Selasa, 20 Maret 2007

Menumbuhkembangkan Kombas Dalam dan Melalui Wadah-wadah yang Sudah Ada


Sudah lewat hampir enam setengah tahun sejak KOMUNITAS BASIS dicanangkan sebagai cara baru hidup menggereja di Indonesia melalui SAGKI, awal November 2000. Dan SAGKI November 2005 kembali menegaskan agar cara baru hidup menggereja tersebut terus-menerus ditumbuh-kembangkan, dengan lebih menekankan peran orang muda di dalamnya. Ini, sebagaimana telah disampaikan melalui Surat Puasa 2007 baru-baru ini, sejalan dengan program lima-tahunan tahap pertama Keuskupan kita, yang tahun ini tiba pada tahun kelima dengan tema “Kerasulan Orang Muda”.

Komunitas Basis disebut CARA BARU hidup menggereja. Tetapi ditegaskan pula bahwa model utama Komunitas Basis Gerejawi (KBG) ialah cara hidup umat Kristen yang pertama, yang ringkasannya ditemukan dalam Kis. 2:41-47; 4:32-37 dan 5:12-16. Dengan demikian KBG juga dapat disebut CARA ASLI hidup menggereja. Oleh karena itu perlu diketahui, manakah ciri-ciri pokok cara hidup umat Kristen pertama itu? Dengan membaca secara cermat ketiga nas tersebut, kita akan menemukan bahwa cara hidup umat Kristen perdana itu memiliki 5 sokoguru atau tiang utama, yaitu: (1) Merupakan persekutuan persaudaraan sehati sejiwa (koinonia), yang (2) terbentuk berkat iman akan Yesus Kristus yang bersumber pada pengajaran para rasul (didache). Dalam persekutuan tersebut (3) semua saudara saling melayani (diakonia). Hidup persekutuan itu (4) senantiasa mendapatkan kekuatan lewat perayaan iman bersama, khususnya pemecahan roti atau ekaristi (leiturgia). Dengan demikian (5) mereka memberi kesaksian serta disukai semua orang (martyria). Ciri solidaritas sosial (diakonia) lebih ditonjolkan dalam Kis. 4:32-37. Sementara unsur kesaksian (martyria), khususnya melalui tanda dan mukjizat pembebasan orang-orang dari penderitaan (penyakit dan roh jahat), lebih ditampilkan ke depan dalam Kis. 5:12-16.

Gerakan Komunitas Basis Gerejawi (KBG) modern berawal di Amerika Latin pada tahun 1960-an. Tetapi perlu dicatat bahwa di Amerika Latin sendiri pun perwujudan KBG tidak seragam. Terdapat variasi dari negara yang satu ke negara yang lain, tergantung dari situasi masyarakat dan Gereja di negara yang bersangkutan. Tetapi terdapat sosok yang agak umum: Sekelompok orang di akar rumput (biasanya antara 10 sampai 30) berkumpul secara teratur, kurang lebih sekali seminggu (bdk. koinonia) untuk membaca Kitab Suci (bdk. didache), berdoa dan bernyanyi (bdk. leiturgia), serta mendiskusikan dalam terang Kitab Suci masalah-masalah yang mereka hadapi dan mencari langkah-langkah kongkrit (bdk. diakonia-martyria).

Guna lebih memahami karakteristik gerakan ini, Marcello Azevedo menerangkan ketiga kata yang tercantum dalam namanya: Komunitas Basis Gerejawi (KBG). Gerakan ini menyebut diri “komunitas”, bukan sekedar kelompok diskusi mingguan. Mereka membangun sebuah grup kehidupan, saling mendukung, berbagi pengalaman dan pergumulan hidup. Selain itu mereka adalah “Gereja”. Meski terkadang mereka terlibat dalam politik, namun iman tak pernah lepas sebagai landasan bersama. Kelompok ini juga merupakan komunitas ”basis” dalam arti sosiologis. Mereka terdiri dari kaum marginal tak berdaya. Dalam komunitas ini mereka yang sering tak diperhatikan itu mendapatkan Kabar Gembira Tuhan dan aktif mendiskusikannya dalam konteks hidup. Mereka mulai menyadari potensi dan kemampuan untuk mengorganisir diri sebagai agen perubahan sosial.

Azevedo melihat komunitas basis di Brazil sebagai pencerminan adanya pergeseran bagaimana Gereja bersaksi: dari hegemoni para imam ke kehadiran aktif awam dan religius perempuan dalam kerasulan dan evangelisasi; dari pendekatan yang terlalu menekankan segi rohani ke yang lebih luas dan utuh (termasuk kebutuhan materiil); dari memperlakukan orang sebagai obyek evangelisasi menjadi subyek aktif perkembangan spiritual mereka (proses konsientisasi); dari memandang perubahan sebagai sesuatu yang dilihat dari atas ke bawah ke kreativitas dari bawah; dan dari tekanan untuk selalu memulai dengan teori ke penggunaan kenyataan dan pengalaman dasar untuk berefleksi.

Bagaimana perkembangan Komunitas Basis di Keuskupan kita, khususnya sejak dicanangkan sebagai cara baru hidup menggereja melalui SAGKI 2000? Walau telah ada usaha-usaha, tampaknya belum banyak kemajuan. Sesungguhnya di Keuskupan Agung Makassar telah lama ada embrio-embrio Komunitas Basis, khususnya yang bersifat teritorial: RUKUN dan STASI. Rukun dengan jumlah KK anggota yang tidak terlalu besar dan Stasi yang kecil dapat berkembang menjadi KBG dalam arti sepenuhnya. Rukun dan Stasi merupakan satuan paling kecil dan paling dasar (basis) dari Gereja. Kecuali itu istilah ”Rukun” dalam hubungan ini tepat makna. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1990, sebagai kata sifat ”rukun” berarti ”baik dan damai, bersatu hati”. Sebagai kata benda berarti ”asas, dasar”, juga ”perkumpulan yang berdasar tolong-menolong dan persahabatan”. Setiap Rukun dan Stasi mempunyai pertemuan berkala yang disebut ”Doa Rukun” atau di wilayah tertentu disebut ”Kumpulan”, yang diadakan secara bergiliran dari rumah ke rumah masing-masing anggota Rukun/Stasi. Frekwensinya bervariasi dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Ada yang sekali seminggu, ada yang sekali dalam dua minggu, ada pula yang sekali sebulan. Pada pertemuan Doa Rukun/Kumpulan para peserta bernyanyi, berdoa, mendengar pembacaan dari Kitab Suci serta renungan/homili yang disampaikan pemimpin. Dengan demikian unsur persekutuan (koinonia), pengajaran iman berupa pembacaan dari Kitab Suci dan renungan atasnya (didache), dalam rangka ibadat: bernyanyi, berdoa (leiturgia) sudah cukup tampil ke depan pada setiap Doa Rukun/Kumpulan. Yang belum mendapatkan tempat secara cukup jelas ialah unsur diakonia (dalam arti yang luas-utuh) dan martyria. Jika saja dua unsur pokok yang terakhir ini diberi pula tempat yang semestinya pada setiap Doa Rukun/Kumpulan itu, maka dengan sendirinya Rukun atau Stasi yang bersangkutan telah layak disebut Komunitas Basis Gerejawi dalam arti sepenuhnya, yang diharapkan terus bertumbuh. Mengintegrasikan unsur pokok diakonia dan martyria ke dalam acara Doa Rukun/Kumpulan memprsyaratkan adanya benang merah mendasar yang mempersatukan secara organik dan utuh kelima unsur pokok dalam KBG itu. Dalam sosoknya sampai sekarang, Doa Rukun/Kumpulan bentuk dan susunannya persis sama dengan Tata Perayaan Sabda (TPS) pada Hari Minggu dan Hari Raya di gereja. Maka dapat di mengerti bahwa lama-kelamaan Doa Rukun/Kumpulan dirasakan monoton dan kurang menyapa dan menarik, bahkan bisa dianggap berlebihan, karena merupakan pengulangan perayaan Sabda yang sudah diadakan setiap minggu di gereja. Semestinya pertemuan Rukun/Stasi (di luar gereja) lebih memberi tempat pada relevansi atau kaitan langsung pengajaran iman yang diperoleh dari pembacaan Kitab Suci (didache) dengan permasalahan kehidupan yang secara nyata dialami, dan selanjutnya bersama mencari jalan keluar (bdk. bagaimana KBG di Amerika Latin menerjemahkan unsur pokok diakonia dan martyria dalam situasi kongkrit mereka). Dalam hubungan ini juga sebaiknya pembacaan dari Kitab Suci tidak diikuti oleh homili yang disampaikan pemimpin, dan hadirin hanya menjadi pendengar. Hadirin semestinya lebih aktif menanggapi sabda Tuhan dalam konteks hidup mereka. Karena itu bentuk syering lebih sesuai. Dengan demikian hubungan antara iman dan kehidupan kongkrit sehari-hari dialami lebih nyata (bdk. makna keselamatan dalam Kristus itu total, sebagaimana yang dipaparkan dalam Surat Puasa 2007). Dengan mengintegrasikan unsur pokok diakonia dan martyria ke dalam pertemuan Doa Rukun/Kumpulan model lama itu, pertemuan mingguan/dua mingguan/bulanan tersebut akan menjadi lebih hidup dan menarik. Dan patut dicatat bahwa ritme hidup ala KBG dengan ke-5 sokogurunya tersebut akan ditopang pula oleh ritme hidup asli suku-suku bangsa di Indonesia, yaitu: musyawarah – mufakat - gotongroyong.

Di sektor kategorial, di Keuskupan kita terdapat sekian banyak kelompok, seperti: Mudika Paroki, THS-THM, Kerukunan Mahasiswa Katolik (KMK), Legio Mariae, Persekutuan Doa Pembaharuan Karismatik Katolik (PD-PKK), Persaudaraan Karyawan Muda Katolik (PKMK), Persaudaraan Usahawan Katolik (PUKAT), Persatuan Dharma Kesehatan Indonesia (Perdhaki), “Domenica in Sabbato”, Perkumpulan Bina Keluarga Lansia “Pangurangi”, Kelompok Devosi kepada Kerahiman Ilahi, Kelompok-Kelompok Tani, KIK; juga ada Yayasan-Yayasan; dan ormas-ormas (WKRI, PMKRI, Pemuda Katolik, ISKA). Ada yang begitu saja menggolongkan kelompok-kelompok ini ke dalam Komunitas Basis. Tentu saja di sini harus ada kualifikasi. Berdasarkan model utama KBG dengan kelima sokogurunya, kiranya jelas bahwa kelompok-kelompok ini umumnya belum dapat disebut Komunitas Basis dalam arti sepenuhnya. Sebab terdapat unsur pokok tertentu yang tidak begitu jelas terpenuhi dalam kebanyakan kelompok itu. Ada yang lebih berciri kelompok kebangunan rohani, ada yang lebih bersifat kelompok fungsional. Kecuali itu pembatasan jumlah anggota kelompok dan kemungkinan untuk bertemu secara teratur juga merupakan unsur penting. Dengan kelompok yang massal sulit membayangkan kemungkinan bertumbuhnya suatu komunitas sejati. Begitu juga para anggota kelompok yang tempat tinggalnya begitu berjauhan satu dari yang lain akan menghambat terlaksananya pertemuan-pertemuan yang teratur. Tetapi satu hal yang kiranya pasti ialah bahwa, dalam dan melalui kelompok-kelompok itu dapat bertumbuh Komunitas Basis sejati. Misalnya dalam Pembaharuan Karismatik Katolik (PKK) di Kota Makassar telah terbentuk kelompok-kelompok sel JSM (“Jeduthun Salvation Ministry”). Nama “Jeduthun” diambil dari 1 Taw. 25:1. Anggota setiap kelompok terdiri dari sekitar 10 orang. Bila satu kelompok sudah terlalu besar, maka dia memecah diri lagi. Setiap kelompok mempunyai pertemuan teratur. Jika JSM mampu memperkembangkan diri dalam kelima sokoguru KBG tersebut di atas, maka JSM dengan mudah menjelma menjadi Komunitas Basis dalam arti sepenuhnya. Demikian juga melalui Mudika Paroki, kongkritnya berupa Mudika Rukun/Stasi, dapat ditumbuh-kembangkan KBG kategorial dalam arti sepenuhnya. Sama halnya juga melalui ormas, dst.

Dalam pertumbuhannya ke arah kematangan, setiap Komunitas Basis lama-kelamaan akan menemukan bentuknya yang lebih mapan sesuai dengan keadaan setempat (kontekstual). Sebagaimana kita lihat, secara umum dapat dikatakan bahwa Komunitas Basis di Keuskupan kita baru berada pada tahap embrional. Supaya ia dapat lahir dan bertumbuh sehat, dibutuhkan sejumlah prasyarat, antara lain:
Pertama, dibutuhkan dukungan dari semua pihak. Pencanangan Komunitas Basis melalui SAGKI 2000 seharusnya menjadi komitmen seluruh lapisan Gereja sebagai umat Allah. Kiranya tidak berlebihan kalau ditegaskan bahwa dukungan tersebut secara khusus diharapkan dari para pastor, dan secara lebih khusus lagi dari para pastor paroki. Agar dapat memberi dukungan yang tepat-arah dan tepat-guna, para pastor khususnya diharapkan lebih mengenal dan lebih mendalami apa itu Komunitas Basis. Untuk ini saya merekomendasikan tiga buku kecil ini: (1) Gereja yang Mendengarkan; Memberdayakan Komunitas Basis Menuju Indonesia Baru, ed. Panitia SAGKI 2000, (Jakarta, 2000); (2) John M. Prior, SVD, Memberdayakan Komunitas Basis Gerejani sebagai Budaya Tandingan; Suplemen APP 2001, Komisi PSE-KWI; dan (3) Kelompok Basis Gerejani; sejauh yang dialami dan diperjuangkan, ed. Komisi Kateketik KWI, (Jakarta, 2001). Dua yang terakhir saya rekomendasikan karena didasarkan pada pengalaman Komunitas Basis di NTT yang bertumbuh dari wadah embrional setempat yang sudah ada sebelumnya. Ini demi mencegah salah paham seakan-akan wadah-wadah yang sudah ada sebelumnya harus dikesampingkan demi terbentuknya sesuatu yang serba baru.

Kedua, dibutuhkan kader-kader sebagai motor penggerak setiap Komunitas Basis. Karena itu perlu segera diadakan pelatihan-pelatihan untuk kader-kader penggerak ini. Dan sejalan dengan anjuran SAGKI 2005 hendaknya sasaran pelatihan-pelatihan ini adalah terlebih orang muda.

Ketiga, sebagai cara baru hidup menggereja Komunitas Basis memprasyaratkan berlangsungnya transformasi struktur dan organisasi pelayanan pastoral menuju pelayanan pastoral terpadu. Dalam persekutuan umat Kristen perdana jelaslah semua ikut aktif membangun Gereja, tubuh Kristus, berdasarkan karisma masing-masing. Ada rupa-rupa kharisma (1 Kor. 12:4). Setiap kharisma merupakan tugas pelayanan sederhana (1 Kor. 12:8-10; Rom. 12:6-7; Ef. 4:11-12). Sebagian dari kharisma itu melayani kebutuhan komunitas, seperti tugas belas kasih (Rom. 12:8: penderma dan pengamal) dan tugas menunjukkan jalan (Rom. 12:8: penasehat), penyembuhan dan mukjizat (1 Kor. 12:9). Sebagian lagi terdiri atas tugas untuk menangani kebutuhan struktural, seperti pengajaran, kepemimpinan, pembedaan roh (1 Kor. 12:10; Rom. 12:8; Ef. 4:11). Kharisma sejati mekar dalam orang yang mengerahkan segala yang ada padanya, semua yang mereka miliki, apa saja yang mereka dapat perbuat untuk melayani Allah dan sesama. Dalam hal ini peran khusus hirarki ialah mempersatukan rupa-rupa tipe, jenis dan fungsi pelayanan (karisma) yang ada. Hirarki, khususnya para pastor tertahbis, berperan memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta memelihara keseluruhan visi, misi dan reksa pastoral. Oleh karena itu juga Komisi-Komisi pada tingkat Keuskupan dan badan-badan pelayanan pastoral pada tingkat Kevikepan/Regio tidak bisa lagi bekerja terpisah-pisah dan sendiri-sendiri, melainkan secara terpadu. Contoh bagus sebagai langkah awal dalam hal ini ialah Bahan Animasi APP setiap tahun untuk pelbagai kelompok dipersiapkan bersama oleh sejumlah Komisi terkait.

Keempat, perlu sungguh-sungguh diperhatikan unsur pokok martyria (kesaksian). Harus diingat bahwa Gereja ada bukan untuk dirinya semata-mata. Ia diutus untuk menjadi garam dan terang dunia (lih. Mat. 5:13-16). Oleh karena itu KBG tidak boleh bertumbuh eksklusif, tertutup. Ia harus bersifat inklusif, terbuka ke arah Komunitas Basis Insani (KBI).

Selamat menjalani masa Prapaskah dalam menyongsong kebangkitan Kristus di hari Paskah! Semoga kebangkitan Kristus menjadi nyata dalam lahirnya dan bertumbuhnya secara mantap Komunitas Basis di Keuskupan kita!
Makassar, medio Maret 2007

+John Liku-Ada’

Ada Apa dengan Paroki St. Paulus Tello?


Mendengar sikap yang diambil oleh umat Katolik khususnya Paroki Santo Paulus Tello, akan mengejutkan banyak orang termasuk kalangan masyarakat pada umumnya dan kalangan umat Katolik pada khususnya. Keheranan yang muncul di hati masing-masing tidak bisa dipungkiri karena perihal yang berada di seputar sikap itu tak diketahui oleh semua dan menimbulkan bermacam-ragam penafsiran. Oleh karena itu tulisan ini kami harapkan dapat memberi penjelasan singkat tentang perihal tersebut. Tidak mungkin kita akan memahami duduknya perkara itu tanpa mengenal sedikit sejarah umat Katolik di Tello dan sekitarnya. Setelah menjadi Paroki tersendiri pada tahun 1998, gedung peribadatan masih tetap diperkenankan oleh Kepolisian untuk dipakai umat Katolik. Namun pada era reformasi, tanah tempat gedung itu berdiri mulai dipersoalkan masyarakat. Bagian berikut adalah beberapa pertemuan dalam menyikapi keadaan Paroki Santo Paulus Tello, terutama mengenai status tempat ibadatnya, khususnya yang ada sekarang.

Sepintas Sejarah Umat Paroki Santo Paulus, Tello
Keberadaan paroki Tello bermula dari kesadaran segelintir keluarga Katolik yang berada di dalam dan di sekitar Asrama Brigade Mobil/Kepolisian dan para pengawai PLTU Makassar. Ada sekitar 10 KK. Kesadaran akan hidup beragama mereka membuat mereka hidup sebagai kelompok umat. Demikian juga menentukan tempat di mana mereka melaksanakan ibadat bersama. Pada mulanya segelintir umat itu menjadi Gereja nomaden atau berpindah-pindah dari rumah ke rumah para anggota.

Dengan pelan–pelan jumlah umat katolik di sekitar Tello bertambah. Dengan pelayanan Pastor Tentara, Pastor Leo Blot serta adanya tenaga Rohkat (Rohaniwan Katolik, red.) dari kalangan kepolisian, Bpk. Petrus Bisa, tempat yang lebih permanen diusahakan sebagai tempat berkumpulnya umat untuk beribadat.

Secara kebetulan di asrama polisi ada ruang yang dapat menampung jumlah umat yang ada. Melihat kebutuhan itu umat pada akhirnya bermohon untuk diperkenankan melakukan ibadat di salah satu ruang pada hari Minggu. Atas kesudian anggota kepolisian dalam hal ini Polda Sulselra memperkenankan umat Katolik untuk memakai ruang itu. Gedung itu pada mulanya adalah pos jaga brimob. Pos jaga itu beralih fungsi kemudian menjadi poliklinik. Ruangan pun mereka diperkenankan mempergunakan HANYA untuk hari Minggu. Setelah beribadat umat mengatur kembali bangku-bangku Gereja pada saat itu menjadi lebih tetap tempat mereka beribadat bersama. Pada tahun 1977, umat Katolik mengajukan rehabilitasi ruangan yang pertama dan diperkenankan oleh pihak kepolisian. Umat masih tetap beribadat pada ruangan tersebut.

Karena terus bertambahnya umat di Tello, akhirnya para pengurus rukun waktu itu berpikir meminta kepada pihak pemerintah via Kepolisian Daerah Sulselra, agar memperkenankan umat Katolik memakai seluruh gedung poliklinik itu. Menhankam waktu itu Panglima L.B. Moerdani dalam rangka tugasnya datang berkunjung ke asrama polisi Tello. Kepada beliaulah diajukan ide itu. Beliau memberi isyarat persetujuan, namun secara lisan (tidak ada catatan dalam arsip kami mengenai hal itu).

Akhirnya, kelompok yang hanya dahulu segelintir KK sekarang berjumlah sekitar 4.500 orang, yang asalnya dari berbagai suku dan daerah. Bisa dibayangkan jika semuanya ikut berpartisipasi dalam ibadat mingguan. Sudah ada empat kali misa hari minggu (termasuk misa antisipasi pada hari Sabtu sore). Namun masih saja ada orang yang berdiri di jalanan. Gedung diperkenankan dipakai untuk kegiatan lainnya pula. Lalu didirikanlah suatu paroki teritorial Paroki Santo Paulus Tello pada tahun 1998 dengan Pastor Michel Migneau CICM sebagai Pastor Paroki yang pertama.

Proses Hukum atas Tanah Tempat Berdiri Gedung Gereja
Selain dari perkembangan jumlah umat, era reformasi dalam negeri tercinta kita ini bergulir. Hal itu memunculkan keberanian orang untuk mencari haknya. Hak atas tanah pun terbit juga pada benak orang/masyarakat. Itu dilakukan juga melalui suatu proses hukum. Sewaktu Pastor Michel pastor paroki, beliau bergagasan untuk membuat lokasi tempat beribadat sebagai pusat paroki. Dengan demikian, muncullah masalah kepemilikan tanah dan gedung. Untuk mencari siapa pemilik tanah sebenarnya menjadi masalah. Dalam catatan beliau ada 9 (sembilan) orang yang mengaku tanah tempat gedung gereja adalah miliknya. Akhirnya beliau hanya menyarankan agar siapa di antaranya adalah pemilik tanah itu. Maka sengketa tanah atas mana gedung peribadatan gereja Katolik dimulai. Ada yang mundur teratur. Tetapi juga ada yang melanjutkan ke pengadilan negeri. Ada yang mengajukan sengketa tanah itu ke pengadilan dan menggugat Gereja Katolik menduduki tanahnya orang. Dengan alasan itu, Gereja Katolik Santo Paulus Tello, menjadi tergugat I. Akhirnya Gereja pun memakai seorang pengacara untuk membela. Tetapi di pengadilan, Gereja Katolik beralasan hanya diperkenankan memakai gedungnya oleh pihak Kepolisian (Kepolisian Daerah Sulselra). Dengan ini kepolisian pun menjadi tergugat II.

Dalam perjalanan penyelidikan serta pemeriksaan di pengadilan, muncul lagi seorang yang mengakui tanah itu adalah miliknya. Dia menjadi penggugat intervensi. Akhirnya Pengadilan Negeri (tingkat I) memutuskan bahwa Gereja Katolik Santo Paulus Tello dan pihak kepolisian dinyatakan kalah. Dengan keputusan itu, Gereja Katolik Santo Paulus Tello dan Kepolisian ikut menyatakan naik banding. Pengadilan Tinggi Makassar menentukan dalam keputusannya bahwa Gereja Katolik Santo Paulus Tello dan Kepolisian kalah. Di sini pengadilan menyatakan penggugat I yang menang. Terjadilah naik kasasi ke Mahkamah Agung. Tetapi dalam menyadari kekuatan alasan dari Gereja cukup lemah untuk berjuang lagi, Gereja Katolik Santo Paulus tidak ikut naik kasasi. Maka hanya menunggu hasil atau keputusan MA itu.

Pada tanggal 15 Januari 2007, kami diantarkan salinan dari keputusan kasasi di MA. Di situ dinyatakan bahwa pihak Gereja Katolik Santo Paulus Tello dan Kepolisian kalah.

Langkah-langkah yang dilakukan Pastor Paroki dengan Pengurus Harian DEPAS Paroki bersama Dewan Pastoral Pleno Paroki Santo Paulus Tello
Dengan munculnya keputusan dari MA tentang sengketa atas tanah tempat gedung peribadatan umat Paroki Santo Paulus Tello, Depas Harian Paroki Santo Paulus Tello mengadakan pertemuan I tahun 2007 pada tanggal 30 Januari 2007. Di dalam pertemuan, dicantumkan sebagai satu agenda penting adalah mengenai tanah itu. Menyadari bahwa di antara kami tidak ada ahli hukum, kami berkesimpulan untuk berkonsultasi dengan pihak pimpinan KAMS dan ahli-ahli hukum.

Kesempatan pertemuan itu terlaksana pada tanggal 6 Februari 2007. Hadir dalam pertemuan itu termasuk Depas Harian Paroki Santo Paulus Tello, staf dan jajaran KAMS beserta ahli hukum. Jika menyimak dari aspek hukumnya, pertemuan itu menyimpulkan untuk hanya menunggu kapan pelaksanaan keputusan itu. Di lain segi, melihat situasi lokasi itu sempit dan mempertimbangkan keadaan beribadatnya yang tidak menunjang serta perkembangan kota dan masyarakat, maka perembukan itu mengarah pada kesimpulan untuk meninggalkan lokasi tempat peribadatan itu.

Pada tanggal 13 Februari 2007, pertemuan rutin Depas Harian Santo Paulus Tello mengolah gagasan kesimpulan dari pertemuan dengan Keuskupan, serta mulai memikirkan bagaimana selanjutnya umat Paroki Santo Paulus Tello. Namun secara konkretnya dituangkan pada pertemuan I enambulanan Depas Pleno dan menjadi satu-satunya agenda pertemuan. Pada tanggal 18 Februari 2007, pertemuan I enambulanan Depas Pleno diadakan. Dengan menyadari beberapa hal yang menyangkut masalah tanah dan tempat peribadatan umat Paroki Santo Paulus Tello memutuskan dan menentukan untuk :

1. Dengan sukarela mengangkat kaki dari tempat peribadatan sekarang;
2. Tidak mengadakan kegiatan ibadat bersama di tempat sekarang mulai tanggal 25 Februari 2007;
3. Menyerahkan kembali gedung apa adanya sekarang ke pihak Kepolisian ;
4. Tempat peribadatan sementara akan diatur di gedung Gereja Stasi Antang dan dengan kerelaan Paroki Santa Maria Ratu Rosari Kare.
5. Perabotannya akan diangkat sebagian ke Antang sebagian ke Kare;
6. Buat kegiatan-kegiatan kategorial akan diatur koordinator masing-masing seksi.
7. Berpamitan dengan sopan ke Kepolisian.

Untuk melanjutkan kegiatan beribadat, dilakukan pendekatan dengan Pastor Paroki dan Pengurus Depas Paroki Santa Maria Ratu Rosari Kare.
1. Paroki Santo Paulus Tello tetap berdiri, tidak dibubarkan ataupun dilebur ke Paroki lain;
2. Perayaan Ekaristi Misa bersama yang menyatakan kebersamaan umat Paroki Tello (sebisa mungkin) terlaksana pada Minggu setelah Paska;
3. Pusat Administrasi Paroki Santo Paulus Tello akan diberi tempat sementara di Kare;
4. Pastor Paroki juga akan diberi tumpangan di Pastoran Kare;

Sewaktu Depas Harian Paroki Santo Paulus Tello menyampaikan keputusan Depas Pleno kepada Bapa Uskup Agung, beliau menyarankan agar ucapan terima kasih itu dan pamitan itu berupa suatu audiensi. Audiensi dengan Kapolda terlaksana pada tanggal 6 Maret 2007. Wakapolda Sulsel diberi tugas untuk menyambut kami. Yang menyertai Depas harian dalam audensi itu termasuk Bapa Uskup Agung KAMS serta Sekjen KAMS. Bapa Uskup Agung dan Dewan Pastoral harian mengucapkan terima kasih atas diperkenankan Pemerintah, dalam hal ini Kepolisian Daerah, untuk memakai gedungnya sebagai tempat peribadatan umat Katolik selama kurang lebih 40 tahun. Seperti yang ditentukan oleh Depas Pleno, ungkapan itu ditandakan dengan penyerahan gedung apa adanya sekarang. Wakapolda sendiri memahami lemahnya Gereja Santo Paulus Tello untuk berjuang terus secara hukum.


Mungkin saja kami merasa terlena karena merasa nyaman. Dengan peristiwa ini, kami menjadi sadar akan apa adanya kami. Menyimak semuanya ini, kami umat Paroki Tello menyadari keadaan kami yang sebenarnya: UMAT YANG DIBERI TUMPANGAN. Tanah dan gedung peribadatan bukanlah milik dari umat/paroki. Walaupun gedungnya kami telah berjuang untuk mengusahakan suatu tempat yang layak beribadat, namun tetap milik dari yang memperkenankan beribadat di tempat itu. Sama saja bila kita indekos, apabila kita memperbaiki sesuatu (apalagi yang besar-besaran atas izin pemilik), rumah itu masih tetap milik orang itu bukan milik kita. Jika kita diperkenankan menanam pada tanah orang, tanah itu masih tetap milik orang itu. Itulah yang menjadi pertimbangan dari ketentuan dan sikap kami.

Pada permulaan setelah Depas Pleno menentukan sikap, bermacam ragam perasaan timbul dalam hati: kasihan, apa gunanya kita berjuang dahulu; marah atau tidak ada harapan mau ke mana.
Kami akui itu memang bermunculan sana-sini karena merasa kehilangan. Mudah-mudahan dengan dukungan dan bantuan Anda,
- Pertama-tama memahami alasan-alasan sikap kami Paroki Santo Paulus Tello.
- Membantu kami terus memberi tempat yang layak bagi Tuhan dan UmatNya, kami merasa diteguhkan dalam pilihan kami ini.

Akhir kata, kami ucapkan banyak terima kasih karena ikut prihatin pada kami umat di paroki Santo Paulus Tello. ***
P. Noel Valencia, cicm
Pastor Paroki St. Paulus Tello

Animasi APP 2007 di Kevikepan Makassar


Komisi APP KAMS mempersiapkan bahan-bahan animasi APP jauh hari sebelum masa Prapaskah 2007. Bulan November 2006 yang lalu, Komisi APP KAMS mengundang beberapa Komisi KAMS yakni Komisi Kateketik, Komisi Kepemudaan, Komisi MPK dan Utusan-Utusan dari Panitia APP Regio/Kevikepan serta Sentrum IKAR dan Sentrum Saluampak. Tim ini sekaligus menjadi Tim Animasi APP KAMS 2007.

Selama tiga hari di Wisma Kare Makassar, tim ini mendalami tema APP Nasional 2007 yaitu: “Pemberdayaan Kesejatian Hidup dalam Hubungan Sosial“. Tim Animasi APP KAMS menghasilkan kerangka dasar dan draf sementara bahan Animasi APP dalam bentuk Pendalaman Iman. Bahan–bahan tersebut dibagi dalam empat bagian, yakni Pendalaman Iman Umat di Paroki, Wilayah dan Rukun-rukun, Pendalaman Iman Kaum Muda, Pendalaman Iman Bina Iman Anak (Sekami) dan untuk Kelompok Karismatik.

Selanjutnya, kegiatan animasi APP diselenggarakan secara bertahap. Tahap pertama, kegiatan animasi berupa pembekalan para animator dari paroki-paroki dan sekolah di tingkat regio dan kevikepan. Tahap kedua, kegiatan animasi diharapkan adanya pembekalan APP di tingkat Paroki untuk animator di tingkat wilayah, stasi, rukun atau kelompok. Tahap ketiga, kegiatan animasi APP berupa pendalaman iman atau ibadat sabda di tingkat wilayah, stasi, rukun atau kelompok.

Kegiatan Pembekalan bagi animator dari paroki-paroki yang diselenggarakan di tingkat regio atau kevikepan difasilitasi langsung oleh Ketua Komisi APP KAMS, P. Fredy Rante Taruk pr bekerjasama dengan tim APP regio/kevikepan. Kegiatan semacam ini diselenggarakan di Sentrum IKAR tanggal 29-30 Januari 2007, di Sentrum Saluampak tanggal 2-4 Februari, di Messawa tanggal 25-26 Januari 2007 dan Mamuju tanggal 6-8 Februari 2007. Kevikepan Sultra difasilitasi oleh P. Albert Maria Rua’ pr untuk Paroki Mandonga dan Paroki Sadohoa.

Sementara itu kegiatan pembekalan animator APP di Kevikepan Makassar diadakan tanggal 10 Februari 2007. Komisi APP/PSE KAMS mengundang utusan-utusan dari Paroki dan guru-guru agama katolik khususnya di Kevikepan Makassar mulai dari tingkat TK sampai dengan SMU. Hadir pada kegiatan tersebut adalah Bapa Uskup Agung KAMS, Tim Animasi APP, beberapa pastor dan para peserta utusan dari masing–masing paroki/guru-guru sebanyak 137 orang, bertempat di Aula KAMS. Hadir juga 5 orang utusan dari Paroki Soppeng yang letaknya paling jauh dari Makassar.

Pada kesempatan ini Bapa Uskup Agung KAMS menyampaikan Hasil dari Sidang Agung KWI antara lain Nota Pastoral Sidang Agung KWI tahun 2006 “Habitus Baru: Ekonomi yang Berkeadilan bagi Semua: Pendekatan Sosio-Ekonomi”.

Beliau juga kembali mengingatkan mengapa kegiatan Puasa dan Pantang diselenggarakan dalam Gereja Katolik. Makna Puasa dan Pantang ditekankan kembali supaya umat Katolik menempatkannya dalam kerangka usaha pertobatan selama masa prapaskah. Kemudian Ketua Komisi APP KAMS menjelaskan tema APP Nasional 2007 dan kerangka dasar tema APP untuk lima tahun (2007-2011) tentang “Pemberdayaan Kesejatian Hidup”. Gerakan pemberdayaan lewat pendidikan dan pelatihan menjadi penekanan dalam pembahasan ini.

Ketua Komisi Kitab Suci P. Martinus Solon pr selanjutnya menjelaskan bagaimana Kitab Suci berbicara tentang “pemberdayaan kesejatian hidup”. Beberapa contoh teks dijelaskan untuk menekankan betapa Allah menghendaki agar umatNya memberdayakan segala potensi yang dimilikinya guna mewujudkan keselamatan dan pelayanan yang baik di antara sesama manusia. Setelah makan siang, kegiatan dilanjutkan dengan pendalaman bahan-bahan APP. Pada bagian akhir diadakan tanya-jawab.

Akhirnya pertemuan ini ditutup dengan penegasan dari Ketua Komisi APP KAMS tentang “gerakan pemberdayaan” yang harus segera ditindaklanjuti pada semua tingkat, baik di kalangan hirarki dan biarawan-biarawati, maupun di tingkat umat beriman (paroki-wilayah-rukun-kelompok). Pertemuan ini ditutup pada jam 16.30 dengan doa penutup oleh Bapak Frans Tio. ***
Maria & Delphi
Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi KAMS

Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Melalui Credit Union: Suatu Usaha Pemberdayaan Kesejatian Hidup


Nota Pastoral KWI 2006 mengangkat tema: ”Habitus Baru: Ekonomi yang berkeadilan: Keadilan bagi Semua: Pendekatan Sosio– Ekonomi”. Tema ini menunjukkan sikap Gereja untuk terlibat secara aktif dan nyata dalam ”Keprihatinan Bangsa Indonesia”. Bangsa sedang terpuruk dalam banyak hal. Sementara itu, ketidak-adilan merebak dan sebagian besar masyarakat terbelenggu dalam jerat kemiskinan. Gereja dipanggil untuk mewartakan harapan akan keadilan di tengah dunia yang ditandai dengan pelbagai praktek ketidak-adilan yang membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi banyak orang. Harapan tersebut dapat terpenuhi jika ada sikap pertobatan, termasuk di dalam tubuh Gereja itu sendiri. Oleh karena itu Gereja mau menghayati pertobatannya dengan cara:
Pertama, membaharui kembali tekad untuk bersama kaum miskin dan lemah, dan terus menumbuhkan sikap berani memulai dengan kekuatan dan potensi yang ada, betapa pun kecilnya, tanpa menggantungkan diri pada inisiatif pemilik modal besar.
Kedua, mendorong mereka yang diberkati dengan kekuatan ekonomi besar agar lebih jujur dan seksama dalam mencari jalan untuk memperbaiki hidup kaum miskin dan lemah.
Belajar dari Nota Pastoral KWI 2006, ada beberapa prinsip dasar yang kiranya perlu diperhatikan bersama dalam menentukan langkah ke depan menuju perekonomian yang adil.

Perekonomian yang berkeadilan terarah pada peningkatan kesejahteraan bersama dan pelestarian seluruh alam ciptaan. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah:
Pertama, asas kesejahteraan bersama. Pengembangan ekonomi tidak hanya memperhatikan hak setiap orang tetapi juga mendorong adanya tanggungjawab setiap orang untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Kesejahteraan bagi semua hanya dapat diwujudkan dalam kebersamaan. Maka perhatian pada sesama yang miskin, menderita, lemah dan tak berdaya harus mendapat prioritas.
Kedua, prinsip solidaritas. Solidaritas adalah kesetiakawanan untuk bersama-sama melihat persoalan, mencari dan merencanakan jalan keluarnya, melaksanakan dan mengevaluasinya menurut tolok-ukur kesejahteraan bersama. Prinsip solidaritas adalah kekuatan warga untuk mengorganisir diri menjadi kekuatan sosial, ekonomis dan politis. Kesetiakawanan ini memperkuat gerakan ke arah perubahan.

Gerakan Gereja dengan memakai prinsip-prinsip ini dimaksudkan agar kaum miskin, menderita, lemah dan tak berdaya terdorong dan mampu mewujudkan ”KEMANDIRIAN” (self-reliance). Kemandirian berarti adanya kemampuan untuk mengenal kekuatan dan kelemahan sendiri, kemampuan memilih/menentukan pilihan untuk kelangsungan dan keharmonisan hidup dan kemampuan memperhitungkan kesempatan/peluang dan hambatan dalam mewujudkan kesejahteraan hidupnya.

Lembaga Keuangan Mikro (Microfinance Institution) mendapat tempat dalam gerakan kemandirian bagi mereka yang miskin, menderita, lemah dan tak berdaya. LKM dapat berperan sebagai sarana yang paling kuat dan efektif dalam menggambarkan masalah kemiskinan, mulai dari upaya pengurangan kemiskinan sampai pengentasan kemiskinan. LKM juga dapat menjadi “suatu wacana dalam jasa-jasa keuangan, seperti simpanan (tabungan), pelayanan pembayaran, pelayanan kredit, kiriman uang, asuransi untuk orang miskin, tabungan pensiun, tabungan bea siswa dan santuan duka cita (asuransi kematian) bagi keluarga/rumah tangga yang berpenghasilan rendah dan usaha-usaha mikro untuk meningkatkan kesejahteraan hidup anggotanya”.

Komisi Pengembangan Sosial-Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Makassar mencoba menangkap ide dasar dari keprihatinan dan sikap Gereja terhadap masalah-masalah sulit yang sedang dihadapi oleh bangsa/masyarakat kita sekarang ini. Komisi PSE KAMS juga menanggapi secara positif ajakan APP Nasional tahun 2007-2011 untuk menggembangkan dan menggiatkan ”pemberdayaan”. Salah satu LKM yang dapat mengembangkan visi dan misi ”pemberdayaan” demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah Credit Union (CU).

Dengan pertimbangan itulah, Komisi PSE, sejak 1 September 2006 menentukan program jangka pendek dan jangka panjang untuk memberikan pendampingan kepada lembaga-lembaga keuangan mikro di wilayah KAMS, khususnya Credit Union. Visi dasar pendampingan tersebut adalah terciptanya lembaga keuangan yang profesional yang berbasis masyarakat setempat dengan memperhatikan unsur budaya dan lingkungan hidup/alam setempat berdasarkan semangat Injil dan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Credit Union. Misi utama pendampingan adalah terselenggaranya pendidikan dan pelatihan yang mampu membantu para aktivis dan anggota CU dalam merancang dan mengembangkan lembaga keuangan yang profesional dan mampu mewujudkan kesejahteraan para anggotanya.

Program ini kami tidak lanjuti dalam beberapa tahap. Pada tahap pertama, kami menawarkan fasilitas pendampingan melalui pendidikan dan pelatihan. Sejak 1 September 2006, Komisi PSE KAMS telah mengadakan 16 kali pendidikan motivasi dan sosialisasi CU di beberapa tempat/paroki seperti: Paroki Bone-Bone (2 kali), Paroki Rantetayo, Paroki Nanggala, Paroki Makale (2 kali), Paroki Padang Sappa, Paroki Messawa, Paroki Mamuju, Paroki Saluampak, Paroki Deri, Paroki Rembon, Paroki Unaaha, Paroki Labasa, dan Utusan Paroki-Paroki Kevikepan Makassar. Pendidikan Motivasi ini sudah diikuti tidak kurang dari 800 orang.

Dalam perkembangannya, beberapa paroki di Regio Tana Toraja menanggapi secara positif ide pemberdayaan melalui gerakan CU ini. Setelah melalui beberapa kali pendidikan motivasi dan pertemuan kelompok inti maka disepakati untuk menyelenggarakan ”Lokakarya Strategic Planning CU” untuk pendirian sebuah CU ”modern” di Tana Toraja. Lokakarya ini diselenggarakan tanggal 4-8 Desember 2006 di Makale, Tana Toraja. Kegiatan ini difasilitasi langsung oleh Ketua Komisi PSE KAMS P. Fredy Rante Taruk, Pr bersama dengan 4 fasilitator dari BK3D Kalimantan, yakni: A. R. Mecer, Frans Laten, Masiun dan Eduard Susanto. Kegiatan lokakarya ini dihadiri oleh 89 peserta dari Paroki Makale, Rantetayo, Rantepao, Nonongan, Nanggala, Deri, Pangli, Tombanglambe dan Mengkendek serta Paroki Bone-Bone.


Peserta lokakarya sebanyak 89 orang tersebut akhirnya bersama-sama sepakat ”mendeklarasikan” berdirinya sebuah CU yakni ”CU Sauan Sibarrung” tanggal 7 Desember 2006. CU Sauan Sibarrung ini memiliki visi, yakni menjadi ”Lembaga Keuangan Masyarakat Toraja yang Tangguh dan Terpercaya Berdasarkan Nilai-Nilai dan Prinsip-prinsip Credit Union”. Misi yang diemban oleh CU Sauan Sibarrung adalah ”Menyejahterakan anggota melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan sehingga anggota memiliki kesadaran akan pentingnya hidup yang terencana dan terkelola secara bijaksana dengan tabungan anggota rata-rata minimal 5 juta.” Visi dan misi CU Sauan Sibarrung ini ditindaklanjuti dalam beberapa langkah strategis seperti Pola Kebijakan, Sasaran, Arus Kas, Rencana Kerja, Program Diklat dan Promosi dan lain sebagainya. Para anggota pendiri sepakat memilih motto CU Sauan Sibarrung, yakni “INDEMO TU GORI-GORI TANG MA’TI”, yang berarti inilah sumber kehidupan yang tak pernah akan habis – abadi.

Para anggota CU Sauan Sibarrung ini memilih dan mengangkat Dewan Pimpinan, Pengawas dan Staf Manajemen. Susunan pengurusnya adalah: Ketua Dewan Pimpinan: P. Emanuel K. Para’pak, Pr, Wakil Ketua I dan II : Markus Thoban dan PS. Andin, Sekretaris : Yulius Bottong, Bendahara: Rosaria Dammen, Anggota: P. Ignas Pabendon, Pr dan Johni Intan Limbongan. Susunan pengawasnya adalah: Ketua: Anton Sera’ Sima, Sekretaris: Marsianis Tandirerung dan Anggota: Yakobus Palondongan. Staf manajemen yang diangkat adalah Christianus Tana, Fanis Traktiana dan Pius Matangkin.

Komisi PSE KAMS bertindak selaku penasehat dan fasilitator pendidikan/pelatihan dan pendampingan bagi CU Sauan Sibarrung. P. Stef Salenda’ Lebang juga ditunjuk sebagai salah satu anggota penasehat. Sejak CU Sauan Sibarrung berdiri, Komisi PSE KAMS memberikan pendampingan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (DIKLAT). Diklat yang sudah diadakan adalah Pendidikan Dasar (2 kali), Diklat Kelompok Inti, TOT Fasilitator Pendidikan Dasar, Diklat Pengurus dan Kepemimpinan.

Paroki Bone-Bone yang sudah mengadakan dua kali pendidikan motivasi mengundang Ketua Komisi PSE untuk memberikan Pendidikan Dasar untuk 80 orang calon anggota. Dengan persiapan yang matang sejak beberapa bulan sebelumnya, pada tanggal 1 Februari 2007 di Paroki Bone-Bone didirikan Tempat Pelayanan (TP) ”Sumber Kasih” CU Sauan Sibarrung. Anggota pertama dan pendiri TP Sumber Kasih ini sebanyak 57 orang. Sampai 16 Maret 2007 CU Sauan Sibarrung beranggotakan 322 orang. Asset keuangan anggota yang dikelolah adalah 2,4 milyar rupiah.

Gerakan ”pemberdayaan” melalui CU ini merupakan salah satu usaha untuk memberdayakan kaum miskin dan sederhana dalam bidang ekonomi melalui ”pendidikan dan pelatihan” demi meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Gerakan ini baru dimulai dan berada pada tahap awal. Semoga semakin banyak kalangan melihat ide dasar yang dikembangkan melalui gerakan ini dan memberikan perhatian, bantuan dan dukungan demi keberhasilan gerakan ini. Gereja bisa membantu orang-orang miskin melalui dua jalan, yakni: (1) aksi kemanusiaan atau program Karitatif dan (2) program pemberdayaan orang miskin lewat LKM seperti CU. Komisi PSE KAMS memilih memprioritaskan jalan yang kedua yakni ”program pemberdayaan orang miskin dan sederhana melalui Lembaga Keuangan Mikro seperti Credit Union”. Mari berjuang demi terwujudkan ”Kesejatian Hidup” melalui gerakan pemberdayaan. ***

”Salah satu kelemahan zaman kita adalah
ketidakmampuan membedakan
antara kebutuhan dan keserakahan”
(Don Robinson)
P. Fredy Rante Taruk, Pr
Ketua Komisi APP/PSE KAMS

Pertemuan Dosen Pendidikan Agama Katolik Kevikepan Makassar

Pada Senin, 15 Januari 2007 bertempat di Aula Keuskupan KAMS telah terselenggara Pertemuan Para Dosen Pendidikan Agama Katolik (PAK) se-Kota Makassar. Pertemuan ini begitu penting dan diharapkan menjadi peristiwa awal dari terciptanya suatu mutu pendidikan agama katolik di perguruan tinggi se-Keuskupan Agung Makassar. Sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bapak Uskup, yaitu: agar para mahasiswa katolik mendapatkan mutu pendidikan iman yang memadai dan juga perkuliahan PAK di PT dipandang sangat strategis untuk mempersiapkan para mahasiswa menjadi pemimpin dan tokoh masyarakat, seperti pada era 1970-an di mana PAK dalam kota Makassar dilaksanakan oleh Tim dan terkoordinir dengan baik. Pertemuan ini juga sebagai tindaklanjut dari dua pertemuan sebelumnya, yaitu pada 20 Nopember 2006 antara Ketua-ketua Komisi dengan Bapak Uskup dan pertemuan Ketua-ketua Komisi dengan Vikjen pada tanggal 8 Desember 2006.

Pada pertemuan kali ini, dihadiri oleh 17 Dosen Pendidikan Agama Katolik dari berbagai perguruan Tinggi yang ada di kota Makassar. Hadir pula Ketua Komisi Kateketik bersama staf (P. Martin Solon dan Fr. Bonifasius HHK), dari Komisi Kepemudaan (P. Albert Arina dan Bpk. Frans Tio), P. Leo Sugiyono (Pastor Mahasiswa), serta P. Frans Nipa, P. Ernesto, P. Marsel dari Kuria KAMS. Pokok-pokok pembicaraan dalam pertemuan yang dimulai pukul 10.30 dan dipimpin oleh P. Ernesto ini, meliputi: Pertama tentang evaluasi umum pelaksanaan pendidikan agama katolik di Perguruan Tinggi se-Kota Makassar, kedua, beberapa penegasan sehubungan dengan proses pelaksanaan PAK di Perguruan Tinggi, dan ketiga tentang harapan-harapan penyelenggaraan PAK di PT ke depan.

Evaluasi Umum. Beberapa hal penting menyangkut pelaksanaan PAK di PT selama ini di kemukakan dalam pertemuan ini, antara lain sebagai berikut:
• Dengan kondisi dan situasi yang ada (kurang terkordinir dan tidak di bawah payung kordinasi), selama ini para dosen telah menyelenggarakan dan menjalankan tugasnya untuk membantu para mahasiswa memperoleh pendidikan agama katolik, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Demikian juga dengan kreatifitasnya sendiri, selama ini para dosen telah mampu mengolah materi, kurikulum dan buku pegangan yang disesuaikan dengan situasi setempat.
• Dari data para dosen PAK yang diberikan oleh Bpk Victor Duma tertanggal 13 Oktober 2006 nampak bahwa hampir semua dosen adalah para awam. Hanya beberapa imam saja yang terlibat dalam PAK di PT. Dari data itu juga terlihat bahwa beberapa dari dosen PAK tidak memiliki latarbelakang studi teologi ataupun kateketik dan kelayakan sebagaimana tuntutan Gereja.
• Pendampingan, perekrutan dan pemenuhan standar kualifikasi dosen baik dari segi persyaratan akademik maupun dari segi tuntutan gerejawi sebagaimana kelayakan menurut Kan. 804 dan 805 belum terselenggara dengan baik.
• Walaupun para dosen PAK telah menjalankan proses pengajarannya berdasarkan kurikulum yang ada, tetapi ada kesan tidak seragam dan cenderung jalan sendiri-sendiri. Demikian juga menyangkut bobot kedalaman materi yang diberikan, ada kesan berbeda-beda.
• Karena berbagai alasan (mis. Jumlah mahasiswa katolik sedikit, atau mahasiswa sendiri kurang pro-aktif untuk mencari dosen PAK, kekurangan dosen dst) beberapa perguruan tinggi –walaupun ada mahasiswa katoliknya- belum menyelenggarakan PAK. Sehingga ada beberapa mahasiswa katolik yang mengikuti Pendidikan Agama Protestan. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang sama sekali tidak mendapat pelayanan PAK, sehingga pada waktu harus memperoleh nilai PAK, mencari jalan pintas.

Beberapa penegasan sehubungan dengan proses pelaksanaan PAK di Perguruan Tinggi. Ada beberapa hal yang telah ditekankan dalam pertemuan tanggal 8 Desember 2006, ditegaskan kembali dalam pertemuan ini:
• Para mahasiswa katolik yang ada di kota Makassar melalui setiap perguruan Tinggi perlu segera didata. Pemegang sah data mahasiswa katolik adalah dosen PAK.
• Juga akurasi data yang lengkap (identitas pribadi, kampus di mana mengajar, latar belakang pendidikan dst.) bagi para Dosen PAK di kota Makassar.
• Status seorang dosen agama katolik menjadi sah hanya melalui Koordinator Perkuliahan Pendidikan Agama Katolik KAMS yang adalah perpanjangan tangan Bapa Uskup. Untuk kampus di mana tidak ada dosen agama katolik, karena kondisinya, maka otomatis Pastor Paroki di mana kampus itu berada menjadi penanggungjawab, sekaligus sebagai dosen PAK.
• Koordinator perkulihahan PAK KAMS sekaligus adalah Pastor Mahasiswa dan bekerja sebagai Tim dengan ketua-ketua komisi Kateketik, Kepemudaan, Pendidikan dan PembimasKat Propinsi. Untuk itu agar kordinator Perkuliahan Agama Katolik segera membentuk Tim Kerja.
• Dalam pertemuan ini juga ditegaskan perlunya pendampingan dan kerjasama dalam mendalami dan menyusun materi pengajaran dari garis-garis besar program pegajaran yang sudah ada, maupun sumber bahan lain. Juga kiranya para dosen membutuhkan pendampingan berupa penyegaran rohani yang teratur agar memiliki semangat, spiritualitas yang mantap.

Harapan-harapan dari para dosen untuk koordinator perkuliahan dan penyelenggaraan PAK di PT ke depan:
• Koordinator diharapkan mengagendakan pertemuan antar dosen minimal sekali dalam setahun (menyangkut evaluasi, penyegaran rohani).
• Bekerjasama dengan Bimas Katolik mengagendakan suatu lokakarya kurikulum PAK.
• Bekerjasama dengan Bimas Katolik, KWI dan KAMS mempersiapkan para dosen PAK agar memiliki kelayakan mengajar sesuai dengan tuntutan UU pendidikan (minimal S-2 untuk PT).
• Menyelenggarakan Kuliah Umum bagi para mahasiswa se-Kota Makassar.
• Koordinator diharapkan menjadi penghubung antara kampus dengan keuskupan.***
P. Leo Sugiyono, MSC
Pastor Mahasiswa

Pengurus KWI Periode 2006-2009

Sidang sinodal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2006 berakhir pada 16 November 2006 lalu. Cukup banyak keputusan-keputusan yang dihasilkan, termasuk di antaranya pemilihan kepengurusan KWI periode tiga tahun ini dan sebuah Nota Pastoral.

Sidang dihadiri 40 peserta dari 37 keuskupan yang ada di Indonesia. Mereka adalah 33 uskup aktif, 2 uskup emeritus, 1 uskup coadjutor, dan 4 administrator. Selain itu, hadir pula perwakilan dari Unio, Koptari, PGI dan juga para sekretaris/delegatus komisi-komisi, sekretariat dan departemen yang ada di lingkup KWI.

Sidang akhirnya memilih Mgr. Martinus D. Situmorang, OFMCap (Keuskupan Padang) sebagai Ketua Presidium KWI menggantikan Kardinal Yulius Darmaatmadja, SJ yang telah habis masa jabatannya selama 2 periode berturut-turut. Sedangkan Mgr. Aloysius Maryadi Sutrisnaatmaka, MSF (Keuskupan Palangka Raya) terpilih sebagai Sekretaris Jenderal KWI menggantikan Mgr. I. Suharyo (Keuskupan Agung Semarang). Selain itu siding telah memilih Mgr. I. Suharyo (Keuskupan Agung Semarang) dan Mgr. Petrus Turang (Keuskupan Agung Kupang) masing-masing sebagai Wakil Ketua I dan II presidium. Sedangkan para anggota presidium yang terpilih adalah: Mgr. Michael Angkur, OFM (Keuskupan Bogor), Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ (Keuskupan Agung Palembang), Mgr. John Liku Ada’ (Keuskupan Agung Makassar), Mgr. Agustinus Agus (Keuskupan Sintang), Mgr. Benyamin Bria (Keuskupan Denpasar), dan Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM (Keuskupan Jayapura).

Sebagai bendahara dipilih Mgr. Kerubim Pareira, SVD (Keuskupan Weetebula) menggantikan Mgr. J. Mencucini, CP yang telah habis masa jabatannya.*** sumber: mirifica.net

Perlunya Database Umat Katolik

Setelah memasuki era reformasi perubahan demi perubahan di tubuh pemerintah Republik Indonesia terus terjadi. Muncul berbagai perkembangan, baik positif maupun negatif. Namun yang pasti masyarakat sudah semakin dewasa dan pintar mengamati jalannya roda pemerintahan. Akibatnya, tuntutan agar pemerintah senantiasa dapat mewujudkan birokrasi yang yang akuntabel dan transparan senantiasa terus menguat.

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintah negara mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana strategis, rencana kinerja dan pengukuran kinerja.

Di sinilah pemerintah memerlukan data yang valid dan memadai, termasuk data keagamaan Katolik, bukan hanya data umat katolik tetapi juga data yang lainnya; seperti beberapa Pastor, Suster, Katekis, Pengantar, Pembina Sekolah Minggu, tempat ibadah dan lain sebagainya yang ada di suatu daerah Kabupaten/Kota, guna menentukan kebijakan yang mau diambil dalam membangun masyarakat dan daerahnya, khususnya dalam pembinaan dan pelayanan kehidupan beragama.

Perlu kita ketahui bahwa secara teritorial wilayah gerejawi berbeda dengan wilayah pemerintahan. Oleh karena itu, khususnya perihal data keagamaan umat Katolik, alangkah baiknya memakai “kategori sipil “ mis. jumlah umat Paroki X: Kelurahan/Desa/Lembang A … jiwa, Kelurahan B ... jiwa, Kelurahan C … jiwa, dst.
Data tersebut menjadi “data resmi” dan segera dikomunikasikan kepada instansi/lembaga terkait baik gerejawi (Keuskupan, kevikepan, arsip paroki setempat) maupun pemerintah setempat (Depag, Kabupaten/Kota, Kecamatan, FKUB/kota/kabupaten…).

Demi keakuratan data, data tersebut secara berkala dan teratur perlu dicek dan diperbaharui. ***
Antonius Untung
Pembimas Katolik, Departemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan

Kronik KAMS Desember 2006 - Februari 2007

3 Desember
Dalam kunjungan kanonik ke Sulawesi Tenggara, Mgr John-Liku Ada’ memberkati gereja Paroki Sadona. Acara ini dihadiri ratusan umat setempat. Selamat kepada umat di Sadona dan pastor parokinya, P. Martinus Pasomba.

6 Desember
Setelah beberapa bulan berlalu, para imam kevikepan Makassar mengadakan rapat untuk membahas hasil rapat Dewan Imam serta mengatur penempatan imam-imam yang melayani misa pada perayaaan Natal.

7 Desember
Universitas Atma Jaya mengadakan perayaan syukur atas kelulusan mahasiswa dari Fakultas Ekonomi, Hukum, Teknik dan Pertanian. Pastor kampus, P. Ernesto Amigleo memimpin perayaan ekaristi.

8 Desember
Vikjen P. Ernesto mengadakan rapat dengan ketua dan staf Komisi Kateketik, Liturgi, dan KS, serta Komisi Kepemudaan bersama Bimas Katolik Departemen Agama sebagai tindak lanjut pertemuan sebelumnya yang membahas mengenai pengajaran agama katolik di Perguruan Tinggi swasta dan negeri. Rapat ini dalam rangka persiapan pertemuan dengan semua dosen kuliah agama katolik pada bulan Januari 2007.

9 Desember
Universitas Atma Jaya menyelenggarakan Upacara Wisuda XIX di Panakukang Country Club bagi 177 wisudawan baru. Dalam sambutannya, Rektor membacakan laporan perkembangan universitas. Ketua Yayasan, Prof. Salombe juga memberikan kata sambutan. Vikjen, P. Ernesto mengucapkan selamat atas kelulusan mahasiswa kepada orangtua dan keluarga dan semua civitas academica.

P. Ignatius Sudaryanto cicm diundang oleh kelompok Domenica in Sabato untuk memberikan rekoleksi setengah hari di pondok pantai Tanjung Bayang. Tema rekoleksi: Meditasi Membuka Hati pada Tuhan. Sementara itu, P. Lasber Sinaga cicm memberikan rekoleksi kepada para pegawai RS Stella Maris dengan tema: Menjadi Manusia melalui Pelayanan kepada Sesama.

12 Desember
Setelah beberapa pecan mengunjungi paroki-paroki di Vikariat Sulawesi Tenggara, Uskup Agung kembali ke Makassar bersama P. Marcel Lolotandung.

22 Desember
Hari ini adalah ulangtahun ke 59 Mgr. John Liku Ada’ dan sekaligus pesta imamat ke-38 Vikjen P. Ernesto Amigleo cicm. Acara santap siang bersama diadakan di aula keuskupan dan dihadiri para imam, biarawan-biarawati dan pemimpin umat. Kepada Bapa Uskup: “Selamat ulangtahun. Ad multos annos. Semoga selalu diberkati dengan kesehatan yang baik”. Dan kepada Vikjen: “Selamat pesta imamat. Semoga senantiasa menjadi pastor yang baik dan misionaris bagi mereka yang dipercayakan Tuhan kepadamu”.

23 Desember
Kabar duka diterima mengenai meninggalnya ibunda P. Piet Timang, pastor paroki Katedral. Kabar ini diterima juga oleh paroki-paroki dan diharapkan doa untuk melepas kepergian mendiang. Semoga beristirahat dalam damai.

24 Desember
Selamat ulangtahun kepada P. Kamelus Kamus cicm. Perayaan malam Natal di paroki St. Paulus Tello dipimpin oleh P. Ernesto didampingi P. Kamelus dan P. Lasber Sinaga.

25 Desember
Selamat Natal! Sementara paroki-paroki dijaga oleh polisi dari kemungkinan serangan teror, Paroki Mamajang justru dijaga oleh masyarakat muslim setempat sepanjang perayaan liturgi berlangsung. Suatu contoh yang baik harmoni dan kerjasama umat beragama!

26 Desember
Masih dalam semangat dialog antar-umat beragama, Bapa Uskup mengadakan open house di aula keuskupan yang dihiasi pernak-pernik natal. Para pemimpin masyarakat dan agama berdatangan dan memberi salam hangat kepada Bapa Uskup. Sementara kesempatan ini juga digunakan oleh para imam, biarawan dan pemimpin umat untuk mengucapkan selamat natal kepada Bapa Uskup. Santapan siang disediakan bagi semua tamu. Turut meramaikan acara ini, enam frater HHK dan beberapa umat menyanyikan lagu-lagu natal.

Pada saat yang sama, Paroki Mamajang yang dipimpin oleh P. Mateus Bakolu didampingi P. Fransiskus Pontoh msc dan P. Paulus Tongli juga menggelar open house dengan mengundang para tetangga muslim untuk santap siang bersama. Ini tentu suatu contoh yang baik bagi dialog antar-umat beragama

27 Desember
Pagi hari, diadakan rapat Kuria untuk membahas hal-hal personalia.

Malam hari, Pukat mengadakan perayaan Natal dan pelantikan pengurus baru di hotel Yasmin Makassar. Vikjen mengawali perayaan dengan doa, dilanjutkan renungan oleh moderator Pukat, P. Hendrik Njiolah. Setelah itu, Sekretaris KAMS P. Frans Nipa membacakan SK para pengurus Pukat periode 2006-2009. Mgr. John Liku-Ada’ kemudian melantik para pengurus baru. Bapak Hendrono serta keluarga dari Malang, Jawa Timur, menyanyikan lagu-lagu pujian dan memberi kesaksian mengenai Cinta Tuhan dalam keluarganya secara khusus pada masa-masa sulit ketika usahanya jatuh bangkrut. Namun iman kepada Tuhan telah menolong mereka bangkit kembali dari kebangkrutan. Sekitar 100 umat turut hadir termasuk para suster YMY, imam, keluarga dan kerabat usahawan katolik.

Pada saat yang sama, di aula keuskupan diadakan seminar mengenai Musik Gereja dan dihadiri oleh para pecinta musik dan ingin mendalami musik gereja.

29 Desember
Perayaan Natal Ekumene diadakan di Balai Prajurit M. Jusuf dan dihadiri sekitar 3000 umat. Bapak Gubernur dan isteri, Walikota, kalangan militer dan parlemen, Bapa Uskup, para imam dan pendeta serta rohaniwan juga hadir di sana. Tema perayaan: Bangkit dan Bergeraklah! Suasana perayaan dihidupkan oleh paduan suara ekumenis yang dipimpin oleh P. Leo Paliling serta beberapa vokal grup dari kelompok Protestan, Pentakosta dan komunitas Katolik. Bapa Uskup membacakan Pesan Natal 2006 yang disusun oleh PGI dan KWI. Gubernur Amin Syam menyampaikan pujian kepada umat kristiani atas kontribusinya kepada negeri ini dan secara khusus bagi Sulawesi Selatan. Saat diminta untuk bernyanyi, Bapak Gubernur bersama rekan-rekan menyanyikan dua lagu yang mendapat sambutan hangat hadirin. Ibu Apiaty Syam juga turut mempersembahkan lagu nostalgia. Selain itu, penyanyi Adi AFI dan Sandro Tobing menyanyikan lagu pujian dan menghidupkan suasana. Dalam kegiatan ini, sumbangan diserahkan kepada beberapa panti asuhan dan panti jompo. Seluruh persembahan yang dikumpulkan dari umat yang hadir malam itu akan diserahkan untuk pembangunan Panti Jompo Pangamaseang.
Sebelum perayaan berakhir, diadakan pemutaran film dokumenter yang memperlihatkan para korban antara lain tsunami Aceh 2004 dan beberapa bencana alam di Indonesia. Tujuan pemutaran film untuk menyadarkan umat akan penderitaan sesama anak negeri.

1 Januari
Selamat Tahun Baru 2007! Meskipun awal tahun diwarnai hujan yang turun deras namun umat katolik di Makassar tetap memenuhi gereja-gereja untuk mengikuti misa Tahun Baru.

Vikep P. Jos van Rooy cicm sibuk melayani misa di dua tempat di Paroki Mandai: Maros dan Kariango. Dia membawa serta anak-anak dari panti asuhan Pangamaseang untuk bernyanyi.

Masih dalam semangat Natal, sekelompok umat paroki Kristus Raja Andalas mengadakan perayaan Natal di Restoran Bambuden. Dalam renungannya, P. Ernesto mengantar umat pada refleksi Kehidupan Keluarga serta Nilai-nilainya. Sementara pastor paroki, P. Maris Marannu menyampaikan pesan Natal.

Setelah lima hari beristirahat di Sangalla, Tana Toraja, Bapa Uskup kembali ke Makassar.

5 Januari
Universitas Atma Jaya Makasar mengadakan perayaan Natal dan Tahun Baru di kampus. Perayaaan ekaristi dipimpin oleh pastor kampus dan dihadiri sekitar 80 umat, termasuk rektor, pembantu rektor, para dekan, beberapa dosen, pegawai dan mahasiswa. Memang tidak terlalu banyak yang hadir karena mungkin belum pulang dari liburan.

Panitia Perayaan Natal Ekumene bersama Bapa Uskup mengadakan evaluasi terhadap Perayaan Natal Ekumene yang diselenggarakan sepekan lalu di Balai Prajurit.

6 Januari
Pesta Emas pernikahan Prof. Dr. Cornelus Salombe dan Lucia B. Pati’langi’ diadakan di katedral dan dipimpin oleh Bapa Uskup. Di tempat yang sama tepat 50 tahun lalu keduanya menerima sakramen perkawinan. Malam hari diadakan resepsi di sebuah restoran dan dihadiri sekitar 600 undangan. Prof. Dr. Salombe dikenal sebagai antropolog dan mendedikasikan hidupnya di dunia pendidikan, politik dan urusan Gereja. Beliau salah satu pendiri Universitas Atma Jaya Makassar.

9 Januari
Para pengurus Persekutuan Doa Karismatik Katolik merayakan Natal di paroki St. Yoseph Gotong-gotong. Misa dipimpin oleh moderator karismatik P. Fransiskus Pontoh, didampingi P. Ernesto dan P. Martinus Mattani. Pada saat yang sama Jeduthun Salvation Ministry, sebuah cabang karismatik untuk kaum muda, juga merayakan ulangtahun pertamana. Sekitar 200 umat ikut dalam perayaan syukur ini.

13 Januari
Setelah tiga bulan liburan di Filipina, P. Noel Valencia cicm kembali ke Makassar dan melayani umat Paroki St. Paulus Tello.

15 Januari
Setelah hampir dua bulan dipersiapkan, hari ini diadakan pertemuan para dosen kuliah agama katolik di Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di aula keuskupan. Vikjen turut memfasilitasi pertemuan ini. Beberapa hal yang dibahas: pengumpulan data statistik jumlah mahasiswa katolik di kampus masing-masing, perlunya kordinator untuk mengkoordinir para dosen kuliah agama katolik, serta kurikulum/silabus.

18 Januari
Dewan Konsultor mengadakan pertemuan dan membicarakan antara lain mengenai personalia.

20 Januari
Selamat kepada Yacobus Nipa dan Yohana M. Angka, orangtua P. Frans Nipa, yang hari ini merayakan pesta emas pernikahan di Mariali, Makale, Tana Toraja.

Dewan Keuangan mengadakan pertemuan dengan pengurus Timbuseng di ruang rapat kediaman uskup. Sementara Komisi PSE mengadakan seminar mengenai Credit Union (CU) di aula keuskupan. Seminar sehari diikuti 30 peserta dari berbagai paroki sekevikepan Makasar.

24 Januari
Dewan Keuangan dan anggota Kuria mengadakan pertemuan dengan Timbuseng untuk membahas perkembangan proyek lebih lanjut dan pembentukan sebuah Perseroan Terbatas (PT). Turut hadir notaris publik Hendrika yang juga anggota Dewan Keuangan.

25 Januari
Timbuseng mengundang Dewan Keuangan serta Sekretaris KAMS untuk meninjau tempat yang telah dibeli untuk area pemakaman publik di Gowa. Wilayahnya cukup luas dengan pepohonan di atas bukit.

27 Januari
Pengurus Yayasan Sentosa Ibu mengadakan perjalanan ke Pare-pare untuk mengunjungi RS Fatima dan Akademi Keperawatan Fatima.


29 Januari
Mgr. John Liku Ada’ tiba dari Jakarta setelah mengikuti Rapat Komisi Teologi KWI.

31 Januari
Mgr. John berangkat ke Malino untuk mengadakan retret pribadi selama 8 hari.

2 Februari
Komisi Keluarga bersama Institut Konseling Keluarga dan Karir mengadakan seminar selama 3 hari (9-11 Februari) bagi para pasangan nikah dan pencari kerja di Makassar.

4 Februari
Jedhutun Salvation Ministry (JSM) mengadakan kegiatan “fellowship” selama sehari di Wisma Kare. JSM adalah suatu komunitas basis yang terdiri kaum muda yang ingin mendalami iman melalui studi dan sharing Kitab Suci. Mereka terbagi dalam beberapa sel (kelompok kecil), masing-masing memiliki kordinator pasutri. Moderator JSM adalah P. Ernesto.

5 Februari
P. Marcel Lolotandung dan P. Paulus Tongli berangkat ke Malino untuk membimbing rekoleksi sehari bagi siswa SMU Rajawali.

6 Februari
Untuk memperingati pelindung para Frater HHK, yakni Bunda Maria dari Lourdes, yang peringatannya jatuh pada 11 Februari, para frater HHK mengadakan rekoleksi yang dibimbing oleh P. Ernesto.

10 Februari
Komisi PSE dan Komisi APP, bekerjasama dengan Komisi Kateketik-Liturgi-Kitab Suci serta Komisi Pendidikan, mengadakan animasi APP 2007. tema APP2007: Menuju Kesejatian Hidup dalam Hubungan dengan Sesama. Sekitar 100 peserta dari pelbagai paroki, sekolah dan organisasi turut hadir. Bapa Uskup membuka acara ini dengan menjelaskan latar belakang sejarah mengapa Gereja terlibat dalam pengembangan sosial-ekonomi masyarakat. Setelah itu, P. Martin Solon memberikan refleksi biblis tentang makna APP. Fasilitator kegiatan ini adalah P. Fredy Rante Taruk, ketua Komisi PSE dan APP.

Kordinator Karismatik Katolik Ade Bisono bersama Kordinator Karismatik Regional Julius Tedja mengadakan rapat dua hari bersama semua kordinator dan pengurus kelompok doa untuk membicarakan beberapa hal sehubungan kedatangan ketua Badan Pelayanan Nasional Karismatik Joseph Tedjaindra bersama tim dari Jakarta. Pada hari pertama, Mgr. John Liku Ada’ memberikan sambutan. Pada hari kedua, Joseph memberikan gambaran aktivitas Pembaharuan Karismatik Katolik di Jakarta. Pertemuan ini diadakan di hotel Yasmin dan dihadiri 60 peserta serta difasilitasi oleh moderator karismatik, P. Fransiskus Pontoh.

Malam hari, tim Komisi Kateketik-Liturgi-KS berangkat ke Tana Toraja dengan bus dalam rangka animasi umat, setelah itu dilanjutkan ke Bantaeng yang jaraknya sekitar 200 km dari Makassar untuk kegiatan yang sama.

12 Februari
Seminari Menengah St. Petrus Claver merayakan 40 tahun pengabdian salah seorang gurunya, Bpk. Yan Kedang. Perayaan diawali dengan misa yang dipimpin P. Willy Welle, dihadiri oleh para staf pengajar, Bapa Uskup, para imam, suster, guru, siswa seminari menengah, dan para undangan. Acara diisi dengan nyanyian, drama, dan kata sambutan dari pengajar, Bapa Uskup, dan Bpk. Yan Kedang. Setelah itu, santap siang bersama disajikan.

14 Februari
Salah seorang calon dalam pemilihan gubernur, Syahrul Yasin Limpo mengunjungi Bapa Uskup pada sore hari. Didampingi teman-temannya, Syahrul diterima oleh Uskup Agung bersama anggota Kuria dan P. Paulus Tongli, Ketua Komisi HAK. Syahrul memperkenalkan diri dan membagikan visi-misinya bagi negara dan provinsi ini apabila kelak ia terpilih. Sebelum meninggalkan tempat, ia mengharapkan dukungan doa.

Malam hari, Marriage Encounter distrik IX merayakan Valentine Day di sebuah restoran bersama moderatornya, P. Paulus Tongli. Setelah itu diadakan jamuan malam dan pembagian hadiah. Acara ini diikuti 50 pasangan, sejumlah suster dan imam, termasuk Bapa Uskup. Sebelum acara berakhir, para pasangan menunjukkan kebolehannya menari dengan iringan musik country, cha-cha, dan waltz.

16 Februari
P. Leo Paliling, Ekonom KAMS, berangkat ke Tana Toraja sehubungan dengan kepulangan Martina Sampe, nenek terkasih yang meninggal pada 14 Februari pada usia sekitar 100 tahun.

18 Februari
Gong xi fa cai! Hari ini Tahun Baru Imlek, saat untuk berbagi dengan keluarga. Ini juga menandai awal Tahun Babi. Menurut keyakinan China, orang yang dilahirkan di tahun babi dikatakan memiliki kejujuran, ketulusan dan optimisme. Mereka tampak tenang, berhati teguh, namun sering kurang sabar dan bebas. Kepada saudara yang merayakan Imlek, kami ucapkan: Selamat! Semoga berkat Tuhan melimpah, rejeki menjulang dan musibah menjauh di tahun ini...
Para pengurus Forum Komunikasi antar-Umat Beragama mengunjungi para pemimpin umat Budha di kota Makassar. Di antara mereka dari umat Katolik adalah Bapa Uskup, Sekretaris KAMS, dan Fr. Paulino HHK.

19 Februari
Hari ini para staf keuskupan berangkat ke Tana Toraja sehubungan dengan wafatnya Antonia Tandungan, ibunda Rita, salah seorang staf keuskupan, yang meninggal kemarin.

22 Februari
P. van Rooy dan P. Folata Laia cicm merayakan hari ulangtahun hari ini dengan makan siang bersama. Tamu spesial yang hadir adalah Bapa Uskup dan P. Tim Atkins cicm.

Malam hari, acara ultah P. van Rooy diadakan oleh tim Choice di Panti Asuhan Pangamaseang.

24 Februari
Setelah sebulan diperbaiki, sebuah kantor baru Yayasan Paulus diberkati oleh Mgr. John Liku Ada’ dan dihadiri oleh Ketua Yayasan, P. Piet Timang dan Sekretaris KAMS.

25 Februari
Kasus tanah tempat gereja Paroki St. Paulus Tello berdiri hari ini diputuskan. Pihak keuskupan dikalahkan oleh pengadilan. Kasus ini dimenangkan oleh 9 keluarga yang mengklaim tanah tersebut dan memberi pilihan kepada Gereja: membeli tanah tersebut atau meninggalkannya. Dewan Pastoral Paroki Tello dalam rapat minggu lalu memutuskan untuk keluar. Jika membeli tanah tersebut akan menimbulkan persoalan baru karena dokumen kepemilikan tanah yang belum jelas.
Sejak hari ini pelayanan Gereja di tempat itu dihentikan. Umat paroki Tello diminta untuk pindah ke paroki terdekat: Kare atau stasi Antang. Umat paroki Tello, kami turut bersimpati dengan kalian…