Minggu, 24 Juli 2016

MEMBANGUN INTEGRITAS HAMBA TUHAN DALAM PELAYANAN


Patung pria perkasa berkasut dan berjubah tebal berdiri kokoh di halaman Gereja Santo Yakobus Mariso, Keuskupan Agung Makassar. Tangan kirinya memberikan sapaan dan tangan kanannya memegang sebuah tongkat panjang dengan membawa tas. Perawakan tinggi, besar, perkasa dan sorot mata teduh yang dibingkai dalam totalitas kehadiran wajah dengan jenggot dan kumis yang panjang tanpa alas kaki yang menyiratkan kebijaksanaan yang mendalam. Laut yang menjadi lingkungan hidup sebagai nelayan, sebelum menjadi seorang pewarta diungkapkan si pematung secara lahiriah dalam simbol yaitu tongkat dan tas yang berisi buku. Ciri khas seorang nelayan tersirat dari tongkat dengan hiasan kepis di tangan kanan dan tanah tempat ia berpijak secara datar di atas sebuah kolam yang kemudian Ia hadir sebagai sosok pewarta. Patung setinggi sekitar tiga meter merupakan salah satu ikon Paroki yang adalah sosok pria yaitu Santo Yakobus, pelindung Paroki. Yakobus adalah kakak dari Rasul Yohanes, anak Zebedeus dan Salome. Ia disebut Yakobus Tua sekadar untuk membedakan dari murid Yesus yang lain, yakni Yakobus Muda anak Alfeus. Ketika Yakobus dan Yohanes sedang memperbaiki pukat ayahnya di tepi pantai Genezareth, Yesus memanggil mereka dan mereka mengikuti-Nya.
Seiring dengan berjalannya waktu hingga pada Minggu, 24 Juli 2016 telah dilaksanakan misa syukur pesta pelindung Paroki Santo Yakobus Mariso dengan tema “Kami mohon kekuatanMu untuk bekerja dan melayani seperti Santo Yakobus Rasul agar selalu mengalami hidup baru karena kerahimanMu yang tak mengenal batas.” Rangkaian kegiatan dimulai dengan Kerja Bakti Bersih Lingkungan bersama masyarakat sekitar gereja sehari sebelum misa syukur. Misa dipimpin oleh Yang Mulia Uskup KAMS Mgr. Dr. John Liku-Ada’ bersama Pastor Paroki Leo Paliling, Pr dan Kapelan Agustinus Kale’pe’, Pr. Turut hadir konselebran misa P. Frans Arring Ada’, Pr, P. Philipus Kala’ Patiallo, Pr, P. Junarto Timbang, Pr, P. Bernard Cakra Arung Raya, Pr, P. Johanes Rante Galla’, Pr, Frater Diakon Fransiskus Woga Pati, Pr. Seorang pelayan pertama-tama bertanggung jawab penuh kepada Allah. Dengan kata lain,     pelayanan bukan untuk menyenangkan manusia tetapi untuk menyenangkan Allah (1 Tesalonika 2:4; Galatia 1:10). Suatu pelayanan yang murni harus berasal dari Allah, bukan dari manusia (2 Korintus 5:18; 1 Timotius 1:12). Allah            menyerahkan pelayanan hanya kepada orang-orang yang telah menjadi milik-Nya, dalam arti sudah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.
Pada HUT Paroki Santo Yakobus Mariso Ke-66, Pastor Leo Paliling, Pr. bersama David Karim selaku Wakil Ketua Umum Depas memberikan penghargaan dalam bentuk piagam kepada Fransiskus Xaverius Rahardjo yang telah setia mendampingi umat melalui karya seni yang diciptakan dalam perayaan di gereja, Joseph Sugijo yang setia membersikan tempat lilin, piala, sibori, perlengkapan liturgi. Aloysia Tresnawati Soentjoko yang telah berkontribusi dalam dekorasi altar dan ruang gereja dalam bentuk bunga, kain meja, kursi gereja. Ony Herman yang setia dalam melipat teks berita paroki setiap minggu. Mien Nico S. Dewanto yang setia dalam pelayanan meskipun keadaan suami dan keluarga yang terbatas dan Hedwig Sintje Rossall Jonathan yang telah memberikan waktu bagi pelayanan meskipun suami dalam kondisi sakit. Ini semua merupakan salah satu contoh bentuk sederhana pelayanan yang diberikan menurut Pastor Leo Paliling.
Santo Yakobus dipilih sebagai Santo Pelindung Gereja yang berdiri pada tahun 1950 untuk teladan hidup kaum beriman bagi umat. Pastor pertama yang bertugas adalah Gerardus Heijnen, CICM (†). Kesetiaan Yakobus dalam mewartakan kabar sukacita perlu dilakukan dalam kehidupan menggereja umat. Daya juang dan semangat dalam mewartakan kabar sukacita, yang dalam hal ini diilhami teladan hidupnya sebagai nelayan yang pantang menyerah dengan berbagai kendala di lautan perlu dimiliki umat. Laut yang ganas telah membentuk kepribadian menjadi seorang pewarta Sabda yang gigih dan tidak gampang menyerah. Semangat yang berkobar hingga ia rela menumpahkan darah kemartiran. Paroki Mariso yang masuk wilayah Kevikepan Makassar kini tengah berada di tengah hunian penduduk yang padat. Menyimak dan mendalami sejarah berdirinya paroki secara runtut, tersirat jelas semangat yang telah dihidupi oleh para perintis paroki. Perjuangan tokoh-tokoh perintis paroki tak ubahnya “Yakobus-Yakobus modern.” Segala rintangan dan halangan dilalui dengan daya juang yang berkobar. Semangat kasih dapat mencegah seorang hamba Tuhan menjadi jauh dari hidup kurang berkenan di hadapan Allah. Kewajiban atau tugas dapat dipenuhi dengan sukacita jika ada kasih dalam diri pelaksana. Kasih itu bukan sekedar perasaan yang dangkal atau sekedar ucapan, tapi merupakan hasil pemahaman yang dalam seperti pelayanan Paulus dipenuhi dengan kasih Kristus (2Korintus 5:14) dan dorongan kasih inilah yang membuatnya bertahan dalam pelayanan ketika segala sesuatunya menjadi sukar. Tanpa kasih, akan ada banyak halangan dalam pelayanan. Kita mungkin tidak tahu tentang teori komunikasi yang baik, namun tentu dapat membangun jembatan dan meruntuhkan tembok pemisah, sehingga pesan pelayanan dapat disampaikan. 
Melalui pesta pelindung yang dimeriahkan oleh persembahan kelompok kategorial seperti Sekami, Misdinar, OMK, THS-THM, Kaum Ibu dan yang lain, umat senantiasa diajak untuk meneladani dan bersemangat dalam menjalani kehidupan sebagai pelayan yang setia dan pantang menyerah. Semoga di masa mendatang teladan Santo Yakobus Rasul menjadi integritas hamba Tuhan sebagai pelayan yang selalu hadir dalam diri umat Mariso yang sedang dalam peziarahan di dunia. Hanya kasih yang dapat membuat seorang hamba Tuhan bisa mengutamakan orang lain dan membuat tidak memanfaatkan orang lain untuk tujuan sendiri tetapi bagi orang lain dan kemuliaan Allah di Surga. Pelayan adalah seorang yang tidak punya arti dan tidak penting, yang melakukan segala sesuatu bagi orang lain yang lebih penting.*** (Penulis: N. Tri Suswanto Saptadi, Pengurus Depas Harian Paroki St. Yakobus Mariso)

Tidak ada komentar: