Minggu, 24 Juli 2016

SEBUAH LANGKAH BARU PADA “JANTUNG KEUSKUPAN”

Berawal dari sebuah kepedulian akan pembinaan para calon Imam KAMS secara berkelanjutan maka digagaslah sebuah pertemuan gabungan antara Komisi Seminari, seluruh Staf Seminari pada setiap tingkatan dan Kuria Keuskupan. Akhirnya gagasan ini terwujud pada 7 Agustus 2016 di ruang rapat Uskup. Ini adalah momen yang sangat penting untuk mengawali babak baru seiring dengan pembaharuan penanggungjawab Komisi Seminari yang secara ex-officio melekat pada jabatan Rektor Seminari Menengah St. Petrus Claver.
Hadir dalam pertemuan tersebut: Mgr. John Liku Ada’ (Uskup Agung KAMS), RP. Step Tarigan CICM (Vikjen KAMS), RD. Yulius Malli’ (Ekonom KAMS), RD. Simon Gausu (Rektor SAM), RD. Cornelius Tandiayu’ (Rektor TOR), RD. Fhilipus Kala Patiallo (Rektor SPC/Ketua Komisi), RD. Yoseph Padang, RD. Carolus Patampang (Ketua Unio/Pamong Retorika), RD. Ricard Fedinand Keto dan RD. John Gratias Pakulayuk.
Dalam pertemuan ini diulas sekilas mengenai tingkatan/jenjang pendidikan Calon Imam KAMS antara lain dengan munculnya Tahun Retorika karena penghapusan Kelas Persiapan Bawah. Dalam kenyataaan yang terjadi sekarang ini terdapat 4 jenjang pendidikan Calon Imam KAMS yakni :
I. Seminari Menengah St. Petrus Claver (secara khusus Kelas I, II, III dan KPA)
II. Tahun Retorika
III. TOR (Tahun Orientasi Rohani)
IV. Seminari Tinggi Anging Mammiri (Filosofan I-IV, TOP, Teologan V-VI, Diakonat)

Jika demikian adanya maka kurun waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan calon Imam sampai pada jenjang tahbisan Diakon adalah 12 tahun dan ditambah 6 bulan untuk sampai pada jenjang Imamat. Hal ini masih akan bertambah masa pendidikannya jika para calon Imam KAMS wajib mengikuti program S2 di Fakultas Teologi Wedhabakti Universitas Sanata Dharma. Sungguh menjadi waktu yang sangat panjang untuk mempersiapkan seorang calon Imam yang terampil, dewasa, berkualitas dan akrab dengan sang Guru (Gembala Baik). Selama kurun waktu yang panjang ini pembinaan difokuskan pada 3 aspek yakni sanctitas, sanitas dan scientia yang dikembangkan dan diberi penekanan secara berbeda pada setiap jenjang pendidikan. Bapak Uskup menggarisbawahi mengenai program pembinaan di Seminari ini agar memiliki kesinambungan dari seminari menengah sampai pada seminari tinggi bahkan jika dibutuhkan sampai pada pembinaan lanjutan (on going formation) para Imam muda. Untuk itu dibutuhkan pedoman tertulis pada setiap jenjang yang nantinya dapat ditetapkan sebagai pedoman umum bagi pembinaan calon Imam KAMS. Sebagai penunjang bagi terwujudnya pembinaan calon Imam secara berkelanjutan maka perlu persiapan yang matang bagi setiap formator di seminari sekaligus menambah jumlah formator yang idealnya 1 : 12 (satu formator mendampingi 12 formandi = bdk. Yesus mempersiapkan 12 Rasul). Jika jumlah seminaris dan frater sebanyak 187 (2016) maka dibutuhkan kurang lebih 15 / 16 formator. Namun di Seminari kita saat ini sudah menjadi ideal jika mempunyai 12 formator (5 orang di Seminari Menengah, 2 orang di tahun Retorika, 2 Orang di Tahun Orientasi Rohani dan 3 orang di Seminari Tinggi). Rincian jumlah seminaris dan frater pada setiap angkatan : Kelas I = 44, Kelas II = 34, Kelas III = 36, KPA = 5, Retorika = 13, TOR = 7, Tingkat I = 0, Tingkat II = 13, Tingkat III = 14, Tingkat IV = 6, TOP = 8, Tingkat V = 0 dan Tingkat VI = 7.
Di awal tahun ajaran yang baru di Seminari Menengah, kita memperluas fokus pembinaan pada keempat kecerdasan dasar dan keempat unsur diri sejati yakni Spiritual (Sanctitas), Intelektual (Scientia), Emosional (Persona Societas) dan Physique (Sanitas). Dengan fokus pembelajaran seperti ini maka pembinaan memiliki manfaat langsung untuk memfungsikan, mengasah dan memperkuat keempat unsur diri. Kita berharap agar para calon imam sungguh cerdas secara rohani, intelektual, emosi dan fisik sebagai kecerdasan holistik yang akan membentuk karakter yang kokoh kuat menuju pada pribadi yang tangguh, dewasa, kreatif/pintar dan beriman kuat (manusia rohani). Hal ini dijabarkan dan diolah melalui aneka kegiatan dari pagi hari sampai pagi berikutnya setiap hari, setiap Minggu, setiap Bulan dan sepanjang Tahun.
Selain keprihatinan tenaga formator, juga yang tak kalah pentingnya dan sangat mendasar adalah biaya hidup seminaris, frater dan staf serta biaya operasional pendidikan/perkuliahan. Tidak ada dana yang siap untuk membiayai semua itu pada setiap jenjang sepanjang tahun. Sementara itu biaya hidup dan biaya sekolah semakin mahal dari tahun ke tahun. Tuntutan kualitas anak didik pun juga menuntut kualitas dan kesejahteraan para guru dan dosen pengajar serta sarana-sarana pembelajaran yang bermutu pula sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam pertemuan ini juga muncul keprihatinan akan sarana prasarana penunjang bagi pendidikan Seminari terutama di seminari menengah dan seminari tinggi. Sebagian besar     bangunan yang ada sudah tidak layak untuk dipergunakan sementara bangunan yang agak baru sudah menuntut perbaikan-perbaikan yang cukup besar. Tambahan pula dibutuhkan sarana-sarana devosional untuk membangun relasi personal dan intim dengan Allah dan para kudusNya.

Dari hasil pertemuan tersebut ditetapkan beberapa hal yang sungguh menjadi kepedulian pada “Jantung Keuskupan” Seminari:
1. Setiap jenjang menyusun segera pedoman umum pembinaan calon Imam.
2. Dibutuhkan pendampingan secara serius dan intens dari para formator kepada formandi dan karena itu colloqium dan bimbingan rohani harus dilaksanakan secara teratur.
3. Para formator perlu disiapkan secara teratur dan dibekali dari waktu ke waktu seperti yang telah dimulai pada tahun ini dengan mengirim formator untuk mengikuti Kursus Pembina Rohani di Roncalli – Salatiga.
4. Penambahan staf di Seminari Menengah, Retorika dan TOR masing-masing satu orang jika tenaga imam telah tersedia untuk kebutuhan tersebut.
5. Pembangunan gedung baru dan renovasi serta perbaikan-perbaikan berat di seminari-seminari akan diperhatikan segera oleh BP3 KAMS.
6. Pertemuan berkala para ekonom seminari dengan ekonom KAMS.
7. Pertemuan berkala Komisi Seminari (para  pimpinan di setiap jenjang).

Pertemuan perdana ini akan berlanjut pada pertemuan-pertemuan berikutnya dengan harapan bahwa Seminari sungguh-sungguh menjadi jantung yang sehat bagi Keuskupan sekaligus menjadi OASE Rohani bagi umat beriman di Gereja Lokal KAMS baik di Makassar, di Toraja maupun di Yogyakarta.***  (Penulis: Fhilip Kala Pr, Ketua Komisi Seminari)

Tidak ada komentar: