Tampilkan postingan dengan label seminari TOR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label seminari TOR. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 Juli 2016

Pertemuan Nasional Para Rektor Seminari TOR


Tahun ini Seminari TOR KAMS menjadi tuan rumah pertemuan para rektor seminari TOR se-Indonesia. Para peserta tiba di Toraja pada Selasa, 9 Agustus 2016 dan disambut secara sederhana namun penuh kekeluargaan di Paroki Makale. Setelah dijamu makan malam oleh tuan rumah Pastor Paroki, P. Albert Arina dan Depas paroki Makale, para peserta melanjutkan perjalanan ke Rantepao tepatnya ke Hotel Indra untuk menginap dan sekaligus tempat pertemuan.
Rabu, 10 Agustus 2016, pertemuan dalam bentuk Lokakarya dibuka dengan resmi dengan Perayaan Ekaristi di Gereja Paroki St. Theresia Rantepao dipimpin oleh Pastor Vikep Toraja, P. Nathan Runtung dan dimeriahkan oleh murid-murid dan siswa-siswi SD Katolik, SMP Katolik dan SMA Katolik Rantepao. Setelah misa pembukaan, para peserta segera mengadakan Lokakarya dengan mengangkat topik Genogram dalam Formasi. Di bawah  bimbingan Ibu Catherine DML. Martosudarmo, para peserta dilatih membuat genogram sendiri dan merangkai tingkat relasi dan komunikasi dengan siapa pun dalam genogram tersebut sehingga para peserta memiliki peta sejarah hidupnya sendiri. Temanya sangat menarik sehingga para peserta sangat antusias membahasnya hingga larut malam. Lokakarya berakhir pada Kamis, 11 Agustus 2016. Pada hari yang sama para peserta meninggalkan hotel Indra dan  menginap di STIKPAR.
Jumat, 12 Agustus para peserta menghadiri dan ikut berkonselebrasi dalam perayaan Ekaristi Pemberkatan Gereja Stasi St. Agustinus Randan Batu, Paroki Sangalla’. Sabtu, 13 Agustus para peserta mengadakan acara rekreasi bersama dalam acara outing ke beberapa tempat wisata di Toraja. Misa penutupan Pertemuan Para Rektor TOR diadakan di Paroki St Theresia Rantepao, pada Minggu, 14 Agustus 2016. Misa yang dihadiri oleh banyak umat tak terkecuali Bupati Toraja Utara Bp. Kala’tiku Paembonan dan Ketua DPRD Toraja Utara Bp. Stef Mangatta sungguh memberi kesan istimewa bagi para peserta, sehingga pada hari itu resmi diluncurkan group WA TORaja, media komunikasi para rektor dan staf Seminari TOR Indonesia. Setelah Misa para peserta berangkat dari Toraja ke Makassar, selanjutnya pulang ke tempat masing-masing.
Walaupun pertemuan ini cukup singkat namun bagi para peserta sungguh-sungguh istimewa. Sangat terasa nuansa kekerabatan dan persaudaraan di antara peserta. Ada kesadaran bersama bahwa masa depan Gereja Indonesia ada di tangan orang-orang muda yang sedang berada dalam pendampingan mereka di seminari masing-masing. Oleh karena itu para peserta sungguh menyadari bahwa sebagai formator mereka mesti memiliki suatu idealisme tertentu mengenai seluruh proses formasi di tempat karya masing-masing.*** (Penulis: Cornell R Tandiayuk, Rektor Seminari TOR)

Selasa, 05 Januari 2016

Sepenggal Kenangan dari Wisma Vianney

Betapa bahagianya kami berada di tempat ini”
(bdk. Mat 17:14; Mrk 9:5; Luk 9:33)

Bahagia. Tak ada kata yang mampu mengungkapkan isi hati ini selain dari kata itu. Kata inilah yang mampu mengisahkan sejarah hidupku ketika menjalani hidup sebagai seorang TOR-er di Seminari TOR St. Yohanes Maria Vianney, Sangalla’. Di sanalah aku dapat merasakan keheningan yang menghadirkan suasana romantis yang membawa kedamaian. Ingin rasanya hati ini kembali mengalami masa-masa itu. 
Di saat tugas-tugas kuliah menumpuk, kenangan masa-masa di tahun Orientasi Rohani kembali hadir. Tak ada tugas mendesak yang harus dikerjakan hingga larut malam. Juga tidak perlu pusing memikirkan nilai A, B, C, atau D. Hidup sebagian besar digunakan untuk pengolahan rohani. Kami lebih banyak belajar dari alam, seperti misalnya bekerja di sawah, kebun, kandang babi, dapur, dll. Itu semua direfleksikan setiap hari dalam bentuk tulisan.
Mengisahkan pengalaman di Seminari TOR adalah topik yang paling menarik di Seminarium Anging Mammiri. Rona wajah berseri-seri selalu menghiasi setiap kisah yang terucap. Pengalaman setahun itu terasa sangat berharga. Masing-masing punya pengalaman unik dan menarik untuk disimak.

Demi “Esok” yang Cerah
Berada jauh dari keramaian apalagi yang namanya ‘kota”. Inilah rumah kami, Seminari Tahun Orientasi Rohani (TOR)–KAMS.  Di sinilah kami sebagai rekan sepanggilan menapaki jejak-jejak hidup panggilan sebagai seorang calon imam. Rumah ini menjadi rumah yang istimewa.
Di sini tak ada supermarket, yang ada hanya kios-kios kecil; tak ada ‘mall’ yang ada hanya pasar tradisional; tak ada kolam renang, yang ada hanya kolam lele dan sebuah ‘empang’. Semuanya itu kami syukuri. Satu hal yang paling kami banggakan ialah lapangan hijau di depan rumah kami ini yang menguning pada saat-saat tertentu, tempat di mana kami bekerja dan memperoleh penghidupan. Inilah suasana alam rumah kami. Aku sering menyebut tempat ini sebagai “wisma surgawi”.
Walaupun tersembunyi di balik rimbunnya rumpun bambu, seminari ini tetap mampu merona di dalam kegelapan dunia. Kehadiran para pemuda yang silih berganti setiap tahun membawa warna yang khas sekaligus bukti bahwa tempat ini memiliki daya pikat tersendiri. Mereka adalah para “frater TOR”.  Sungguh, tempat ini adalah tempat yang tersembunyi namun tak terlupakan!
Semilir angin yang menyejukkan adalah kesan awalku setiap hari. Letaknya yang berada di dataran tinggi membuat udara di pagi hari terasa sangat sejuk bahkan kadang terlalu sejuk sehingga menusuk pori-pori. Bel yang berdering pada pukul 04.45 waktu setempat membangunkanku dari tidur yang lelap.  Kadang-kadang mimpi yang indah harus terpotong sebelum mencapai ‘ending’. Dalam suasana pagi yang gemerlap, kami para TOR-er tak terkecuali para staf pembimbing harus bangun untuk memulai hidup yang baru di awal hari yang baru. Pekerjaan sudah menanti. Kami semua harus mengerjakan tanggung-jawab masing-masing: menyiapkan makanan untuk ternak-ternak, membersihkan sekitar kompleks, mengepel, memasak di dapur, mempersiapkan misa pagi, dll. Kadang-kadang setiap pekerjaan harus dikerjakan dalam keadaan setengah sadar karena masih mengantuk.
  Kami bersyukur karena bisa menikmati semuanya itu dan mampu menghayati nilai dari setiap pekerjaan yang dilaksanakan. Ini semua berkat bimbingan dari para Romo Pembimbing yang selalu menekankan nilai-nilai dari setiap pekerjaan. Cara ini pun adalah salah-satu bentuk formasi yang sungguh melatih kedisiplinan dan daya tahan.
Pola kerja yang demikian membuat saya merasa tertantang untuk berbuat yang lebih. Melalui pekerjaan seperti ini secara tidak langsung kami diajak untuk menunjukkan rasa solidaritas terhadap saudara-saudara di luar sana yang hidup menderita. Dalam hal ini pun kami terbina untuk memiliki daya juang yang tinggi; tidak mudah menyerah pada tantangan. Terik matahari, lumpur, lintah, dll., tidak menjadi alasan untuk berhenti. Ini semua demi masa depan kami, masa depan Gereja. Gereja membutuhkan imam-imam yang memiliki rasa solidaritas dan daya juang yang tinggi. Pembinaan seperti ini adalah bekal untuk hari esok karena yang ditanam hari ini adalah yang akan dituai esok.
Selamat merayakan pesta perak bagi Seminari St. Yohanes Maria Vianney, Sangalla’-KAMS. Semoga semangat St. Yohanes Maria Vianney senantiasa menjadi spiritualitas yang akan mengarahkan setiap calon imam dari KAMS menjadi imam-imam yang memiliki “nilai plus”.  *** Penulis: Michael Reskiantio Pabubung, Mahasiswa Fakultas Filsafat-Teologi, Universitas Sanata Dharma

Rabu, 09 September 2015

25 Tahun Merawat Benih-benih Panggilan


Tahun ini Seminari TOR St. Yohanes Maria Vianney merayakan 25 tahun berdirinya. Tak dapat dipungkiri bahwa selama  keberadaannya, Seminari TOR telah memberikan kontribusi yang     sangat penting kepada Gereja khususnya kepada Gereja Lokal Keuskupan Agung Makassar dengan cara mengambil bagian dalam  proses formasi calon-calon imam diosesan KAMS. Program formasi di Seminari Tahun Orientasi Rohani secara resmi dimulai di Yogyakarta pada bulan Agustus 1990. Enam tahun komunitas TOR menempati salah satu unit di kompleks Seminari Tinggi Anging Mammiri. Pada tahun 1996 Seminari TOR dipindahkan ke Makassar dan ditempatkan di Wisma Kare (sekarang Baruga Kare). Krisis politik dan ekonomi 1998 yang melanda negeri ini  dan tak kunjung berakhir melahirkan konflik horizontal antar golongan, suku, agama dan ras. Akibatnya kompleks Wisma Kare dibakar massa pada tahun 1999 sehingga seluruh penghuninya harus mengungsi menyelamatkan diri. Komunitas TOR kemudian berpindah ke Jalan Gagak, Makassar dan mengontrak sebuah rumah di depan Seminari Menengah St. Petrus Claver hingga tahun 2000. Tahun 2000 setelah kontrak rumah berakhir mereka berpindah lagi dan menumpang di rumah formasi yakni Novisiat CICM di km 13 Makassar hingga tahun 2006. Perkembangan selanjutnya pada tahun 2006 beberapa unit bangunan di Borong – Sangalla’ telah selesai dibangun sehingga angkatan baru dapat menempati bangunan baru tersebut. Sejak 2006 itulah program formasi Seminari Tahun Orientasi Rohani mulai di Sangalla’ – Tana Toraja hingga hari ini.


Duapuluh lima tahun telah terlampaui; suka dan duka, tawa dan tangis, susah-senang mewarnai ornamen pencarian dan penggalian makna mau ke mana sosok seminari bernama Tahun Orientasi Rohani harus melangkah. Kini di usia yang ke-25 Seminari TOR pantas menyatakan rasa syukur yang mendalam bahwasanya waktu itu tidaklah sia-sia. Ada angka yang tertulis di lembaran sejarahnya jika sudah ada jumlah orang yang telah menjadi imam diosesan KAMS dan mereka pernah berformasi di Seminari TOR. Tentulah penghayatan imamat mereka kemudian, memuat pula sejumlah tempaan rohani selama kurang lebih setahun bermenung, berefleksi dan berbagai proses discernment di seminari ini. Oleh karena itu pada tahun ini, tepatnya 13 dan 14 Agustus 2015 diadakan beberapa rangkaian perayaan dalam rangka syukur tersebut. Pada 13 Agustus 2015, bertempat di Aula paroki Makale, diadakan seminar sederhana menghadirkan pembicara yakni R.D. Siprianus Hormat dan Mgr. John Liku Ada’. R.D. Siprianus Hormat adalah sekretaris eksekutif Komisi Seminari KWI menekankan tiga hal yang penting diperhatikan dalam seluruh proses formasi di seminari yakni berpijak, berpihak, bergerak. Berpijak artinya memperhatikan konteks budaya dan wilayah di mana berada; “di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung”, berpihak artinya proses formasi diarahkan pada semangat ‘option for  the poor’ dan bergerak artinya melakukan suatu tindakan konkret “menyingsingkan lengan’. Sementara Bapak Uskup, Mgr. John Liku Ada lebih menekankan bahwa pendidikan di seminari khususnya di Seminari TOR harus benar-benar diarahkan pada pembentukan kerohanian para seminaris  sehingga mereka secara pribadi memiliki kedekatan yang erat dengan Tuhan sendiri.

Setelah seminar di Makale acara dilanjutkan pada petang hari di kompleks Seminari TOR. Acara yang bertemakan Kreasi Seni Ladang Subur Humaniora itu tidak lain adalah pergelaran kreasi seni yang menampilkan berbagai ekspresi seni; gerak dan lagu, drama dan tari-tarian tradisional serta modern. Acara ini didukung oleh siswa-siswi SMA Katolik Makale, siswa-siswi Katolik SMA Negeri 1 Makale dan seluruh OMK se-kevikepan Toraja. Pergelaran yang dikemas dengan sangat baik, rapi dan teratur tersebut diharapkan menjadi bentuk pendidikan humaniora bagi generasi muda Katolik. Jauh hari sebelum menampilkan kreasi seninya,  mereka telah berlatih serius dan disiplin di tempat masing-masing, dan itulah proses yang dimaksudkan memberikan pendidikan humaniora. Melalui seni  jiwa dan perasaan mereka dilembutkan, ditajamkan kepekaannya sehingga pada akhirnya diharapkan semakin manusiawi. Pada gilirannya mereka dapat ber-solidaritas dan berempati dengan sesamanya manusia dan mencintai lingkungan serta mengabdi Tuhannya. Malam pergelaran ini mengundang cukup banyak perhatian OMK bahkan orang tua.


Keesokan harinya, tepatnya 14 Agustus 2015, diadakan puncak perayaan syukur dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Bapak Uskup. Ikut konselebran kurang lebih 30 imam baik dari Kevikepan Toraja maupun dari kevikepan lain. Setelah itu, perayaan Ekaristi dilanjutkan dengan acara ma’lettoan melibatkan hampir semua paroki di kevikepan Toraja dan hampir semua stasi di Paroki Sangalla’. Perayaan puncak ini dihadiri oleh cukup banyak umat dari seluruh paroki di kevikepan Toraja sehingga membuat acara semakin meriah. Di balik kemeriahan tersebut tersirat pengharapan bahwa dari hari ke hari umat semakin antusias mengambil bagian dalam proses pendidikan di Seminari. *** (Penulis: Pastor Cornell Tandiayuk, Rektor Seminari TOR)