Senin, 21 Juli 2014

"Allah yang telah memanggil kamu akan mengokohkan kamu"


Awal ketertarikan saya untuk menjadi imam sesungguhnya sejak kelas 4 SD. Sebelumnya, memang saya bercita-cita menjadi seorang dokter karena dokter setiap kali berkeliling ke rumah-rumah untuk mengunjungi orang sakit. Selain itu, dokter yang memakai pakaian panjang warna putih sungguh menarik dan terlihat gagah di mata semua orang. Tentu juga, karena seorang dokter mampu menyembuhkan penyakit dan memiliki semangat pelayanan dan pengorbanan yang besar. Bahkan waktu itu, saya berharap dapat menjadi seorang dokter yang mau mengabdikan diri di desa saya yakni di Lamasi yang waktu itu tidak ada dokter yang bertugas di puskesmas Lamasi. Karena keadaan seperti itu, maka setiap orang yang sakit harus dibawa ke Palopo. Semangat itu yang awalnya mendorong saya untuk bercita-cita sebagai seorang dokter.

 Kemudian pada waktu saya menginjak pendidikan di SD kelas 4, saya mulai tertarik dengan kehidupan seorang pastor. Saya melihat sosok seorang pastor yang sungguh berwibawa dan tampak gagah dengan mengendarai motor GL (motor laki-laki) yang pada masa-masa SD saya, motor semacam itu masih jarang dimiliki orang di Lamasi. Apalagi motornya berbeda dengan motor orang lain, dalam arti ketika motor GL itu yang lewat, tentu orang langsung mengenal bahwa itu “pastor”. Di sana lah ketertarikan awal saya menjadi seorang pastor. Saya ingin memiliki motor seperti itu dan membuat saya bisa berkeliling mengunjungi umat kemana-mana. Hal ini juga yang kemudian saya sadari bahwa saya suka untuk berpetualang dan mengunjungi daerah-daerah. Namun cita-cita itu tidak bertahan lama karena pada waktu itu tidak ada informasi tentang bagaimana menjadi seorang pastor. Cita-cita itu terpendam sampai pada pertengahan saya menginjak kelas 3 SMP. Cita-cita itu kemudian muncul kembali ketika pastor paroki saya yang baru mengumumkan adanya tes masuk Seminari dan menjelaskan bahwa Seminari adalah sekolah untuk para calon pastor.

Dalam perjalanan selanjutnya, saya berhasil mengalami pendidikan di Seminari Menengah St. Petrus Claver Makassar dan lanjut ke TOR Sangalla’ serta ke Seminari Tinggi Anging Mammiri Yogyakarta. Saya menjalani kehidupan dengan motivasi bahwa saya sungguh ingin menjadi seorang imam projo KAMS karena mengingat bahwa pelayan di Keuskupan ini sangatlah kurang dan tentunya dengan melihat medan pelayanan yang sangat luas. Dengan semangat itu, saya termotivasi untuk dapat menyelesaikan pendidikan. Namun saya juga menyadari bahwa motivasi seperti itu akan rapuh ketika nantinya jumlah pelayan sudah banyak dan motivasi saya akan segera memudar. Karena itu saya mencoba untuk lebih mendalami apakah sebenarnya yang mendorong kehidupan saya sehingga sampai saat ini cita-cita menjadi seorang imam tidak pudar.

Menjadi imam merupakan cita-cita yang senantiasa saya perjuangkan. Saya merasa bahwa saya hidup dan dihidupi selama ini dari Keuskupan Agung Makassar ini, maka saya hendak berusaha untuk memberikan diri saya bagi pelayanan di Keuskupan ini. Menjadi pelayan yang menghayati hidup secara khusus dan memberikan diri seutuhnya pada pelayanan kepada umat kiranya menjadi pendorong saya. Sebab Yesus sendiri berkata: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (Mat. 20:28). Itulah kiranya yang menjadi semangat yang senantiasa membara dalam diri saya. Dalam arti bahwa semangat dan motivasi saya dalam pelayanan ini ternyata memiliki bingkai pada semangat Yesus dalam melayani.

Dalam menghayati panggilan dan perutusan yang akan saya jalani selanjutnya, saya hanya dapat berpasrah kepada Tuhan. Keyakinan dan harapan saya yang bertumpu pada kuasa dan kehendak Tuhan menguatkan saya dalam hidup ini. Saya yakin bahwa segala yang telah terjadi pada diri saya adalah penyelenggaraan kasih Tuhan semata. Bahwa rencana Tuhan itu pasti bagi diri saya dan saya yakin bahwa rencanaNya adalah yang baik bagi hidup saya. Maka dengan kemantapan dan penuh dengan keyakinan kepada Tuhan maka saya mencoba menghayati motto panggilan yang saya ambil dari 1 Pet 5:10: “Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu”.

Motto ini muncul karena penghayatan saya mengenai kehidupan yang saya jalani selama ini sebagai bagian dari rencana Tuhan. Tanpa campur tangan Tuhan, maka hidup saya dalam menapaki jalan panggilan ini tidak mungkin sampai sejauh ini. Saya menyadari semua adalah penyelenggaraanNya dan karena itu saya yakin pula akan penyertaan Tuhan dalam karya dan perutusan selanjutnya. Bahwa Dia yang telah memanggil saya, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan langkah hidup dan perutusan saya. Dalam arti melengkapi apa yang telah saya miliki dan saya dapatkan selama ini dalam masa persiapan di Seminari dan juga dalam masa orientasi baik Pastoral maupun tahun Diakonat. Selain itu, Tuhanlah yang akan meneguhkan setiap perkataan, perbuatan dalam karya saya selanjutnya, dan Dia jugalah yang akan selalu menguatkan panggilan dan perutusan saya serta mengokohkan langkah kehidupan saya demi kemuliaan Tuhan.

Dengan demikian sungguh saya menyadari bahwa semua tahap perjalanan saya sampai saat ini merupakan penyelenggaraan ilahi semata. Karena itu, saya sangat bersyukur karena Tuhan memberikan kesempatan bagi saya untuk menjalani tahap demi tahap panggilan dan perutusan ini. Selain itu, saya juga menyadari bahwa perjalanan hidup panggilan saya ini tidak lepas dari dukungan dan dorongan orangtua, sanak saudara, para pendamping/pengajar/pembimbing, saudara-saudara seperjuangan serta seluruh umat yang telah mendukung dan senantiasa mendukung saya dalam bentuk apapun. ***   Penulis: Diakon Zakharia Indrawijaya 

Tidak ada komentar: