in Diocese”. Ketika kami tiba di bandara Chopin Warsawa pada 20 Juli pkl 11.00 waktu Polandia, kami dijemput oleh rombongan dari paroki yang akan menampung kami. Seluruh peserta dibagi ke paroki-paroki di seluruh keuskupan di Polandia. Rupanya umat yang bersedia untuk menampung para peserta sebelumnya harus mendaftar dan dipersiapkan seadanya. Semua acara dirancang dan dipandu oleh paroki tuan rumah. Setiap hari dimulai dengan acara doa pagi bersama di aula paroki, dan setelah itu kami diajak untuk berjalan keliling kampung, keluar masuk hutan, mengunjungi gereja-gereja dan museum. Juga ada acara konser musik yang telah dipersiapkan dengan sangat baik. Kami juga diajak untuk menyaksikan dramatisasi kehidupan St. Faustina. Ada juga acara misa bersama, permainan dan rekreasi bersama. Pada tingkat keuskupan ada konser musik, misa akbar dan pentas budaya dari masing-masing negara peserta. Acara Days in Diocese ditutup pada 25 Juli di paroki tuan rumah masing-masing dengan gaya masing-masing. Di Paroki Pantecoste, paroki tuan rumah kami, penutupan dilaksanakan dengan makan malam bersama di halaman pastoran, yang dihadiri oleh semua peserta, para orang tua yang menampung para peserta di rumahnya, para relawan dan pastor paroki. Sebelum makan malam bersama, ada kursus singkat ungkapan-ungkapan umum bahasa Polandia, dan setelah makan ada rekreasi bersama yang diisi     dengan nyanyian dan gerakan. Tak ketinggalan poco-poco dan sajojo menjadi gerakan favorit.
Yang menarik dari hari-hari ini adalah perjumpaan dan interaksi dengan tuan rumah. Saya ditempatkan bersama dengan seorang imam dari      Keuskupan Timika pada keluarga Arthur-Iwona. Mereka adalah sepasang suami-istri yang memiliki 2 orang anak. Anak-anak mereka dua-duanya sudah berkeluarga dan memiliki 3 orang cucu, sehingga hanya mereka berdua yang tinggal di rumah itu. Namun hampir setiap kali bila kami berada di rumah (tidak mengikuti kegiatan), anak-anak dan cucu-cucu mereka datang berkunjung untuk sekedar berbincang-bincang dengan kami (mungkin juga untuk melihat orang berkulit hitam?). Cucu-cucu mereka yang masih kecil-kecil juga sama sekali tidak menunjukkan rasa takut terhadap kami. Mereka dengan bebas berusaha untuk berbicara dengan kami, sekalipun kami hanya dapat menafsirkan maksud mereka. Tetangga-tetangga mereka pun ikut bergembira menyambut kami dan berebutan untuk mengundang kami ke rumahnya. Menurut penilaian saya keluarga ini sangat rukun dan sangat terbuka terhadap orang lain. Setiap pagi mereka bangun mereka berdoa bersama dengan bernyanyi sambil menyiapkan sarapan pagi. Katanya doa mereka adalah doa syukur atas kehidupan dan rejeki yang boleh diterima, dan memungkinkan mereka hidup. Bila sarapan sudah siap mereka berdua mengakhiri doanya dengan “amin” yang panjang, dan mempersilakan kami untuk makan. Juga pada sore hari tepat jam 15.00, apa pun yang sedang mereka kerjakan, mereka langsung berlutut dan mendoakan Doa Koronka. Kiranya itulah cara hidup orang Polandia. Mereka sangat menghidupi imannya. Sekali pun pengetahuan bahasa Inggris mereka sangat terbatas, dan karena itu mereka lebih banyak berbahasa Polandia, tetapi dengan bantuan tangan dan kaki serta  Google Translator” kami bisa survive. Komunikasi dapat terjadi dengan luar biasa berhasil.

Acara puncak di Krakow
Waktu 5 hari di Warsawa berlalu tanpa terasa. Relasi dengan tuan rumah pun sudah terjalin begitu dekat, sehingga sulit rasanya untuk berpisah. Tidak sedikit dari peserta dan tuan rumah yang mengeluarkan air mata tanda beratnya perpisahan itu. Di situlah tampak bahwa perjumpaan yang singkat itu sangat intensif, dan saya yakin persekutuan dalam iman telah menghilangkan sekat-sekat perbedaan yang ada.  Pada 26 Juli jam 06.00 kami sudah harus berkumpul stasiun kereta api untuk berangkat ke Krakow. Waktu perjalanan dari Warsawa ke Krakow adalah 4 jam. Selama 4 jam itu kami harus berdiri atau duduk di lantai di dalam kereta, karena kereta penuh sesak. Saya tidak mendapatkan informasi, berapa jumlah kereta  yang berangkat dari Warsawa ke Krakow pada hari itu, tetapi kereta yang kami tumpangi sungguh penuh sesak. Sepanjang perjalanan, tidak banyak yang berceritera. Mungkin sebagian masih sibuk dengan pikiran bersama orang-orang yang ditinggalkan di Warsawa, sebagian pula menyanyi mengisi kekosongan, dan ada yang sepanjang perjalanan berdoa Rosario dan membaca bacaan-bacaan rohani, yang dilanjutkan dengan sharing. Bagiku perjalanan ini pun menambah pengalaman rohani peziarahan selama WYD. Saya melihat, bahwa peserta WYD sungguh menjalani acara-acara yang ada sebagai sebuah peziarahan, bukan sekedar rekreasi.
Ternyata dari Krakow kami masih harus melanjutkan perjalanan. Kami pindah kereta, dari kereta cepat ke kereta regional yang cukup lambat. Kami melanjutkan perjalanan selama 2 jam lagi menuju ke kota Wadowice, kota kelahiran St. Yohanes Paulus II. Ada rasa gembira dan bangga boleh tinggal di kota kelahiran seorang kudus, St. Yohanes Paulus II. Kami disambut dengan hujan lebat di   Wadowice. Ternyata ada begitu banyak orang yang juga ditempatkan di kota ini. Begitu tiba, kami langsung mendapatkan pembagian paket peserta. Paket itu merupakan sebuah tas, yang berisi benda-benda yang dibutuhkan selama WYD di Krakow: ada buku-buku doa, peta Wadowice dan Krakow, buku informasi tentang Polandia, sebuah mug bergambar kota Krakow, sebuah handuk kecil (mungkin bagi mereka yang lupa bawa handuk), dan sebuah kain seba guna bisa untuk ikat kepala atau ikat rambut atau ikat leher. Sore hari ada acara pembukaan yang dilaksanakan di atas sebuah halaman kota yang disebut JP II Square.
Setiap hari ditawarkan berbagai macam acara di JP II Square. Jam 09.00 dimulai dengan doa pagi, dilanjutkan dengan katekese dari uskup-uskup yang telah ditentukan sebelumnya dalam Bahasa Inggris. Di tempat-tempat yang berbeda di berbagai macam kota di sekitar Krakow dilaksanakan acara yang serupa. Katekese dilaksanakan dalam berbagai bahasa a.l. Bahasa Polandia, Bahasa Hungaria, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Bahasa Spanyol dan Bahasa Italia. Setelah acara katekese dilanjutkan dengan misa bersama oleh Uskup yang membawakan katekese, didampingi oleh para imam yang hadir. Sepanjang hari acara diisi dengan penampilan dari berbagai macam Negara, yang sebelumnya harus didaftarkan pada panitia penyelenggara. Sekalipun saya tidak melihatnya sendiri, tetapi tampil pula acara kulintang, yang dibawakan oleh anak-anak Panti Asuhan Vincentius, Jakarta serta drama yang dibawakan oleh kelompok New Heart Community, Jakarta. Misa pembukaan dilaksanakan pada 27 Juli di atas Błonia Park, yang dipimpin oleh Kardinal Stanislaw Dziwisz, Uskup Agung Krakow. Vigil night dan misa penutupan dilaksanakan di sebuah lapangan besar yang luasnya sekitar 20 hektar yang diberi nama “Campus Misericordiae” (field of mercy).
Pada tanggal 30, yakni sehari sebelum acara penutupan sekaligus merupakan acara puncak dari seluruh rangkaian acara peziarahan orang muda ini, para peserta harus berjalan kaki dari tempat terakhir yang bisa dijangkau dengan kendaraan umum. Rombongan kami harus berjalan kaki dari stasiun kereta api yang membawa kami dari Wadowice ke Campus Misericordiae. Kami memulai perjalanan itu dari jam 10.00 dan baru tiba pada jam 18.00, sebuah perjalanan yang sungguh menguras tenaga, karena jalanan yang dilalui adalah jalan beraspal, jalan tol yang pada hari itu hanya dibuka bagi para peziarah yang berjalan kaki. Panas dari matahari dan pantulan dari aspal sungguh menguras tenaga dan menyebabkan kaki di dalam sepatu melepuh dan terkelupas. Rupanya jalan kaki yang jauh dan lama merupakan bagian tak terpisahkan dari peziarahan WYD, sehingga semua peserta dengan rela mengikutinya. Mungkin harus dimaknai sebagai tindakan silih. Sisa hari itu diisi dengan doa sepanjang malam dan yang kelelahan tidur di alam terbuka di atas Campus Misericordiae. Jam 09.00 keesokan harinya, 31 Juli, Paus memasuki Campus Misericordiae. Bapa Suci berkeliling kompleks itu untuk menyalami dan memberkati para peserta. Kami beruntung, karena kami mendapat tempat persis di pinggir jalan yang dilalui oleh Paus, sehingga dapat melihat Bapa Suci yang lewat, sekalipun hanya sekilas lewat dalam kendaraan terbuka. Kurang lebih jam 10.00 misa penutupan dimulai, yang dipimpin langsung oleh Paus Fransiscus. WYD tahun 2019 akan dilaksanakan di Panama. Demikian pengumuman oleh Paus Fransiscus pada akhir misa penutupan yang dihadiri oleh sekitar 3 juta orang. Turut serta hadir dalam perayaan itu Presiden Panama.
Saya bersyukur mendapat kesempatan   mengikuti WYD, yang ternyata merupakan sebuah peziarahan rohani. Istilah yang digunakan WYD untuk menyebut para peserta adalah “Pilgrim” (peziarah) atau “Pielgrzym” dalam bahasa Polandia. Istilah ini menurut saya sangat tepat. Acara-acara yang dikemas untuk mengisi hari-hari WYD sungguh merupakan pengalaman yang menambah kebanggaan akan iman katolik dan rasa kesatuan sebagai umat Allah. Ad maiorem Dei gloriam. *** (Penulis: Pastor Paulus Tongli, Pr) 

Tidak ada komentar: