Senin, 24 Desember 2012

Cover Koinonia Volume 8 nomor 1


Memaknai Tahun Iman dalam Konteks Hasil Sinode KAMS 2012



Tahun Iman
             Pada tanggal 11 Oktober 2011 Sri Paus Benediktus XVI  mengeluarkan Surat Apostolik Porta Fidei (Pintu kepada Iman), di mana beliau mengumumkan penyelenggaraan Tahun Iman  yang akan berlangsung dari tanggal 11 Oktober 2012 sampai 24 November 2013, Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Tanggal pembukaan Tahun Iman ini berkaitan dengan peringatan dua peristiwa penting yang telah mewarnai sejarah mutakhir Gereja: peringatan ke-50 pembukaan Konsili Vatikan II (1962) dan peringatan ke-20 dikeluarkannya Katekismus Gereja Katolik (1992). Sesungguhnya, antara kedua peristiwa bersejarah ini terdapat kaitan mendasar. Sebagaimana dinyatakan Sri Paus dalam Surat Apostolik Porta Fidei sendiri: “Untuk sampai pada pemahaman yang sistematik pada isi iman-kepercayaan itu, semua orang dapat menemukannya di dalam buku ‘Katekismus Gereja Katolik’, suatu sarana-bantu yang sangat berharga dan tak tergantikan. Dokumen itu (‘Katekismus Gereja Katolik’) adalah satu dari buah-buah terpenting Konsili Vatikan II. Dalam Konstitusi Apostolik ‘Fidei Depositum’, yang ditandatangani, bukan sekedar karena kebetulan, pada Hari Ulang Tahun yang ke-30 Pembukaan Konsili Vatikan II, Beato Johannes Paulus II menulis, ‘Katekismus ini akan menjadi suatu kontribusi yang sangat penting bagi karya pembaharuan seluruh Gereja. … Maka saya menyatakan katekismus itu menjadi suatu sarana-bantu yang sah dan legitim bagi persekutuan gerejawi dan menjadi norma yang pasti bagi pengajaran iman’ (FD,4)” (PF,11). Jadi, Katekismus baru ini memuat isi fundamental iman-kepercayaan Gereja yang disintesekan secara sistematis dan organis, dalam sinar-terang Konsili Vatikan II. Sebagaimana dikemukakan selanjutnya dalam Porta Fidei, “di sini sesungguhnya kita melihat kekayaan ajaran yang telah diterima oleh Gereja, dijaga dan diwartakan sepanjang 2000 tahun sejarah keberadaannya. Dari Kitab Suci, sampai ke para Bapa Gereja, dari para pakar teologi sampai ke para kudus dari abad ke abad, Katekismus ini menyajikan rekaman permanen dari banyak cara yang dipergunakan Gereja untuk merenungkan iman itu dan berkembang maju dalam ajaran, dan dengan demikian memberi kepastian bagi kaum beriman dalam kehidupan iman mereka” (PF,11).

Nah, maksud dari Tahun Iman ialah agar “Katekismus Gereja Katolik (yang baru) itu dipergunakan sebagai alat bantu untuk memberikan dukungan nyata bagi iman-kepercayaan, terutama bagi mereka yang terkait dengan pembinaan umat Kristiani, suatu tugas yang sangat krusial dalam konteks budaya kita”. Dengan demikian, diharapkan umat beriman, baik perorangan maupun bersama (sebagai Gereja) semakin mampu menghayati, mengamalkan dan mewartakan isi iman-kepercayaan itu secara tepat dan efektif (PF,12). Oleh karena itu, sebagaimana disampaikan dalam surat-edaran tertanggal 3 Juli 2012 dari Presiden ‘Dewan Kepausan untuk Memajukan Evangelisasi Baru’, yang oleh Sri Paus ditugaskan menjadi Sekretariat Pelaksana Tahun Iman, Tahun Iman akan berfokus pada Pengakuan Iman (Credo),  yang diharapkan akan mengembalikan Pengakuan Iman itu pada tempatnya yang utama sebagai doa harian setiap umat Kristiani (Katolik). Dan memang Katekismus Gereja Katolik tersebut, yang terdiri dari empat bagian, Bagian Satu justru membahas PENGAKUAN IMAN (Credo).

Namun, itu tidaklah berarti bahwa ke-3 bagian lainnya tidak penting, dan karenanya tidak perlu mendapat perhatian. Adapun ke-3 bagian lainnya berturut-turut sebagai berikut: Bagian Dua tentang PERAYAAN MISTERI KRISTEN; Bagian Tiga tentang KEHIDUPAN DALAM KRISTUS dan Bagian Empat mengenai DOA KRISTEN. Dalam Porta Fidei sendiri Sri Paus menulis: “Dalam strukturnya, Katekismus Gereja Katolik mengikuti perkembangan iman-kepercayaan langsung kepada tema-tema besar kehidupan sehari-hari. Pada setiap halaman demi halaman kita menemukan bahwa, apa yang disajikan di sini bukanlah teori, melainkan suatu pertemuan dengan seorang Pribadi yang hidup dalam Gereja. Pengakuan Iman (Bagian Satu) diikuti oleh pemaparan mengenai Kehidupan Sakramental (Bagian Dua), di mana Kristus hadir, bergiat dan melanjutkan karya-Nya membangun Gereja. Tanpa liturgi dan sakramen-sakramen, pengakuan iman itu akan kehilangan efikasitasnya, sebab ia akan kehilangan rahmat yang mendukung kesaksian Kristiani. Dengan ukuran yang sama, pengajaran Katekismus menyangkut Kehidupan Moral (Bagian Tiga) mendapatkan maknanya yang penuh, apabila ditempatkan dalam iman, liturgi dan Doa (Bagian Empat)” (PF,11).

Selanjutnya, pada no. 14 Porta Fidei  Sri Paus antara lain menegaskan: “Tahun Iman juga akan merupakan suatu kesempatan baik untuk mengintensifkan kesaksian amal-kasih. Sebagaimana diingatkan Santo Paulus kepada kita, ‘Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih’ (1 Kor. 13:13)”. Di sini juga Sri Paus merujuk pada Yak. 2:14-18. Memang, “iman tanpa kasih tidak akan menghasilkan buah, sedangkan kasih tanpa iman hanya akan merupakan suatu perasaan yang senantiasa berada di bawah kuasa kebimbangan. Iman dan kasih saling mengandaikan, sedemikian rupa sehingga yang satu akan memungkinkan yang lain menempuh jalurnya masing-masing. … Melalui iman kita dapat mengenal wajah Tuhan yang bangkit di dalam diri mereka yang membutuhkan kasih kita. ‘Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku’ (Mat. 25:40)… Ditopang oleh iman, marilah kita dengan harapan menyadari komitmen (kasih) kita di dunia, sambil menantikan ‘langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran’ (2 Ptr. 3:13; bdk. Why 21:1)”.

Dalam Konteks Hasil Sinode Diosesan
Dalam artikel terakhir Porta Fidei Sri Paus menyampaikan harapan beliau dalam bentuk doa, “Semoga Tahun Iman ini membuat hubungan kita dengan Kristus, Tuhan, semakin bertambah kuat, karena hanya di dalam Dia-lah ada kepastian untuk memandang masa depan dan jaminan kasih yang sejati dan lestari” (PF,15). Agar tujuan ini tercapai, Tahun Iman sendiri harus merupakan gerakan yang melibatkan seluruh Gereja. Karena itu diminta supaya di setiap Gereja lokal (Keuskupan) diorganisir kegiatan-kegiatan yang melibatkan seluruh umat beriman. Khusus untuk Gereja lokal kita (Keuskupan Agung Makassar) pertanyaannya, bagaimana hal ini dapat disikronkan dengan program tindaklanjut hasil Sinode Diosesan KAMS 2012, yang menurut rencana akan mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2013? Kiranya setiap kevikepan dan lembaga kategorial sudah mempersiapkan diri sedemikian jauh dalam hal ini. Oleh karena itu, agar tidak timbul kebingungan dan kekacauan, perlu ditegaskan sebagai berikut: Hendaknya setiap kevikepan dan lembaga kategorial berjalan terus dengan program yang sudah dirancang; tidak perlu mengadakan perubahan, karena pertimbangan adanya Tahun Iman.

Penegasan tersebut kiranya dapat dipertanggungjawabkan. Kalau kita mencermati tujuan Tahun Iman, sebagaimana dipaparkan di atas, maka sesungguhnya antara tujuan Tahun Iman dan visi-misi hasil Sinode KAMS 2012 terdapat kesamaan hakiki; juga antara keduanya dapat saling melengkapi. Sekedar menyegarkan kembali ingatan kita, kita tampilkan lagi di sini visi Gereja lokal KAMS hasil Sinode Diosesan 2012: Gereja lokal KAMS, yang bersosok kawanan kecil tersebar, sebagai pelayan berdasarkan dan berpolakan Yesus Kristus, yang terus-menerus membaharui diri, mewartakan kerajaan Allah dengan meresapi tata dunia, sehingga segala-galanya menjadi baik. Bukankah dalam rumusan ini bergema unsur-unsur penting yang muncul dalam pemaparan tentang Tahun Iman di atas? Dan sesungguhnya hal itu tak perlu mengherankan, karena keduanya mempunyai sumber yang sama: Konsili Vatikan II ! Model Gereja sebagai pelayan, yang menjadi visi Gereja lokal KAMS, hasil Sinode Diosesan 2012, bersumber dari ajaran eklesiologis Konsili Vatikan II (lih. booklet John Liku-Ada’, Gereja yang Melayani; Kontekstualisasi Historis & Pendasaran Teologis, yang dilampirkan sebagai pelengkap Instrumentum Laboris Sinode Diosesan KAMS 2012, khususnya Bab 2, pp. 19-39; juga Avery Dulles, SJ, Models of the Church, Image Books, New York, 1978, Bab 6 tentang The Church as Servant’, pp. 95-108). Sementara, sebagaimana sudah dikemukakan di depan, Katekismus Gereja Katolik, yang merupakan alat-bantu utama untuk Tahun Iman, adalah “salah satu dari buah-buah terpenting Konsili Vatikan II”.

Hal itu akan menjadi lebih jelas secara konkret, apabila kita membandingkan misi hasil Sinode KAMS 2012 dengan isi pokok Katekismus Gereja Katolik,  sebagai alat-bantu utama Tahun Iman. Misi Gereja lokal KAMS hasil Sinode Diosesan 2012 meliputi 8 bidang pokok: re-evangelisasi, keluarga, pendidikan, kesehatan, sosial-ekonomi, sosial-budaya, sosial-politik, dan sarana-prasarana. Sedangkan Katekismus Gereja Katolik memuat 4 bagian besar berturut-turut: Pengakuan Iman, Perayaan Misteri Kristen, Kehidupan dalam Kristus, dan Doa Kristen. Sedemikian itu, maka misi pertama (Re-evangelisasi) akan menggumuli bagian-bagian Pengakuan Iman, Perayaan Misteri Kristen, dan Doa Kristen. Sementara ke-7 misi lainnya langsung berkaitan dengan bagian Kehidupan dalam Kristus. Tentu saja semua ini akan menjadi lebih terang, manakala kita mendalami buku Katekismus Gereja Katolik itu sendiri.

Tidak perlu dikatakan lagi, bahwa pergumulan dan permenungan atas iman dan kehidupan iman harus terjadi tidak hanya selama Tahun Iman. Itu merupakan tugas kewajiban sepanjang keberadaan Gereja. Karena itu, sekiranya ada kevikepan atau lembaga kategorial yang belum mengalokasikan misi Re-evangelisasi pada tahun 2013, tak ada masalah. Itu dapat dialokasikan pada lain waktu dalam kerangka perencanaan masing-masing. Tetapi sekurang-kurangnya satu hal berikut dapat menjadi aktivitas menyeluruh umat Katolik Gereja lokal KAMS sepanjang Tahun Iman: Sebagaimana sudah dikemukakan di depan, Panitia Pelaksana Tahun Iman menekankan agar Syahadat Iman Nikea-Konstantinopel dikembalikan pada tempatnya yang penting sebagai doa harian setiap orang Katolik. Karena itu akan diupayakan mengedarkan kartu kecil yang memuat naskah Syahadat tersebut, agar dapat digunakan umat beriman sepanjang Tahun Iman baik dalam keluarga maupun pada setiap kegiatan pertemuan dalam rangka tindaklanjut hasil Sinode Diosesan kita, termasuk pula pada kegiatan-kegiatan APP 2013.

Perkenankan saya mengakhiri tulisan ini, dengan mengucapkan: Selamat Natal & Tahun Baru! Selamat menjalani Tahun Iman! Selamat Menindaklanjuti Hasil Sinode Diosesan kita!
Tuhan memberkati!

Makassar, 11 Desember 2012

+ John Liku-Ada’

Pesan Pastoral Sidang KWI Tahun 2012 tentang Ekopastoral


"Keterlibatan Gereja dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan"
Pendahuluan                                                    

1"Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari tanah" (Mzm. 104:14). Yang dikutip untuk mengawali Pesan Pastoral ini adalah Mazmur Pujian atas keagungan Tuhan yang tampak dalam segala ciptaan-Nya. Pujian itu mengandung kesadaran iman pemazmur akan tanggungjawab dan  panggilannya untuk menjaga dan melestarikan keutuhan ciptaan, dengan mengusahakan keselarasan dan perkembangan seluruh ciptaan (Kej 2:15). Inilah kesadaran Gereja juga.  Sadar akan pentingnya tanggungjawab dan panggilan tersebut, para Uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia menyampaikan Pesan Pastoral sebagai buah dari sidang yang diselenggarakan pada tanggal 5 - 15 November 2012.  
Kondisi yang memprihatinkan
2.  Alam semesta  dan manusia  sama-sama diciptakan oleh Allah karena kasih-Nya, sehingga manusia tidak bisa tidak menyadari kesatuannya dengan alam. Itulah sebabnya manusia harus memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan dan mengolahnya secara bertanggung jawab. Bumi sendiri merupakan rumah bagi manusia dan seluruh makhluk yang lain. Hal ini mengharuskan manusia melihat lingkungan hidup sebagai tempat kediaman dan sumber kehidupan. Oleh karena itu, sejak awal Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya baik adanya (Kej 1:10.12.18.21.25.31) dan Allah mempercayakan alam kepada manusia untuk diusahakan dan dipelihara. 
3. Alam semesta bukanlah obyek yang dapat dieksploitasi sesuka hati tetapi  merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan  dari kehidupan manusia. Sumber daya alam yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi ini diperuntukkan bagi siapa saja tanpa memandang suku, agama dan  status sosial. Sumber daya itu akan cukup apabila dikelola secara bertanggung jawab, baik untuk kebutuhan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang.  Oleh karena itu, alam harus diperlakukan dengan adil,  dikelola dan digarap dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab.
 4. Tetapi kenyataannya, lingkungan yang adalah anugerah Allah itu,  dieksploitasi oleh manusia secara serakah dan ceroboh serta tidak memperhitungan kebaikan bersama, misalnya penebangan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan yang kurang bertanggung jawab.  Lingkungan menjadi rusak, terjadi bencana alam, lahir konflik sosial, akses pada sumber daya alam hilang dan terjadi marginalisasi masyarakat lokal/adat, perempuan dan anak-anak. Keadaan itu diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada kepentingan politik sesaat dan pola pikir jangka pendek yang mengabaikan keadilan lingkungan. Akibatnya antara lain pemanasan bumi, bertumpuknya sampah, pencemaran air tanah, laut, udara serta tanah, pengurasan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala besar.
Gereja peduli
5. Gereja telah lama menaruh keprihatinan atas masalah lingkungan yang berakibat buruk pada manusia. Paus Paulus VI dalam Ensiklik Populorum Progressio (1967, No. 12) mengingatkan kita bahwa masyarakat setempat  harus dilindungi dari kerakusan pendatang. Hal ini diperjelas oleh Paus Yohanes II dalam Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (1987, No. 34) yang menekankan bahwa alam ciptaan sebagai kosmos tidak boleh digunakan semaunya dan pengelolaannya harus tunduk pada tuntunan moral karena dampak pengelolaan yang tidak bermoral tidak hanya dirasakan oleh manusia saat ini tetapi juga generasi mendatang. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate (2009, No. 48) menyadarkan kita bahwa alam adalah anugerah Allah untuk semua orang sehingga harus dikelola secara bertanggungjawab bagi seluruh umat manusia. 
6. Gereja Katolik Indonesia pun telah menaruh perhatian besar pada masalah lingkungan. Hal ini ditegaskan dalam Pesan SAGKI 2005 berjudul "Bangkit dan Bergeraklah" yang mengajak kita untuk segera mengatasi berbagai ketidakadaban publik yang paling mendesak, khususnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan. Gereja juga telah melakukan banyak usaha seperti edukasi, advokasi dan negosiasi dalam mengatasi pengrusakan lingkungan yang masih berlangsung terus bahkan kian meningkat kualitas dan kuantitasnya.
Gereja meningkatkan kepedulian
7. Kami mengajak seluruh umat untuk  meneruskan langkah dan meningkatkan kepedulian dalam pelestarian keutuhan ciptaan dalam semangat pertobatan ekologis dan gerak ekopastoral. Kita menyadari bahwa perjuangan ekopastoral untuk melestarikan keutuhan ciptaan tak mungkin dilakukan sendiri. Oleh karenanya, komitmen ini hendaknya diwujudkan dalam bentuk kemitraan dan gerakan bersama, baik dalam Gereja sendiri maupun dengan semua pihak yang terlibat dalam pelestarian keutuhan ciptaan.  
8.Pada akhir Pesan Pastoral ini, kami akan menyampaikan  beberapa pesan:
8.1.Kepada saudara-saudari kami yang berada pada posisi pengambil kebijakan publik : kebijakan terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hendaknya membawa peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Undang-undang yang mengabaikan kepentingan masyarakat perlu ditinjau ulang dan pengawasan terhadap pelaksanaannya haruslah lebih diperketat.
8.2. Kepada saudara-saudari kami yang bekerja di dunia bisnis : pemanfaatan sumber daya alam hendaknya tidak hanya mengejar keuntungan ekonomis, tetapi juga keuntungan sosial yaitu tetap terpenuhinya hak hidup masyarakat setempat dan adanya jaminan bahwa sumber daya alam  akan tetap cukup tersedia untuk generasi yang akan datang. Di samping itu, usaha-usaha produksi di kalangan masyarakat kecil dan terpinggirkan, terutama masyarakat adat, petani dan nelayan, serta mereka yang rentan terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan, perlu lebih didukung.  
8.3. Kepada umat kristiani sekalian : umat kristiani hendaknya mengembangkan habitus baru, khususnya hidup selaras dengan alam berdasarkan  kesadaran dan perilaku yang peduli lingkungan sebagai bagian perwujudan iman dan pewartaan dalam bentuk tindakan pemulihan keutuhan ciptaan. Untuk itu, perlu dicari usaha bersama misalnya pengolahan sampah, penghematan listrik dan air, penanaman pohon, gerakan percontohan di bidang ekologi, advokasi persuasif di bidang hukum terkait dengan hak hidup dan keberlanjutan alam serta lingkungan. Secara khusus lembaga-lembaga pendidikan diharapkan dapat mengambil peranan yang besar  dalam gerakan penyadaran akan masalah lingkungan dan pentingnya kearifan lokal.
9. Tahun Iman yang dibuka oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 11 Oktober 2012, antara lain mengingatkan kita untuk mewujudkan iman kita pada Tuhan secara nyata dalam tindakan kasih (bdk. Mat 25: 31-40). Dengan demikian tanggungjawab dan panggilan kita untuk memulihkan keutuhan ciptaan sebagai wujud iman makin dikuatkan dan komitmen ekopastoral kita untuk peduli pada lingkungan kian diteguhkan. Kita semua berharap agar sikap dan gerakan ekopastoral kita menjadi kesaksian kasih nyata dan "pintu kepada iman" yang "mengantar kita pada hidup dalam persekutuan dengan Allah" (Porta Fidei, No.1). Kita yakin bahwa karya mulia di bidang ekopastoral ini diberkati Tuhan dan mendapat dukungan semua pihak yang berkehendak baik.
Penutup
10. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudari yang telah setia menekuni, mengusahakan dan memperjuangkan kelestarian keutuhan ciptaan dengan caranya masing-masing. Semoga Allah yang telah mencipta segala sesuatu, senantiasa memberkati rencana dan usaha kita bersama ini.
Jakarta,  15 November 2012
 P R E S I D I U M
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA,

 Mgr. Ignatius Suharyo
K e t u a

Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal