Cisarua, Jawa Barat -- Seorang pastor sederhana. Seorang sahabat. Setia sampai akhir. Para imam menulis kata-kata itu serta ungkapan lain dalam sebuah program pembinaan imamat baru-baru ini untuk menunjukkan bagaimana mereka hendaknya dikenang setelah mereka meninggal.
Masing-masing dari 28 imam dari 25 keuskupan yang menghadiri program khusus 'bina lanjut' tanggal 5-9 Mei 2008 menulis “kata-kata kenangan" itu di batu nisan yang digambarkannya dengan spidol berwarna dengan iringan musik yang lembut.
Program kedua itu dilaksanakan oleh Unio Indonesia, paguyuban imam-imam diosesan, di Cisarua, 50 kilometer selatan Jakarta. Setelah para imam selesai menulis kata-kata kenangan, Ketua Unio Indonesia Pastor Stanislaus Ferry Sutrisna Wijaya meminta mereka untuk membawa pulang kertas itu dan melakukan refleksi tentang kata-kata yang ditulis mereka tersebut.
Selama lima hari program 'bina lanjut' itu, para imam belajar teologi dan spiritualitas, melakukan refleksi dan berbagi permasalahan yang mereka hadapi. Mereka melakukan rekreasi yang reflektif termasuk ke Dunia Fantasi, Ancol, dan berbagai kunjungan yang memperluas wawasan imamat termasuk ke kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Toko Buku Obor di Jakarta.
Unio Indonesia didirikan tahun 1983 di Jakarta dengan 350 anggota. Kini Unio memiliki lebih dari 1.500 anggota, karena sekitar 50 imam diosesan ditahbiskan setiap tahun.
"Banyak imam diosesan tidak memiliki kesempatan bina lanjut seperti itu," kata ketua Unio itu, seraya menambahkan bahwa Unio Indonesia bertujuan untuk memberikan pembinaan seperti itu.
Pastor Adefti Telaumbanua yang berkarya di sebuah daerah pelosok di Nias, Keuskupan Sibolga, berharap Unio akan terus membekali para imam dengan pengetahuan. Sekarang "umat paroki lebih pandai daripada para imam, khususnya tentang teknologi baru," sesuatu yang juga harus dikuasai para imam, lanjutnya. (UCAN)
Senin, 30 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar