Minggu, 24 Juli 2016

Perayaan 50 tahun kehadiran masyarakat Toraja di Padang Sappa, Tumale: Bangun, Bangkit dan Bersyukur


Perayaan pemberkatan gedung gereja stasi Santo Yosep Tumale dilaksanakan pada 12 Juli 2016. Kegiatan ini dirangkaikan dengan Perayaan 50 tahun kehadiran masyarakat Toraja di Padang Sappa-Tumale sebagai kelompok transmigrasi lokal; 10 tahun usia Paroki Padang Sappa dan syukur atas panen.

A. Transmigrasi Lokal
Bagai domba yang digiring ke rumput hijau, demikianlah terjadi pada 151 orang Toraja digiring ke Padang Sappa dan Tumale pada tahun 1965. Mereka berasal dari 3 kecamatan: Makale, Sanggalangi dan Sesean. Mereka didatangkan atas permintaan Bupati Luwu Bapak Opu Andi Makkulau kepada Bupati Toraja Bapak Rantesalu. Rombongan tersebut diantar langsung oleh Bupati Toraja Rantesalu dan diterima oleh Pemerintah Kabupaten Luwu sebagai kelompok transmigrasi lokal di Padang Sappa. Dalam rombongan tersebut ada 13 orang beragama Katolik. Tahun sebelumnya (1964) sudah ada  transmigrasi spontan yang berdomisili di Padang Sappa. Di antara kelompok tersebut terdapat 7 orang Katolik.
Komunitas baru ini, harus memulai kehidupan baru di lingkungan yang serba asing bagi mereka. Mereka harus bertahan dari serangan nyamuk, segera membangun tempat tinggal di lokasi rawa, berjuang menahan lapar dan haus, berjuang melawan ngantuk karena kurang tidur akibat serangan nyamuk. Tiga bulan lamanya mereka mendapat jaminan ala kadarnya dari pemerintah. Setiap hari mereka harus bekerja keras bergotong-royong membabat hutan: pohon-pohon besar ditumbangkan dengan menggunakan kapak, membersihkan semak belukar dengan parang. Selesai pembabatan hutan baru mereka mendapat masing-masing lahan persawahan 2ha dan lokasi perumahan seluas 25x50m sesuai dengan SK Bupati Luwu nomor 9. Di sela-sela kesibukan mereka membuka lahan sawah, mereka mulai menanam tanaman pangan, seperti: ubi-ubian, sayur dan Lombok, dan sebagainya, yang nantinya mereka panen guna mengisi perut, sebagian bisa dijual untuk keperluan lain. Sungguh suatu perjuangan berat harus mereka lalui untuk memiliki kemudian membersihkan lahan sawah dan perumahan. Di antara mereka yang tidak tahan menderita akhirnya pulang ke Toraja.
Sejak kehadiran masyarakat Toraja di Padang Sappa-Tumale, mereka selalu berkumpul dan beribadat pada hari Minggu. Umat Katolik di Padang Sappa sebanyak 7 orang hanya bisa berkumpul pada hari Minggu tanpa ibadat karena tidak ada yang bisa memimpin. Nanti ketika umat Katolik Tumale yang berjumlah 13 orang hadir dan mengetahui adanya umat Katolik di Padang Sappa, baru mereka bergabung dan melaksanakan ibadat setiap hari Minggu di lumbung alm. Nek Bintan di Padang Sappa, yang dipimpin secara bergantian oleh alm. Yosep Bantun, alm. Sampe Lobo dan alm. Yohanis Payung. Pada tahun 1967 mulailah dibangun sebuah gedung gereja darurat di Tumale (lokasi gereja sekarang). Umat Padang Sappa tetap melaksanakan ibadat setiap Minggu, yang dilayani secara bergantian oleh 3 orang pelayan di atas. Bahkan setelah gereja Katolik mulai tumbuh dan berkembang di beberapa tempat, seperti: Murante, Salu Paerun, Lare-Lare, ketiga pengantar ini yang keliling melayani umat. Umat Katolik yang berjumlah 20 orang tersebut sudah menjadi almarhum semuanya.

Menumbuhkembangkan Budaya Gotong-royong dalam Gereja
Pengalaman ditolak/dilecehkan, dianaktirikan merupakan pengalaman pahit bagi setiap orang yang mengalaminya. Seiring usia (SK pendiriannya tanggal 22 Februari 2006 oleh Uskup Agung KAMS Mgr. John Liku Ada’), idealnya Paroki Padang Sappa perlu dituntun, dididik dan  diperhatikan pertumbuhannya. Namun harapan itu kurang dirasakan karena ia lahir dari tengah keluarga besar, ia kerdil. Sementara saudara-saudaranya, yang pintar dan lincah boleh mendapat susu dan madu.
Belajar dari pengalaman masyarakat Toraja di Padang Sappa – Tumale dan semangat hidup jemaat perdana, Pastor Paroki bersama Depas Padang Sappa berusaha menuntun dan mendidik umat bangun dan bangkit dari kekerdilannya. Depas bersama umat harus belajar membangun kehidupan bersama sebagai komunitas kristiani berpolakan Jemaat Perdana. Yesus sebagai Sang Guru mengajar kita dengan kata dan perbuatan. Demikian halnya kita pengikut-pengikut-Nya.
Awal tahun 2011 semangat dan tekad bersama di atas mulai digalakkan dengan bersama membangun gedung gereja pusat, yang kemudian diberkati Bapak Uskup Agung KAMS Mgr. John Liku Ada pada 28 Juni 2015. Sesudah pembangunan gedung gereja pusat, tepatnya awal tahun 2013 beralih ke stasi-stasi.  Dengan sistem gotong-royong umat se-Paroki membangun gedung gereja stasi Lare-Lare, menyelesaikan gedung gereja Parekayu, Padang Bajo, Paccerakang, Buntu Pintoe dan Tumale. Dengan sistem yang sama umat bersama membangun pondasi batas tanah gereja stasi: Lare-Lare, Parekayu, Paccerakang, Padang Bajo dan Padang Sappa; memperluas halaman gereja Buntu Pintoe, dan seterusnya, bahkan pada setiap masa prapaskah umat se-Paroki membersihkan dan memperbaiki sarana umum. Keberhasilan Paroki ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan Paroki Gotong-Gotong, Paroki Assisi, para donatur spontan, seperti: Bapak Victor sekeluarga (Jakarta dan Luwu), Ibu Teresia dan dr. Margareta (Makassar) dan semua donatur lainnya. Kepada mereka semua, kami haturkan limpah terima kasih.

Perayaan Syukur
Panitia syukuran 50 tahun dan pemberkatan gereja Tumale baru dibentuk pada 27 Maret 2016, tepat sesudah ada persetujuan dari Bapak Uskup Agung KAMS untuk hadir memimpin perayaan ini. Sejak saat itu pula, Panitia yang diketuai Marten Sarra dan Yakobus Sile sebagai wakilnya mulai merancang kegiatan, anggaran dan cara mencari dan mengumpulkan dana selama kurang lebih 3 bulan. Panitia pembangunan, yang telah menghabiskan dana sekitar Rp 800 juta guna membiayai pembangunan gedung gereja, kelengkapan dalam gereja,   penyelesaian pembangunan aula, pembangunan gua Maria, pembangunan pagar keliling masih membutuhkan dana sekitar Rp 100 juta dan harus berjuang menyelesaikan pekerjaan yang masih tersisa. Namun dengan dukungan dari semua umat dan donatur spontan, dana boleh terkumpul sedikit demi sedikit.
Fokus perhatian Panitia tidak hanya pada perayaan 12 Juli 2016, tetapi juga kegiatan yang mendahului puncak perayaan. Pada 5 Juni 2016, Panitia bekerjasama dengan rumah sakit Bintang Laut melaksanakan bakti sosial di Tumale, pengobatan murah bagi masyarakat. Pada 4 Juli 2016, panitia mengundang semua umat se-Paroki Padang Sappa untuk melaksanakan kegiatan penimbunan dan pembersihan jalan poros Padang Sappa-Tumale dan lorong-lorong sekitar gereja Katolik Tumale. Dua minggu sebelum puncak perayaan, seksi acara yang dikoordinir oleh Mikhael Pasedan bersama timnya terus melakukan latihan seluruh rangkaian acara.
Perayaan ini mengambil tema: Bangun, Bangkit dan bersyukur atas Rahmat dan Kasih Allah terhadap Gereja dan alam ciptaan-Nya. Tema ini merupakan refleksi bersama atas perjalanan umat mulai tahun 1965 sampai sekarang. Patut disyukuri perjuangan angkatan pertama yang selalu dipimpin dan diberkati Tuhan sehingga generasi sekarang boleh menikmati hasil jerih payah mereka. Sehari sebelum puncak acara diisi dengan penyambutan Bapak Uskup di Padang Sappa dan diarak ke Tumale; sore hari OMK menyambut obor Youth Day. Malam hari diisi dengan kegiatan panggung hiburan. Walaupun hujan lebat, dengan penuh semangat, OMK di bawah pimpinan Pastor Yans dan Pastor Semuel memeriahkan panggung gembira sampai jam 23.00 WITA.
Perayaan 50 tahun dan pemberkatan gedung gereja stasi Tumale, yang dihadiri para imam, suster, frater, umat se-Paroki Padang Sappa, umat dari Paroki-Paroki lain, tokoh-tokoh masyarakat dan undangan lainnya,  dipimpin langsung oleh Bapak Uskup Mgr. John Liku Ada sebagai selebran utama didampingi oleh Pastor Paroki P. Natan Bunga Datu dan Vikep Luwu P. Martinus Pasomba. Dalam homilinya, Bapak Uskup menggarisbawahi jemaat sebagai gereja yang sesungguhnya. Hal sama kembali ditegaskan dalam sambutan beliau sambil mengucap    terima kasih atas semangat umat se-Paroki dalam membangun sarana peribadatan. Beliau menambahkan perlunya umat menyadari tanggungjawab bersama dalam membangun gereja dan masyarakat. Pastor Paroki dalam sambutannya menggarisbawahi semangat pendahulu yang menjadi warisan yang harus terus dipupuk demi membangun hidup bersama. Telah terbukti bahwa melalui kerjasama dan gotong-royong umat telah berhasil menyelesaikan beberapa gedung gereja. Tak kalah pentingnya, usaha kerja bersama mempererat tali persaudaraan di antara umat. Pemerintah dan tokoh masyarakat dalam sambutannya mengakui semangat gotong-royong umat Katolik dan salut akan kerjasama mereka.
Perayaan ini dimeriahkan oleh group drumband dan paduan suara siswa-siswi SMP-SMA Frater Palopo, perarakan lettoan umat Padang Sappa dan Palopo, CU Sauan Sibarrung dan masyarakat desa Tumale, tari-tarian OMK dan Sekami Padang Sappa. Perayaan yang cukup meriah ini sungguh merupakan ungkapan syukur semua umat dan bahkan masyarakat.
Semoga Gereja lokal KAMS ke depan mengedepankan nilai-nilai luhur kearifan lokal, berusaha mengenal dan menghargai potensi umat serta memberdayakan umat menuju kemandirian. Semoga kita, yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan untuk menggembalakan umat-Nya dimampukan menjadi gembala-gembala yang semakin hari semakin mengenal domba-dombanya. Dirgahayu masyarakat Padang Sappa – Tumale, dirgahayu Paroki Santo Petrus Padang Sappa. *** Penulis: Mikael Pasedan (sumber tulisan pastor paroki)

Tidak ada komentar: