Jumat, 19 Maret 2010

Peringatan Hari Pangan Sedunia: Jambu Mente yang Kian Menua, Enau dan Kelapa Menjadi Alternatif

Ada rasa kuatir dibenak masyarakat Muna dan Gereja lokal secara khusus yang bergelut sekian puluh tahun lamanya dengan budidaya tanaman jambu mente. Bagaimana tidak, sebuah tanaman komoditi berprospek dan menjanjikan bagi masyarakat Muna kini harus terkikis oleh zaman karena usia yang kian menua sehingga daya produktifitasnya pun menurun dan tidak memberi dampak yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat setempat. Lebih seperempat abad usia tanaman ini berlalu dengan kejayaannya di tanah Muna dan menjadi tanaman populer dari tanaman-tanaman lainnya yang juga berprospek mensejahterakan rakyat disamping jati Muna yang begitu terkenal di bumi Anoa Sulawesi Tenggara. Akan tetapi, masa lalu tanaman ini dengan kejayaannya, kini meninggalkan euphoria dengan misionaris perintis budidaya tanaman ini.

Zaman berganti, sebagian masyarakat Muna kini tidak banyak berharap dan bergantung secara penuh lagi terhadap keberadaan tanaman ini. Segelintir orang/umat telah memutuskan untuk berpindah mengaduh nasib dengan membuka lahan baru untuk bercocoktanam dengan tanaman alternatif lain baik yang berjangka pendek maupun berjangka panjang mulai dari jagung, jenis umbian, pisang, nanas, jeruk, rambutan, kelapa dan jati. Akan tetapi, sebagian besar masyarakat masih tetap bertahan dan berharap akan menuai hasil dari tanaman ini meskipun dalam jumlah yang tidak banyak. Dengan bahasa sederhana jambu mente tidak dapat diandalkan lagi sebagai satu-satunya tanaman yang dapat mengangkat kemakmuran rakyat.

Issue terhadap tanaman ini terus berkembang menjadi wacana dalam setiap percakapan dan menjadi sebuah keprihatinan bagi masyarakat Muna pada umumnya dan Gereja lokal pada khususnya. Atas dasar keprihatinan inilah Kevikepan Sultra bekerja sama dengan tim HPS Sultra dan Komisi PSE KAMS menanggapinya dengan mengadakan lokakarya tgl. 28-29 Maret 2009 yang lalu dengan tema: Peremajaan Jambu Mente dan Tanaman Produktif lainnya. Lokakarya ini menghadirkan narasumber Bpk. Yulius Pasolon (Dosen Unhalu fak. Pertanian/tim HPS Sultra) dan difasilitasi oleh P. Linus Oge, Pr. dan P. Albert Rua’,Pr. (tim HPS Sultra) dan P. Fredy Rante Taruk, Pr. (Komisi PSE KAMS). Adapun peserta yang hadir berjumlah 100 orang yang berasal dari 7 stasi paroki Labasa (Lakapera, Lolibu, waleale, Tembeua, Wadolao, Dahiango, Labasa) dan 3 stasi paroki Raha (Kambara, Guali, Latompa).

Lokakarya ini disambut baik dengan antusiasme oleh para peserta melalui keterlibatan dan semangat mereka dalam bertanya, berdialog, berdiskusi dan sharing pengalaman selama lokakarya berlangsung. Dalam sharing pengalaman kelompok nyatalah minimnya hasil biji gelondongan yang diperoleh (rata-rata tinggal 50 kg/ha musim panen; dulunya mencapai 150-200 kg), bahkan sebagian besar mengalami banyak kendala dan tidak mampu berbuat apa-apa dengan tanaman jambu mente mereka yang sudah menua, hanya menanti hasil, syukur kalau masih berbuah, kalau tidak ya apa boleh buat. Begitulah mereka berpasrah. Komitmen peremajaan jambu mente menjadi solusi yang terbaik dalam lokakarya tersebut, kendati tetap ada saja kendala yang dihadapi, mis. hama sapi dan babi hutan liar yang sulit diatasi oleh masyarakat setempat. Namun, peserta tetap berharap dan antusias melaksanakan program peremajaan yang sudah disepakati dalam lokakarya tersebut.

Selain tanaman komoditi ini, juga disepakati oleh peserta untuk mengusahakan tanaman alternatif lain seperti enau dan kelapa. Tanaman alternatif ini dirasa perlu untuk dibudidayakan sebagai tanaman yang berprospek dan menjanjikan untuk menuai kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat luas di tanah Muna pada umumnya dan Gereja pada khususnya di masa yang akan datang.

Maka untuk melancarkan program peremajaan dan tanaman alternatif ini, tim fasilitator bekerja sama dengan Depas paroki St. Mikael Labasa telah menunjuk ”Tim 15” yang akan menindaklanjuti program ini dalam sebuah aksi persiapan lahan dan bibit. Puncak aksi tsb dilaksanakan dalam bentuk demo farm pada Hari Pangan Sedunia (HPS) yang berlangsung selama 2 hari, tgl. 18-19 Januari 2010 di kebun pastoran paroki St. Mikael Labasa sebagai lahan percontohan. Demo farm ini dihadiri 120 peserta dibuka dengan perayaan ekaristi yang pimpin oleh Vikep Sultra P. Matheus Bakolu, Pr., setelah itu dilanjutkan dengan aksi penanaman 150 bibit kelapa, 150 bibit enau dan 400 bibit jambu mente oleh peserta di lahan seluas 7 ha. Aksi ini didahului penanaman bibit pertama oleh Vikep Sultra. Menarik bahwa disela-sela istirahat bpk. Yulius Pasolon telah menyita perhatian para peserta dengan mengadakan sebuah demo mengolah isi batang enau hingga menjadi tepung sagu yang siap menjadi makanan alternatif. Para peserta terperangah dan antusias menyaksikan demo tersebut. Memang selama ini para peserta tidak pernah mendengar apalagi melihat secara langsung kalau batang enau itu bisa diolah dan menghasilkan tepung sagu, karena dalam benak mereka cukuplah hanya dengan menyadap air pohon enau.

Di akhir dari seluruh rangkaian acara demo farm tsb para narasumber (komisi PSE dan tim HPS Kev. Sultra) menyampaikan kepada seluruh peserta bahwa lokasi kebun pastoran paroki St. Mikael Labasa ditunjuk sebagai Sentrum Pertanian Terpadu (SPT) wilayah Kevikepan Sultra dan sekaligus menghimbau kepada seluruh umat dengan program: ”1 KK 10 Enau 10 Kelapa”.

Dengan demikian, HPS tahun ini menjadi momentum untuk sebuah perubahan pola pikir dan cara kerja menuju pada cita-cita berdaulatnya pangan umat di mata masyarakat luas, jika dilaksanakan dengan sungguh.*** Penulis: P. Bernard Cakra Arung Raya, Pr.

Tidak ada komentar: