Jumat, 19 Maret 2010

Sharing Imam (Muda) di Mamuju – Sulawesi Barat 15-17 Januari 2010: Mewujudkan Mimpi Imamat dalam Kebersamaan

Ragu-ragu? ... Mundur! Demikianlah salah satu sharing yang disampaikan oleh seorang rekan imam muda yang menceritakan pengalamannya sebagai seorang imam. Ungkapan itu ditemukan dalam sebuah tulisan di batu dalam perjalanannya melayani umat di salah satu stasi yang dikunjunginya. Setelah membaca tulisan itu, ia merenungkannya sebagai sebuah dorongan untuk menjalani hidup imamatnya. Rekan imam yang lain menambahkan: seorang imam perlu bermimpi dalam karya pelayanan imamatnya. Imam yang tidak memiliki mimpi akan mudah patah semangat ketika berhadapan dengan tantangan. Mimpi Imamat menjadi pendorong bagi seorang imam untuk mewujudkan penghayatan imamatnya di tengah pelayanan dan dalam kebersamaan kolegialitas para imam dan pelayanan terhadap umat. Hal ini disharingkan oleh dua orang rekan imam: P. Daud La Bolo dan P. Filipus Kala’ – yang merayakan hari ulang tahun imamat mereka - dalam perayaan ekaristi untuk membuka Sharing Imam (Muda) di Mamuju pada tanggal 15-17 Januari 2010.

Sharing ini menjadi titik tolak 25 orang imam (muda) untuk berbagi pengalaman dan merefleksikan hidup imamatnya dalam pertemuan bersama ini. Dalam pertemuan ini, secara khusus, P. Richard Keto dan P. John Rante Galla diminta menjadi pembuka sharing melalui proses refleksinya sebagai seorang imam yang mendapatkan kesempatan untuk studi lanjut. Mereka menceritakan bagaimana usaha mereka mewujudkan mimpi sebagai seorang imam dalam proses studi lanjut mereka. Mereka sepakat bahwa kesempatan untuk studi lanjut penting untuk senantiasa ditempatkan dalam kerangka penghayatan hidup imamat. Bagi mereka imamat adalah sebuah anugerah. Oleh karena itu, setiap karya yang berkaitan dengan keimamatan yang ditugaskan kepada kita adalah bagian dari hidup imamat kita. Demikian juga dengan studi lanjut yang hendaknya dilihat sebagai sebuat bentuk karya imamat.
Dalam proses itu, seorang imam berjuang mewujudkan mimpi-mimpi imamat mereka dalam pelayanan sehari-hari. Seringkali memang kedua rekan menemukan tantangan bahwa ada ketidaksikronan antara apa yang sudah diperjuangkan selama studi dengan situasi konkret yang dihadapi: ditempatkan pada bidang yang tidak didalami secara khusus selama ini (dalam studi) ataupun harus menyesuaikan diri dengan dunia dan perjuangan baru sebagai seorang mahasiswa yang harus berjuang di tengah kehidupan yang selama ini berbeda dari yang dihayatinya.

Dalam situasi seperti itu, para imam (muda) menyadari bahwa setiap imam perlu memiliki mimpi hidup imamat yang akan diwujudkannya dalam penghayatannya sehari-hari. Akan tetapi, mimpi itu hendaknya ditempatkan dalam kebersamaan. Hal yang sangat ditekankan adalah menempatkan mimpi dalam kollegialitas para imam dalam sebuah lingkup karya tertentu di keuskupan ini. Sambil mengutip pesan Santo Paulus: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Ef 4:13), seorang rekan mengingatkan bahwa seringkali dalam perjalanan hidup imamat ini, tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, mimpi hidup imamat itu tidak terwujud karena situasi dan tantangan yang dihadapi. Akibatnya, seringkali kekecewaan akan menghinggapi kita. Untuk itu, perlulah kita kembali kepada Dia yang menjadi sumber kekuatan imamat, yaitu Sang Imam Agung, Yesus Kristus. Rekan yang menceritakan hal ini menggambarkan bahwa inilah yang memberikan kekuatan dan semangat bagi dirinya untuk menjalani hidup imamat yang penuh tantangan, sekaligus yang membuat dirinya tetap bertahan untuk berani bermimpi menjali pelayanan hidup imamat dengan lebih baik lagi.

Berjuang mewujudkan mimpi hidup imamat ternyata tidak hanya dalam kollegialitas para imam. Perjuangan itu juga melibatkan mereka yang selama ini menjadi medan pelayanan para imam, yaitu umat beriman. Pengalaman ini menjadi sangat konkret kami temukan dalam pertemuan di Paroki Mamuju. Satu hal yang luar biasa, umat terlibat dengan sangat aktif dalam pertemuan ini. Sejak misa pembukaan pertemuan ini hingga misa penutupan, umat senantiasa hadir dan terlibat secara aktif. Bukan hanya dalam keikutsertaan untuk merayakan ekaristi, tetapi juga dalam keterlibatan menyangkut hal praktis: menyiapkan tempat pertemuan, memasak dan menjamu para imam dengan penuh perhatian, hingga mengalami kebersamaan dalam rekreasi bersama entah itu di pastoran ataupun ketika pergi sebuah pantai untuk sejenak bersantai bersama. Dalam pertemuan seperti itu, kami mengalami bagaimana umat menjadi tempat berbagi untuk mewujudkan mimpi pelayanan kami sebagai seorang imam. Sambil bercerita, bercanda, dan berdiskusi bersama kami mengalami betapa besar dukungan dan harapan umat untuk para imamnya. Mereka sangat mengharapkan para imam mampu melayani dengan baik dan memberikan yang terbaik bagi Gereja. Di sinilah kesadaran untuk mewujudkan mimpi imamat kembali disemangati. Umat mengharapkan sesuatu yang berarti dalam hidup mereka sebagai orang berimam; imam mendampingi umat dalam menemukan arti hidup beriman itu. Dengan cara seperti ini, mimpi hidup imamat diwujudkan dalam pelayanan.

Akhirnya, waktu juga yang membuat kami harus berpisah di Mamuju. Misa penutupan dan makan malam bersama di rumah salah satu umat menjadi rangkaian akhir permenungan para imam (muda) dalam usahanya mewujudkan mimpi hidup imamat. Pada pagi hari, tanggal 18 Januari 2010, kami kembali ke tempat tugas masing-masing. Semuanya membawa bekal harapan baru: semangat mewujudkan mimpi dalam kollegialitas bersama sebagai seorang imam di Keuskupan Makassar dan dalam kebersamaan dengan umat sebagaimana kami temukan di Paroki Mamuju. Pertemuan seperti ini pada akhirnya semakin menunjukkan semangat saling berbagi dan memberikan kekuatan melalaui sharing para imam perlu untuk semakin didukung. Pertemuan seperti ini juga bukanlah ajang diskusi atau sekedar kumpul dan bercerita mengenai hal yang tidak jelas atau dalam bahasa sehari-hari: gossip, melainkan sebuah pertemuan yang memberi kekuatan bagi kami (yang masih muda dalam hidup imamat) untuk melayani dengan semaksimal mungkin.

Menutup semuanya itu, kami mau mengucapkan terima kasih kepada: Pastor Agus Matasak yang menjadi tuan rumah pertemuan ini; Umat Paroki Mamuju atas perhatian dan dukungan yang sangat luar biasa selama pertemuan ini; Para Donatur yang memberikan bantuan untuk pelaksanaan pertemuan ini; Para rekan imam yang bersedia meluangkan waktu berbagi bersama, khususnya beberapa rekan imam senior yang masih berkenan hadir bersama dengan kami; Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-per-satu yang senantiasa mendukung pertemuan ini. Sampai bertemu lagi dalam pertemuan sharing imam di Paroki Mamasa pada bulan Juli 2010. Kehadiran para rekan imam lain akan semakin memperkaya penghayatan hidup imamat kita untuk membangun bersama Keuskupan Makassar yang kita cintai ini.*** Penulis: Carolus Patampang, Pr. Salah satu Imam Muda KAMS

Tidak ada komentar: