Tampilkan postingan dengan label pesta imamat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pesta imamat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 02 Maret 2016

40 Tahun Imamat Pastor Frans Arring, Pr.: Aku Bersyukur Kepada-Mu, Tuhan

"Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Kaubuat,dan jiwaku benar-benar menyadarinya”. [ Mzm.139:14]

              Doa pemazmur kepada Allah yang mahatahu yang terurai dan tersirat dalam Mazmur 139 benar-benar menyentuh dan menggugah saya. Mengapa? Saya dilahirkan dari pasangan P.Minna’- Maria Sampe di Sangalla’, 21 Juli 1948  sebagai anak ke-8 [anak bungsu ]:    6 perempuan dan 2 laki-laki. Konon, ketika masa bayi, keadaan fisik saya kerdil dan kurang sehat karena tidak cukup ASI. Pada saat yang tepat bibinda [adik ibunda ] sedang memberi ASI kepada buah kasihnya, saya pun mendapat bantuan ASI. Kurre sumanga’, passakkena Puang [Terima kasih, Berkat Tuhan].
Begitu  waktu bergulir terus, saya pun bertumbuh berubah karenanya. Saya bangga dengan orang tua dan kakakku. Orang tua dan lingkungan keluarga menganut agama asli ‘Alukta’ yang taat. Bilamana ada perayaan ritual penyembahan kepada ‘penguasa’ alam dan segala isinya, saya berusaha hadir karena seusai doa ada ‘sesuatu’ yang bisa dinikmati.
  Pada medio 1955, saya menjadi murid di Sekolah Rakyat [SR] Leatung II, Sangalla’. Saya senang dan bertumbuh berkembang dengan baik dalam beberapa hal seperti pengetahuan umum, pendidikan agama Kristen dan keterampilan bersosialisasi dan musik bambu. Para guru yang mengajar di SR. Leatung II, sebagai Sekolah Rakyat tertua di Sangalla’ pada waktu itu sudah berpengalaman dan terampil. Saya tamat pada  01 Agustus 1961.
Selanjutnya saya mendaftarkan diri di SMP Katolik Sangalla’ pada Agustus 1961.  Proses kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut berlangsung dengan lancar dan baik. Para guru berdisiplin tinggi dan menguasai baik mata pelajaran yang diampunya. Di sekolah itulah saya mulai mengenal sosok seorang pastor yang mengajarkan agama katolik. Ketika dibuka kesempatan untuk mengikuti masa katekumenat, saya segera mendaftarkan diri. Masa pembinaan secara intensif berlangsung kurang lebih 6 bulan. Pada perayaan malam Paskah, 21 April 1962, saya bersama dengan para teman katekumen dinyatakan layak menerima Sakramen Baptis di gereja Kristus Imam Agung Abadi,  Sangalla’. Luar biasa sentuhan Roh Tuhan terasakan pada malam Paskah waktu itu. Setahun kemudian, pada 26 April 1963 saya bersama dengan para calon krismawan/wati menerima Sakramen Krisma dari tangan yang mulia Bapak Uskup N.M.Schneiders,CICM di gereja Buntu Salombe’, Sangalla’. Lengkaplah sudah rahmat kekuatan dan keberanian  dari Tuhan yang diterima menjadi warga gereja yang dewasa untuk hidup baik dan bersaksi. Saya bahagia dan bangga menjadi katolik. Pantaslah saya dengan tulus mau mengaturkan banyak terima kasih kepada para guru-pendidik yang mengantar kepada jalan keselamatan dan membukakan pintu pengetahuan untuk hidup. Saya tamat pada 29 Juni 1964.

Quo Vado? [Kemana saya melangkah selanjutnya?]
 Saya teringat pada suatu malam menjelang mau tidur, kakak saya, JP.Arring menyarankan dalam bentuk pertanyaan, ’Bagaimana kalau adik Arring mencoba ke seminari di Makassar?’ Saran inilah ternyata menjadi arah langkah saya ke depan. Tidak lama kemudian Pastor L.de Vos,CICM, parokus Sangalla’  pada waktu itu menghubungi saya agar segera ke Makale untuk mengikuti tes masuk  Seminari. Saya berangkat  dengan membawa berkas Surat Baptis , Ijazah dan Rapor terakhir. Saya langsung menemui Pastor A.Raskin,CICM di kamarnya. Beliau menanyakan banyak hal dan saya serahkan berkas yang diminta. Akhirnya Pastor A.Raskin, yang ternyata beliaulah Pater Rektor SPC,   menyampaikan kepada saya bahwa saya diterima tanpa tes. Disampaikan pula jadwal      keberangkatan dan segala keperluan disiapkan untuk dibawa ke Makassar.
  Saya masuk di SPC, Makassar sekitar minggu ke-3 Juli 1964. Suasana hidup bersama di seminari serba tertib. Saya ikut berproses menyesuaikan diri dengan situasi hidup yang menjadi komitmen bersama. Untuk segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu belajar, berdoa, berolah-raga, berkarya-tangan, berolah seni musik, berambulasi, bersosialisai, dll. Segala aktivitas tersebut sedapatnya diusahakan untuk dilaksanakan pada waktunya. Memang porsi belajar dan belajar mendapatkan prioritas waktu paling banyak. Suatu pengalaman yang mengesan bagi saya selama menata hidup di SPC, yaitu ketika di kelas VII, Pater Rektor memilih saya sebagai Senior. Tugasnya: bertanggung jawab  memerhatikan dan menjaga suasana tatanan hidup bersama, a.l.: tertib studi, doa, kecukupan makan-minum di refter, kebersihan lingkungan, jaga ketenangan dan cipta kedamaian, dll. Waktu bergulir terus, saya pun berubah, bertumbuh berkembang karenanya. Ibarat air sungai mengalir kemana terarah, begitulah Roh Tuhan berhembus kemana dikehendakiNya.
  Saya mengikuti saja hembusan RohNya kemana Ia arahkan dan tuntun. Pada bulan Desember 1968, saya bersama dengan 2 teman seperjalanan tiba di Seminari Tinggi St.Paulus, Kentungan, Yogyakarta. Mulailah saya menata  dan menyesuaikan diri dengan  pola hidup calon imam yang menjadi komitmen bersama. Di Seminari Tinggi inilah saya mengenal banyak teman calon imam dari keuskupan-keuskupan dan beberapa tarekat religius di Indonesia. Saya bersyukur boleh diberi kesempatan untuk berproses  bersama dengan sesama calon imam se-Indonesia yang bervariasi budaya, bahasa dan karakter. Tantangan, kesulitan tidak lepas dari suatu perjuangan hidup. Ketika di tingkat II filosofan, saya diminta Romo Rektor menjadi sub-bidel umum. Selama kurun waktu 1969-1975,saya tinggal dan hidup terproses dan terbentuk menjadi  calon imam KAMS di Seminari Tinggi St.Paulus. Saya menerima tahbisan Diakon dari yang mulia Kardinal Justinus Darmoyuwono di Kapel St.Paulus, Kentungan, 17 September 1975.    Syukur kepada Tuhan dan     terima kasih kepada Alma Mater.
  Pada 10 Desember 1975, saya menerima tahbisan Imam dari yang mulia Bapak Uskup Theodorus Lumanauw di Gereja Buntu Salombe’,Sangalla’. Tak terasakan waktu bergulir , saya boleh mencapai peziarahan  pelayanan hidup imamat 40 tahun bersama dengan umat KAMS pada 10 Desember 2015. Perayaan kenangan penuh syukur itu  dilaksanakan di Gereja Katedral dalam  Ekaristi yang dipimpin oleh Bapak Uskup John Liku Ada’ dengan misa konselebrasi bersama semua imam, yang dhadiri oleh perwakilan paroki-paroki di kota, komunitas religius, umat dan keluarga. Perayaan Ekaristi berlangsung dengan lancar, meriah dan khidmat.  Seusai perayaan Ekaristi di Gereja Katedral, dilanjutkan dengan acara ramah tamah yang sederhana dan berkesan di Aula keuskupan. Format perayaan kenangan syukur itu diinisiasi oleh Kuria KAMS, yang dikemas oleh P.Paulus Tongli, Pr.,Sekretaris. Perkenankan saya dari lubuk hati yang tulus mau mengucapkan terima kasih kepada Bapak Uskup, Kuria, Semua rekan Imam, Perwakilan Paroki, Komunitas Religius, Kom.’Anging Mammiri’, Kom.’Magnificat’, Kom.Kasih Anak Pangamaseang, Umat, Donatur,Handai-taulan dan Keluarga. The last but not least, terima kasih kepada sahabat P.Fredy Rantetaruk,Pr dengan Staf PSE, dan Saudara Hendrik Panggalo dengan Percetakan Alinea Baru telah menginisiasi, menghubungi sahabat penulis, memberi desain yang bagus sebuah buku ‘Ad Omnia Semper Paratus’: Kenangan Syukur 40 Thn Imamat P.Frans Arring, Pr.yang terbit tepat waktu.
  Refleksi tentang panggilan menjadi Imam. Bagi saya, proses menjadi Imam berlangsung melalui banyak peristiwa iman yang bersentuhan dengan lingkungan sosial dan alam. Pengalaman akan peristiwa iman itu tidak selalu dimengerti. Penuh misteri. Banyak sumber dan metode dicari dan dipakai untuk pencerahan dan peneguhan. Refleksi biblis, teologis, dogmatis, dll. Kata kunci bagi saya, ’siap sedia’. Siap diutus untuk ‘melayani’. Kemana saya diutus, pasti akan bertemu banyak orang dan mengalami  lingkungan alam dengan segala keindahannya. Hidup imamat saya semakin diperkaya dan dimaknai oleh semangat dan nuansa hidup umat-masyarakat setempat. Proses adaptasi, ’menjadi gembala berbau domba’? Medan pelayanan yang berat? Sarana transportasi sulit? Medsos tidak terjangkau? Refleksi menjadi Pastor yang baik tidak pernah berhenti mencari, mencari terus! Pengutusan ke karya pelayanan parokial, kategorial dan wadah fungsional saya rela menerima dan siap melaksanakan. Mengapa? Saya yakin bahwa saya tidak sendirian, saya bisa tinggal bersama dan bekerja sama. Mungkin saja pemahaman teologi partisipatif semakin diumatkan.
  Akhirulkalam, saya mohon dengan rendah hati dan penuh harapan kepada Anda semua kiranya berkenan tetap mendoakan hambaNya yang rapuh, kawanan lansia. Tuhan memberkati! ***

Kamis, 10 September 2015

SYUKUR 25 TAHUN IMAMAT: TIADA TERANG LAIN SELAIN KRISTUS

Para yubilaris bersama uskup dan para pastor sesudah misa syukur 3 Juli 2015 di Gereja Paroki Makale

Tiada terang lain selain Kristus” merupakan penggalan reffren dari sebuah nyanyian yang diaransir oleh seorang pemuda ahli musik asal Yogya dan dipersembahkan secara khusus untuk memaknai perayaan ulang tahun imamat yang ke-25 bagi kelima imam projo Keuskupan Agung Semarang dan keempat imam projo Keuskupan Agung Makassar tahun 2015. Teks lengkap nyanyian tersebut berbunyi:

1. Karna belas kasih-Mu, Tuhan memandang kami, untuk berkarya di kebun anggur-Mu. Meski rapuh dan lemah, Engkau memilih kami, untuk menjadi alat-Mu yang setia. Reff.
2. Karna kasih sayang-Mu, Tuhan menangkap kami, untuk bekerja dalam satu hati. Meski serba terbatas, Engkau memakai kami, menghadirkan misteri-Mu yang agung. Reff.
3. Karna kemurahan-Mu, Engkau mengutus kami untuk mencinta yang Engkau kasihi. Dalam suka dan duka, Engkau kami andalkan, untuk wartakan sukacita Injil. Reff.

Reffren:
Dengan Tubuh dan Darah-Mu, Kausatukan kami, Kaukuatkan kami Tuhan,
Kauutus bersaksi: Tiada terang lain selain Kristus. Tiada terang lain selain Kristus.  

Nyanyian ini membingkai sekaligus menggarisbawahi “mutiara iman” yang terkandung dalam perjalanan hidup imamat selama rentang waktu 25 tahun bagi kami bersembilan. Mengingat makna rohaninya yang kaya dan dalam, nyanyian ini menjadi “nyanyian pujian” (sesudah nyanyian komuni) dalam beberapa kesempatan perayaan Ekaristi, termasuk Misa Kudus pembukaan tahun kuliah FTW Yogya tahun ajaran 2015-2016.
  
Mengapa bersembilan?
Semua dimulai ketika kami berjumpa, berkenalan dan belajar bersama-sama sebagai mahasiswa baru tingkat I di Institut Filsafat dan Teologi (IFT), Kentungan, Yogyakarta pada bulan Agustus 1983. Kami total berjumlah 70 orang saat duduk di tingkat I IFT. Ketika memasuki tingkat II (1984-1985), teman seangkatan kami di IFT berkurang menjadi 60 orang, karena ternyata ada beberapa teman mengundurkan diri. Pada waktu tingkat II itu, tepatnya tanggal 1 November 1984, kami menghadiri dan menyaksikan perayaan Ekaristi Inaugurasi IFT menjadi FTW atau Fakultas Teologi Wedabhakti, yaitu sebuah fakultas kepausan yang diakui langsung oleh Tahta Suci dan berhak untuk memberikan gelar-gelar akademik teologi gerejawi, yakni Bakaloreat Teologi, Lisensiat Teologi, dan Doktor Teologi.
Di tingkat III (1985-1986), jumlah mahasiswa angkatan kami tinggal 55 orang. Lalu pergilah kami pada tahun ajaran 1986-1987 ke tempat Tahun Orientasi Pastoral. Umumnya kami menjalani tahun orientasi pastoral di Paroki, dan hanya beberapa saja yang di kategorial seperti Seminari Menengah. Memasuki tingkat IV (1987-1988), setelah satu tahun TOP itu, kami berjumpa lagi seangkatan mahasiswa teologi. Waktu itu kami berjumlah total 52 orang. Ada sekian mahasiswa yang mundur, tetapi juga ada sekian mahasiswa, khususnya dari teman-teman Jesuit yang bergabung, sehingga di tingkat V (1988-1989) kami berjumlah 58 orang. Selesai Ujian Bakaloreat dan S1, kami mengikuti acara wisuda sarjana di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Lalu ketika memasuki tingkat VI (1989-1990), yakni tingkat terakhir, kami dibagi dalam dua kelas: satu kelas besar (32 orang) untuk studi program imamat, dan satu kelas kecil untuk jurusan studi lisensiat (5 orang). Di tingkat VI pula kami menjalani Ujian Ad Audiendas, yang seolah menjadi syarat terakhir sebelum diperkenankan maju ke tahbisan diakonat. Ketika di tingkat VI pula, kami ikut ramai-ramai berbondong-bondong ke lapangan Adisucipto, Yogyakarta untuk mengikuti Misa Kudus bersama Paus Yohanes Paulus II yang dari tanggal 9 hingga 13 Oktober 1989 mengadakan kunjungan pastoral di tanah air tercinta, Indonesia.
Dari sejarah kami sebagai calon imam projo untuk KAMS dan KAS, tentu kami mempunyai dinamika sendiri-sendiri. Hanya saja, kami bersembilan ini disatukan dalam banyak peristiwa penting: bersama-sama menerima pelantikan sebagai Lektor dan Akolit pada tanggal 24 Januari 1989, dan menerima pentahbisan Diakon pada tanggal 24 Januari 1990, di tempat yang sama yaitu Kapel Seminari Tinggi St. Paulus, Kentungan, Yogyakarta, dari Bapa Uskup Agung Semarang, Mgr. Julius Darmaatmadja SJ.
Angkatan Rm Frans, Rm Felix, Rm Johni, dan Rm Valens berjumlah 12 orang saat masih di tahun matrikulasi. Lalu 12 Frater ini memasuki tahun pertama di Seminari Tinggi Anging Mammiri, Yogyakarta. Dengan dinamika yang seluruhnya diketahui Tuhan sendiri, akhirnya yang ditahbiskan imam untuk Keuskupan Agung Makassar pada tanggal 3 Juli 1990 berjumlah tujuh orang. Tahbisan imam tersebut dilangsungkan di Gereja St. Yoseph Pekerja, Gotong-Gotong, Makassar. Hingga tahun imamat yang kedua puluh lima ini, ada satu teman imam yang telah mendahului berpulang kepada Allah Bapa di surga, yaitu Rm Stanislaus Salama Pr, dan dua teman lain mengundurkan diri. Semoga Rm Stanis berpesta perak di surga dan mendoakan kami dan kita semua! Amin.
Ada pun angkatan Rm Atas, Rm Giyono, Rm Marta, Rm Saryanto dan Rm Subagio berjumlah 17 orang saat memasuki Tahun Orientasi Rohani di Jangli, Semarang (1982-1983). Kemudian ada 12 Frater yang memasuki Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan. Dinamika perjalanan panggilan angkatan ini membawa buah akhir pentahbisan enam orang menjadi imam Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 15 Agustus 1990 di Kapel St. Paulus, Seminari Tinggi, Kentungan, Yogyakarta. Dalam perjalanan imamat selama dua puluh lima tahun ini, ada satu teman imam yang mundur, dan kami berlima melanjutkan perutusan kami di kebun anggur Tuhan. Dengan teman-teman yang mundur dari imamat itu, kami tetap bersahabat dan berkomunikasi dengan baik, sebab Tuhan yang memanggil kami mengasihi kami satu per satu sesuai dengan tempat dan tugas kami masing-masing.
Jadi kesimpulannya, rahasia kebersamaan kami bersembilan ini barangkali terletak pada doa kami, para imam seangkatan, yang sejak imam baru, kami mempunyai kebiasaan untuk saling mendoakan satu sama lain, agar Tuhan melindungi imamat kami dan membuat imamat kami berbuah bagi Gereja dan sesama.

Misa Konselebrasi dengan para romo di Seminari Anging Mammiri


Safari Kegiatan
Kamis, 2 Juli 2015:  Kelima imam KAS tiba di Makassar, malam dengan bus menuju Toraja
Jumat, 3 Juli:  Misa Syukur Perak Imamat di Gereja Paroki Makale, dipimpin Mgr. John Liku-Ada’
Senin, 6 Juli:  Misa Kudus di rumah keluarga P. Valens
Rabu, 8 Juli:  Misa Kudus di rumah keluarga P. Frans
Jumat, 10 Juli: Kembali ke Makassar
Keterangan: Acara di Toraja juga ditandai     dengan wisata “Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’“

Sabtu, 11 Juli: Rekreasi ke Pulau Samalona, Makassar
Senin, 13 Juli: Menuju Manado, RETRET dan REFLEKSI IMAMAT di bawah panduan buku Paus Benediktus XVI “The Apostles”
Sabtu, 18 Juli: Kembali ke Makassar
Keterangan: selama di Manado juga sempat berkunjung ke beberapa destinasi wisata, a.l. Bunaken, Bukit Kasih, Tondano dan Danau Linow.

Senin, 20 Juli :
Sore: Misa Syukur Pesta Perak Imamat di Gereja Katedral Makassar, dipimpin Mgr. John Liku-Ada’
Selasa, 21 Juli: Ke-5 imam KAS balik ke Yogya
Rabu, 12 Agustus: Imam KAMS menuju Yogya, Makan malam di Jejamuran
Kamis, 13 Agustus 2015
Pagi: Berangkat ke Jumapolo.
Sore: Misa Pesta Perak – Rm Giyono di Gua Maria Bunda Pemersatu, Tengklik, didahului rosario
Jumat, 14 Agustus
Pagi: Sarapan di Morolejar (pak Wageyono – teman angkatan tk I FTW). Selanjutnya Lavatour dipimpin Pak Kamto (angkatan tk I FTW).
Sore : Berkunjung ke Melcosh CafĂ© di Pakem – milik Keuskupan cq. Yayasan Sanjaya.
Sabtu, 15 Agustus
Sore: Berangkat dari AM ke rumah keluarga Rm. Marta di Bantul Timur. Sesudah Misa Kudus yang dipimpin Mgr. Ign. Suharyo dilanjutkan ramah tamah dan sesudahnya wayang wahyu.
Minggu, 16 Agustus
Pagi: Misa Pesta Perak ke-4 Yubilaris KAMS bersama para Romo dan Frater Seminari Anging Mammiri
Sore: Misa Pesta Perak bersama keluarga Kodyat dan didukung eks Seminari dan eks teman FTW.
Senin, 17 Agustus
Pagi: Berangkat ke Sendang Sono
Sore: Misa Pesta Perak di rumah keluarga Rm. Saryanto
Selasa, 18 Agustus
Pagi : Misa Pembukaan Tahun Akademik dipimpin Ketua FTW didampingi para Rama jubilaris – pesta perak. Homili oleh Rm Saryanto. Dilanjutkan Lectio Brevis, Masukan Alumni dari Rm Felix dan Rm. Atas; dan Studium Generale dengan tema “Teologi dalam tantangan keanekaragaman budaya” oleh Rm. Raymundus Sudhiarsa SVD.
Rabu, 19 Agustus
Siang: Makan siang di Pastoran Kidul Loji – Kevikepan DIY
Sore  : Misa di kapel Adorasi Ekaristi Abadi di Jatiningsih (Gua Maria), Klepu, perarakan Sakramen Mahakudus dari kapel ke lingkungan.
Kamis, 20 Agustus
Sore: Berangkat ke Ngembesan, Misa Pesta Perak – di Rumah keluarga Rm. Giyono.
Jumat, 21 Agustus
Sore: Misa Pesta Perak di Konvik Seminari Tinggi St. Paulus, Kentungan. Misa dipimpin Mgr. Hadisumarta O’Carm. Rm. Marta homili. Sambutan-sambutan: Rm. Rektor Seminari Tinggi, Rm. Frans Nipa mewakili para Rama jubilaris dan ungkapan hati dari Bp. Kardinal Julius Darmaatmatja, SJ.
Sabtu, 22 Agustus
Pagi : Berangkat ke Gua Maria Kerep, Ambarawa. Makan siang di Ambarawa, langsung ke Weleri.
Sore: Misa di Gua Maria Besokor, Weleri – bersama Rm Atas Wahyudi. Malam langsung pulang ke Yogya.
Minggu, 23 Agustus
Pagi: Para Romo KAMS kembali ke Makassar.
Jumat, 28 Agustus:  
Pagi: Misa dengan Uskup KAS dan UNIO di Paroki Administratif Pringgolayan. 
 
Yubilaris Rm. Marta memotong tumpeng untuk diserahkan kepada Mgr. Ign. Suharyo yang menjadi Selebran Utama di rumah Keluarga Rm. Marta di Bantul

  Rangkaian safari pesta perak imamat tersebut sama sekali bukanlah perayaan atas apa yang telah kami buat selama 25 tahun ini, sama sekali pula bukan parade kesetiaan dan kesanggupan kami bertahan dalam imamat selama 25 tahun ini, sebab siapakah kami sehingga berani membanggakan apa yang sejatinya hanya kami terima dari Allah saja? Tetapi yang benar ialah, bahwa rangkaian pesta perak imamat ini adalah perayaan atas kasih, kemurahan dan belaskasih Allah yang berkenan memandang kami bersembilan ini, para hamba-Nya yang rapuh dan lemah. Benarlah kata-kata Paus Benediktus XVI pada sambutan pertamanya ketika terpilih sebagai Paus, bahwa Allah sering menggunakan sarana yang terbatas bagi karya-Nya. Kami ini hanyalah sarana Tuhan yang terbatas. Maka, kami hanya ingin bergabung pada perkataan Santo Paulus: “Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan” (2 Kor 1:3). Satu-satunya kebanggaan yang kami boleh bermegah hanyalah dalam kelemahan, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa Kristus menjadi sempurna (bdk. 2 Kor 12:9). Kami sendiri tidak pernah tahu, sampai kapan kami boleh melayani Tuhan dan Gereja, tetapi yang kami tahu dengan pasti ialah bahwa Allah yang memanggil kami adalah setia, Ia juga akan menyelesaikannya (bdk. 1 Tes 5:24). 
Dan menarik juga untuk kami renungkan kenyataan bahwa sementara “Safari Pesta Perak Imamat” berjalan, dua orang sesama imam meninggal dunia. Di Makassar kami bersembilan menghadiri Misa Requiem P. Gilbert Keirsbilck, CICM di Gereja Katedral tanggal 20 Juli 2015 (pagi). Dan di pulau Jawa kakak kandung dari Rm. Marto sendiri yakni Rm. Djita, SJ meninggal dunia tanggal 25 Agustus 2015. Pastor, guru dan saudara kami, selamat jalan kembali ke rumah Bapa di surga, terima kasih atas “wasiat” yang ditinggalkan bagaimana menjadi imam yang sejati hingga akhir hayat dikandung badan.

Penutup
Pada bagian penutup ini kami bersembilan ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada para Bapa Uskup, pimpinan kami, yang dengan penuh kebapaan dan kasih sayang menerima, mendampingi dan melindungi kami. Kepada para Rama UNIO KAMS dan KAS, kami juga berhutang terimakasih tak terhingga atas persaudaraan yang boleh kami alami sebagai keluarga sendiri. Terimakasih juga untuk semua saudara-saudari yang kami hormati dan kasihi, yaitu mereka yang terlibat dan hadir dalam pelayanan kami selama dua puluh lima tahun ini. Dan terutama untuk kasih, perhatian dan doa yang boleh kami alami dari Anda semua dalam perjalanan hidup kami selama ini, sekaligus khususnya pada perayaan pesta perak imamat kami ini.
Perkenankanlah pula kami memohon maaf dan pengampunan kepada Anda semua, siapapun saja, untuk semua kesalahan, kekurangan dan kerapuhan kami selama ini.
Semoga pada akhirnya kita semua bersama boleh menyampaikan puji, hormat dan kemuliaan untuk selama-lamanya bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus, dalam Roh Kudus (bdk. Rm 16:27).***

        Catatan: Disalin dan diedit oleh Pastor Frans Nipa dari Buku Kenangan “Tuhan Berkenan Memandang Kami”, Kanisius 2015.