Selasa, 20 Januari 2015

CATATAN dari KUNJUNGAN PASTORAL USKUP di KEVIKEPAN SULAWESI BARAT


Uskup Agung Keuskupan Agung Makasar (KAMS), Mgr. John Liku-Ada menempuh perjalanan panjang dalam kunjungan pastoralnya di Kevikepan Sulawesi Barat yang didampingi oleh Vikep Sulbar, P. Martinus Pasomba, Pr. Kunjungan tahun ini diawali dari Paroki St. Yusuf Pekerja Baras, Paroki St. Mikael Tobadak, Paroki St. Maria Mamuju, Paroki St. Yosep Polewali, Paroki St. Petrus Mamasa dan berpuncak di bukit peziarahan Pena’. Dalam kunjungan dari paroki ke paroki, Mgr John selain memberikan sakramen Krisma juga mengadakan temu wicara dengan umat di setiap paroki.
Dalam khotbahnya di Paroki St. Maria Mamuju Mgr. John menjelaskan makna dari sakramen Krisma.  Mgr. John menjelaksan secara singkat arti tanda, simbol/lambang dan sakramen itu sendiri sebagai tanda. Dikatakan bahwa tanda adalah sesuatu yang menunjuk pada yang lain. Bunga misalnya, merupakan tanda cinta, ciuman tanda kasih sayang, meskipun ciuman tidak selalu berarti tanda kasih sayang karena bisa juga tanda pengkhianatan, contoh ciuman Yudas kepada Yesus. Jadi dalam tahap ini tanda bisa berubah arti.
Lambang atau simbol merupakan tanda atau barang yang menandakan sesuatu. Di sini sesuatu yang dilambangkan dekat sekali, hampir menyerupai satu sama lain. Misalnya bendera kebangsaan, Merah Putih, itu milik Indonesia.
Sakramen juga pada dasarnya adalah tanda tetapi tanda dan apa yang ditandakan sudah menjadi satu. Dengan kata lain, tanda yang sudah dipersatukan menjadi satu. Misalnya roti dan anggur sudah menjadi tubuh dan darah Kristus.
Pertanyaannya, mengapa perlu sakramen dalam hidup ini? Sakramen itu perlu karena memang hubungan antar sesama-manusia perlu tanda. Bahasa misalnya sebagai tanda untuk berkomunikasi. Jadi antar manusia saja butuh tanda apalagi dengan Tuhan. Allah menghubungi manusia dalam bentuk simbol yang real dalam Yesus Kristus. Maka itu Yesus Kristus adalah sakramen, dimana Yesus Kristus menampilkan satu-satunya Allah dalam ruang dan waktu.
Mgr. John pun mengutip Konsili Vatikan II, dikatakan Gereja adalah sakramen induk dan Yesus Kristus adalah sakramen pokok. Gereja disebut sakramen karena imannya akan Yesus Kristus dan Gereja menjadi Gereja karena imannya akan Yesus Kristus.
Mgr. John juga menjelaskan bahwa Gereja Katolik memiliki 7 Sakramen. Sakremen Baptis, merupakan pintu gerbang bagi sakramen-sakramen yang lain. Sakramen Ekaristi adalah sakramen perjumpaan langsung dengan Yesus Kristus dalam bentuk roti dan anggur yang sudah menjadi Tubuh dan Darah Kristus secara real. Sakramen krisma adalah sakramen pendewasan dalam iman, yang ditandakan dengan pencurahan Roh Kudus dan model dalam Gereja adalah hari Pentakosta, hari turunya Roh Kudus atas para rasul. Ketiga sakramen tersebut sering juga disebut sakramen inisiasi, yang pertama diterima oleh orang Katolik.
Dikatakan bahwa ada 2 kelemahan manusia, kelemahan rohani dan jasmani. Kelemahan rohani membuat manusia merasa bersalah maka harus minta maaf/memohon pengampounan. Maka itu perlu sakramen tobat.  Kelemahan jasmani membuat orang jatuh sakit, maka agar memperoleh kesembuhan perlu obat. Sakramen selanjutnya adalah sakramen pengurapan orang sakit, sakramen perkawinan, sakramen imamat. Ketujuh sakramen ini berhubungan satu sama lain yang dibutuhkan manusia.
Jadi dalam Gereja Katolik dikenal sakramen pokok yakni Yesus Kristus, sakremen induk, yakni Gereja dan akhirnya ketujuh sakramen itu. Mengakhiri khotabanya, Mgr. John, mengatakan bahwa hendaklah kamu takut pada yang membunuh jiwa tetapi jangan takut pada yang membunuh badan. Ini pengutan bagi para krismawan-krismawati. 
Kunjungan Uskup di Kevikepan Sulbar berpuncak di bukit peziarahan Pena’. Pena’ adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Mamasa di situ terdapat tempat ziarah umat Katolik dimana berdiri patung Bunda Maria setinggi 12 meter dan dilengkapi dengan patung-patung jalan salib setinggi 2 meter. Peziarahan di Bukit Pena’ terlaksana tanggal 25-26 Oktober. Ada 28 rombongan yang hadir dari berbagai daerah (Palopo, Toraja, Makassar, Mamuju, dst). Berdasarkan data panitia pelaksana jumlah peziarah sekitar 1.468 orang tentu dari jumlah ini masih banyak yang belum tercatat karena tidak mendaftar.
Peziarahan kali ini diisi dengan berbagai kegiatan, seminar tentang Bunda Maria yang dibawakan oleh P. Willem Tee Daia, Pr dan dimoderatori oleh P. Rusdyn Ugiwan. Perlombaan koor, tarian adat daerah, marching-band dari SMA Katolik Makale.
Acara pembukaan secara seremonial dimulai Pkl. 16.00 yang dibuka oleh Bupati Mamasa, Drs. Ramlan Badawi. Turut pula hadir para pejabat Teras dari Pemda Mamasa.
Ketua Panitia, P. Otto dalam laporannya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut terlibat dalam proses pembuatan patung Bunda Maria tak terkecuali pemerintah kabupaten Mamasa. P. Otto berharap agar dari tempat ini orang mengalami pengalaman iman pribadi meskipun untuk sampai ke sini harus melewati jalan yang berliku-liku dan tidak baik.
Mgr. John dalam sambutannya mengatakan kegembiraannya akan terlaksananya ziarah sebagai acara tahunan (“rutinitas”). Mgr. John terkesan ziarah  kali ini karena sudah diisi dengan berbagai kegitan, taria adat, merching band, lomba koor, tapi tidak boleh mengurangi makna dasar dari peziarahan ini. Dalam gereja Katolik tradisi ziarah sangat lazim. Memang hidup manusia adalah ziarah di dunia ini, dari lahir hingga mati. Dalam peziarahan itu, terkadang diselimuti kegelapan namun bila dijalani dalam iman akan memperoleh kehidupan. Oleh karena itu zirah adalah ziarah dalam iman dan sekaligus iman itu sendiri.
Mgr. John pun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak  dari pemerintah setempat bahkan sampai ke guburnur. Karena tempat ziarah ini adalah milik umat dan masyarakat pada umumnya. Ia berharap agar dari ziarah ini muncullah persaudaraan ditingkatkan.
Bupati Mamasa, Ramlan Badawi, dalam sambutannya mengatakan bahwa tempat ziarah Pena  sangat cocok sebagai tempat wisata rohani karena kondisinya nyaman dan aman. Dikatakan bahwa sepertinya setiap kali kegiatan di tempat ini selalu hujan, hujan berkat. Bupati pun berharap agar jalan tahun depan bisa selesai dengan baik agar masyarakat mudah datang di tempat ini berziarah yang juga sebagai aset pemerintah.
Pada malam hari diadakan perlombaan koor antar paroki Sekeuskupan Agung Makassar. Meskipun perlombnaan koor hanya diikuti oleh 6 kontestan namun tetap berlangsung dengan hikmat dan aman. Juara satu SMA Katolik Makale, juara dua Paroki St. Fransiskus Asisi Messawa, dan jura ketiga Paroki Makale. Pada Pkl. 21.00 diadakan pawai lilin yang dipimpin langsung oleh Mgr. John dan didampingi oleh Vikep Sulbar dan pastor paroki Mamasa. Pawai lilin dimulai dari pelataran gereja St. Pena’ menuju gua Maria.
Pada hari berikutnya, diadakan jalan salib 6 tahap. Tahap pertama dimulai pkl. 05.30 dimana setiap tahap berselang sekitar 30 menit. Perayaan Ekaristi sebagai Puncak dari seluruh perayaan diadakan pkl. 09.00 yang dipimpin oleh Mgr. John dan didampingi oleh para pastor. Dalam renungannya, Mgr. Mejelaskan bahwa saat ini adalah zaman digital yang merubah sel keluarga, struktur keluarga. TV misalnya, telah merombak struktur dasar hidup keluarga. Anggota keluarga terkadang rebutan remote-control untuk menonton apa yang diinginkan yang tak jarang menimbulkan perkelahian dalam rumah tangga. Orang tua sibuk ke kantor, anak-anak ke sekolah, anggota keluarga jarang bertemu satu dengan yang lain. Maka rumah sudah berubah fungsi menjadi tempat menginap layaknya hotel. Waktu bersama tidak ada lagi. Maka kehadiran TV sudah menjauhkan yang dekat. Kebersamaan menjadi terasing. Gereja kecil/ecclesiola menjadi hilang. Doa bersama pun otomatis tidak ada lagi. Maka konsep keluarga sekolah pertama dan utama menjadi hilang.
Maka Mgr. John mengambil model keluarga Kudus Nazaret untuk diteladani oleh setiap keluarga Katolik. Tema yang diangkat panitia ziarah Pena’ “Bersama Bunda  Kita Bina Kesejatian Hidup Keluarga”, yang oleh Mgr. John diapresiasi karrena sangat cocok untuk menjadi bahan renungan bagi keluarga kristiani dewasa ini. Uskup mengakhiri renungannya, dengan menekankan doa bersama dan kebersamaan sungguh penting. Maka keluarga kudus di Nazaret adalah model keluarga karena di situlah lahir cinta sejati yang berkiuasa. Tumbuhkanlah cinta sejati dalam keluarga. *** Penulis: Anton Ranteallo, Penyuluh Agama Katolik

Tidak ada komentar: