Senin, 30 Juni 2008

Lokakarya Pastoral Pemberdayaan Perempuan



Latarbelakang Situasi
Keprihatinan Gereja terhadap situasi yang mengancam martabat manusia dan ajakan para Waligereja Indonesia untuk membangun perilaku dan kesadaran baru, hendaknya dapat dipahami secara jelas dan mampu menggerakkan anggota Gereja untuk segera melaksanakannya.

Di tengah proses demokratisasi dan pembangunan bangsa secara holistik, Gereja tidak bisa berdiam diri atas kenyataan-kenyataan yang merusak martabat perempuan sebagai Citra Allah. Kenyataan ini disebabkan oleh struktur sosial dan perilaku patriarkis yang menyebabkan relasi antara laki-laki dan perempuan menjadi timpang, menyebabkan ketidakadilan bagi sebagian besar perempuan serta mengakibatkan pelecehan, penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Beberapa catatan menarik tentang perempuan dapat disebutkan, seperti:
- Masih banyak perempuan yang tidak mendapat kesempatan untuk berkarya sesuai dengan kharisma dan kemampuan mereka.
- Masih banyak kejadian baik dalam rumah tangga, masyarakat, bahkan tradisi keagamaan yang merendahkan martabat perempuan. Masih banyak praktek kekerasan dan penipuan, seperti kawin paksa, penganiayaan, pemerkosaan, aborsi, perdagangan perempuan dan anak untuk dijadikan budak seks, pengemis, pengedar narkoba. Di banyak negara Asia, termasuk Indonesia, perdagangan (trafficking) perempuan dan anak-anak baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sudah menjadi gejala umum. Praktek-praktek kekerasan tersebut menyebabkan perempuan semakin rentan tertular berbagai penyakit menular seksual, yang menghancurkan hidupnya terutama HIV/AIDS.
- Dalam sistem ekonomi saat ini, perempuan banyak diperlakukan seperti barang dagangan dan menjadi sasaran propaganda pola hidup konsumtif. Keterbatasan pengetahuan membuat mereka sulit memilah dan memilih informasi yang diperoleh dari media massa. Sementara itu, dalam sejumlah masyarakat adat atau suku tertentu terdapat unsur-unsur budaya yang membatasi kesempatan bagi perempuan untuk memperoleh pendidikan. Situasi ini semakin membuat perempuan terpinggirkan.
- Masih begitu banyak perempuan yang kurang memperoleh pelayanan kesehatan secara memadai. Mereka tidak dapat menjangkau sumberdaya ekonomi untuk meningkatkan penghasilan. Kalau mereka bekerja, upah dan jaminan kesejahteraan sosial yang diterima sering lebih rendah. Mereka juga lebih mudah menjadi korban pemutusan hubungan kerja, padahal mereka memikul tanggungjawab yang besar bagi keberlangsungan hidup keluarga.
- Di samping itu, terdapat banyak kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang tidak adil karena tidak memperhatikan kepentingan perempuan. Masih banyak pula aturan dan kebijakan yang diterapkan secara diskriminatif sehingga membatasi keterlibatan perempuan secara penuh dalam masyarakat dan Gereja.
- Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup telah berakibat langsung pada menurunnya kesehatan kaum perempuan dan anak. Pertikaian-pertikaian bersenjata yang terjadi di berbagai daerah telah menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan, lagi-lagi bagi perempuan dan anak-anak. (dikutip dari materi/risalah Lokakarya)

Untuk membangun perilaku dan kesadaran baru dalam berbagai hal ini perlu diupayakan guna mewujudkan tata kehidupan habitus baru yang berkesetaraan dan berkeadilan gender dan pemberdayaan perempuan.

Menanggapi situasi ini, Komisi PSE KAMS dan Komisi Keadilan dan Perdamaian KAMS menyelenggarakan ANIMASI – LOKAKARYA PASTORAL “Membangun Habitus Baru, KASIH dalam Kesemartabatan – Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan Sebagai Citra Allah“; bekerja sama dengan Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan KWI di Baruga Kare, 14-16 Mei 2008.

Kegiatan ini diikuti oleh 46 orang peserta. Para peserta merupakan utusan dari 5 kevikepan, Komisi-Komisi, Komunitas Biarawan-Biarawati, WKRI dan Karitas Makassar. Kevikepan Luwu dan Sulawesi Barat mengutus masing-masing 2 orang, Kevikepan Sulawesi Tenggara mengutus 3 orang dan Kevikepan Tana Toraja mengirim 6 orang. Kevikepan Makassar mengutus 9 orang dari Paroki-Paroki dalam Kota Makassar. Komunitas Suster JMJ mengutus 4 orang dari Komunitas Rajawali dan Stella Maris. Komunitas Suster CIJ mengirim 2 orang utusan dan Tarekat HHK mengutus 2 orang Fraternya. Sementara itu DPP WKRI mengutus 2 orang. Komisi Kerawam mengutus 1 orang dan Komisi Kepemudaan mengutus 3 orang. Sementara itu Karitas Makassar mengutus 3 orang perwakilan. Bapak Uskup dan Vikjen KAMS dalam sambutannya mengharapkan supaya para peserta selanjutnya bersedia menindaklanjuti program yang dirancang, bersedia menjadi penggerak perubahan baik bagi dirinya sendiri, keluarga, komunitas / lingkungan maupun organisasinya.

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut adalah membangun kesamaan persepsi dan semangat kebersamaan para peserta dari seluruh wilayah Keuskupan sebagai bagian dari Gereja universal, untuk saling tukar pemikiran untuk merancang rencana tindak lanjut serta bersinergi melakukan pemberdayaan perempuan, guna meningkatkan kualitas hidupnya di berbagai bidang kehidupan. Melalui pertemuan ini diharapkan :
- Para peserta mendapatkan kesamaan pandangan mengenai kesemartabatan & kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai Citra Allah.
- Terbangun pemahaman dan sikap kritis terhadap berbagai persoalan dalam hidup keluarga, masyarakat dan menggereja di kalangan umat Keuskupan Agung Makassar.
- Terbangun kepekaan dan kepedulian terhadap upaya meningkatkan pemajuan potensi dan kualitas hidup perempuan.
- Tersusunnya rencana program pastoral dan terbangunnya jejaring di tingkat Keuskupan Agung Makassar dan di tingkat nasional.

Proses Lokakarya
Lokakarya ini difasilitasi langsung oleh dua orang Fasilitator dari Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) KWI yakni Ibu MJL. Sri Murniati selaku Sekretaris Eksekutif dan Bapak Luita Aribowo selaku anggota pengurus SGPP. Pembiayaan untuk penyelenggaraan kegiatan ini juga diperoleh dari SGPP-KWI.

Misa Kudus pembukaan dipersembahkan oleh Bapak Uskup Agung Keuskupan Agung Makassar, Mgr. John Liku Ada’, Pr. Bapak Uskup menegaskan bahwa dasar iman kita yakni “kasih” harus menjadi pegangan utama untuk peduli terhadap masalah gender, pemberdayaan perempuan dan pembelaan terhadap anak-anak yang lemah dan tak berdaya. Bapak Uskup juga secara resmi membuka kegiatan dan memberikan sambutan Pembukaan.

Sesi Pembukaan diawali dengan perkenalan peserta dan pengakraban. Selanjutnya para peserta membuat tulisan tentang harapan dan kekuatiran, alur proses, kesepakatan, kondisi perempuan di Indonesia (fakta dan angka). Kemudian para peserta membuat identifikasi persoalan lokal seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, politik, dan lingkungan hidup yang berbasis gender di wilayah Keuskupan Agung Makassar.

Pada hari kedua, Ibu Murniati dan Bapak Luita menjelaskan konsep-konsep utama tentang masalah gender. Mereka membeberkan persoalan Gender dan akibatnya dalam kehidupan konkret di masyarakat Indonesia. Sore harinya, Pastor Hendrik Njiolah mengisi sesi “Kesetaraan gender dalam terang iman kristiani” (Ajaran Gereja dan Penafsiran teks Kitab Suci). Beliau mempresentasikan gagasan “Merintis Habitus Baru Kaum Perempuan”. Perubahan habitus ini harus seiring dengan perubahan ideologi yang dianut dan dihayati dalam hidup konkret. Beliau secara lugas dan sederhana menjelaskan teks-teks Kitab Suci yang bias Gender sekaligus menampilkan teks yang mendukung kesetaraan Gender. Paham-paham yang melatarbelakangi munculnya teks-teks tersebut dijelaskan dengan gamblang sehingga peserta dengan mudah dapat memahami, meskipun kadang-kadang terheran-heran mendengar latarbelakang beberapa teks yang bias gender. Pastor Hendrik juga mendorong supaya gagasan ini tidak hanya menjadi pembicaraan saja tetapi harus ditindaklanjuti dalam gerakan habitus baru di Paroki-Paroki. Beliau memberi contoh bagaimana memberi peran kepada perempuan dalam kepengurusan DEPAS dan wilayah serta rukun-rukun.

Sesi berikutnya, Fera Agricola dari ICMC menyampaikan informasi dan analisis perdagangan perempuan dan anak-anak di Makassar dan Pare-Pare. Ia menampilkan jalur perdagangannya dan informasi mengenai jumlah perempuan dan anak-anak yang menjadi korban. Secara langsung ia juga menyebut sejumlah wilayah asal dari mereka yang terlibat dalam “trafficking” di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Malam hari setelah sesi Menyikapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Perdagangan Perempuan & Anak diadakan pemutaran 2 Film yang menampilkan masalah-masalah KDRT dan perdangangan Perempuan dan Anak-Anak.

Pada hari terakhir, peserta diarahkan untuk melihat prioritas permasalahan yang dihadapi di setiap kevikepan. Dengan melihat persoalan-persoalan tersebut, peserta diajak untuk mendiskusikan langkah-langkah atau intervensi pastoral apa yang diperlukan guna ikut ambil bagian dalam gerakan “habitus baru” demi Kesemartabatan-Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan sebagai Citra Allah.

Sesi terakhir, “Merancang program pastoral dan Rekomendasi” dipandu oleh Pastor Fredy Rante Taruk, Pr sebagai Ketua Komisi PSE dan Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Makassar.

Beberapa rekomendasi dari Lokakarya ini adalah sebagai berikut :
1. Membentuk team Sosialisasi Gender dan Pemberdayaan Perempuan di setiap Kevikepan :
Kevikepan Makassar beranggotakan 9 orang
Kevikepan Luwu beranggotakan 3 orang
Kevikepan Sulawesi Tenggara beranggotakan 3 orang
Kevikepan Sulawesi Barat beranggotakan 2 orang
Kevikepan Tana Toraja beranggotakan 6 orang
2. Membentuk team Sosialisasi dan Pemberdayaan Perempuan Keuskupan Agung Makassar sebagai berikut :
Sr. Aloisima, CIJ
Sr. Laetitia, JMJ
Fr. Bonifasius Naru, HHK
Abigael P. Fernandez
Robin D. Zakharia
Bernadeth Tongli
Tarsi Rasu
Lusiana Lamba
Joana Manurip
Litha Limpo
3. Langkah-langkah selanjutnya :
- Setiap Kevikepan melaporkan hasil pertemuan/lokakarya ini kepada Vikep masing-masing.
- Diharapkan setiap Kevikepan melengkapi team Sosialisasi dan Pemberdayaan Perempuan.
- Konsolidasi team-team kevikepan dalam koordinasi dengan Vikep masing-masing.
- Mengadakan sosialisasi dan kegiatan pemberdayaan perempuan
- Komisi PSE dan KKP KAMS meningkatkan kapasitas team-team kevikepan dengan mengadakan TOT Fasilitator
- Menjalin kerjasama dengan pemerintah setempat dan LSM peduli perempuan dan anak.
- Membentuk jaringan kerja dan komunikasi melalui Contact Person, Konsultasi dan pelaporan terhadap kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak-anak.
- Memberdayakan Tim Sosialisasi dan Pemberdayaan Perempuan sebagai salah satu Devisi dari Komisi PSE KAMS.

Demikian sekilas mengenai kegiatan Lokakarya Pastoral Pemberdayaan Perempuan Keuskupan Agung Makassar. Semoga lokakarya ini dapat ditindaklanjuti oleh para peserta di wilayah masing-masing dan dapat mendorong semakin banyak orang untuk ikut serta mendukung gerakan ini.*** Penulis: P. Fredy Rante Taruk, Pr (Komisi PSE dan KKP KAMS)

Tidak ada komentar: