Sabtu, 18 April 2015

SELAYANG PANDANG KEVIKEPAN SULAWESI BARAT

Keuskupan Agung Makassar (KAMS) mencakup tiga wilayah pemerintahan provinsial, yakni Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat. Dari ketiga wilayah provinsial pemerintahan ini dalam provinsial gerejawi terbagi menjadi lima kevikepan, yakni Kevikepan Makassar, Kevikepan Sulawesi Tenggara, Kevikepan Toraja, Kevikepan Luwu, Kevikepan Sulbar. Setiap Kevikepan dipimpin oleh seorang Vikaris Episkopalis (Vikep)  - wakil uskup - yang diangkat langsung oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Makassar, Mgr. John Liku-Ada’, Pr.

Vikep Pertama dan Kedua
Kevikepan Sulawesi Barat pada awalnya dikenal dengan Regio Polemaju yang masih berada dalam wilayah pemerintahan Sulawesi Selatan. Peningkatan status dari Regio Polemaju menjadi Kevikepan Sulawesi Barat dengan pertimbangan bahwa jumlah umat Katolik yang semakin bertambah dan membutuhkan pelayanan yang lebih intensif dari kaum hirarki. Maka demi pelayanan umat – baik parokial maupun kategorial – yang semakin berdaya-guna, dibutuhkan mistagogi yang kontiniu secara terpadu, terarah, dan terkoordinir.
Dalam rangka menjawab persoalan itu -  peningkatan regio menjadi kevikepan - diangkatlah seorang Vikaris Episkopalis (Vikep) sebagai wakil uskup di wilayah tersebut. Vikep pertama adalah RD. Jimmy Sattu, melalui Surat Keputusan Bapak Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku Ada’, Pr, dengan No. 0608/C-1.6/27/2003 tanggal 6 Agustus 2003, yang berlaku sejak tanggal 1 September 2003. Pada saat itu jumlah paroki ada 5, yakni Paroki St. Maria Mamuju, Paroki St. Yusuf Pekerja Baras, Paroki St. Yosep Polewali, Paroki St. Fransiskus Xaverius Messawa, dan Paroki St. Petrus Mamasa. Masa jabatan Vikep pertama berakhir pada tanggal 1 September 2010.
 Demi kontinuitas karya pastoral di Kevikepan Sulbar, diangkatlah Vikep kedua RD. Martinus Pasomba, berdasarkan Surat Keputusan Bapak Uskup Agung Makassar No. 58/C-1.6/02/2010 yang berlaku sejak tanggal 1 September 2010.
Waktu terus bergulir, peristiwa demi peristiwa juga terjadi baik peristiwa internal Gereja maupun eksternal. Dan pada tanggal 6 Februari 2013 wilayah Tobadak akhirnya berubah status menjadi sebuah paroki dengan pelindung St. Mikael. Paroki baru ini diresmikan oleh Mgr. John Liku Ada’, Uskup Agung KAMS sekaligus melantik pastor paroki pertama RD. Oktavianus Samson Bureni. Paroki Tobadak adalah anak kedua dari Paroki St. Maria Mamuju dimana anak pertamanya adalah Paroki St. Yusuf Pekerja Baras. Maka jadilah Kevikepan Sulawesi Barat sekarang ini memiliki 6 paroki.

Komposisi Penduduk
Kevikepan Sulawesi Barat berada dalam wilayah pemerintahan Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Beberapa stasi di Paroki St. Yosep Polewali dan Paroki St. Fransiskus Messawa masih masuk dalam wilayah Pemerintahan Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Barat terbentuk secara resmi pada tanggal 5 Oktober 2004 berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004. Provinsi Sulbar kini memiliki 6 kabupaten, yaitu Kabupaten Mamuju (dengan ibu kota Mamuju), Kabupaten Majene (dengan ibu kota Majene), Kabupaten Polewali Mandar (dengan ibu kota Polewali), Kabupaten Mamasa (dengan ibu kota Mamasa), Kabupaten Mamuju Utara (dengan ibu kota Pasangkayu) dan Kabupaten Mamuju Tengah (dengan ibu kota Topoyo) yang diresmikan pada tanggal 14 Desember 2012.
Jumlah penduduk se-Provinsi Sulawesi Barat ini sebanyak 1.158.336 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut: Kabupaten Mamuju berjumlah 336.879 jiwa, Kabupaten Majene berjumlah 150.939 jiwa, Kabupaten Polewali Mandar berjumlah 336.252 jiwa, Kabupaten Mamasa berjumlah 139.962 jiwa, dan  Kabupaten Mamuju Utara berjumlah 134.303 jiwa. Untuk kabupaten Mamuju Tengah belum ada data resmi.
Seperti halnya di wilayah-wilayah lain, Provinsi Sulawesi Barat yang juga dikenal dengan Indonesia Mini terdapat semua agama yang diakui di Indonesia, yakni Katolik, Kristen, Islam, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Bahkan di Kantor Wilayah Kementerian Agama setiap agama ada perwakilannya yang dipimpin oleh seorang Pembimbing Masyarakat (Pembimas) kecuali Kong Hu Cu. Selain agama besar itu masih ada aliran kepercayaan yaitu agama asli (suku) misalnya, Aluk Ma’parondo di Kabupaten Mamasa.
Selain agama yang variatif, suku/etnis pun demikian. Suku/etnis yang mendiami Provinsi pemekaran Sulawesi Selatan ini antara lain: Mandar, Bugis, Makassar, Toraja, Jawa, Flores, Bali, dan suku setempat.

Komposisi Umat Katolik
Keenam paroki di Kevikepan Sulbar memiliki sejumlah stasi, yaitu: Paroki St. Maria Mamuju 17 stasi, Paroki St. Yosep Polewali 10 stasi, Paroki St. Fransiskus Xaverius Messawa 53 stasi, Paroki St. Petrus Mamasa 23 stasi, Paroki St. Yusuf Pekerja Baras 13 stasi, dan Paroki St. Mikael Tobadak 23 stasi. Jadi terdapat 130 stasi yang ada dalam Kevikepan Sulbar. Selain stasi yang ada pada setiap paroki, juga ada tiga rukun di kota Mamuju. Umat Katolik yang berada di Kevikepan Sulawesi Barat – yang didominasi umat diaspora – berjumlah sekitar 17.515 jiwa. Mata pencaharian umat diaspora di Kevikepan Sulbar sangat variatif. Ada yang bekerja sebagai Pegawai Negeri, pegawai swasta, pengusaha, petani, pedagang, dll.
Dalam hal pelayanan ibadah dan sakramen-sakramen, Kevikepan Sulbar dilayani oleh 9 orang pastor. (Paroki Mamuju 1 orang, Paroki Polewali 1 orang, Paroki Messawa 3 orang, paroki Mamasa 2 orang, Paroki Baras 1 orang, dan Vikep 1 orang). Mereka dibantu oleh pengantar yang ada di setiap stasi, serta biarawan-biarawati yang ada.

Gedung sekolah
Jumlah sekolah Katolik yang ada dalam wilayah Kevikepan Sulbar yakni di Paroki Messawa 2 sekolah (SMP dan SMA Katolik, milik Yayasan Paulus), Paroki Mamasa 1 sekolah (SMP Frater, milik yayasan Taman Tunas).
Di Kevikepan Sulawesi Barat yang sudah berusia 11 tahun sampai saat ini, belum ada rumah sakit milik yayasan Katolik; tanah Sulawesi Barat ini dikenal dengan sebutan “Pitu Ulunna Salu, Karua Ba’bana Minanga, misa’tiparitti’na wai” masih membutuhkan perhatian dalam banyak hal: kesehatan, pendidikan, dll.  Provinsi Sulawesi Barat pun memiliki kearifan lokal yang turut menyumbang terciptanya kerukunan umat beragama antara lain: “Kondosapata, wai sipalelean, masyarakat Mala’biq”.
Syukurlah, pada hari Minggu, 2 Februari 2013 yang dalam kalendarium liturgi Gereja Katolik dirayakan sebagai Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah juga merupakan hari bersejarah bagi Kevikepan Sulawesi Barat khususnya Paroki Santa Maria Mamuju karena tarekat Suster Misionaris Claris (MC) akhirnya dibuka secara resmi oleh Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku-Ada’ dalam Perayaan Ekaristi yang dirangkaikan dengan pemberkatan rumah biara MC. Penantian yang panjang umat Katolik Mamuju akan hadirnya biara akhirnya terjawab juga. Sebuah kesyukuran besar bagi umat Katolik Mamuju Paroki St. Maria  Mamuju khususnya dan Kevikepan Sulbar pada umumnya. Fokus pelayanan Suster MC di Mamuju adalah mengurus PAUD St. Clara Mamuju yang telah menerima siswa perdana tahun ajaran 2014/2015.

Hubungan dengan Pemerintah
Vikep dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil uskup di Kevikepan baik internal maupun eksternal juga terlibat di dunia pemerintahan. Kunjungan rutin dilakukan Vikep dari paroki ke paroki. Keterlibatan vikep dengan pihak pemerintah juga cukup intensif, khususnya dengan Bimas Katolik Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Barat yang dalam hal ini dipimpin oleh Bapak Petrus Tandilodang. Banyak kegitan atau pertemuan yang diadakan oleh Bimas Katolik melibatkan Kevikepan dalam hal ini Vikep baik sebagai narasumber maupun sebagai pembimbing rohani.
Vikep juga merupakan salah satu pengurus inti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi sebagai wakil ketua. Ini menandakan bahwa hubungan kevikepan dengan pemerintah terjalin dengan baik.
Demikian selayang pandang Kevikepan Sulawesi Barat dari waktu ke waktu yang telah memasuki usia yang ke-11 tahun. Semoga perkembangan kevikepan dan karya yang telah dimulai dan direncanakan ke depan semakin berjalan dengan baik karena dukungan dari berbagai pihak dan terlebih tuntutan Roh Kudus yang mendampingi dalam peziarahan di tanah yang dikenal Pitu Ulunna Salu, Karua Ba’bana Binaga, misa’tiparitti’na wai”.
Semoga umat semakin hari semakin bertumbuh baik dalam kuantitas maupun dalam kualitas. *** Penulis: Anton Ranteallo

Tidak ada komentar: